Anda di halaman 1dari 22

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Toksoplasmosis merupakan penyakit zoonosis, yaitu suatu penyakit atau

infeksi yang ditularkan secara alami antara hewan vertebrata dan manusia. 1

Toxoplasmosis menyerang berbagai jenis hewan berdarah panas, seperti sapi,

kambing, kucing, anjing, babi. Selain itu, toxoplasmosis juga dapat menular lewat

unggas. Walaupun sering terjadi pada hewan-hewan yang disebutkan di atas

penyakit toxoplasmosis ini paling sering dijumpai pada kucing dan anjing. Secara

global, toxoplasmosis tersebar di seluruh dunia.2 Di Indonesia kasus

toksoplasmosis pada hewan dan manusia tergolong sangat tinggi. Sedangkan di

Nusa Tenggara Timur prevalensinya sebesar 80% pada manusia (Ma’roef dan

Somantri, 2003). Toxoplasmosis merupakan salah satu dari tujuh penyakit

zoonosis di NTT yang cukup menjadi perhatian pemerintah.2


Toxoplasmosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit

intraselular, yaitu Toxoplasma gondii yang ditularkan ke manusia lewat perantara

hewan-hewan di atas. Toxoplasmosis mengakibatkan kerugian yang besar baik

dari segi ekonomi maupun dari segi kesehatan manusia. Pada manusia dan hewan

toxoplasmosis menyebabkan kesakitan (morbidity) dan kematian (mortality).

Apabila penyakit toxoplasmosis mengenai wanita hamil trismester ketiga dapat

mengakibatkan hidrochephalus, khorioretinitis, tuli atau epilepsi. Sedangkan dari

segi ekonomi, toxoplasmosis mengakibatkan abortus atau lahir mati pada sapi,

kambing, babi dan hewan domestik lainnya. Hal ini berdampak kehilangan tenaga
2

kerja karena sakit, menurunnya jumlah wisatawan ke daerah yang terjadi wabah,

produksi ternak dan produk ternak menurun, pemusnahan ternak sakit dan

tersangka sakit serta pembatasan dan penurunan perdagangan internasional.2

Eliminasi kasus toxoplasmosis tidak terlepas dari peranan berbagai aspek

pencegahan penyakit, salah satunya adalah aspek pengetahuan. Tingginya kasus

toxoplasmosis dan dampak negatif yang ditimbulkannya mendorong penulis untuk

menganalisis faktor pembentuk pengetahuan masyarakat tentang toxoplasmosis di

Provinsi Nusa Tenggara Timur.2

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut: “Apa saja faktor pembentuk pengetahuan masyarakat

tentang toxoplasmosis di Provinsi Nusa Tenggara Timur?”

1.3. Tujuan
1) Menganalisis faktor pembentuk pengetahuan masyarakat tentang

toxoplasmosis di Provinsi Nusa Tenggara Timur.


2) Menganalisis gambaran angka kejadian toxoplasmosis di NTT

1.4. Manfaat
1) Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi masyarakat Nusa Tenggara

Timur dalam rangka pencegahan dan penyakit toxoplasmosis.


3

2) Dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam proses pembelajaran dan

penelitian, khususnya bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Nusa

Cendana Kupang
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Toksoplasmosis
2.1.1. Definisi
Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dengan

parasit obligat intraselluler Toxoplasma gondii. Infeksi toxoplasma bisa bersifat

akut dan kronik atau keduanya. Infeksi toxoplasma akut adalah infeksi yang

didapat sesudah bayi dilahirkan, biasanya asimptomatik sedangkan infeksi

toxoplasma kronik adalah terjadinya persistensi kista dalam jaringan yang berisi

parasit pada individu yang secara klinis asimptomatik. Toxoplasmosis akut

maupun kronik adalah suatu keadaan saat parasit menjadi penyebab terjadinya

gejala dan tanda klinis ( antara lain : ensefalitis, miokarditis, pneumonia ). Selain

itu ada juga yang disebut Toxoplasmosis congenital dimana infeksi pada bayi

baru lahir yang terjadi akibat penularan parasit secara transplasental dari ibu yang

terinfeksi terhadap janinnya. Bayi ini biasanya asimptomatik pada saat dilahirkan

tapi di kemudian hari akan timbul manifestasi berupa gejala dan tanda dengan

kisaran yang luas seperti :korioretinitis, strabismus, epilepsi dan retardasi

psikomotor.3
Toxoplasma gondii dalam klasifikasi termasuk kelas Sporozoasida, karena

berkembangbiak secara seksual dan aseksual yang terjadi secara bergantian

(Levine, 1990). Menurut Levine (1990) klasifikasi parasit sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Protozoa
Filum : Apicomplexa
Kelas : Sporozoasida
5

Sub Kelas : Coccidiasina


Bangsa : Eucoccidiorida
Sub Bangsa : Eimeriorina
Suku : Sarcocystidae
Marga : Toxoplasma
Jenis : Toxoplasma gondii.
Toxoplasmosis pada penjamu dengan daya imun yang baik akan

mengalami perjalanan penyakit yaitu (1) akan sembuh sendiri, (2) lama sakit yang

singkat, (3) menjadi toxoplasmosis kronik. Pada umumnya ketiga proses tersebut

bersifat asimptomatik, tetapi bila suatu saat daya imun seseorang yang telah

terinfeksi tersebut menurun, dapat timbul tanda dan gejala klinis kembali.3
2.1.2. Etiologi
Toxoplasmosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh parasit

Toxoplasma gondii. Parasit ini termasuk protozoa sub filum apicomplexa, kelas

sporozoa, sub kelas coccidia. Toxoplasma gondii mula – mula ditemukan pada

binatang pengerat / rodentia di Afrika Utara yaitu Ctenodactylusgundipada tahun

1909 oleh Nicolle dan Manceaux.. Janku pada tahun 1923 menggambarkan

adanya chorioretinitis yang disebabkan oleh Toxoplasma sedangkan pada tahun

1939 Wolf dan kawan – kawan mengisolasi parasit ini serta menentukannya

sebagai penyebab penyakit congenital pada neonatus.3


Pada tahun 1970 parasit yang sudah dikenal sebagai pathogen pada

manusia selama setengah abad ini diklasifikasikan secara taxonomi dalam

coccidia dan diketahui bahwa bangsa kucing adalah hospes definitifnya serta

menjadi jelas bahwa dalam siklus hidupnya terdapat siklus seksual yang terjadi

pada pada bangsa kucing (felidae) dan hal ini mempunyai implikasi

epidemiologik yang penting untuk transmisi parasit ini.3


2.1.3. Morfologi dan Siklus Hidup
6

Dalam sel epitel usus kecil bangsa kucing dapat berlangsung siklus

aseksual (schizogoni) maupun seksual (gametogoni, sporogoni) yang akan

menghasilkan oocyst (ookista). Ookista yang berbentuk oval dengan ukuran 9-11

mikron x 11-14 mikron akan keluar bersama feces. Ookista akan menghasilkan

dua sporokista yang masing – masing mengandung empat sporozoite (sporosoit).3


Apabila ookista tertelan oleh hospes perantara yaitu mamalia lain

(termasuk manusia) dan golongan burung (aves), maka pada berbagai jaringan

dari hospes perantara ini akan terbentuk kelompok – kelompok tropozoite yang

membelah secara aktif dan disebut sebagai tachyzoite yang membelah sangat

cepat. Selanjutnya kecepatan membelah dari tachyzoite akan berkurang secara

berangsur dan akan terbentuk cyst (kista) yang mengandung bradizoite. Masa

tersebut adalah masa infeksi klinis menahun yang biasanya merupakan infeksi

laten. Pada hospes perantara tidak terdapat stadium seksual melainkan terjadi

stadium istirahat yaitu adanya kista jaringan.3,4


Apabila hospes definitive (bangsa kucing) memangsa hospes perantara

yang terinfeksi , maka akan terbentuk lagi siklus seksual maupun aseksual di

dalam ususnya. Masa prepaten ( masa sampai dikeluarkannya ookista dari bangsa

kucing) adalah tiga sampai lima hari, sedangkan apabila bangsa kucing makan

tikus yang mengandung tachyzoite biasanya masa prepaten adalah lima sampai

sepuluh hari, tetapi apabila bangsa kucing langsung menelan ookista maka masa

prepatennyaadalah duapuluh sampai duapuluhempat hari. Bangsa kucing lebih

mudah terinfeksi oleh kista jaringan daripada terinfeksi oleh ookista.4


Pada berbagai jaringan tubuh bangsa kucing yang terinfeksi juga dapat

ditemukan bentuk tachizoite (tropozoite) dan kista jaringan sedangkan pada


7

manusia yang terinfeksi dapat ditemukan adanya tachizoite pada masa infeksi akut

serta tachizoite ini dapat memasuki setiap jenis sel yang berinti.3
Bentuk tachizoite menyerupai bulan sabit dengan satu ujungnya meruncing

dan ujung yang lainnya agak membulat dengan ukuran sekitar 4 – 8 mikron dan

mempunyai 1 inti yang terletak kira kira ditengah. Tachizoite ini bersifat obligat

intraseluler. Tachizoiteberkembangbiak dalam sel secara endodiogeni. Bila sel

menjadi penuh dengan adanya tachizoite maka sel tersebut akan pecah dan

tachizoite akan keluar serta memasuki sel sel disekitarnya atau terjadi fagositosis

terhadap tachizoite tersebut oleh makrofag. 3


Kista jaringan dibentuk di dalam sel hospes apabila tachizoite yang

membelah telah membentuk dinding dan kista jaringan ini dapat ditemukan

terutama di dalam jaringan otak, otot jantung dan otot bergaris hospes seumur

hidup (laten). Di otak, kista jaringan akan berbentuk oval sedangkan di sel otot

bentukkista jaringan akan mengikuti bentuk sel otot.3,4


Adapun cara infeksi dari parasit ini pada manusia dapat melalui berbagai

cara yaitu yang pertama toxoplasmosiscongenital , transmisi parasit ini kepada

janin terjadi inutero melalui plasenta bila ibunya mendapat infeksi primer pada

saat kehamilan ; yang kedua adalah toxoplasmosis aquisita , infeksi ini dapat

terjadi bila makan daging mentah atau kurang matang yang mengandung kista

atau tachizoite parasit ini atau melalui tertelannya ookista yang dikeluarkan oleh

kucing penderita bersama fesesnya ; kemungkinan yang ketiga adalah infeksi di

laboratoriumyaitu melalui jarumsuntik dan alat laboratorium lain yang

terkontaminasi oleh parasit ini serta kemungkinan ke empat adalah melalui

transplantasi organ dari donor penderita toxoplasmosis laten.4


8

Gambar 2.1 Daur hidup Toxoplasmagondii, sumber infeksi pada manusia

Sumber : Ernawati Toxoplasmosis, 2011

2.1.4. Cara Transmisi


Penularan ke manusia umumnya secara aktif (didapat) dan secara pasif

(bawaan). Penularan secara aktif terjadi bila menelan ookista infektif atau kista,

sedangkan penularan secara pasif terjadi melalui plasenta dari ibu ke anak.5,6
Penularan secara aktif antara lain diperoleh dari:
1) Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang terinfeksi

(mengandung kista), misalnya daging sapi, kambing, domba,kerbau, babi,

ayam, kelinci dan lain-lain.Kemungkinan besar penularan toksoplasma

kemanusia melalui jalur ini, yaitu makan satesetengah matang atau masakan

lainnya yang dimasak tidak sempurna.


2) Makan makanan tercemar ookista dari feses kucing yang menderita

toksoplasmosis. Feses kucing yang mengandung ookista akan mencemari

tanah(lingkungan), dan dapat menjadi sumber penularan baik pada manusia

maupun hewan.Tingginya resiko infeksi toksoplasmosismelalui tanah yang


9

tercemar, karena ookista bersporulasi bisa bertahan di tanah sampai beberapa

bulan, air minum dan susu.


3) Penularan toksoplasmosis dapat juga melalui transfusi darah

(trofozoit),transplantasi organ atau cangkok jaringan(trofozoit, kista),

kecelakaan di laboratoriumyang menyebabkan T. Gondii masuk ke

dalamtubuh atau tanpa sengaja masuk melalui luka.


Penularan secara pasif: Pada toxoplasmosis konginetal transmisi

toxoplasma kepada janin terjadi in utero melalui plasenta, bila ibunya mendapat

infeksi primer waktu hamil.


2.1.5. Patomekanisme
Toxoplasma gondii dapat menyerang semua sel yang berinti sehingga

dapat menyerangsemua organ dan jaringan tubuh hospes kecuali sel darah merah.

Bila terjadi invasi oleh parasit ini yang biasanya di usus , maka parasit ini akan

memasuki sel hospes ataupun difagositosis. Sebagian parasit yang selamat dari

proses fagositosis akan memasuki sel, berkembangbiak yang selanjutnya akan

menyebabkan sel hospes menjadi pecah dan parasit akan keluar serta menyerang

sel - sel lain. Dengan adanya parasit ini di dalam sel makrofag atau sel limfosit

maka penyebaran secara hematogen dan limfogen ke seluruh bagian tubuh

menjadi lebih mudah terjadi. Parasitemia ini dapat berlangsung selama beberapa

minggu.3,4
Kista jaringan akan terbentuk apabila telah ada kekebalan tubuh hospes

terhadap parasit ini. Kista jaringan dapat ditemukan di berbagai organ dan

jaringan dan dapat menjadi laten seumur hiduppenderita. Derajat kerusakan yang

terjadi pada jaringan tubuh tergantung pada umur penderita, virulensi strain

parasit ini, jumlah parasit ini dan jenis organ yang diserang. Lesi pada susunan

saraf pusat dan pada mata biasanya bermanifestasi lebih berat dan bersifat
10

permanen sebab jaringan – jaringan tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk

melakukan regenerasi.3,4
Kelainan – kelainan pada Susunan Saraf Pusat umumnya berupa nekrosis

yang disertai dengan kalsifikasi sedangkan terjadinya penyumbatan aquaductus

sylvii akibat ependymitis dapat mengakibatkan kelainan berupa hydrocephalus

pada bayi. Infeksi yang bersifat akut pada retina akan mengakibatkan reaksi

peradangan fokal dengan edema dan infiltrasi leucocyte yang dapat menyebabkan

kerusakan total pada mata serta pada proses penyembuhan akan terjadi sikatriks.

Akibat dari pembentukan sikatriks ini maka akan dapat terjadi atrofi retina dan

coroid disertai pigmentasi.3,4


Pada toxoplasmosis aquisita , infeksi pada orang dewasa biasanya tidak

diketahui sebab jarang menimbulkan gejala , tetapi bila infeksi primer terjadi pada

masa kehamilan maka akan terjadi toxoplasmosis congenital pada bayinya.

Manifestasi klinis yang paling sering terjadi pada toxoplasmosisaquisita adalah

limfadenopati, rasa lelah, demam dan sakit kepala dan gejala ini mirip dengan

mononucleosis infeksiosa, kadang – kadang dapat terjadi eksantema.3,4


Toxoplasmosis sistemik pada penderita dengan imunitas yang normal

dapat bermanifestasi dalam bentuk hepatitis, pericarditis dan meningoencephalitis.

Penyakit ini dapat berakibat fatal walaupun itu sangat jarang terjadi. Pada

penderita dengan keadaan immunocompromised misalnya pada penderita HIV –

AIDS atau pada orang-orang yang mengonsumsi imunosupresan,infeksi oleh

parasit ini mungkin dapat meluas yang ditandai dengan ditemukannya proliferasi

tachizoite di jaringan otak, mata, paru, hepar, jantung dan organ – organ lainnya

sehingga dapat berakibat fatal. Apabila infeksi oleh parasit ini tidak diobati

dengan baik dan penderita masih tetap hidup, maka penyakit ini akan memasuki
11

fase kronik yang ditandai dengan terbentuknya kista jaringan yang berisi

bradizoite dan ini terutama didapatkan di jaringan otak serta kadang kadang tidak

memberikan gejala klinik yang jelas. Fase kronik ini dapat berlangsung lama

selama bertahun- tahun bahkan dapat berlangsung seumur hidup.4


2.1.6. Manifestasi Klinis

Gejala klinis berupa trias klasik, yaitu hidrosefalus, pengapuran pada otak

dan khorioretinitis terjadi pada lebih kurang 10% dari kasus infeksi kongenital.

Pada garis besarnya sesuai dengan cara penularan dan gejala klinisnya,

toksoplasmosis dapat dikelompokkan atas: toksoplasmosis akuisita (dapatan) dan

toksoplasmosis kongenital. Baik toksoplasmosis dapatan maupun kongenital

sebagian besar asimtomatis atau tanpa gejala. Keduanya dapat bersifat akut dan

kemudian menjadi kronik atau laten. Gejala yang nampak sering tidak spesifik

dan sulit dibedakan dengan penyakit lain. Toksoplasmosis dapatan biasanya tidak

diketahui karena jarang menimbulkan gejala. Tetapi bila seorangibu yang sedang

hamil mendapat infeksi primer, ada kemungkinan bahwa 50% akan melahirkan

anak dengan toksoplasmosis kongenital. Gejala yang dijumpai pada orang dewasa

maupun anak-anak umumnya ringan. Gejalaklinis yang paling sering dijumpai

pada toksoplasmosis dapatan adalah limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam

dan sakit kepala.7,8

2.1.7. Langkah Penegakkan Diagnosis


Diagnosis toxoplasmosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,

pemeriksaan serologis dan menemukan parasit dalam jaringan tubuh penderita.

Seperti telah diuraikan diatas, gejala klinis sering kali meragukan dan menemukan

parasit dalam jaringan tubuh penderita bukanlah suatu hal yang mudah. Maka
12

pemeriksaan secara serologis terhadap antibodi penderita toxoplasmosis

merupakan alat bantu diagnosis yang mudah dan baik.


Dasar pemeriksaan serologis ialah antigen toxoplasmosis bereaksi dengan

antibody spesifik yang terdapa tdalam serum darah penderita. Beberapa jenis

pemeriksaan serologis yang umum dipakai ialah : Dye test Sabin Feldman,

Complement Fixation test (CFT), reaksi Fluoresensi antibodi, Indirect

Hemagglutination Test dan enzym linked immunosorben assay (Elisa). Dye test

Sabin Feldman merupakan pemeriksaan yang pertama kali ditemukan. Dasar test

ini yaitu toxoplasma gondii mudah diwarnai dengan metilen blue. Tetapi bila

dicampur dengan serum kebal, maka parasit tidak dapat mengambil warna lagi

karena anti bodi toxoplasma yang ad adalam serum tersebut akan melisis

parasitini. Complement fixaton test (CFT) berdasarkan reaksi antigen antibodi

yang akan mengikat komplement sehingga pada penambahan seldarah merah

yang dilapisi anti bodi tidak terjadi hemolisis. Reaksi fluoresensi anti bodi

memakai sediaan yang mengandung toxoplasma yang telah dimatikan. Anti bodi

yang ada dalam serum akan terikat pada parasit setelah ditambahan tiglobulin

manusia yang berlabel fluoresens. Inderect hemaglutination test mempergunakan

antigen yang diletakkan pada sel-sel darah merah, bila dicampur dengan serum

kebal menimbulkan aglutinasis. Elisa mempergunakan antigen toxoplamosis yang

diletakkan pada penyangga padat. Mula-mula diinkubasi dengan serum penderita,

kemudian dengan antibodi berlabel enzim. Kadar antibodi dalam serum penderita

sebanding dengan intertitas warna yang timbul setelah ikatan antigen anti bodi

dicampurdengan substrat.
13

Diagnosis terhadap toxoplasmosis secara mudah dapat ditegakkan dengan

menemukan anti bodi terhadap serum darah penderita. Anti toxoplasma gondii

kelas IgM timbul segera setelah infeksi, dan baru mencapai puncaknya pada

minggu keempat kemudian menurun secara lambat dan tidak terdeteksi lagi

setelah empat bulan. Sedang anti toxoplasma kelas IgG dapat dideteksi setelah 3

atau 4 bulan infeksi dan kadarnya menetap sampai bertahun-tahun. Dengan

memeriksa antibodi kelas IgG dan IgM, maka kita dapat mengetahui apakah

seseorang dalam infeksi akut, rentan atau kebal tehadap toxoplasmosis. Selain

seperti cara diatas bisa juga dilakukan pemeriksaan histopatologis jaringan otak,

sumsum tulang belakang, kelenjar limpe, cairan otak merupakan diagnosis pasti

tetapi cara ini sulit dilakukan.5


2.1.8. Penatalaksanaan
Pada umumnya penderita toxoplasmosis dengan status imun yang baik dan

hanya dengan limfodenopati ringan tidak memerlukan pengobatan. Pemberian

pengobatan terutama diberikan kepada wanita hamil dengan infeksi baru atau

reaktivasi infeksi lama dan penderita-penderita dengan status imun yang jelek

(immunocompromised).5 Obat-obat yang sering diberikan antara lain 5,9 :


1) Kombinasi sulfadiazine dengan pyrimethamine
Kombinasi kedua obat ini merupakan jenis pengobatan awal. Kedua obat

tersebut dapat menembus sawar otak. Pasien dengan okuler toxoplasmosis

harus diobati selama 1 bulan. Pyrimethamine dan sulfadiazine dapat

menghambat siklus p-amino asam benzoate dan sintesa asam folat yang

diperlukan untuk replikasi parasite. Dosis awal pada pemberian pirimetamin

ialah 50-75 mg/hari dan ditambahkan dengan sulfadiazine 4-6 g/hari dalam

dosis yang terbagi menjadi 4. Kekurangan obat ini ialah memiliki efek
14

teratogenik sehingga tidak dianjurkan untuk wanita hamil, selain itu obat ini

memiliki efek samping leukopenia dan trombositopenia, maka dianjurkan

untuk menambahkan asam folat dalam kalsium folinat 10-15 mg/hari selama 6

minggu dan yeast selama pengobatan. Yang perlu diketahui semua preparat ini

hanya bekerja pada toxoplasmosis stadium takizoit pada toxoplasmosis,

sehingga perlu dilanjutkan dengan terapi supresif seumur hidup dengan

pirimetamin (25-50mg) dan sulfadiazine (2-4 g).


2) Spiramisin
Spiramisin merupakan antibiotika golongan makrolid yang aman diberikan

pada wanita hamil sehiingga obat ini dapat direkomendasikan untuk diberikan

pada wanita hamil dengan toxoplasmosis.


3) Obat-obat lain
Obat obat lain yang dapat dipakai pada toxoplasmosis adalah : clindamycin,

Azithromicin, Clarithromycin, dan Atovoqoune yang dilaporkan efektif

mencegah reaktivasi. Selain itu, Obat-obat imunostimulan dengan tujuan untuk

menstimulasi komponen sistem imun yang telah diketahui bersifat protektif

terhadap organisme patogen yang menginfeksi.


2.1.9. Pencegahan
Dalam hal pencegahan toxoplasmosis yang penting ialah menjaga

kebersihan, mencuci tangan setelah memegang daging mentah menghindari feces

kucing pada waktu membersihkan halaman atau berkebun. Memasak daging

minimal pada suhu 66oC atau dibekukan pada suhu 20oC. Menjaga makanan agar

tidak terkontaminasi dengan binatang rumah atau serangga. Wanita hamil

trimester pertama sebaiknya diperiksa secara berkala akan kemungkinan infeksi

dengan toxoplasma gondii. Mengobatinya agar tidak terjadi abortus, lahir mati

ataupun cacat bawaan.5


15

2.2. Pengetahuan
2.2.1. Definisi
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan melalui panca indra manusia terhadap suatu objek

tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya perilaku seseorang.10


2.2.2. Tingkatan Pengetahuan
Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif,

yaitu10 :
1) Tahu (Know)
Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam

pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang

spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima.
2) Memahami (Comprehension)
Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar


3) Aplikasi (Application)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi real (sebenarnya).


4) Analisis (Analysis)
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-

komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada

kaitannya satu sama lain.


5) Sintesis (synthesis)
Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru atau menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.


6) Evaluasi (evaluation)
16

Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi

atau objek yang didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada .


2.2.3. Sumber Pengetahuan
Sumber-sumber pengetahuan adalah10 :

1) Kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama.

Sumber ini biasanya berbentuk norma-norma dan kaidah-kaidah baku yang

berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam norma dan kaidah itu

terkandung pengetahuan yang kebenarannya boleh jadi tidak dapat dibuktikan

secara rasional dan empiris, tetapi sulit dikritik untuk diubah begitu saja.

Pengetahuan yang bersumber dari kepercayaan cenderung bersifat tetap tetapi

subjektif.

2) Berdasarkan pada otoritas kesaksian orang lain.

Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran pengetahuan yang dapat dipercayai

adalah orang tua, guru, ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya. Apa pun

yang mereka katakan benar atau salah, baik atau buruk, dan indah atau jelek,

pada umumnya diikuti dan dijalankan dengan patuh tanpa kritik. Karena,

kebanyakan orang telah mempercayai mereka sebagai orang-orang yang

cukup berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas dan benar.

3) Pengalaman indriawi.

Dengan mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara

langsung dan bisa pula melakukan kegiatan hidup.

4) Akal pikiran.
17

Akal pikiran memiliki sifat lebih rohani. akal pikiran mampu menangkap

hal-hal yang metafisis, spiritual, abstrak, universal, yang seragam dan yang

bersifat tetap, tetapi tidak berubah-ubah.

5) Intuisi

Bersifat spiritual, melampaui ambang batas ketinggian akal pikiran dan

kedalaman pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan

pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa melalui sentuhan

indera maupun olahan akal pikiran.

2.2.4. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan. 10

2.2.5. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara

lain 10 :

1) Pendidikan

Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang

menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya

semakin tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik pula

pengetahuannya.
18

2) .Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara

mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi pada masa lalu

3) Usia

Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan

pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau

menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu

pengetahuan akan berkurang.

4) Informasi

Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia

mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau

surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang
19

BAB 3

PEMBAHASAN

Menurut penelitian Nurmawati dan Nurlaila Ramadhan, 2012 yang

berjudul "Faktor-Faktor yang berhubungan dengan pencegahan toksoplasmosis di

Klinik Bersalin HJ HArtini Banda Aceh Tahun 2012" hasil uji statistik didapatkan

nilai p=0,000 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan baawa ada hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan pencegahan toksoplasmosis. Hasil

penelitian ini sesuai dengan teori Kasdu, 2003 yang menyatakan apabila ibu,

suami, dan keluarga tidak mengetahui cara pencegahan toksoplasmosis maka

tidak ada info ibu untuk mengetahui caranya.11

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kusmawan (2008), menunjukkan

kebanyakan dari ibu hamil masih mempunyai kekhawatiran bila tidak ada

pemberantaan atau obat yang dapat membunuh kuman toksoplasmosis tertentu

sehingga ibu khawatir dan dapat menganggu kehamilannya. Padahal tidak

sepenuhnya masalah ini perlu dikhawatirkan, bahkan justru hampir semua jenis

pencagahan membutuhkan info dan kolaborasi dangan tenaga kesehatan. Asalkan

rasa ingin tahu dan kemauan ibu ada dalam dirinya untuk melakukan pencegahan.

Peneliti berasumsi pengetahuan yang dimiliki ibu hamil sangat mempengaruhi

bagi kehidupannya supaya tahu cara mencarikan info dan pemahaan merawat diri

demi mencegah atau membasmi virus toksoplasmisis. Karena kalau ibu hamil

yang tahu bagaimana cara mencegahanya, maka ibu akan lebih cepat
20

menghindarinya dibandingkan ibu yang tidak tahu bagaimana mencegahnya virus

toksoplasmosis.11

Hasil penelitian di atas telah menunjukkan hubungan yang sangat jelas

antara pengetahuan tentang toxoplasmosis dengan angka kejadian toxoplasmosis.

Salah satu sumber pengetahuan kesehatan adalah data tentang suatu kejadian

penyakit di suatu wilayah pada waktu tertentu. Namun, kenyataan yang ada di

Nusa Tenggara Timur tidak ada laporan yang cukup dan lengkap mengenai angka

kejadian toxoplasmosis. Hal ini merupakan salah satu faktor yang turut

mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pola penularan

toxoplasmosis. Artinya, karena tidak tersedianya data atau laporan mengenai

toxoplasmosis, masyarakat tidak terlalu mengetahui bahwa lingkungannya juga

cukup baik bagi perkembangbiakan agen penyebab dan vektor penularan

toxoplasmosis. Sebagai contoh, jika ada data yang menyatakan angka kejadian

penyakit toxoplasmosis di Nusa Tenggara Timur, maka akan mendorong para

medis untuk giat menyampaikan informasi mengenai berbagai hal yang berkaitan

dengan upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit toxoplasmosis.

Selain itu, masyarakat pun akan lebih antusias untuk mencari lebih banyak lagi

informasi tentang toxoplasmosis. Secara tidak langsung pengetahuan masyarakat

tentang toxoplasmosis akan terbentuk.

Kenyataan lain yang dihadapi adalah kurangnya kesadaran ibu hamil dan

keluarganya untuk melakukan cek rutin dan lengkap pada masa kehamilan atau

yang disebut Ante-Natal Care (ANC). Melalui ANC ibu hamil bisa memperoleh

informasi mengenai agen-agen penyebab, pola transmisi, tindakan pencegahan


21

penyakit toxoplasmosis. Selain itu, melalui ANC dapat dilakukan screening dan

deteksi dini gejala-gejala penyakit toxoplasmosis sehingga penanganan intensif

dapat dilakukan dan komplikas lebih lanjut dapat dicegah.


22

BAB 4

SIMPULAN DAN SARAN

4.1. Simpulan
- Pengetahuan sangat berhubungan dengan angka kejadian toxoplasmosis
4.2. Saran
- Bagi penyedia data statistik kesehatan agar menyediakan laporan

mengenai angka kejadian toxoplasmosis yang cukup dan lengkap


- Agar lebih banyak lagi dilakukan penelitian tentang toxoplasmosis

terutama di wilayah Nusa Tenggara Timur


- Bagi ibu hamil agar dapat melakukan ANC rutin dan lengkap
- Bagi para medis agar giat menyampaikan informasi mengenai

toxoplasmosis

Anda mungkin juga menyukai