Definisi
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat
mengakibatkan gangguan pada kehidupan (corwin, 2009).
Secara umum gagal nafas dibedakan menjadi gagal nafas tipe
hiperkapnia dan gagal nafas tipe hipoksemia. Pasien dengan gagal nafas
hiperkapnia mempunyai kadar PCO2 arterial (PaCO2) yang abnormal tinggi.
(PaCO2 > 45 mmHg). Sedangkan pada gagal nafas hipoksemia didapatkan PO2
arterial (PaO2) yang rendah (PaO2 < 60 mmHg) dengan PaCO2 yang normal atau
rendah (Hall, 2008).
II. Etiologi
Penyebab dari gagal nafas menurut Morton (2012) diantaranya:
A. Depresi sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang mengendalikan pernafasan, terletak dibawah otak (pons
dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
B. Kelainan neurologis primer
Akan mempengaruhi fungsi pernapasan menjalar melalui saraf yang
membentang dari batang otak terus ke spinal ke reseptor pada otot-otot
pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot
pernafasan atau pertemuan neuromuscular yang terjadi pada pernafasan
akan sangat mempengaruhi ventilasi.
C. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumotoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui pengahambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakit paru yang
mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan
gagal nafas.
D. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan motor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan dari hidung dan mulut dapat mengarah pada obstuksi jalan nafas
atas dan depresi pernafasan. Hemothoraks, pneumotoraks dan fraktur tulang
iga dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal nafas.
E. Penyakit akut paru
Pneumoni disebabkan oleh bakteri atau virus. Pneumoni kimiawi atau
pneumoni diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronchial, embolisme paru dan edema
paru adalah beberapa kondisi lain yang menyebabkan gagal nafas.
Penyebab gagal nafas berdasarkan lokasi adalah :
a. Penyebab sentral
1) Trauma kepala : contusio cerebri
2) Radang otak : encephaliti
3) Gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak
4) Obat-obatan : narkotika, anestesi
b. Penyebab perifer
1) Kelainan neuromuskuler : gbs, tetanus, trauma cervical, muscle
relaxans
2) Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
3) Kelainan di paru : edema paru, atelektasis, ards
4) Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumo thorax,
5) Haematothoraks
6) Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri
IV. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal
nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal
secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit
paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batubara). Pasien mengalalmi toleransi terhadap
hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal
nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas
kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt
tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja
pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah
ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting
adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas.
Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang
otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan
menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa
terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan
dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik
opioid. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal
nafas akut (Purwato dkk, 2009).
Pathway
Trauma, kelainan neurologis, efek obat, penyakit saluran pernafasan
Gangguan perkembangan
paru(ateletasis) kolaps alveoli
Ventilasi mekanik
VI. Penatalaksanaan
a. Perbaiki jalan napas (Air Way)
Terutama pada obstruksi jalan napas bagian atas, dengan hipereksistensi
kepala mencegah lidah jatuh ke posterior menutupi jalan napas, apabila
masih belum menolong maka mulut dibuka dan mandibula didorong ke
depan (triple airway maneuver) atau dengan menggunakan manuver head
tilt-chin lift), biasanya berhasil untuk mengatasi obstruksi jalan nafas
bagian atas.
b. Terapi oksigen
Pada keadaan O2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk
menaikkan PaO2 sampai normal. Pada terapi oksigen, besarnya oksigen
yang diberikan tergantung dari mekanisme hipoksemia, tipe alat pemberi
oksigen tergantung pada jumlah oksigen yang diperlukan, potensi efek
samping oksigen, dan ventilasi semenit pasien.
c. Ventilasi Kendali
Pasien diintubasi, dipasang pipa trakea dan dihubungkan dengan ventilator.
Ventilasi pasien sepenuhnya dikendalikan oleh ventilator. Biasanya
diperlukan obat-obatan seperti sedative, narkotika, atau pelumpuh otot agar
pasien tidak berontak dan parnapasan pasien dapat mengikuti irama
ventilator.
d. Terapi farmakologi
1) Bronkodilator, mpengaruhi langsung pada kontraksi otot polos bronkus.
2) Agonis B adrenergik / simpatomimetik, memilik efek agonis terhadap
reseptor beta drenergik pada otot polos bronkus sehingga menimbulkan
efek bronkodilatasi.
e. Pengobatan spesifik
1) Penghisapan paru untuk mengeluarkan sekret agar tidak menghambat
saluran napas.
2) Postural drainage, juga untuk mengeluarkan sekret.
3) Latihan napas, jika kondisi pasien sudah membaik.
(Hall, 2008)
D. Intervensi keperawatan
Diagnosa NOC NIC Rasional
Keperawatan
1. Setelah dilakukan Mandiri
tindakan keperawatan a. Kaji suara nafas klien a. Mengetahaui patensi jalan
selama 3x 24 jam b. Atur posisi semifowler nafas
diharapkan jalan napas c. Lakukan suctioning sesuai b. Memaksimalkan pernafasan
menjadi paten, dengan indikasi dengan prinsip 3A c. Mengeluarkan sekret yang
kriteria hasil : (atraumatic, asianotic, aseptic). terakumulasi di jalan nafas,
a. Pasien menyatakan d. Ubah posisi pasien secara seraya mencegah terjadinya
sesak berkurang periodik trauma jalan nafas, mencegah
b. Tidak ada suara e. Observasi penurunan ekspansi hipoksia dan mengurangi risiko
nafas tambahan dinding dada dan adanya infeksi paru
c. Pada foto thoraks peningkatan fremitus. d. Meningkatkan drainage sekret
normal f. Catat karakteristik dan produksi dan ventilasi pada semua
d. Saturasi oksigen sputum. segmen paru, menurunkan
g. Ajarkan batuk efektif dan risiko atelektasis
dalam batas normal
fisioterapi dada e. Bunyi napas menunjukkan
e. Mendemonstasikan
h. Monitor status respirasi : aliran udara melalui
batuk efektif
frekuensi, kedalaman nafas, trakeobronkial dan dipengaruhi
reguralitas, adanya dipsneu oleh adanya cairan, mukus, atau
obstruksi aliran udara lain.
Kolaborasi Mengi dapat merupakan bukti
i. Berikan oksigen yang lembab, konstruksi bronkus atau
cairan intravena yang adekuat penyempitan jalan napas
sesuai kemampuan pasien sehubungan dengan
j. Berikan terapi nebulizer dengan edema. Ronkhi dapat jelas
obat mukolitik, bronkodilator tanpa batuk dan menunjukkan
sesuai indikasi pengumpulan mukus pada jalan
napas.
f. Karakteristik batuk dapat
berubah tergantung pada
penyebab/etiologi gagal
pernafasan. Sputum bila ada
mungkin banyak, kental,
berdarah, dan /atau purulen
g. Untuk mengeluarkan sekret
h. Mengevaluasi keefektifan
fungsi respirasi
i. Kelembaban mengurangi
akumulasi sekret dan
meningkatkan transport
oksigen
j. Pengobatan dibuat untuk
meningkatkan ventilasi/
bronkodilatasi/ kelembaban
dengan kuat pada alveoli dan
untuk menghancurkan
mucous/ sekret
2. Setelah dilakukan Mandiri :
tindakan keperawatan a. Posisikan pasien semifowler a. Untuk memaksimalkan
selama 3 x 24 jam, b. Pasang mayo ventilasi
pasien akan c. Lakukan fisioterapi dada b. Untuk membuka patensi jalan
memperlihatkan Keluarkan sekret dengan batuk nafas
kemampuan atau suction c. Mengeluarkan sekret yang
pertukaran gas yang d. Auskultasi suara nafas, catat tertahan
kembali normal dengan adanya suara tambahan d. Untuk menentukan tidakan
kriteria hasil : e. Monitor respirasi dan status O2 selanjutnya
a. Mendemonstrasika f. Monitor TTV, AGD, elektrolit e. Mengetahui status oksigenasi
n peningkatan dan ststus mental tubuh klien
ventilasi dan f. Mengetahui keadaan umum
oksigenasi yang Kolaborasi: klien
adekuat g. Berikan obat sesuai indikasi. g. Memperbaiki penyebab dan
b. Memelihara Contoh steroid, antibiotik, mencegah berlanjutnya dan
kebersihan paru bronkodilator, ekspentoran. potensial komplikasi fatal
paru dan bebas dari h. Berikan terapi oksigen hipoksemia. Steroid
tanda tanda distress menguntungkan dalam
pernafasan menurunkan inflamasi dan
c. Mendemonstrasika meningkatkan produksi
n batuk efektif dan surfaktan.
suara nafas yang Bronkodilator/ekspektoran
bersih, tidak ada meningkatkan bersihan jalan
sianosis dan napas. Antibiotik dapat
dyspneu (mampu diberikan pada adanya infeksi
mengeluarkan paru/sepsis untuk mengobati
sputum, mampu patogen penyebab.
bernafas dengan h. Memenuhi kebutuhan oksigen
mudah, tidak ada klien
pursed lips)
d. Tanda tanda vital
dalam rentang
normal
e. AGD dalam batas
normal
f. Status neurologis
dalam batas normal
1. Amin, Zulfikli, dan Johanes Purwato. 2009. Gagal Nafas Akut. Dalam : Aru
W. Sudoyo (ed.) . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna
Publishing. pp. 219-226.
2. Chang, Ester, 2009. Patofisiologi: aplikasi pada praktik keperawatan.
3. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi bahasa
Indonesia, EGC: Jakarta.
EGC: Jakarta.
4. Guyton,A.C. , dan John E. Hall. 2008. Ventilasi Paru. Dalam : Arthur C.
Guyton dan John E. Hall (ed.) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta : EGC. Pp.
5. Latief, A. Said. 2011. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intesif. Jakarta: FK UI.
6. Morton G.P. 2012. Keperawatan Kritis, Edisi. Jakarta: EGC.
7. NANDA International. 2016. Nursing Diagnosis: Definitions and
Classification 2015 – 2017. 10 th ed. Jakarta, EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
AKUT KIDNEY INJURI (AKI)
ICU RSUD KOTA BANDUNG
Disusun Oleh
Pembimbing Akademik
( )