Anda di halaman 1dari 18

I.

Definisi
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat
mengakibatkan gangguan pada kehidupan (corwin, 2009).
Secara umum gagal nafas dibedakan menjadi gagal nafas tipe
hiperkapnia dan gagal nafas tipe hipoksemia. Pasien dengan gagal nafas
hiperkapnia mempunyai kadar PCO2 arterial (PaCO2) yang abnormal tinggi.
(PaCO2 > 45 mmHg). Sedangkan pada gagal nafas hipoksemia didapatkan PO2
arterial (PaO2) yang rendah (PaO2 < 60 mmHg) dengan PaCO2 yang normal atau
rendah (Hall, 2008).

II. Etiologi
Penyebab dari gagal nafas menurut Morton (2012) diantaranya:
A. Depresi sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang mengendalikan pernafasan, terletak dibawah otak (pons
dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
B. Kelainan neurologis primer
Akan mempengaruhi fungsi pernapasan menjalar melalui saraf yang
membentang dari batang otak terus ke spinal ke reseptor pada otot-otot
pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot
pernafasan atau pertemuan neuromuscular yang terjadi pada pernafasan
akan sangat mempengaruhi ventilasi.
C. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumotoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui pengahambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakit paru yang
mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan
gagal nafas.
D. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan motor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan dari hidung dan mulut dapat mengarah pada obstuksi jalan nafas
atas dan depresi pernafasan. Hemothoraks, pneumotoraks dan fraktur tulang
iga dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal nafas.
E. Penyakit akut paru
Pneumoni disebabkan oleh bakteri atau virus. Pneumoni kimiawi atau
pneumoni diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronchial, embolisme paru dan edema
paru adalah beberapa kondisi lain yang menyebabkan gagal nafas.
Penyebab gagal nafas berdasarkan lokasi adalah :
a. Penyebab sentral
1) Trauma kepala : contusio cerebri
2) Radang otak : encephaliti
3) Gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak
4) Obat-obatan : narkotika, anestesi
b. Penyebab perifer
1) Kelainan neuromuskuler : gbs, tetanus, trauma cervical, muscle
relaxans
2) Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
3) Kelainan di paru : edema paru, atelektasis, ards
4) Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumo thorax,
5) Haematothoraks
6) Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri

III. Manifestasi Klinik


A. Gagal nafas total
1. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan
2. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
3. Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
B. Gagal nafas parsial
1. Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing
2. Ada retraksi dada
3. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
4. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun)
(Corwin, 2009).

IV. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal
nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal
secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit
paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batubara). Pasien mengalalmi toleransi terhadap
hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal
nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas
kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt
tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja
pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah
ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting
adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas.
Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang
otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan
menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa
terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan
dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik
opioid. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal
nafas akut (Purwato dkk, 2009).

Pathway
Trauma, kelainan neurologis, efek obat, penyakit saluran pernafasan

Gangguan syaraf pernafasan dan otot pernafasan Ketidakefektifan pola nafas

Peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler

Ganggua epitalium alveolar gangguan endotalium kapiler

Penumpukan cairan alveoli cairan masuk ke interstitial

Oedema pulmo peningkatan tahanan jalan nafas

Penurunan complain paru kehilangan fungsi silia sel. pernafasan

Cairan surfaktan menurun


Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Gangguan perkembangan
paru(ateletasis) kolaps alveoli

Ventilasi dan perfusi tidak


seimbang Gangguan pertukaran gas

Hipoksemia, hiperapneu o2 menurun,co2 menurun

Ventilasi mekanik

Resiko infeksi Resiko cidera Sumber: Ester (2010); Nanda (2016)


V. Gambar

Sumber: Morton (2012)

VI. Penatalaksanaan
a. Perbaiki jalan napas (Air Way)
Terutama pada obstruksi jalan napas bagian atas, dengan hipereksistensi
kepala mencegah lidah jatuh ke posterior menutupi jalan napas, apabila
masih belum menolong maka mulut dibuka dan mandibula didorong ke
depan (triple airway maneuver) atau dengan menggunakan manuver head
tilt-chin lift), biasanya berhasil untuk mengatasi obstruksi jalan nafas
bagian atas.
b. Terapi oksigen
Pada keadaan O2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk
menaikkan PaO2 sampai normal. Pada terapi oksigen, besarnya oksigen
yang diberikan tergantung dari mekanisme hipoksemia, tipe alat pemberi
oksigen tergantung pada jumlah oksigen yang diperlukan, potensi efek
samping oksigen, dan ventilasi semenit pasien.
c. Ventilasi Kendali
Pasien diintubasi, dipasang pipa trakea dan dihubungkan dengan ventilator.
Ventilasi pasien sepenuhnya dikendalikan oleh ventilator. Biasanya
diperlukan obat-obatan seperti sedative, narkotika, atau pelumpuh otot agar
pasien tidak berontak dan parnapasan pasien dapat mengikuti irama
ventilator.
d. Terapi farmakologi
1) Bronkodilator, mpengaruhi langsung pada kontraksi otot polos bronkus.
2) Agonis B adrenergik / simpatomimetik, memilik efek agonis terhadap
reseptor beta drenergik pada otot polos bronkus sehingga menimbulkan
efek bronkodilatasi.
e. Pengobatan spesifik
1) Penghisapan paru untuk mengeluarkan sekret agar tidak menghambat
saluran napas.
2) Postural drainage, juga untuk mengeluarkan sekret.
3) Latihan napas, jika kondisi pasien sudah membaik.
(Hall, 2008)

VII. Pemeriksaan Penunjang


A. Analisa Gas Darah Arteri : Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk
menentukan adanya asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik, serta
untuk mengetahui apakah klien mengalami asidosis metabolik, alkalosis
metabolik, atau keduanya pada klien yang sudah lama mengalami gagal
napas. Selain itu, pemeriksaan ini juga sangat penting untuk mengetahui
oksigenasi serta evaluasi kemajuan terapi atau pengobatan yang diberikan
terhadap klien.
B. Radiologi : Berdasarkan pada foto thoraks PA/AP dan lateral serta
fluoroskopi akan banyak data yang diperoleh seperti terjadinya hiperinflasi,
pneumothoraks, efusi pleura, hidropneumothoraks, sembab paru, dan tumor
paru.
C. Pengukuran Fugnsi Paru : Penggunaan spirometer dapat membuat kita
mengetahui ada tidaknya gangguan obstruksi dan restriksi paru. Nilai
normal atau FEV1 > 83% prediksi. Ada obstruksi bila FEV1 < 70% dan
FEV1/FVC lebih rendah dari nilai normal. Jika FEV1 normal, tetapi
FEV1/FVC sama atau lebih besar dari nilai normal, keadaan ini
menunjukkan ada restriksi.
D. Elektrokardiogram (EKG) : Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada
EKG yang ditandai dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan II,
III dan aVF, serta jantung yang mengalami hipertrofi ventrikel kanan.
Iskemia dan aritmia jantung sering dijumpai pada gangguan ventilasi dan
oksigenasi.
E. Pemeriksaan Sputum : Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan
kekentalan. Jika perlu lakukan kultur dan uji kepekaan terhadap kuman
penyebab. Jika dijumpai ada garis-garis darah pada sputum (blood
streaked), kemungkinan disebabkan oleh bronkhitis, bronkhiektasis,
pneumonia, TB paru, dan keganasan. Sputum yang berwarna merah jambu
dan berbuih (pink frothy), kemungkinan disebabkan edema paru. Untuk
sputum yang mengandung banyak sekali darah (grossy bloody), lebih sering
merupakan tanda dari TB paru atau adanya keganasan paru.
(Said, 2011)

VIII. Asuhan Keperawatan


A. Data fokus pengkajian
1. Pimary survey
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernapasan
2) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
b. Breathing
1) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
2) Menggunakan otot aksesori pernapasan
3) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
4) Papiledema
5) Penurunan haluaran urine
d. Disability
Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain
GCS, dengan memperhatikan refleks pupil, diameter pupil.
e. Eksposure
Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat,
tampak lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara
objektif.
2. Secondary survey
a. Sistem kardiovaskuler
1) Takikardia, irama ireguler
2) S3S4/Irama gallop
3) Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal
4) Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung
menandakan udara di mediastinum)
5) TD : hipertensi/hipotensi
b. Sistem pernafasan
1) Riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan,
“lapar udara”, batuk
2) Takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori,
penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di
atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan
(hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi
thorak.
3) Sistem integumen
Cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung,
stupor
4) Sistem musculoskeletal
Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4.
5) Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
6) Sistem gastrointestinal
Adanya mual atau muntah. Kadang disertai konstipasi.
7) Sistem neurologi
Sakit kepala
8) Sistem urologi
Penurunan haluaran urine
9) Sistem indera
a) Penglihatan : penglihatan buram,diplopia, dengan atau tanpa kebutaan
tiba-tiba.
b) Pendengaran : telinga berdengung
c) Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
d) Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap
e) Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap
panas/dingin tajam/tumpul baik.
10) Sistem abdomen
Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam.
11) Nyeri/Kenyamanan
Nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher,
bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk. Melindungi bagian nyeri,
perilaku distraksi, ekspresi meringis
B. Analisis data
Analisa Data Etiologi Masalah Keperawatan

DS: Gangguan syaraf pernafasan Ketidakefektifan bersihan


- Dispneu jalan napas
dan otot pernafasan
- Klien mengeluh sesak nafas
DO: ↓
- Penurunan suara nafas Peningkatan permeabilitas
- Orthopneu membrane alveolar kapiler
- Cyanosis ↓
- Kelainan suara nafas (rales, gangguan endotalium kapiler
wheezing) ↓
- Kesulitan berbicara cairan masuk ke interstitial
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ↓
ada Kehilangan fungsi sel silia
- Produksi sputum ↓
- Gelisah Pemasangan ventilator
- Perubahan frekuensi dan irama ↓
nafas Peningkatan produksi sekret

Ketidakefektifan bersihan jalan
napas
DS: Gangguan syaraf pernafasan Gangguan pertukaran gas
- Sakit kepala ketika bangun
dan otot pernafasan
- Dyspnoe
- Gangguan penglihatan ↓
DO: Peningkatan permeabilitas
- Penurunan CO2 membrane alveolar kapiler
- Takikardi ↓
- Hiperkapnia Ganggua epitalium alveolar
- Keletihan ↓
- Iritabilitas Penumpukan cairan alveoli
- Hypoxia ↓
- kebingungan Oedema pulmo
- Sianosis ↓
- Warna kulit abnormal (pucat, Penurunan complain paru
kehitaman) ↓
- Hipoksemia Cairan surfaktan menurun
- Hiperkarbia

- AGD abnormal
Gangguan pengembangan paru
- pH arteri abnormal

- Frekuensi dan kedalaman nafas
Ventilasi dan perfusi tidak
abnormal
seimbang

Gangguan pertukaran gas
DS: Trauma, kelainan neurologis, Ketidakefektifan pola nafas
- Dyspnea
efek obat
- Klien mengeluh sesak nafas
DO: ↓
- Penurunan tekanan Gangguan syaraf pernafasan
inspirasi/ekspirasi
dan otot pernafasan
- Penurunan pertukaran udara per
menit ↓
- Menggunakan otot pernafasan Ketidakefektifan pola nafas
tambahan
- Orthopnea
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi berlangsung
sangat lama
- Penurunan kapasitas vital
- Respirasi: < 11 – 24 x /mnt

DS: Trauma, kelainan neurologis, Risiko infeksi


efek obat
DO:
- Terpasang ETT ↓
- Kerusakan jaringan dan Gangguan syaraf pernafasan
peningkatan paparan
dan otot pernafasan
lingkungan
- Malnutrisi ↓
- Tidak adekuat pertahanan Prosedur invasif pemasangan
sekunder (penurunan Hb, ventilator
Leukopenia, penekanan respon ↓
inflamasi) Port de entry mikroba

Risiko infeksi

DS : Trauma, kelainan neurologis, Risiko cedera


efek obat
DO :
- Terpasang ventilator ↓
- Terpasang NGT Gangguan syaraf pernafasan
- Terpasang infus
dan otot pernafasan
- Terpasang bedside monitor
- Mengalami penurunan ↓
kesadaran Prosedur invasif pemasangan
ventilator

Risiko cedera
C. Diagnosa keperawtan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi
sekret/ retensi sputum di jalan napas dan hilangnya reflek batuk sekunder
terhadap pemasangan ventilator.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi sekret, proses
weaning, setting ventilator yang tidak tepat.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan
ventilator yang tidak tepat, peningkatan sekresi, obstruksi ETT.
4. Resiko infeksi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang
ETT.
5. Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik.

D. Intervensi keperawatan
Diagnosa NOC NIC Rasional
Keperawatan
1. Setelah dilakukan Mandiri
tindakan keperawatan a. Kaji suara nafas klien a. Mengetahaui patensi jalan
selama 3x 24 jam b. Atur posisi semifowler nafas
diharapkan jalan napas c. Lakukan suctioning sesuai b. Memaksimalkan pernafasan
menjadi paten, dengan indikasi dengan prinsip 3A c. Mengeluarkan sekret yang
kriteria hasil : (atraumatic, asianotic, aseptic). terakumulasi di jalan nafas,
a. Pasien menyatakan d. Ubah posisi pasien secara seraya mencegah terjadinya
sesak berkurang periodik trauma jalan nafas, mencegah
b. Tidak ada suara e. Observasi penurunan ekspansi hipoksia dan mengurangi risiko
nafas tambahan dinding dada dan adanya infeksi paru
c. Pada foto thoraks peningkatan fremitus. d. Meningkatkan drainage sekret
normal f. Catat karakteristik dan produksi dan ventilasi pada semua
d. Saturasi oksigen sputum. segmen paru, menurunkan
g. Ajarkan batuk efektif dan risiko atelektasis
dalam batas normal
fisioterapi dada e. Bunyi napas menunjukkan
e. Mendemonstasikan
h. Monitor status respirasi : aliran udara melalui
batuk efektif
frekuensi, kedalaman nafas, trakeobronkial dan dipengaruhi
reguralitas, adanya dipsneu oleh adanya cairan, mukus, atau
obstruksi aliran udara lain.
Kolaborasi Mengi dapat merupakan bukti
i. Berikan oksigen yang lembab, konstruksi bronkus atau
cairan intravena yang adekuat penyempitan jalan napas
sesuai kemampuan pasien sehubungan dengan
j. Berikan terapi nebulizer dengan edema. Ronkhi dapat jelas
obat mukolitik, bronkodilator tanpa batuk dan menunjukkan
sesuai indikasi pengumpulan mukus pada jalan
napas.
f. Karakteristik batuk dapat
berubah tergantung pada
penyebab/etiologi gagal
pernafasan. Sputum bila ada
mungkin banyak, kental,
berdarah, dan /atau purulen
g. Untuk mengeluarkan sekret
h. Mengevaluasi keefektifan
fungsi respirasi
i. Kelembaban mengurangi
akumulasi sekret dan
meningkatkan transport
oksigen
j. Pengobatan dibuat untuk
meningkatkan ventilasi/
bronkodilatasi/ kelembaban
dengan kuat pada alveoli dan
untuk menghancurkan
mucous/ sekret
2. Setelah dilakukan Mandiri :
tindakan keperawatan a. Posisikan pasien semifowler a. Untuk memaksimalkan
selama 3 x 24 jam, b. Pasang mayo ventilasi
pasien akan c. Lakukan fisioterapi dada b. Untuk membuka patensi jalan
memperlihatkan Keluarkan sekret dengan batuk nafas
kemampuan atau suction c. Mengeluarkan sekret yang
pertukaran gas yang d. Auskultasi suara nafas, catat tertahan
kembali normal dengan adanya suara tambahan d. Untuk menentukan tidakan
kriteria hasil : e. Monitor respirasi dan status O2 selanjutnya
a. Mendemonstrasika f. Monitor TTV, AGD, elektrolit e. Mengetahui status oksigenasi
n peningkatan dan ststus mental tubuh klien
ventilasi dan f. Mengetahui keadaan umum
oksigenasi yang Kolaborasi: klien
adekuat g. Berikan obat sesuai indikasi. g. Memperbaiki penyebab dan
b. Memelihara Contoh steroid, antibiotik, mencegah berlanjutnya dan
kebersihan paru bronkodilator, ekspentoran. potensial komplikasi fatal
paru dan bebas dari h. Berikan terapi oksigen hipoksemia. Steroid
tanda tanda distress menguntungkan dalam
pernafasan menurunkan inflamasi dan
c. Mendemonstrasika meningkatkan produksi
n batuk efektif dan surfaktan.
suara nafas yang Bronkodilator/ekspektoran
bersih, tidak ada meningkatkan bersihan jalan
sianosis dan napas. Antibiotik dapat
dyspneu (mampu diberikan pada adanya infeksi
mengeluarkan paru/sepsis untuk mengobati
sputum, mampu patogen penyebab.
bernafas dengan h. Memenuhi kebutuhan oksigen
mudah, tidak ada klien
pursed lips)
d. Tanda tanda vital
dalam rentang
normal
e. AGD dalam batas
normal
f. Status neurologis
dalam batas normal

3. Setelah dilakukan Mandiri


intervensi keperawatan a. Lakukan pemeriksaan ventilator a. Menjamin ventilator berfungsi
selama 3x24 jam, klien tiap 1-2 jam. Monitor secara efektif sesuai setting
akan mempertahankan slang/cubbing ventilator dari yang diharapkan
pola nafas yang efektif terlepas, terlipat, bocor atau b. Memaksimalkan ventilasi
dengan kriteria hasil : tersumbat. Evaluasi tekanan atau c. Alarm merupakan tanda
1. Nafas sesuai dengan kebocoran balon cuff.Amankan adanya fungsi yang salah pada
irama ventilator slang ETT dengan fiksasi yang ventilator
2. Ekspansi dada baik d. Mengantisipasi kemungkinan
simetris b. Atur posisi semifowler ventilator tidak berfungsi
3. TTV dalam batas c. Evaluasi semua alarm dan efektif
normal tentukan penyebabnya e. Ventilator dengan posisi ujung
4. Volume nafas d. Pertahankan alat resusitasi manual ETT yang tidak tepat mungkin
adekuat (bag & mask) pada posisi tempat dapat diketahui dengan
5. Alarm tidak tidur sepanjang waktu pergerakan dada yang tidak
berbunyi e. Monitor suara nafas dan simetris, suara nafas yang tidak
pergerakan dada seimbang antar kedua paru
f. Observasi RR dan bandingkan f. Nafas yang tidak sesuai dengan
irama nafas pasien dengan irama / melawan irama ventilator
ventilator dapat menyebabkan
g. Monitor TTV ketidakadekuatan ventilasi dan
meningkatkan resiko
Kolaborasi barotrauma
h. Kolaborasi pemberian sedatif dan g. Mengetahui keadaan umum
analgesik klien
i. Berikan terapi oksigen h. Sedatif akan menurunkan
upaya pasien melawan irama
ventilator. Analgesik
mengurangi nyeri akibat
pemasangan ventilator
i. Memenuhi kebutuhan oksigen
klien
4. Setelah dilakukan Mandiri
intervensi keperawatan a. Pertahankan teknik aseptif a. Mengurangi kuman
selama 3x24 jam, klien b. Batasi pengunjung bila perlu b. Mengurangi penyebaran
tidak mengalami c. Cuci tangan setiap sebelum dan infeksi nosokomial
infeksi dengan kriteria sesudah tindakan keperawatan
hasil :
- Klien bebas dari d. Gunakan baju, sarung tangan c. Mengurangi kuman saat
tanda dan gejala sebagai alat pelindung melakukan tindakan dan
infeksi e. Evaluasi warna, jumlah, mencegah infeksi silang
- Menunjukkan konsistensi sputum tiap d. Mencegah terjadinya infeksi
kemampuan untuk penghisapan silang
mencegah f. Lakukan oral hygiene e. Menentukan tindakan
timbulnya infeksi g. Monitor tanda-tanda infeksi selanjutnya tentang tanda
- Jumlah leukosit h. Tingkatkan intake nutrisi infeksi
dalam batas norma f. Agar tidak terjadi infeksi dari
Kolaborasi ventialator
i. Pemberian obat antibiotik g. Menentukan tindakan
selanjutnya
h. Meningkatkan sistem imun
i. Mencegah infeksi dan
mempercepat proses
penyembuhan

5. Setelah dilakukan Mandiri


intervensi keperawatan a. Monitor ventilator terhadap a. Peningkatan secara tajam dapat
selama 3x24 jam, klien peningkatan tajam pada ukuran menimbulkan trauma jalan
tidak mengalami tekanan napas (barutrauma)
cedera dengan kriteria b. Observasi tanda dan gejala b. Menentukan tindakan
hasil : selanjutnya
barotrauma
- Tidak terjadi iritasi c. Mencegah penarikan selang
c. Posisikan dan fiksasi selang
pada hidung endotrakeal
ventilator
maupun jalan d. Selang ETT yang tidak sesuai
napas. d. Kaji panjang selang ETT dan catat dapat menyebabkan cedera
- Tidak terjadi panjang tiap shift karena tekanan udara mesin
barotrauma. e. Monitor terhadap distensi ventilator
abdomen e. Memastikan selang ETT masuk
f. Lakukan pengisapan lendir ke saluran nafas
dengan hati-hati dan gunakan f. Mencegah iritasi mukosa jalan
kateter succion yang lunak dan napas.
ujungnya tidak tajam g. Agar nafas klien tidak
berlawanan dengan mesin
Kolaborasi ventilator karena dapat
g. Berikan sedasi bila perlu menyebabkan cedera
(Morton, 2012; NANDA, 2016)

IX. Daftar Pustaka

1. Amin, Zulfikli, dan Johanes Purwato. 2009. Gagal Nafas Akut. Dalam : Aru
W. Sudoyo (ed.) . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna
Publishing. pp. 219-226.
2. Chang, Ester, 2009. Patofisiologi: aplikasi pada praktik keperawatan.
3. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi bahasa
Indonesia, EGC: Jakarta.
EGC: Jakarta.
4. Guyton,A.C. , dan John E. Hall. 2008. Ventilasi Paru. Dalam : Arthur C.
Guyton dan John E. Hall (ed.) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta : EGC. Pp.
5. Latief, A. Said. 2011. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intesif. Jakarta: FK UI.
6. Morton G.P. 2012. Keperawatan Kritis, Edisi. Jakarta: EGC.
7. NANDA International. 2016. Nursing Diagnosis: Definitions and
Classification 2015 – 2017. 10 th ed. Jakarta, EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
AKUT KIDNEY INJURI (AKI)
ICU RSUD KOTA BANDUNG

Disusun Oleh

Nama : Saaddilah Farid

Pembimbing Akademik

( )

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XI


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
2018

Anda mungkin juga menyukai