Anda di halaman 1dari 3

Si Miskin Ingin Bersekolah

Sudah delapan bulan Tito masih saja teringat dengan ayah nya yang
meninggal karena kanker yang dideritanya, Tito adalah anak petani buta huruf
yang harus memikirkan bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhannya. Kini
Tito hanya tinggal bersama dengan ibunda tercintanya. Tinggal di gubuk bambu
yang sangat minim dan harus melakukan lagi renovasi. Di desa Pagarbanyu, dan
pada saat itu belum ada listrik di desa tersebut.

Pada saat malam Tito hanya bisa membaca buku yang ditemukan di
tumpukan tempat sampah pinggir sekolah dan hanya di sinari oleh lampu minyak
yang memberikan cahaya merah di mukanya. Sedangkan ibunya yang selalu
menemani sang anak tercinta dengan menyanding sepotong obat nyamuk bakar
agar anaknya dapat fokus dalam membacanya.

Pagi itu, Tito ingin sekali bersekolah, tetapi dengan kondisi keuangan yang
tidak mencukupi, sementara ibunya yang sehari-hari hanya mencari nafkah
dengan bekerja di sawah milik juragan Toni.

“Bu kapan aku bisa sekolah seperti teman-teman yang lain?” kata Tito
dengan menatap ibunya dengan penuh harapan. “Sabar ya nak, nanti kalau
tabungan ibu udah cukup buat biaya sekolah Tito, secepatnya Tito bisa
sekolah..” katanya.

Dengan melihat ibunya bekerja keras demi membantu ekonomi


keluarganya , Tito hanya bisa membantu ibunya bekerja di sawah. Semenjak
ayahnya meninggal ekonomi keluarga bu Saji tidak stabil. Sehingga membuat
mereka berusaha keras mengumpulkan uang untuk kebutuhan sehari-hari dan
berharap mendapatkan rezeki lebih agar Tito bisa sekolah kembali.

Tito pun tidak sekedar membantu ibunya di sawah, tetapi juga dia memilih
untuk berjualan Koran. Ketika Tito menjajakan korannya, tidak menyangka dia
bertemu dengan temannya yang bernama Difa dia anak salah satu guru. Dengan
melihat Difa sudah memakai seragam sekolah yang rapi dan lengkap dengan
membawa tas dan tak lupa membawa bekal makan siang. Tito merasa iri hati
melihat Difa yang bisa bersekolah dan mempunyai banyak teman.

“Tito aku berangkat sekolah dulu ya, takut telat ada upacara bendera” kata
Difa sambil bergegas berangkat dan meninggalkan Tito. “Ohhh.. iya Difa, hati-
hati di jalan ya..” menatap Difa dengan merasa sedih, Tito pun bergegas pulang
dan menemui ibunya yang sedang bersiap untuk pergi bekerja, “Buu.. kenapa si
hidup kita miskin, kenapa aku engga bisa seperti teman yang lain,?? coba aja
ayah belum meniggal, pasti Tito sekarang ini biasa sekolah bu..” kata Tito
dengan penuh amarah dan emosi kepada ibunya.

Ibunya tidak merespon perkataan Tito yang hanya akan sia-sia bila di
jelaskan karena Tito masih belum bisa mengikhlaskan kepergian ayahnya.
Kemudian ibunya laju pergi untuk bekerja disawah. Begitu amat kesal akhirnya
Tito pergi dan duduk dibawah pohon rindang.

Sudek datang untuk menemui Tito, dan mengajak Tito untuk menjajakan
Koran di sekitar terminal. Seperti biasa dengan semangat yang luar biasa
mereka benar-benar tak merasakan lelah, meskipun terik matahari siang itu
begitu terasa kulit. Mereka masih tetap semangat dan termotivasi untuk
mengumpulkan uang yang banyak. Agar bisa melanjutkan sekolah dan
mewujudkan cita-cita.

Sambil menjajakan Koran Sudek bertanya kepada Tito “Emang cita-citamu


pengen jadi apa sobat ?”. “Ada deh, mau tau aja ..” Tito tertawa melihat wajah
Sudek yang amat penasaran. Sudek pun masih tetap bersih keras menanyakan
cita-cita Tito. Tetapi Tito masih tetap tidak mau memberitahu Sudek.

Setelah menjajakan Koran Tito dan Sudek melanjutkan untuk mengamen.


Mereka ingin mendapatkan penghasilan lebih. Tak disangka sebuah mobil
menyerempet Tito dari belakang, Tito pun jatuh tersungkur.

Kemudian keluarlah Bu Indah dari mobilnya. Dan mengajak Tito untuk


pergi kerumah sakit tetapi Tito menolak. Dan Sudek keget melihat kaki Tito
memerah dan bengkak, Bu Indah pun langsung membawa Tito ke rumahnya
untuk diberi obat. Sesampainya di rumah Bu Indah menyuruh pembantunya
untuk merawat Tito yang kakinya kesleo dan bengkak itu.

Kemudian Bu Indah bertanya kepada Tito dan Sudek. “mengapa kalian


berada di jalan waktu pagi-pagi? Apakah kaliat tidak sekolah?” dengan wajah
merasa bersalah telah menyerempet Tito. Tito pun bilang kalau ia tedak sekolah.
Sudek pun menjelaskan bahwa mereka ingin sekolah tetapi tidak punya biaya.

Kemudian anak bu Indah yang bernama Andi tiba-tiba datang dari


kamarnya menghampiri Tito, dan Andi pun tidak suka melihat kedatangan Tito
dan Sudek karena mereka orang miskin. Bu indah menasehati Andi agar tidak
bersikap kasar kepada Tito dan Sudek. Tetapi Andi masih bersih keras dia tidak
suka dengan kedatangan Tito dan Sudek. Andi tidak suka mamanya menolong
Tito dan Sudek. Dan bu Indah ingin menolong mereka agar bisa sekolah
kembali. Tetapi dengan niatan Bu Indah seperti itu, Andi tidak suka membantu
mereka untuk sekolah di tempat andi bersekolah.
Luka Tito sudah selesai di obati, Bu Indah mengantarkan pulang Tito dan
Sudek. Smpai di rumah Tito Bu Indah minta maaf kepada ibunya Tito. Karena
tidak sengaja menyerempet Tito . “Kedatangan saya kemari mau minta maaf,
karena sudah tidak sengaja menyerempet Tito” kata Bu Indah.

“Tidak apa-apa bu… saya mengerti, memang kondisi ekonomi saya tidak
memungkinkan, sehingga Tito membantu saya memenuhi kebutuhan sehari-hari,
maafkan anak saya kalau berjalan dengan menghalangi jalan ibu”. Setelah bu
Indah meminta maaf, ia menawari kepada Tito dan Sudek untuk bersekolah. Tito
dan Sudek merasa senang dan tidak percaya.

Pada akhirnya mereka berdua bisa melanjutkan sekolah kembali. Dan Bu


Saji merasa bersyukur akhirnya Tito bisa sekolah . Tito sekolah dengan amat
sangat rajin sehingga dia sekolah sampai di perguruan tingi, ia mendapatkan
beasiswa, dan dapat mewujudkan cita-citanya menjadi seorang guru.

Anda mungkin juga menyukai