Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Jumat, 11 September 2015

Struktur dan Fungsi Biomolekul Waktu : 08.00-11.00 WIB


PJP : Inda Setyawati, STP, M.Si
Asisten : Kartika Anggraeni
Caecilia Jessica U.
Listia Vidyawati M.M.
Rosliana Purwaning D.

BIOFISIK II
Koloid, Buffer, dan Tekanan Osmotik
Kelompok 14
Wike Zahra Mustafawi G84120043
Andi Mulyadi G84120004
Cynthia Dewi R. G84120026
Syifa Z G84130056

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PENDAHULUAN

Peninjauan terhadap karakteristik biofisik suatu zat sangat penting dalam mempelajari
ilmu biokimia. Terutama terhadap zat atau substansi biologis seperti urin, darah, saliva, dan
lain sebagainya. Biofisik merupakan salah satu cabang ilmu yang menggunakan pendekatan
fisika dalam mempelajari fenomena biologis. Pada percobaan sebelumnya, telah dilakukan
percobaan terhadap beberapa sifat biofisik seperti bobot jenis, tegangan permukaan, dan sistem
emulsi. percobaan kali ini masih menguji seputar sifat biofisik lainnya, yakni sistem koloid,
buffer, dan tekanan osmotik.
Koloid merupakan jenis campuran heterogen yang ukuran partikelnya berada di anatara
larutan sejati dan suspensi. sistem koloid teridir dari fase terdispersi dan medium pendispersi.
Dalam sistem koloid, zat yang yang satu terdispersi ke dalam pastikel yang sangat halus dalam
zat lain yang disebut medium pendispersi, seperti contohnya pasrtikel asap yang terdispersi
dalam udara. Ukuran partikel koloid berkisar anatara 1-1000 nm, sedangkan ukuran dari
suspensi adalah lebih dari 1000 nm dan ukuran partikel larutan adalah kurang dari 1 nm (Basset
et al. 1994). Terdapat berbagai jenis koloid di alam bergantung pada jenis fasenya, conothnya
seperti koloid cair-cair. Berdasarkan interaksi antara fase terdispersi dan medium
pendispersinya, koloid dapat dibedakan menjadi koloid liofob dan koloid liofil.
Sistem selajutnya adalah sistem buffer, atau sering pula disebut sebagai sistem
penyangga karena kemamouan dari larutan buffer yang dapat menyengga atau
mempertahankan pH larutan walaupun ditambahkan asam atau basa ke dalamnya. Sistem
buffer merupakan sistem yang terdiri dari jumlah siginifikan anatara asam lemah dan basa
konjugatnya, atau basa lemah dan asam konjugatnya dalam suatu larutan. Pemasangan inilah
yang menyebabkan buffer dapat menyangga pH (Day dan Underwood 2002). Ketika sejumlah
asam ditambahkan, asam tersebut akan dinetrallkan dengan basa konjugat yang terdapat dalam
larutan. Begitu pula sebaliknya, bila basa kuat ditambahkan, akan dinetralkan oleh asam lemah.
Walaupun demikian, penambahan asam atau basa yang terlalu banyak dapat melebihi kapasitas
buffer yang menghasilkan perubahan pH yang signifikan. Di dalam tubuh, terdapat dua jenis
buffer yang mengatur pH tubuh agar tetap sesuai agar metabolisme tubuh dapat berlangsung
dengan baik. Sistem buffer yang terdapat dalam tubuh di antaranya adalah buffer karbonat dan
buffer fosfat.
Selain sistem buffer, sistem lain yang penting dalam tubuh adalah tekanan osmotik.
Osmosis adalah perpindahan pelarut melalui membran semupermiable. Ke dalam sistem
mebran, bukanlah zat terlarut yang berpindah melalui mebran sel, melainkan pelarut yang dapat
melewati mebran semipermiable. Tekanan osmotik dalam larutan merupakan perbedaan
tekanan yang dibutuhkan untuk menghentikan aliran pelarut ketika melintasi membran
semipermiable. Besarnya tekanan osmotik dipengaruhi oleh suhu, dan konsentrasi zat terlarut
dalam larutan .
Tujuan dari praktikum ini mengetahui fenomena biofisik yang berupa sistem buffer
(buffer fosfat dan buffer asetat), tekanan osmotik dalam sel darah merah, dan sistem koloid
dalam berbagai larutan dan juga sifat-sifatnya.
METODE
Waktu dan tempat praktikum

Praktikum ini dilakukan di laboratorium Biokimia Institut Pertanian Bogor. Waktu


praktikum yaitu Jum’at, 18 September 2015 pukul 08.00 – 11.00 WIB

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas piala 250 ml, tabung reaksi,
kaca preparat, mikroskop cahaya, penangas air, pipet tetes, bulb hitam, gelas pengaduk, dan
pipet Mohr 10 ml. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah koloid pati 2%, koloid
gelatin 2%, akuades, K4Fe(CN)6 0.2 N, FeCl3 0.02N, NaCl 5%, NaCl 0.3%, NaCl 0.9%,
CuSO4 5%, koloid gimsa, air panas, natrium asetat 0.1 N, asam asetat, larutan Na2HPO4,
larutan KH2PO4, darah segar, dan MgSO4 kristal.

Prosedur Penelitian

Koloid liofil.
Disiapkan dua gelas piala bersih kemudian ditambahakan 2 g gelatin serta 2 g pati dan
ditambahkan 25 ml akuades dingin dan 75 ml akuades mendidih dan diaduk hingga rata.
Koloid Liofob
Disiapkan dua gelas piala bersih dan ditambahkan 10 ml K4Fe(CN)6 dan 10 ml FeCl3.
Kemudian diaduk hingga homogen dan diambil sebanyak 5 ml larutan dengan pipet dan
dituangkan ke dalam tabung reaksi bersih dan didiamkan. Disiapkan air panas 200 ml dalam
gelas piala kemudian ditambahkan 1 ml ferilhidroksi, dan diaduk hingga homogen.
Pengendapan liofil NaCl 10%
Tabung reaksi ditambahkan 5 ml koloid pati kemudian ditambahakan 2 ml larutan NaCl dan
didiamkan beberapa saat. Jika tidak terbentuk endapan maka larutan ditambahkan dengan
garam MgSO4. Langkah selanjutanya pereraksi pati diganti dengan koloid gelatin dan
dilakukan dengan cara yang sama seperti koloid pati. Ke dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 5 ml koloid biru berlian dan 2 ml NaCl kemudian didiamkan beberapa saat hingga
terbentuk endapan, selanjutnya pereaksi koloid biru berlian diganti oleh ferilhidroksida.
Sifat-sifat koloid
Disiapkan sebanyak empat buah tabung reaksi bersih dan ditambahakan 5 ml larutan gelatin
pada masing-masing tabung, kemudian didiamkan di dalam penangas es. Setelah diidiamkan
selama beberapa saat, keempat tabung reaksi ditambahkan larutan CuSO4, biru berlian, gimsa,
dan eoisin, dan didinginkan selama satu malam hingga terbentuk perubahan pada tabung.
Pembuatan buffer asetat
Disiapkan sebanyak empat gelas piala bersih dan setiap gelas piala ditambahakan larutan asam
asetat dan garamnya dengan perbandingan volume yang berbeda sebagai berikut
mL 0.1 N asam asetat mL Na-Asetat 0.1 N
9.25 0.75
8.20 1.80
6.30 3.70
4.00 6.00
2.10 7.90
Setelah dicampur hingga homogen, pH larutan kemudian diukur menggunakan pH meter.
Pembuatan buffer fosfat standar (Sorensen)
Disiapkan sebanyak lima buah piala gelas bersih yang ditambahkan larutan Na2HPO4 0.2 M
dan larutan KH2PO4 0.2 M dengan perbandingan volume sebagai berikut
mL Na2HPO4 mL KH2PO4 0.2 M
0.50 9.50
1.20 8.80
2.65 7.35
5.00 5.00
7.15 2.85
Setelah diaduk hingga homogen, pH larutan kemudian diukur menggunakan pHmeter.

Percobaan tekanan osmosis


Disiapkan tiga buah tabung reaksi bersih dan ke dalamnya ditambahkan masing-masing dengan
2.5 ml NaCl 0.3% pada tabung pertama, 0.9% pada tabung kedua, dan NaCl 5% pada tabung
ketiga. Kemudian, ke dalam setiap tabung ditambahkan 2 tetes darah segar, dikocok hingga
homogen, diambil setets ke atas kaca preparat, dan diamati di bawah mikroskop.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Koloid merupakan salah satu fenomena sistem campuran yang paling penting di alam.
koloid merupakan campuran dua fase yang terdiri dari fase terdispersi dan medium pendispersi.
Fase terdispersi koloid merupakan zat yang didispersikan dan bersifat diskontinu (terputus-
putus), dan medium untuk mendispersikan disebut medium pendispersi dan bersifat kontinu.
Pada percobaan ini, sistem koloid yang diujikan berdasarnya jenisnya yakni koloid liofob
adalah biru berlin dan ferilhidroksil, sedangkan koloid liofil di antaranya adalah pati dan gelatin.
Salah satu sifat koloid adalah dapat diendapkan oleh elektrolit kuat, contohnya seperti garam
anorganik seperti NaCl dan MgSO4 (Verwey 1947). Tabel 1 memuat hasil uji koloid yang
ditambahkan garam NaCl dan MgSO4. Hasil percobaan menunjukkan bahwa koloid liofob
mengalami koagulasi yang lebih cepat dibandingkan dengan koloid liofil. Hal ini ditandai
dengan penambahan NaCl 10% cukup untuk mengendapkan garam besi dalam larutan.
Sedangkan untuk koloid liofil seperti gelatin dan pati, penambahan NaCl 10% tidak
memberikan dampak apapun. Begitu juga ketika ditambahkan dengan garam MgSO4. Adanya
proses pengendapan yang dapat terjadi pada koloid dipengaruhi oleh sifat koloid yang memiliki
muatan listrik pada permukaan cairannya. Muatan listrik tersebut dapat memudahkan
pengendapan larutan koloid oleh senyawa elektrolit atau bermuatan lainnya (NaCl dan
MgSO4). Semakin tinggi muatan dalam partikel koloid, akan semakin mudah diendapkan oleh
zat elektrolit karena muatan dalam koloid dapat ditarik dan ditukar. Itulah mengapa pada
percobaan koloid liofob yang berasal dari garam anorganik yang memiliki muatan, lebih mudah
diendapkan dibandingkan dengan koloid liofil yang tidak memiliki muatan (Verwey 1947).
Tabel 1 Pengendapan koloid oleh garam
Larutan Jenis Koloid Penambahan NaCl Penambahan Gambar
10% MgSO4
Gelatin Liofil Tidak mengendap Tidak mengendap

Pati Liofil Tidak mengendap Tidak mengendap

Biru berlian Liofob Mengendap -

ferilhidroksida Liofob Mengendap -

Beberapa koloid akan mengangkut sejumlah besar air ketika berkoagulasi dan akan
menghasilkan endapan yang menyerupai jelly, dan dinamakan sebagai hidrogel atau liofilik.
Liofilik merupakan koloid yang memiliki afinitas kuat terhadap pelarut. Sedangkan koloid
liofobik adalah koloid yang memiliki afinitas kecil terhadap air atau dinamakan pula
suspensoid sehingga ketika terjadi koagulasi sedikit pelarut yang dipertahankan (Day dan
Underwood 2002).
Karakteristik koloid liofob adalah dispersi yang agak kental seperti perak halida,
elektrolit dalam konsentrasi rendah akan mengakibatkan penggumpalan (koagulasi) yang
sifatnya ireversibel dan air tidak memengaruhi terhadap endapan, tidak mempunyai muatan
listrik dengan muatan tertentu, dan partikel liofob bergerak acak (gerak brown). Sedangkan
karakteristik koloid liofilik yaitu dispersi yang sangat kental dan memadat menjadi masa
seperti gelatin. Liofilik membutuhkan elektrolit dalam konsentrasi tinggi untuk mengendapkan
endapan yang sifatnya reversibel. Kebanyakan dari koloid liofilik mudah mengubah muatan
listriknya sesuai dengan keadaan asam basa lingkungannya (Basset et al 1994).
Tabel 2 Pengamatan sifat-sifat larutan koloid
Campuran Pengamatan Jenis koloid Gambar
Gelatin-CuSO4 Difusi Liofil

Biru berlian-gelatin Tidak berdifusi Liofob-liofil

Eosin-gelatin Difusi Liofil

Giemsa-gelatin Difusi Liofil

Pengamatan terhadap sifat-sifat koloid terangkum dalam tabel 2. Hasil percobaan


menunjukkan bahwa apabila terdapat dua campuran yang dicampurkan, maka dapat terjadi
difusi di antara keduanya, atau tidak terjadi apa-apa. Pada tabung yang pertama, yakni
campuran antara gelatin dan CuSO4, setelah didiamkan selama semalam terjadi difusi antara
kedua spesi satu sama lain, sehingga jenis campuran gelatin dan CuSO4 termasuk ke dalam
koloid liofil yang memiliki interaksi kuat dengan medium pendispersinya. Pada tabung ke dua
yang berisi campiran biru berlian dan gelatin, proses difusi tidak terjadi walaupun campuran
telah didiamkan selama semalam. Terjadi batas pemisah di antara kedua koloid yang terlihat
sangat jelas. Hal ini disebabkan leh interaksi medium pendispersi antara keduanya memiliki
derajat yang berbeda. biru berlian merupakan koloid liofob yang berinteraksi lemah dengan
pelarutnya, sedangkan gelatin adalah koloid liofil yang berinteraksi kuat dengan pelarutnya.
Campuran pada tabung ke tiga berisi eosin dan gelatin. Setelah didiamkan semalam,
dihasilkan spesi yang berdifusi satu sama lain yang disebabkan oleh kedua jenis koloid
merupakan koloid yang sama, yakni liofil yang dapat berinteraksi kuat dengan pelarutnya
sehingga tidak terdapat batas pemisah antara gelatin dan eosin, dan akhirnya berdifusi ke dalam
cairan satu sama lain. begitu pula pada campuran giemsa dan gelatin. Setelah didiamkan selama
semalam, kedua campuran menghasilkan dua spesi yang berdifusi satu sama lain. giemsa dan
gelatin merupakan koloid jenis liofilik yang memiliki interaksi kuat dengan medium
pendispersinya, sehingga keduanya saling berinteraksi satu sama lain dan berdifusi sehingga
tidak tampak batas pemisah di antara keduanya.
Larutan buffer merupakan larutan yang mampu mempertahankan pH-nya dengan
penambahan sedikit asam atau basa kuat. Tujuan buffer adalah untuk mengontrol kelarutan
ion-ion dalam larutan dan mempertahankan pH ketika molekul atau senyawa asam mengalami
ionisasi (Oxtoby et al. 2001). Sistem buffer dalam tubuh memiliki mekanisme yang khas untuk
menjaga keseimbangan pH di dalam tubuh. Adanya berbagai macam enzim yang bekerja sesuai
dengan pH optimum masing-masing enzim menyebabkan kondisi pH tubuh harus selalu dijaga
keseimbangannya, karena pada pH yang berbeda, enzim dapat menjadi inaktif atau bahkan
terdenaturasi sehingga tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Sistem buffer yang
ditemukan dalam tubuh manusia di antaranya adalah buffer karbonat dan buffer fosfat. Buffer
karbonat terdiri dari campuran antara asam karbonat dan natrium karbonat atau bikarbonat. Sel
darah yang mengalami ionisasi atau kehilangan ion hidronium (H3O+) memiliki pH yang
mendekati 7.4 dan akan mengikat proton untuk menggantikan kehilangan proton sehingga pH
darah meningkat. Besarnya perubahan pH dalam darah bergantung pada jumlah ion H3O +
yang ditambahkan dan pH mendekati 7.4 atau disebut pula pH fisiologis. Bikarbonat
merupakan buffer utama darah karena memiliki nilai pH yang sangat rendah sehingga pada
nilai pKa yang rendah bikarbonat tidak mampu mengikat proton kecuali ketika pH darah mulai
mendekati 3.8, maka bikarbonat akan mengikat proton dan membentuk asam karbonat
sehingga pH darah akan kembali naik (Robergs 2002).

Tabel 3 Data pH buffer standar 0.1 N asam asetat dan 0.1 Na-asetat
Vol. Asetat 0.1 N (mL) Vol. Na-asetat 0.1 N pH terukur pH teoritis
(mL)
9.25 0.75 3.83 3.66
8.20 1.80 4.02 4.10
6.30 3.70 4.41 4.52
4.00 6.00 4.48 4.93
2.10 7.90 5.19 5.33
Contoh perhitungan:
mmol asam = V x N
= 9.25 ml x 0.1 N
= 0.925 mmol
mmol garam = V x M
= 0,75 x 0.1 N
= 0.075 mmol

𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 0.925


[H+] = 𝐾𝑎 𝑥 = 1.76 𝑥10−5 𝑥 0.075 = 2.17 𝑥 10 − 4
𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚

pH teori = − log[𝐻 +] = − log(2.17 𝑥 10 − 4) = 3.66

pKa = -log(Ka) = - log (1.76 x 10-5) = 3.75

𝑝𝐻 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 3.66
Kapasitas buffer = 𝑝𝐾𝑎
= 3.75
= 0.976
Pada percobaan kali ini, dibuat buffer asetat dan buffer asetat dengan pH yang bervariasi.
Percobaan buffer asetat menggunakan asam asetat sebagai asam lemahnya, dan Na-asetat
sebagai basa konjugatnya. Sedangkan untuk buffer fosfat, digunakan Na2HPO4 sebagai basa
lemahnya, dan NaH2PO4 sebagai asam konjugatnya. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
antara nilai pH teoritis dan nilai pH dari pembacaan pH meter tidak menunjukkan perbedaan
yang sangat signifikan. Dalam larutan buffer terdapat kapasitas buffer yang merupakan jumlah
mol per liter asam atau basa monobasa kuat yang diperlukan untuk menghasilkan peningkatan
atau penurunan satu unit pH di dalam larutan (Cairns 2008). Larutan buffer fosfat pada
perlakuan penambahan 5.00 ml Na2HPO4 dan5.00 ml KH2PO4 sebenarnya memiliki kapasitas
buffer berkisar antara 0.94 – 1, sehingga penambahan 1 g ekivalen basa kuat ke dalam 1 l
larutan buffer dapat menghasilkan perubahan pH sebesar 0.94 satuan pH.

Tabel 4 Data pH buffer standar Na2HPO4 dan KH2PO4

Vol. Asetat 0.1 N (mL) Vol. Na-asetat 0.1 N pH terukur pH teoritis


(mL)
0.50 9.50 5.75 5.52
1.20 8.80 6.14 5.93
2.65 7.35 6.22 6.35
5.00 5.00 6.86 6.80
7.15 2.85 7.34 7.19
Contoh perhitungan:
mmol asam = V x M
= 0.50 ml x 0.1 N
= 0.05 mmol
mmol garam = V x M
= 9.50 x 0.1 N
= 0.95 mmol

𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 0.05


[OH-] = 𝐾𝑏 𝑥 = 6.23 𝑥10−8 𝑥 0.95 = 3.27𝑥 10−9
𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚

pOH teori = − log[𝑂𝐻 −] = − log(3.27𝑥 10−9 ) = 8.48

pH = 14 – pOH = 14 – 8.48 = 5.52

pKb =-log(Kb) = - log (6.23 𝑥10−8 = 7.21

𝑝𝐻 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 5.52
Kapasitas buffer = = = 0.976 = 0.77
𝑝𝐾𝑎 7.21
Tabel 5 Pengamatan tekanan osmotik darah
[NaCl] (%) Pengamatan Gambar Gambar literatur
0.3% Hipotonik

0.9% Isotonik

5.0% hipertonik

Sumber: https://internalandexternalenvironments2012.wikispaces.com/Hypertonic,+hypotoni
c+and+isotonic+effects+on+plants+and+animal+cells.

. Rendahnya konsentrasi larutan menyebabkan pelarut pada larutan berosmosis dan masuk ke
dalam sel darah yang memiliki kadar garam yang lebih tinggi, sehingga sel darah merah
menggembung dan akhirnya dapat terjadi lisis (pecah). Pada percobaan kedua, sel darah merah
ditempatkan ke dalam larutan isotonik, atau larutan yang memiliki kadar garam yang sama
dengan lingkungan di dalam sel. Kondisi yang sama antara lingkungan di dalam maupun di
luar sel menyebabkan sel darah tampak normal, dengan cekungan di tengahnya. Sedangkan
perlakuan yang ketiga, yakni sel darah merah ditempatkan ke dalam larutan hipertonik yang
memiliki kadar garam tinngi (5%). Pelarut dari dalam sel darah yang memiliki konsentrasi
lebih rendah akan mengalami osmosis dan bergerak ke luar sel, sehingga sel darah akan
mengkerut. Oleh karena itu, kadar garam yang sesuai dalam tubuh sangat penting untuk dijaga
keseimbangannya agak sel tidak mengalami hemolisis (pecah) maupun shringking (mengerut)
(Palomares et al. 2004).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Sistem koloid berdasarkan interaksi antara fase pendispersinya dapat digolongkan


menjadi koloid liofil dan koloid lliofob. Kedua jenis koloid ini memiliki karakteristik yang
berbeda, dan tidak dapat berdifusi satu sama lain. namun, untuk sesama jenis koloid, seperti
chalnya antara koloid liofil dan liofil, difusi antara kedua koloid dengan jenis yang sama dapat
terjadi. Tubuh manusia memiliki dua sistem buffer, yakni biffer karbonat dan asetat. Selain
karbonat dan fosfat, contoh lain dari sistem buffer yang lazim digunakan dalam percobaan
biokimia adalah buffer asetat. Tekanan osmotik memiliki pengaruh terhadap struktur sel darah
merah. Bila tekanan luar sel darah lebih besar maka sel darah merah akan mengerut, sedangkan
apabila tekanan osmotik dalam sel lebih besar dari luar sel, maka sel akan menggembung dan
akhirnya pecah.
Saran

Hendaknya praktikum dilakukan dengan lebih tertib.

DAFTAR PUSTAKA

Basset J, Denney R, Jefferey G, Mendham J. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Anorganik.
Hadyana, penerjemah,; Hadinata, editor. Jakarta (ID). EGC. Terjemahan dari: Vogels
Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including Instrumental.
Day RA, Underwood L. 2002. Analisis Kuantitatif. Sopyan, penerjemah. Jakarta (ID):
Erlangga. Terjemahan dari Quantitaive Analysis.
Jalota S, Bhaduri SB, Tas AC. 2006. Effect of carbonate content and buffer type on calcium
phosphate formation in the synthetic body fluids (SBF) solution. J. Mater. Sci 1 (7): 697-
707
McNamara J, Worthley G. 2001. Acid base balance. J. Pghysiol. 3(3): 181-187
Oxtoby D, Gillis H, Nachtrieh N. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Suminar S,
penerjemah; Achmad, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Principles of
Modern Chemistry
Palomares CF, Montagud J, Sanchiz V. 2004. Unstimulated salivary flow rate, pH and buffer
capacity of saliva in healthy volunteers. Rev. Esp. Enferm. Dig 96(11): 773-793
Verwey EJW. 1947. Theory of the stability of lyophobic colloids. J. Phys. Chem. 1947, 51 (3),
pp 631–636

Anda mungkin juga menyukai