Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

ANESTESI PADA GERIATRI

Pembimbing :

dr. Triseno, SpAn

Disusun oleh :

Limastani Febriana (030.12.149)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI

RUMAH SAKIT UMUM ANGKATAN LAUT Dr. MINTOHARDJO

PERIODE 6 NOVEMBER – 9 NOVEMBER 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirohim. Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT


atas kesehatan dan kemudahan yang dilimpahkan karena berkatNya saya dapat
menyelesaikan tugas refarat di RS AL dr. Mintohardjo yang berjudul “Anestesi Pada
Geriatri”.

Penulis menyadari bahwa tampa bantuan dan bimbingannta dari berbagai pihak
sangatlah sulit untuk menyelesaikan tugas referat ini. Penulis memperoleh banyak dukungan,
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, izinkan penulis untuk
mengucapkan rasa hormat dan terimakasih kepada dr. Triseno, SpAn selaku dokter
pembimbing dalam kepaniteraan klinik ilmu anestesi.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan para
pembaca. Penulis menyadari karya tulis ini masih perlu banyak perbaikan oleh karena itu
kritik dan saran diharapkan dari semua pihak. Semoga refarat ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan dalam bidang Ilmu Kedokteran khususnya ilmu Anestesi.

Jakarta, November 2017

Limastani Febriana

2
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................2

2.1 Definisi Geriatri.............................................................................................2

2.2 Perubahan Fisiologis......................................................................................2

2.3 Farmako Klinis pada geriatri.........................................................................8

2.4 Evaluasi dan Manajemen Preoperatif...........................................................12

2.4.1 Evaluasi Praoperatif.......................................................................12

2.4.2 Manajemen Perioperatif.................................................................14

2.5 Manajemen Intraoperatif................................................................................15

2.5.1 Induksi Anestesi..............................................................................15

2.5.2 Anestesi Umum dan Regional.........................................................16

2.5.3 Hipotermia.......................................................................................16

2.5.4 Manajemen Cairan..........................................................................17

2.6 Manajemen Pasca Operasi.............................................................................17

2.6.1. Manajemen Jalan Nafas.................................................................17

2.6.2. Terapi Oksigen..............................................................................18

2.6.3. Perawatan Intensif.........................................................................18

2.6.4. Manajemen Nyeri.........................................................................18

2.6.5 Pertimbangan Lainnya..................................................................19

2.7 Komplikasi Pasca Operasi............................................................................19

BAB III KESIMPULAN.................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................23

3
BAB I
PENDAHULUAN

Latar belakang
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat betahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.1
Dengan pelayanan kesehatan yang semakin membaik baik dalam segi pencegahan
maupun pengobatan, harapan hidup manusia menjadi semakin panjang, sehingga jumlah
manusia berusia lanjut (manula) akan bertambah besar. Di Indonesia, persentase orang yang
berumur >50 tahun adalah 9,64% dari jumlah penduduk. Para manula ini mempunyai
kekhususan yang perlu diperhatikan dalam anestesia dan pembedahan, karena terdapat
kemunduran sistem fisiologis dan farmakologi sejalan dengan penambahan usia.
Kemunduran ini mulai jelas terlihat setelah usia 40 tahun. Dalam suatu penelitian di
Amerika, diduga, setelah usia 70 tahun, mortalitas akibat tindakan bedah menjadi 3 kali lipat
(dibandingkan dengan usia 18-40 tahun) dan 2% dari mortalitas ini disebabkan oleh
anestesia. Batas usia seseorang disebut manula tidak pasti, karena kecepatan proses menjadi
tua setiap individu tidak sama. Akan tetapi biasanya kita sudah harus waspada terhadap
kelainan akibat proses ketuaan pada pasien yang berumur 50-60 tahun. Di atas usia 65 tahun
biasanya sudah mulai jelas kelainan fisiologi akibat proses ketuaan.1

Tujuan
Tujuan dari pembuatan referat ini adalah agar mahasiswa kedokteran memahami
mengenai pemilihan obat dan dosis obat anestesi pada geriatri.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Geriatri
Geriatri atau Lanjut Usia adalah ilmu yang mempelajari tentang aspek-aspek klinis dan
penyakit yang berkaitan dengan orang tua. Dikatakan pasien geriatri apabila :
o Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
o Adanya penyakit-penyakit degeneratif
o Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
a) Ketergantungan pada orang lain
b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan
Batasan lanjut usia menurut WHO
1. Middle age (45-59 th)
2. Elderly (60-70 th)
3. Old/lansia (75-90 th)
4. Very Old/sangat tua (>90 th)(1)

2. Perubahan Fisiologis
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat betahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita. Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap
infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang
disebut penyakit degeneratif (hipertensi, aterosklerosis, DM, dan kanker). Perubahan
fisiologis penuaan dapat mempengaruhi hasil operasi tetapi penyakit penyerta lebih

5
berperan sebagai faktor risiko. Secara umum pada usia terjadi penurunan cairan tubuh
total dan lean body mass dan juga menurunnya respons regulasi termal, dengan akibat
mudah terjadi intoksikasi obat dan juga mudah terjadi hipotermia.1

gambar 1 : Fungsi organ berdasarkan umur

Sistem Kardiovaskuler
Jantung
Dalam hal fungsi jantung, pasien geriatri mengalami penurunan respon beta-
adrengergik dan mengalami peningkatan insiden ganguan konduksi,bradiaritmia dan
hipertensi. Curah jantung yang menurun sebesar 1% per tahun dan bertanggung jawab untuk
penundaan absorpsi, dan eliminasi obat.
Proporsi sel pacemaker jantung menurun dari 50% pada usia lanjut menjadi kurang dari
10% pada usia 75 tahun, sehingga berkontribusi terhadap insiden blok jantung derajat satu
dan dua, sick sinus syndrom dan fibrilasi atrium pada usia lanjut. Perubahan morfologi dan
fungsi jantung yang berkaitan dengan pertambahan umur disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Perubahan morfologi dan fungsi jantung yang berkaitan dengan


pertambahan umur 7

6
Morfologi: penurunan jumlah miosit, , penurunan jumlah matris dalam jaringan
ikat, peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri, penurunan kepadatan serat
konduksi, penurunan jumlah sel sinus node
Fungsi: penurunan kontraktilitas intrinsik, pemanjangan waktu kontraksi
miokard, , peningkatan kekakuan miokard, peningkatan tekanan pengisian
ventrikel, peningkatan tekanan / ukuran atrium kiri, , penurunan β-adrenoceptor-
dimediasi modulasi inotropik dan chronotropic

Sistem Respirasi

Pada pasien usia lanjut, elastisitas paru-paru, pengembangan paru-paru dan dinding
dada, total lung capacity / kapasitas paru total (TLC),forced vital capacity / kapasitas vital
paksa (FVC), forced expiratory volume in one second / volume ekspirasi paksa dalam satu
detik (FEV1),vital capacity / kapasitas vital (VC) dan inspiratory reserve volume /volume
cadangan inspirasi (IRV) semuanya mengalami penurunan yang disertai dengan peningkatan
volume residu. Meskipun functional residual capacity / kapasitas residual fungsional (FRC)
tidak berubah. PaO2 juga menurun seiring dengan pertambahan usia (PaO2 = 13.3-umur/30
kPa, atau Pao2 = 100-umur/4mmHg) meskipun PaCO2 tetap konstan.8

Tabel 2 :

Penurunan elastisitas paru-paru diakibatkan oleh penurunan sebesar 15% dari fungsi
alveolar pada usia 70 tahun, sehingga keadaan ini tampak seperti pada emfisema.
Kehilangan fungsi alveoli pada daerah lapangan paru tertentu menyebabkan peningkatan
volume dead space yang meningkatkan ketidaksesuaian ventilasi-perfusi (V / Q ).Hal ini
meningkatkan gradien O2 alveoli-arterial dan mengurangi PaO2 istirahat. meningkatnya

7
ketidakserasian antara ventilasi dan perfusi, mengganggu mekanisme ventilasi, dengan
akibat menurunnya kapasitas vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan
diafragma, jalan nafas menyempit dan terjadilah hipoksemia. Menurunnya respons
terhadap hiperkapnia, sehingga dapat terjadi gagal nafas. 6.8
Penurunan pengembangan dinding dada meningkatkan kerja pernapasan dan
mengurangi ventilasi maksimal permenit. Kehilangan massa otot skelet dinding dada lebih
memperburuk proses ini. Karena penurunan recoil elastis paru-paru, volume akhir respirasi
meningkat sedemikian rupa sehingga melebihi kapasitas residual fungsional pada usia > 65
tahun.6,8
Proteksi jalan nafas yaitu batuk, pembersihan mucociliary, refleks laring dan
faring pada geriatri juga menurun sehingga berisiko terjadi infeksi dan kemungkinan
aspirasi isi lambung lebih besar .

Tabel 3. Konsekuensi fungsional akibat perubahan intrinsik dan ekstrinsik yang


mempengaruhi sistem respirasi akibat proses penuaan 9

 Penurunan elastisitas recoil paru-paru


 Penurunan kapasitas difusi oksigen
 Ketidaksesuaian V / Q dan meningkatkan gradien oksigen alveolar terhadap arteri
 Penurunan laju aktivitas ekspirasi

Sistem Metabolik dan Endokrin


Konsumsi oksigen basal dan maksimal menurun seiring dengan usia. Setelah mencapai berat
maksimal pada usia 60 tahun, kebanyakan pria dan wanita akan mulai mengalami penurunan
berat badan, umumnya hingga mencapai berat kurang dari berat orang-orang usia muda
kebanyakan. Produksi panas menurun, kehilangan panas meningkat, dan pusat pengaturan
suhu di hipotalamus menjadi lebih rendah dari sebelumnya. Peningkatan resistensi insulin
memicu penurunan progresif kemampuan tubuh untuk mengatur beban glukosa. Respon
neuroendokrin terhadap stres cenderung stabil atau sedikit menurun pada kebanyakan pasien
tua yang sehat. Penuaan berkaitan dengan penurunan respon terhadap agen β-adrenergic
(endogenous β-blockade). Level norepinefrin yang bersirkulasi dalam darah mengalami
peningkatan pada pasien tua.

8
Sistem Renalis
Pada ginjal jumlah nefron berkurang, sehingga laju filtrasi glomerulus ( LFG)
menurun, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat. Hal ini disebabkan karena
glomerulus dan tubular di ginjal di gantikan oleh lemak dan jaringan fibrotik. Respon
terhadap hormon diuretik dan hormon aldosteron berkurang Respons terhadap kekurangan
Na juga menurun, sehingga berisiko terjadi dehidrasi. Kemampuan mengeluar kan
garam dan air berkurang, dapat terjadi over load cairan dan juga menyebabkan kadar
hiponatremia. Ambang rangsang glukosuria meninggi, sehingga glukosa urin tidak dapat
dipercaya. Produksi kreatinin menurun karena berkurangnya massa otot, sehingga meskipun
kreatinin serum normal, tetapi LFG telah menurun. Perubahan-perubahan di atas
menuurunkan kemampuan cadangan ginjal, sehingga manula tidak dapat mentoleransi
kekurangan cairan dan kelebihan beban zat terlarut. Pasien-pasien ini lebih mudah
mengalami peningkatan kadar kalium dalam dar ahnya, apalagi bila diberikan larutan
garam kalium secara intravena. Kemampuan untuk mengekskresi obat menurun dan
pasien manula ini lebih mudah jatuh ke dalam asidosis metabolik. Kemungkinan
trerjadi gagal ginjal juga meningkat.

Tabel 4. Perubahan fungsi ginjal akibat penuaan 9

 Penurunan jumlah nefron korteks


 Penurunan massa ginjal
 Penurunan laju filtrasi glomerulus (kreatinin serum tidak berubah karena penurunan
massa otot rangka)
 Penurunan aliran darah ginjal

Tabel 5. Perubahan pada hepar yang terkait dengan proses penuaan9

 Penurunan massa dan aliran darah hepar ( penurunan metabolismefirst pass)


 Fungsi preservasi hepatoseluler
 Kemungkinan penurunan produksi albumin (yang berkaitan dengan nutrisi)
 Peningkatan konsentrasi asam α-1-glikoprotein
 Kemungkinan penurunan produksi kolinesterase plasma

9
Sistem hepatobilier dan gastrointestinal
Massa hepar berkurang seiring dengan penuaan, dengan diikuti oleh penurunan hepatic
blood flow. Fungsi hepar menurun sesuai dengan berkurang nya massa hepar. Dengan
demikian laju biotransformasi dan produksi albumin berkurang. Level plasma colinesterasi
pada pria tua juga berkurang. Pasien manula mungkin sekali lebih mudah mengalami
cedera hati akibat obat-obat, hipoksia dan transfusi darah. Terjadi pemanjangan waktu
paruh obat-obat yang diekskresi melalui hati.
Tingkat keasaman lambung cenderung meningkat, meski masa pengosongan lambung
diperpanjang. Akibat menurunnya fungsi persarafan sistem gastrointestinal, sfingter gastro-
esofageal tidak begitu baik lagi, disamping waktu pengosongan lambung yang
memanjang sehingga mudah terjadi regurgitasi.1

Sistem Saraf Pusat


Pada sistem saraf pusat, terjadi perubahan-perubahan fungsi kognitif, sensoris, motoris,
dan otonom. Kecepatan konduksi saraf sensoris berangsur menurun. Perfusi otak dan
konsumsi oksigen otak menurun sampai 10%-20%. Berat otak menurun karena
berkurangnya jumlah sel neuron, terutama di korteks otak maupun otak kecil. Berat otak
pada orang dewasa muda rata-rata 1400 g, akan menurun menjadi 1150 g pada usia 80
tahun. Dikatakan, terdapat korelasi positif antara berat otak dan harapan hidup.
Ukuran neuron berkurang, dan neuron kehilangan kompleksitas pohon dendrit, dan jumlah
sinaps juga berkurang. Terdapat juga penurunan fungsi neurotransmiter. Sintesis dari
beberapa neurotransmiter seperti domapin, dan jumlah dari reseptor mereka berkurang.
Serotonic, adrenergic, dan γ-aminobutyric acid (GABA) binding site juga berkurang.
Sedangkan jumlah astrosit dan sel microglial bertambah. Degenerasi sel saraf perifer
mengakibatkan kecepatan konduksi yang memanjang dan atropi otot skeletal. Konsentrasi
alveolar minimum dari anestetika juga menurun dengan bertambahnya usia.1
Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan manula lebih mudah dipengaruhi oleh
efek samping obat terhadap sistem saraf. Pasien tua sering memerlukan lebih banyak
waktu untuk sembuh total dari efek CNS yang diakibatkan oleh anastesi umum. Umumnya
mereka mengalami kebingungan atau disorientasi preoperatif. Banyak pasien tua mengalami
berbagai derajat dari acute confusional state, delirium atau cognitive disfungsi postoperatif.
Etiologi dari cognitif disfungsi postoperatif (POCD) biasanya multifaktorial, termasuk efek
samping obat, nyeri, demensia, hipotermia dan gangguan metabolik. Pasien tua juga

10
biasanya sensitif terhadap agen kolinergic yang bekerja sentral, seperti scopolamin dan
atropin. 1

Sistem Musculoskeletal
Massa otot berkurang, neuromuscular junction juga menipis. Kulit mengalami atropi seiring
dengan usia, dan mudah mengalami trauma akibat pemasangan selotape, electrocautery pad,
dan electrocardiography electroda. Vena rapuh dan mudah pecah akibat pada pemasangan
infus intravena. Sendi artritis mudah terganggu oleh perubahan posisi. Penyakit degeneratif
servikal tulang belakang dapat membatasi ekstensi leher sehingga membuat intubasi
menjadi sulit.1
3. Farmakologi Klinis pada geriatri
Faktor-faktor yang mempengaruhi respons farmakologi pasien berusia lanjut meliputi :
1. Ikatan protein plasma.
Protein pengikat plasma yang utama untuk obat-obat yang bersifat asam adalah albumin
dan untuk obat-obat dasar adalah α1-acid glikoprotein. Kadar sirkulasi albumin akan
menurun sejalan dengan usia, sedangkan kadar α1-acid glikoprotein meningkat.
Dampak gangguan protein pengikat plasma terhadap efek obat tergantung pada protein
tempat obat itu terikat, dan menyebabkan perubahan fraksi obat yang tidak terikat.
Hubungan ini kompleks, dan umumnya perubahan kadar protein pengikat plasma
bukanlah faktor redominan yang menentukan bagaimana farmakokinetik akan mengalami
perubahan sesuai dengan usia.5
2. Perubahan komposisi tubuh
Perubahan komposisi tubuh terlihat dengan adanya penurunan massa tubuh,
peningkatan lemak tubuh, dan penurunan air tubuh total. Penurunan air tubuh total
dapat menyebabkan mengecilnya kompartemen pusat dan peningkatan konsentrasi serum
setelah pemberian obat secara bolus. Selanjutnya, peningkatan lemak tubuh dapat
menyebabkan membesarnya volume distribusi, dengan potensial memanjangnya efek
klinis obat yang diberikan. 5
3. Metabolisme obat
Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, gangguan hepar dan klirens ginjal dapat
terjadi sesuai dengan penambahan usia. Tergantung pada jalur degradasi, penurunan
reversi hepar dan ginjal dapat mempengaruhi profil farmakokinetik obat.5
4. Farmakodinamik.

11
Respons klinis terhadap obat anestesi pada pasien usia lanjut mungkin disebabkan karena
adanya gangguan sensitivitas pada target organ ( farmakodinamik). Bentuk sediaan
obat yang diberikan dan gangguan jumlah reseptor atau sensitvitas menentukan
pengaruh gangguan farmakodinamik efek anestesi pada pasien usia lanjut. Umumnya,
pasien berusia lanjut akan lebih sensitif terhadap obat anestesi. Jumlah obat yang
5
diperlukan lebih sedikit dan efek obat yang diberikan bisa lebih lama.
Respons hemodinamik terhadap anestesi intravena bisa menjadi berat karena adanya
interaksi dengan jantung dan vaskuler yang telah mengalami penuaan. Kompensasi
yang diharapkan sering tidak terjadi karena perubahan fisiologis berhubungan dengan
proses penuaan normal dan penyakit yang berhubungan dengan usia. Apapun penyebab
efek farmakologik yang terganggu, pasien berusia lanjut biasanya memerlukan penurunan
dosis pengobatan yang secukupnya.5

 Anestesi Inhalasi
Konsentrasi alveolar minimum ( minimum alveolar concentration = MAC)
mengalami penurunan kurang lebih 4% per dekade pada mayoritas anestesi inhalasi.
Mekanisme kerja anestesi inhalasi berhubungan dengan gangguan pada aktivitas kanal ion
neuronal terhadap nikotinik, asetilkolin, GABA dan reseptor glutamat. Mungkin adanya
gangguan karena penuaan pada kanal ion, aktivitas sinaptik, atau sensitivitas reseptor
ikut bertanggung jawab terhadap perubahan farmakodinamik tersebut.3

Konsentrasi minimum alveolar (MAC) dari semua obat-obatan inhalasi berkurang


sekitar 4-5% per dekade di atas usia 40 tahun. Oleh karena itu pasien usia lanjut
membutuhkan volume anestesi inhalasi yang lebih rendah untuk mencapai efek yang sama
dengan pasien yang lebih muda. Isoflurane adalah mungkin yang paling sesuai, karena relatif
stabil dalam sistem kardiovaskuler, memiliki onset dan durasi kerja yang singkat dan hanya
0,2% dari dosis diberikan yang dimetabolisme. Terdapat efek depresi miokard dari
anestesi volatile yang berlebihan pada pasien usia lanjut, sedangkan isoflurane dan desflurane
jarang menimbulkan efek takikardi. Dengan demikian isoflurane dapat mengurangi curah
jantung dan denyut jantung pada pasien usia lanjut.

Obat-obatan inhalasi yang kurang larut seperti sevofluran dan desflurane mengalami
metabolisme yang minimal dan sebagian besar diekskresikan oleh paru-paru. Halotan
memiliki keuntungan dengan kurang menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, meskipun
obat ini meningkatkan sensitifitas miokardium terhadap katekolamin dan mungkin dapat

12
memicu takiaritmia. Eter telah digunakan dengan baik selama bertahun-tahun, dan pada
pasien usia lanjut sebaiknya diberikan pada konsentrasi rendah dengan dukungan ventilasi.
Hal ini memungkinkan pasien untuk bangun lebih cepat daripada anestesi dengan konsentrasi
eter yang lebih tinggi.1,8

Pemulihan dari anestesi dengan obat-obatan anestesi volatile mungkin dapat


memanjang karena adanya peningkatan volume distribusi (lemak tubuh meningkat),
penurunan fungsi hepar (penurunan metabolisme halotan), dan penurunan pertukaran gas
paru. Eliminasi cepat dari desflurane dapat menjadi alasan sebagai anestesi yang dipilih untuk
pasien usia lanjut.2

 Anastesi Intravena dan Benzodiazepine


Tidak ada perubahan sensitivitas otak terhadap tiopental yang berhubungan dengan
usia. Namun, dosis tiopental yang diperlukan untuk mencapai anestesia menurun sejalan
dengan pertambahan usia. Penurunan dosis tiopental sehubungan dengan usia disebabkan
karena penurunan volume distribusi inisial obat tersebut. Penurunan volume distribusi
inisial terjadi pada kadar obat dalam serum yang lebih tinggi setelah pemberian
tiopental dalam dosis tertentu pada pasien berusia lanjut. Sama seperti pada kasus
etomidate, perubahan farmakokinetik sesuai usia (disebabkan karena penurunan klirens
dan volume distribusi inisial), bukan gangguan responsif otak yang terganggu,
bertanggung jawab terhadap penurunan dosis etomidate yang diperlukan pada pasien
berusia lanjut. Otak menjadi lebih sensitif ter hadap efek propofol, pada usia lanjut. Selain
itu, klirens propofol juga mengalami penurunan. Efek penambahan ini berhubungan
dengan peningkatan
sensitivitas terhadap propofol sebesar 30-50% pada pasien dengan usia lanjut.
Dosis yang diperlukan midazolam untuk menghasilkan efek sedasi selama endoskopi
gastrointestinal atas mengalami penur unan sebesar 75% pada pasien berusia lanjut.
Perubahan ini berhubungan dengan peningkatan sensitivitas otak dan penurunan klirens
obat.3

 Opiat
Usia merupakan prediktor penting perlu tidaknya penggunaan morfin post operatif,
pasien berusia lanjut hanya memer lukan sedikit obat untuk menghilangkan rasa nyeri.

13
Morfin dan metabolitnya morphine-6- glucuronide mempunyai sifat analgetik. Klirens
morfin akan menurun pada pasien berusia lanjut. Morphine-6-glucuronide tergantung
pada eksresi renal. Pasien dengan insufisiensi ginjal mungkin menderita gangguan
eliminasi morfin glucuronides, dan hal ini bertanggung jawab terhadap peningkatan
analgesia dari dosis morfin yang diberikan pada pasien berusia lanjut.3
Sufentanil, alfentanil, dan fentanil kurang lebih dua kali lebih poten pada pasien berusia
lanjut. Penemuan ini berhubungan dengan peningkatan sensitivitas otak terhadap opioid
sejalan dengan usia, bukan karena gangguan farmakokinetik. Penambahan usia
berhubungan dengan perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik dari remifentanil.
Pada usia lanjut terjadi peningkatan sensitivitas otak terhadap remifentanil. Remifentanil
kurang lebih dua kali lebih poten pada pasien usia lanjut, dan dosis yang diperlukan
adalah satu setengah kali bolus. Akibat volume kompar temen pusat, VI, dan
penurunan klirens pada usia lanjut, maka diperlukan kurang lebih sepertiga jumlah infus.3,7
Pelumpuh Otot
Umumnya, usia tidak mempengaruhi farmakodinamik pelumpuh otot. Durasi kerja
mungkin akan memanjang, bila obat tersebut tergantung pada metabolisme ginjal atau hati.
Diperkirakan terjadi penurunan pancuronium pada pasien berusia lanjut, karena
ketergantungan pancuronium terhadap eksresi ginjal. Perubahan klirens pancuronium
pada usia lanjut masih kontroversial. Atracurium bergantung pada sebagian kecil
metabolisme hati dan ekskresi, dan waktu paruh eliminasinya akan memanjang pada pasien
usia lanjut. Tidak terjadi perubahan klirens dengan bertambahnya usia, yang menunjukkan
adanya jalur eliminasi alternatif (hidrolisis eter dan eliminasi Hoffmann) penting pada
pasien berusia lanjut. Klirens vecuronium plasma lebih rendah pada pasien berusia
lanjut. Durasi memanjang yang berhubungan dengan usia terhadap kerja vecuronium
menggambarkan penurunan reversi ginjal atau hepar.3,7

 Anastesi neuraksial dan blok saraf perifer


Persentase obat anestesia tidak berdampak terhadap durasi blokade motorik dengan
pemberian anestesi bupivacaine. Waktu onset akan menurun, bagaimanapun juga
penyebaran anestesi akan lebih baik dengan pemberian cairan bupivacaine hiperbarik.
Dampak usia terhadap durasi anestesia epidural tidak terlihat pada pemberian
bupivacaine 0,5% . Waktu onset akan memendek, dan kedalaman blok anestesia akan
bertambah besar. Terlihat klirens plasma lokal anestesi yang menurun pada pasien

14
berusia lanjut. Hal ini dapat menjadi faktor yang mengurangi penambahan dosis dan
jumlah infus selama pemberian dosis berulang dan teknik infus berkesinambungan.

 Keuntungan Obat-obat Spesifik pada Pasien Usia Lanjut


Penyakit penyerta preoperatif merupakan determinan yang lebih besar terhadap
komplikasi post operatif dibandingkan dengan penatalaksanaan anestesi. Beberapa
pendapat menitikberatkan pada penatalaksanaan farmakologi dan fisiologi terhadap usia
lanjut. Metode titrasi opioid mungkin lebih baik menggunakan opioid dngan kerja
singkat seperti remifentanil. Dengan menambahkan dosis bolus dan infus, variabilitas
farmakokinetik remifentanil akan lebih rendah bila dibandingkan dengan opioid intrvena
lainnya. Sama halnya dengan pilihan menggunakan pelumpuh otot dengan kerja yang
lebih singkat. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan insidens
komplikasi pulmoner dan blok residual postoperatif pada pasien yang diberikan
pancuronium bila dibandingkan dengan atracurium atau vecuronium. Penggunaan
sugammadex sebagai obat reversal untuk rocuronium akan meningkatkan penggunaan
pelumpuh otot pada pasien berusia lanjut. Bila dibandingkan dengan anestesi inhalasi,
tidak ditemukan perbedaan yang bermakna pada pemulihan profil fungsi kognitif.3

4. Evaluasi dan Manajemen Preoperatif


Terdapat dua prinsip yang harus diingat pada saat melakukan evaluasi pre-operatif
pasien geriatri :
1. Pasien harus selalu dianggap mempunyai risiko tinggi menderita penyakit yang
berhubungan dengan penuaan. Penyakit- penyakit biasa pada pasien dengan usia lanjut
mempunyai pengaruh yang besar terhadap penanganan anestesi dan memerlukan perawatan
khusus serta diagnosis. Penyakit kardiovaskuler dan diabetes umumnya sering ditemukan
pada populasi ini. Komplikasi pulmoner mempunyai insidens sebesar 5,5% dan
merupakan penyebab morbiditas ketiga tertinggi pada pasien usia lanjut yang akan
menjalani pembedahan non cardiac.4
2. Harus dilakukan pemeriksaan derajat fungsional sistem organ yang spesifik dan pasien
secara keseluruhan sebelum pembedahan. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik,
riwayat, pemeriksaan fisik, dan determinasi kapasitas fungsional harus dilakukan untuk
mengevaluasi fisiologis pasien. Pemeriksaan laboratorium harus disesuaikan dengan
riwayat pasien, pemeriksaan fisik, dan prosedur pembedahan yang akan dilakukan, dan
bukan hanya berdasarkan atas usia pasien saja.4

15
4.1 Evaluasi Praoperatif
Penilaian pra operasi memainkan bagian penting dalam mengurangi komplikasi pasca
operasi. Pemahaman tentang status fisik pasien akan memberikan panduan terhadap
penilaian jenis penyakit komorbid dan tingkat keparahannya, jenis monitoring yang
diperlukan, optimasi pra operasi dan prediksi akan timbulnya komplikasi pasca operasi.
Pemahaman riwayat penyakit yang mendetail, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
dan penilaian risiko tindakan pembedahan harus difokuskan selama evaluasi pra operasi.6

a) Informed Consent
Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi bedah dan
kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas putusan merupakan prasyarat untuk
suatu informed consent yang sesuai dengan hukum dan moral. Pasien usia lanjut mungkin
tidak sepenuhnya memahami intervensi yang direncanakan, sehingga kerabat terdekat harus
terlibat untuk memperoleh informed consent yang terperinci. Status mental dan kognitif
pasien harus dipertimbangkan dan didokumentasikan. 6
b) Riwayat Penyakit dan Status Gizi
Riwayat kondisi medis lengkap dan operasi sebelumnya harus dicatat karena pasien usia
lanjut biasanya sedang menjalani banyak terapi obat-obatan. Defisiensi nutrisi yang sering
dialami oleh pada usia lanjut harus dinilai secara akurat. Hitung darah lengkap yang
menunjukkan anemia, kadar albumin serum yang kurang dari 3.2g/dl dan kolesterol kurang
dari 160mg/dl telah terbukti sebagai penanda risiko outcome pasca operasi yang merugikan.
Indeks massa tubuh yang kurang dari 20 kg/m2 pada pasien usia lanjut mungkin
mengarahkan peningkatan morbiditas karena penyembuhan luka yang tertunda, sehingga
suplemen gizi pra operatif harus dipertimbangkan.
c)
Pemeriksaan fisik
Meskipun pasien usia lanjut memiliki riwayat medis yang panjang, mereka biasanya tidak
memberikan rincian penyakit mereka, ini merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari
akibat usia tua. Pemeriksaan fisik harus mencakup informasi yang mendetail tentang status
hidrasi, gizi, tekanan darah, nadi dan kondisi sistemik.5

Penilaian status mental pra operasi sangat penting karena biasanya mencerminkan status
kognitif pasca operasi. Demensia pra operasi merupakan prediktor yang penting
dari outcome bedah yang buruk.
d) Pemeriksaan Penunjang Pra operasi

16
Pasien usia lanjut harus menjalani berbagai tes yang akan membantu menentukan parameter
kesehatan pasien, bahkan pada mereka yang sehat dan termasuk diantaranya:

 Hitung darah lengkap: Hb, jumlah limfosit


 Urem, kreatinin dan elektrolit akan memberikan informasi tentang fungsi
ginjal karena akan mengalami perubahan secara bertahap dengan
pertambahan usia. Bersihan kreatinin merupakan indeks penting.
 Gula darah dan kolesterol harus diperiksa karena tingginya insiden diabetes
mellitus dan ateroskleorsis.
 Kadar albumin dan fungsi pembekuan darah
 Pemeriksaa elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan pada semua pasien
yang berusia di atas 60 tahun, terlepas dari ada riwayat penyakit jantung atau
tidak.
 Rontgen dada dan tes fungsi paru pada pasien dengan penyakit paru
obstruktif kronis.
 Pemeriksaan jantung.

4.2. Manajemen perioperatif


Tidak ada istilah "terlalu tua" untuk tindakan operasi. Pada umumnya hal yang harus
dipikirkan adalah bahwa komorbiditas meningkat dengan pertambahan usia lebih penting
dari usia pasien itu sendiri. Penelitian Forrest terhadap 17.201 pasien menunjukkan bahwa,
risiko outcome yang berat menurun dari 3% menjadi 2% dari umur 20-an ke umur 40-an,
namun meningkat secara linear setelahnya (dari 2% pada umur 40-an sampai 6% pada umur
80-an).10
Penyakit yang umumnya ditemukan pada usia lanjut memiliki dampak yang signifikan
terhadap tindakan anestesi dan memerlukan perawatan khusus, sehinggan Penting untuk
menentukan status fisik pasien dan memperkirakan cadangan fisiologis dalam evaluasi
preanestesi. Jika kondisi dapat dioptimalkan sebelum operasi, maka operasi dapat dilakukan
tanpa penundaan. Penundaan operasi yang lama dapat meningkatkan morbiditas. Diabetes
mellitus dan penyakit kardiovaskular adalah penyakit yang paling sering dialami oleh pasien
geriatri. Komplikasi paru adalah salah satu penyebab utama morbiditas pascabedah pada
pasien usia lanjut. Untuk pasien ini diperlukan optimasi paru-paru. Riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium dan diagnostik sangat penting. Masalah
yang yang harus selalu dipikirkan pada pasien geriatri adalah kemungkinan terjadinya

17
depresi, malnutrisi, imobilitas dan dehidrasi. Sehingga penting untuk menentukan status
kognitif seorang pasien usia lanjut. Defisit kognitif berkaitan dengan outcome yang buruk
dan morbiditas perioperatif yang lebih tinggi. Namun masih kontroversial apakah anestesi
umum dapat mempercepat perkembangan demensia senilis. 6,10
Walaupun masih terdapat banyak pertanyaan, bukti-bukti yang ada menunjukkan
bahwa risiko kardiovaskuler dapat dicegah dengan mencari ada tidaknya β-blockade
perioperatif pada pasien dengan penyakit arteri koroner yang diketahui, terutama bila
muncul beberapa minggu terakhir sebelum operasi. Pada pasien usia lanjut yang
menggunakan terapi β-blocker jangka panjang, tampaknya β-blocker long-acting akan
lebih efektif dibandingkan dengan β-blocker short-acting dalam mengurangi resiko
infark miokard perioperatif. Protokol yang menyertakan pemberian β-blocker pada pagi
hari sebelum operasi dilakukan dan diteruskan selama operasi berhubungan dengan
peningkatan insidens stroke dan semua penyebab mortalitas.

5. Manajemen Intraoperatif

Manajemen intraoperatif diarahkan untuk membatasi stres akibat pembedahan dan


menghindari kejadian yang lebih memperburuk cadangan fisiologis pasien. Tidak ada teknik
universal khusus yang disetujui untuk pasien usia lanjut tetapi beberapa intervensi dapat
meningkatkan outcome.10
5. 1. Induksi Anestesi:
Pada pasien usia lanjut, preoksigenasi agresif yang setara untuk anestesi inhalasi
menurun secara linear dengan pertambahan usia, oleh karena itu dosis obat yang
mempengaruhi SSP perlu dikurangi untuk mengantisipasi efek sinergi obat. Penggunaan
bersama propofol, midazolam, opioid dapat meningkatkan kedalaman anestesi. Hipotensi
adalah kejadian yang umum didapatkan sehingga dosis obat-obatan ini harus dititrasi. Dipilih
obat yang bekerja singkat. Stimulasi intubasi trakea tidak memberikan efek hipotensi pada
pasien usia lanjut. 10
Efek puncak obat mengalami penundaan, diantaranya: midazolam 5 menit, fentanil 6-8
menit, dan propofol 10 menit. Untuk meminimalkan kedalaman dan durasi hipotensi, dosis
propofol tanpa suplementasi opioid disesuaikan dengan cara dikurangi 1,0-1,5 mg / kg lean
body weight (LBW)dan 0.5-1.0mg/kg jika diberikan opioid secara bersamaan khususnya jika
disertai juga dengan pemberian ketamin dosis rendah dan midazolam.8

18
Penggunaan profilaksis aspirasi dan rapid sequence intubation (RSI) harus dilakukan
secara rutin, khususnya pada pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit refluks dan
prosedur darurat. Antisipasi pemanjangan durasi obat neuromuskuler yang bersifat organ
based klirens. Seiring pertambahan usia, obat-obatan intermediate acting bekerja lebih lama
(kecuali atrakurium dan cisatrakurium), dapat menurunkan suhu tubuh, menyebabkan
diabetes dan obesitas (jika dosisnya dihitung berdasarkan berat badan total) dan peningkatan
blok neuromuskuler. Dosis antikolinesterase inhibitor juga harus dikurangi dan pasien
dipantau dengan ketat di unit perawatan pasca-anestesi (PACU) untuk tanda-tanda
rekurarisasi.10
Obat-obatan non-steroid anti-inflammatory drug (NSAID) untuk menghilangkan rasa
sakit pasca operasi harus diberikan dengan dosis dikurangi untuk menghindari komplikasi
seperti gastritis, gagal ginjal akut. NSAID harus dihindari pada pasien usia lanjut dengan
gangguan fungsi ginjal preoperatif (peningkatan kadar urea / kreatinin) atau jika pasien
mengalami hipovolemia.10

5. 3. Anestesi umum atau regional


Anestesi regional mungkin memiliki beberapa keunggulan dibandingkan anestesi
umum, termasuk jarang menimbulkan tromboemboli, gangguan kesadaran dan pernafasan
pasca-bedah. Anestesi dengan blok tungkai dan pleksus ideal untuk operasi perifer. Hernia
dan katarak umumnya dilakukan dengan anestesi lokal. Hipotensi lebih sering ditemukan
pada pasien usia lanjut yang menjalani anestesi spinal / epidural karena terjadi gangguan
fungsi otonom dan penurunan penyesuaian arteri. 10,8
Pada pasien dengan penyakit jantung berat yang memerlukan kontrol tekanan darah
ketat, anestesi umum mungkin lebih baik. Tinjauan Cochraneterhadap 17 penelitian anestesi
untuk operasi fraktur tulang pinggul (melibatkan lebih dari 2.800 pasien) membandingkan
anestesi umum dan regional. Penulis menyimpulkan bahwa anestesi regional dapat
mengurangi mortalitas pada satu bulan pasca operasi, tetapi baik anestesi regional dan umum
menghasilkan outcome yang sama untuk mortalitas jangka panjang.8
Pertimbangan tindakan anestesi regional pada pasien geriatri diantaranya: Peningkatan
kepekaan terhadap anestesi lokal, risiko mati rasa,nerve palsy, komplikasi neuralgia,
pemanjangan durasi blok, blok tingkat tinggi, hipotensi dan bradikardi. Terdapat penurunan
dramatis dalam hal kebutuhan sedasi dengan blok neuraxial. 10
Anestesi regional blok dapat mempertahankan status gizi dan normothermia. Teknik
ini ini juga dapat mengurangi sensitisasi sentral sehingga mengurangi kebutuhan analgesik

19
opioid pasca operasi dan meningkatkan outcome pada paru-paru, jantung dan ginjal sekaligus
mengurangi insiden komplikasi tromboemboli. Tinjauan oleh Rodgers dkk menyimpulkan
bahwa terdapat penurunan mortalitas dalam 30 hari dan throbosis vein thrombosis (DVT)
pada kelompok anestesi regional.10
5. 4. Hipotermia
Pembedahan umumnya dapat menyebabkan hipotermia karena faktor lingkungan dan
tindakan anestesi yang menginduksi inhibisi mekanisme termoregulator normal. Pasien usia
lanjut lebih beresiko untuk mengalami hipotermia karena anestesi yang mengubah
mekanisme termoregulator dan tingkat metabolisme basal yang rendah. Hipotermia
intraoperatif dapat menjadi faktor risiko jantung independen untuk penyakit jantung pasca
operasi pada usia lanjut. Oleh karena itu, pada pasien usia lanjut harus dilakukan upaya untuk
mencegah kehilangan panas. Langkah-langkah untuk mencegah hipotermia adalah:
pembersihan pasca operasi dengan cairan yang hangat, menggunakan sistem pemanasan,
menghangatkan cairan IV, menjaga suhu lingkungan tetap hangat, menutupi pasien dengan
selimut sebelum dan setelah operasi. 10
5. 5. Manajemen cairan
Mengelola volume intravaskular yang tepat sangat penting dengan menghindari
kelebihan dan kekurangan pemberian cairan. Karena adanya peningkatan afterload,
penurunan respon inotropik atau chronotoropic serta gangguan respon vasokonstriksi
menyebabkan pasien usia lanjut sangat tergantung pada preload yang memadai. Pasien usia
lanjut juga rentan terhadap dehidrasi karena penyakit, penggunaan diuretik, puasa pra operasi
dan penurunan respon haus. Asupan cairan oral hingga 2 - 3 jam sebelum operasi, dan terapi
pemeliharaan cairan yang cukup serta menghindari terapi diuretik sebelum operasi dapat
menghindarkan kejadian hipotensi mendadak segera setelah induksi anestesia. Hidrasi yang
berlebihan juga harus dihindari pada usia lanjut dengan ganggaun jantung karena mereka
lebih rentan untuk terjadinya kegagalan sistolik, perfusi organ yang jelek dan penurunan
GFR.10
Penting pula untuk melakukan pemantauan kateter vena sentralis atau arteri pulmonalis
intraoperatif untuk mengukur volume darah sentral khusus pada pasien usia lanjut yang
cenderung memiliki penurunan volume darah dalam jumlah besar atau pergeseran cairan.
Penting untuk menaga tekanan vena sentral pada kisaran 8 - 10 mmHg dan tekanan arteri
pulmonalis14 - 18 mm Hg untuk mempertahankan output jantung yang memadai.10

6. Manajemen pasca operasi

20
6.1 Manajemen jalan napas

Perubahan fungsi faring, refleks batuk, dapat diperburuk oleh efek dari anestesi,
instrumentasi faring dan operasi yang dapat meningkatkan kemungkinan aspirasi
pascaoperasi pada usia lanjut. Pembalikan efek blok neuromuskuler, penggunaan pipa
nasogastrik, mengembalikan refleks faring dan laring, motilitas gastrointestinal dan ambulasi
dini dengan konversi intake oral setelah operasi dapat meminimalkan insiden aspirasi pasca
operasi.1

6.2 Terapi oksigen

Dianjurkan untuk memberikan terapi oksigen pasca-operasi untuk semua pasien usia
lanjut, terutama setelah pembedahan abdomen atau dada, penyakit kardiovaskuler atau
pernapasan, kondisi kehilangan darah yang signifikan, atau bila telah diberikan analgetik
opioid. Nasal kanul sering ditoleransi lebih baik daripada masker. 12

6. 3 Perawatan intensif

Jika pasien sangat tergantung pada perawatan tingkat tinggi atau tersedia fasilitas
perawatan intensif, hal ini dapat meningkatkan outcome jangka panjang dari pasien usia
lanjut, khususnya mereka yang menjalani operasi darurat. 12
6.4 Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri akut sangat penting pada pasien bedah berusia lanjut, dimana nyeri
pasca operasi dapat menghasilkan efek yang berbahaya. Kontrol nyeri yang kurang optimal
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada usia lanjut karena komorbiditas terkait
seperti penyakit jantung iskemik, penurunan cadangan ventilasi, perubahan metabolisme. 10
Pertimbangkan pemberian analgetik sederhana seperti parasetamol, dan NSAID
dengan hati-hati. Titrasi morfin IV menggunakan protokol usia lanjut (> 70 tahun) yang sama
dengan pasien yang lebih muda tampaknya aman. Dua sampai tiga miligram morfin IV setiap
5 menit untuk skor analog visual lebih dari 30 dilaporkan dapat memberikan kontrol nyeri
yang memadai. Opioid kerja singkat seperti fentanil atau sufentanil dan satrategi
manajemen nyeri intensif dengan bolus intermiten atau patient controlled analgesia (PCA)
secara parenteral atau dengan blok neuraxial dilaporkan paling bermanfaat untuk pasien usia

21
lanjut beresiko tinggi atau pasien usia lanjut dengan risiko rendah yang menjalani operasi
berisiko tinggi dengan mengurangi respon stres terhadap pembedahan dan ambulasi dini.10,12
6. 5. Pertimbangan lainnya
Fisioterapi dini dan kontinyu serta mobilisasi dapat membantu pemulihan pasca-
operasi dan dapat mengurangi lama perawatan di rumah sakit secara signifikan.
Pertimbangkan profilaksis deep vein thrombosis (DVT) dimana pasien usia lanjut adalah
kelompok berisiko tinggi, terutama mereka dengan fraktur kolum femoris atau mereka yang
tirah baring selama beberapa hari. Cari kemungkinan munculnya komplikasi pascaoperasi.
Komplikasi yang paling sering termasuk infeksi (terutama luka, dada, saluran kemih), DVT
dan emboli paru. Dapat pula timbul delirium dan mungkin disebabkan oleh sepsis, dehidrasi,
overhidrasi, ureum dan elektrolit yang abnormal, hipoksia, sindrom putus alkohol / obat atau
gangguan kognitif / demensia.12

7. Komplikasi Pasca Operasi

Disfungsi Kognitif Postoperatif


Perubahan jangka pendek dalam kinerja tes kognitif selama hari pertama sampai
beberapa minggu setelah operasi telah dicatat dengan baik dan biasanya mencakup
beberapa kognitif seperti, perhatian, memori, dan kecepatan psikomotorik. Penurunan
kognitif awal setelah pembedahan sebagian besar akan membaik dalam waktu 3
bulan. Pembedahan jantung berhubungan dnegan 36% insidens terjadinya penurunan
kognitif dalam waktu 6 minggu setelah operasi. Insidens disfungsi kognitif setelah
pembedahan non-jantung pada pasien dengan usia lebih dar i 65 tahun adalah 26%
pada minggu pertama dan 10% pada bulan ketiga. Risiko-risiko terjadinya
penurunan kognitif postoperatif adalah usia, tingkat pendidikan yang rendah,
gangguan kognitif preoperatif, depresi, dan prosedur pembedahan. Disfungsi
kognitif jangka pendek setelah pembedahan dapat disebabkan karena berbagai
etiologi, termasuk mikroemboli (terutama pada pembedahan jantung), hipoperfusi,
respons inflamasi sistemik (bypass kardiopulmoner), anestesia, depresi, dan
faktor- faktor genetik (alel E4).2

Ada tidaknya kontribusi anestesi terhadap disfungsi kognitif postoperatif jangka
panjang masih kontroversi dan memerlukan penelitian yang intensif. Pada
prosedur non-cardiac, anestesia mempunyai pengaruh yang paling ringan terhadap

22
terjadinya penurunan kognitif jangka panjang, walaupun efek ini mungkin akan
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Penurunan kognitif post-
operatif setelah pembedahan non-cardiac akan kembali nor mal pada kebanyakan
kasus, tetapi bisa juga menetap pada kurang lebih 1% pasien.2

23
BAB III
KESIMPULAN

Anestesi pada geriatri atau pasien tua berbeda dengan anastesi pada dewasa muda
pada umumnya. Penurunan faal tubuh dan perubahan degeneratif yang mempengaruhi
banyak sistem organ membuat respon pasien tua terhadap agen-agen anestesi menjadi
berbeda. Perubahan fisiologis seperti

1. Sistem kardiovaskular
o Elastisitas pembuluh darah berkurang -> Compliance arteri menurun &
menyebabkan tekanan darah sistolik meningkat. Tekanan darah diastolik tidak
mengalami perubahan bahkan bisa menurun
o CO menurun
o Tonus vagal meningkat
2. Sistem respirasi
Pada paru dan sistem pernafasan elastisitas jaringan paru berkurang,
kontraktilitas dinding dada menurun, meningkatnya ketidakserasian antara
ventilasi dan perfusi, sehingga mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat
menurunnya kapasitas vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan
diafragma, jalan nafas menyempit dan terjadilah hipoksemia. Proteksi jalan nafas
yaitu batuk, pembersihan mucociliary berkurang, refleks laring dan faring juga
menurun sehingga berisiko terjadi infeksi dan kemungkinan aspirasi isi lambung
lebih besar

3. Sistem metabolik dan endokrin


o Konsumsi oksigen basal dan maksimal menurun.
o Produksi panas menurun, kehilangan panas meningkat, dan pusat pengatur
temperatur hipotalamik mungkin kembali ke tingkat yang lebih rendah.
o Peningkatan resistensi insulin menyebabkan penurunan progresif terhadap
kemampuan menangani asupan glukosa.
4. Sistem renalis
o GFR dan creatinin clerance menurun 1% mulai umur 40 th
o BUN meningkat 0,2 mg/ tahun
o Serum kreatinin tidak berubah karena massa otot juga ikut berkurang

24
o homeostasis terhadap cairan menurun
5. Sistem hepatobilier dan gastrointestinal
Berkurangnya massa hati berhubungan dengan penurunan aliran darah
hepatik, menyebabkan Fungsi hepatik juga menurun sebanding dengan penu-runan
massa hati.

o Biotransformasi dan produksi albumin menurun.


o Kadar kolinesterase plasma berkurang.
o Ph lambung cenderung meningkat, sementara pengosongan lambung
memanjang.
6. .Sistem saraf pusat
o Aliran darah serebral dan massa otak menurun sebanding dengan kehilangan
jaringan saraf. Autoregulasi aliran darah serebral tetap terjaga.
o Degenerasi sel saraf perifer menyebabkan kecepatan konduksi memanjang dan
atrofi otot skelet.
o Penuaan dihubungkan dengan peningkatan ambang rangsang hampir semua
rangsang sensoris misalnya, raba, sensasi suhu, proprioseptif, pende-ngaran
dan penglihatan.
7. Sistem muskuloskeletal
o Massa otot berkurang. Pada tingkat mikroskopik, neuromuskuler junction
menebal.
o Sendi yang mengalami arthritis dapat mengganggu pemberian posisi
(misalnya, litotomi) atau anestesi regional (misalnya, blok subarakhnoid).

Usia lanjut bukan merupakan kontraindiksi untuk anestesi umum maupun


regional. Pasien usia lanjut sangat rentan dan sangat sensitif terhadap stres akibat trauma,
operasi, hospitalisasi, dan anestesi dengan mekanisme yang hanya sebagian dipahami.
Penyakit yang umumnya ditemukan pada usia lanjut memiliki dampak yang signifikan
terhadap tindakan anestesi dan memerlukan perawatan khusus, sehinggan penting untuk
menentukan status fisik pasien dan memperkirakan cadangan fisiologis dalam evaluasi
preanestesi. Oleh karena itu, meminimalkan risiko perioperatif pada pasien geriatri
memerlukan suatu penilaian preoperatif yang bijaksana terhadap fungsi organ, manajemen
intraoperatif yang teliti untuk gangguan yang menyertai, dan kontrol nyeri pasca operasi yang
optimal.

25
Dosis kebutuhan obat-obatan anestesi lokal (minimum anesthetic concentration) dan
umum (minimum alveolar concentration) berkurang pada usia lanjut. Administrasi suatu agen
anestesi epidural pada volume tertentu cenderung menghasilkan penyebaran cephalad yang
lebih luas pada pasien usia lanjut, tetapi dengan durasi analgesia dan blok motorik yang lebih
singkat.

Terdapat sejumlah pasien usia lanjut yang mengalami berbagai tingkat keadaan konfusional
akut, delirium, atau disfungsi kognitif pasca operasi.

Penuaan menghasilkan perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Penyakit yang


berhubungan dengan perubahan dan variasi antarindividu yang luas bahkan pada populasi
yang sama menyebabkan generalisasi yang tidak konsisten. Pasien usia lanjut menunjukkan
kebutuhan dosis yang rendah rendah untuk propofol, etomidate, barbiturat, opioid, dan
benzodiazepin.

Dalam beberapa aspek, anestesi regional dapat menunjukkan manfaat yang


mengutungkan bagi pasien usia lanjut. Teknik ini kurang menyebabkan tromboemboli,
gangguan kesadaran dan pernafasan pasca-bedah. Pada pasien dengan penyakit jantung berat
yang memerlukan kontrol tekanan darah ketat, anestesi umum mungkin lebih baik. Pada
teknik anestesi umum, sangat penting untuk titrasi dosis obat dan lebih bijaksana untuk
menggunakan obat-obatan kerja pendek.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Darmojo B. Geriatri Ed. 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal 3-4; 56-66.
2. Allison B., Forest Sheppard. Geriatric Anesthesia. In : World Journal of
Anesthesiology. USA: Departemen of Anesthesiology National Naval Medical
Centre; 2009;4:323-336.
3. Shafer SL. The Pharmacology of Anesthetic Drugs In Elderly Patient. Journal of
Anesthesiology. England: Departemen of Anesthesiology; 2000;18:1-29.
4. Miller R. Miller’s Anesthesia 2 Ed. 7. 71:2261-73
5. Burnett. Mary. Anasthesia for The Eldery. Available at :
http://www.unmc.edu/media/intmed/geriatrics/lectures/anesthesia_for_the_elderly.
htm. Accessed on 19 november 2017
6. Kanonidou. Z . Anasthesia for The Eldery. Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2552979/#!po=21.4286 Accessed
on 19 november 2017
7. Priebe HJ. The aged cardiovascular risk patient. British Journal of Anaesthesia 85 (5):
763±78 (2000) [cited 2011 December 06]. Available
from:http://www.bja.oxfordjournals.org/content/85/5/763.long
8. Ceba RC, Sprung J, Gajic O, Warner DO. The aging respiratory system: anesthetic
strategies to minimize perioperative pulmonary complications. Dalam: Silverstein JH,
Rooke GA, Reves JG, Mcleskey CH. Geriatric anesthesiology 2nd Edition. New
York. 2008. Springer, hal: 149- 163
9. Stoelting RK, Hillier SC. Physiology of the newborn and elderly. Dalam: Handbook
of pharmacology and physiology in anesthetic practice, 2nd ed. Philadelphia, 2006.
Lippincott Williams & Wilkins, hal: 871-81
10. Kumra VP. Issues in geriatric anaesthesia. SAARC J. Anesthesia. New Delhi, 2008.
Hal:39 – 49
11. Anonym. Geriatrics (Anesthesia Text) [cited 2011 December 06]. Available
from: http://www.OpenAnesthesia.org
12. Kelly F. Anesthesia for the erderly patient. [cited 2011 December 06].
Available from: http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/15/u15513_01.htm

27

Anda mungkin juga menyukai