Pembimbing :
Disusun oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
1
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa tampa bantuan dan bimbingannta dari berbagai pihak
sangatlah sulit untuk menyelesaikan tugas referat ini. Penulis memperoleh banyak dukungan,
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, izinkan penulis untuk
mengucapkan rasa hormat dan terimakasih kepada dr. Triseno, SpAn selaku dokter
pembimbing dalam kepaniteraan klinik ilmu anestesi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan para
pembaca. Penulis menyadari karya tulis ini masih perlu banyak perbaikan oleh karena itu
kritik dan saran diharapkan dari semua pihak. Semoga refarat ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan dalam bidang Ilmu Kedokteran khususnya ilmu Anestesi.
Limastani Febriana
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
2.5.3 Hipotermia.......................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................23
3
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat betahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.1
Dengan pelayanan kesehatan yang semakin membaik baik dalam segi pencegahan
maupun pengobatan, harapan hidup manusia menjadi semakin panjang, sehingga jumlah
manusia berusia lanjut (manula) akan bertambah besar. Di Indonesia, persentase orang yang
berumur >50 tahun adalah 9,64% dari jumlah penduduk. Para manula ini mempunyai
kekhususan yang perlu diperhatikan dalam anestesia dan pembedahan, karena terdapat
kemunduran sistem fisiologis dan farmakologi sejalan dengan penambahan usia.
Kemunduran ini mulai jelas terlihat setelah usia 40 tahun. Dalam suatu penelitian di
Amerika, diduga, setelah usia 70 tahun, mortalitas akibat tindakan bedah menjadi 3 kali lipat
(dibandingkan dengan usia 18-40 tahun) dan 2% dari mortalitas ini disebabkan oleh
anestesia. Batas usia seseorang disebut manula tidak pasti, karena kecepatan proses menjadi
tua setiap individu tidak sama. Akan tetapi biasanya kita sudah harus waspada terhadap
kelainan akibat proses ketuaan pada pasien yang berumur 50-60 tahun. Di atas usia 65 tahun
biasanya sudah mulai jelas kelainan fisiologi akibat proses ketuaan.1
Tujuan
Tujuan dari pembuatan referat ini adalah agar mahasiswa kedokteran memahami
mengenai pemilihan obat dan dosis obat anestesi pada geriatri.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Geriatri
Geriatri atau Lanjut Usia adalah ilmu yang mempelajari tentang aspek-aspek klinis dan
penyakit yang berkaitan dengan orang tua. Dikatakan pasien geriatri apabila :
o Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
o Adanya penyakit-penyakit degeneratif
o Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
a) Ketergantungan pada orang lain
b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan
Batasan lanjut usia menurut WHO
1. Middle age (45-59 th)
2. Elderly (60-70 th)
3. Old/lansia (75-90 th)
4. Very Old/sangat tua (>90 th)(1)
2. Perubahan Fisiologis
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat betahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita. Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap
infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang
disebut penyakit degeneratif (hipertensi, aterosklerosis, DM, dan kanker). Perubahan
fisiologis penuaan dapat mempengaruhi hasil operasi tetapi penyakit penyerta lebih
5
berperan sebagai faktor risiko. Secara umum pada usia terjadi penurunan cairan tubuh
total dan lean body mass dan juga menurunnya respons regulasi termal, dengan akibat
mudah terjadi intoksikasi obat dan juga mudah terjadi hipotermia.1
Sistem Kardiovaskuler
Jantung
Dalam hal fungsi jantung, pasien geriatri mengalami penurunan respon beta-
adrengergik dan mengalami peningkatan insiden ganguan konduksi,bradiaritmia dan
hipertensi. Curah jantung yang menurun sebesar 1% per tahun dan bertanggung jawab untuk
penundaan absorpsi, dan eliminasi obat.
Proporsi sel pacemaker jantung menurun dari 50% pada usia lanjut menjadi kurang dari
10% pada usia 75 tahun, sehingga berkontribusi terhadap insiden blok jantung derajat satu
dan dua, sick sinus syndrom dan fibrilasi atrium pada usia lanjut. Perubahan morfologi dan
fungsi jantung yang berkaitan dengan pertambahan umur disajikan pada tabel 1.
6
Morfologi: penurunan jumlah miosit, , penurunan jumlah matris dalam jaringan
ikat, peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri, penurunan kepadatan serat
konduksi, penurunan jumlah sel sinus node
Fungsi: penurunan kontraktilitas intrinsik, pemanjangan waktu kontraksi
miokard, , peningkatan kekakuan miokard, peningkatan tekanan pengisian
ventrikel, peningkatan tekanan / ukuran atrium kiri, , penurunan β-adrenoceptor-
dimediasi modulasi inotropik dan chronotropic
Sistem Respirasi
Pada pasien usia lanjut, elastisitas paru-paru, pengembangan paru-paru dan dinding
dada, total lung capacity / kapasitas paru total (TLC),forced vital capacity / kapasitas vital
paksa (FVC), forced expiratory volume in one second / volume ekspirasi paksa dalam satu
detik (FEV1),vital capacity / kapasitas vital (VC) dan inspiratory reserve volume /volume
cadangan inspirasi (IRV) semuanya mengalami penurunan yang disertai dengan peningkatan
volume residu. Meskipun functional residual capacity / kapasitas residual fungsional (FRC)
tidak berubah. PaO2 juga menurun seiring dengan pertambahan usia (PaO2 = 13.3-umur/30
kPa, atau Pao2 = 100-umur/4mmHg) meskipun PaCO2 tetap konstan.8
Tabel 2 :
Penurunan elastisitas paru-paru diakibatkan oleh penurunan sebesar 15% dari fungsi
alveolar pada usia 70 tahun, sehingga keadaan ini tampak seperti pada emfisema.
Kehilangan fungsi alveoli pada daerah lapangan paru tertentu menyebabkan peningkatan
volume dead space yang meningkatkan ketidaksesuaian ventilasi-perfusi (V / Q ).Hal ini
meningkatkan gradien O2 alveoli-arterial dan mengurangi PaO2 istirahat. meningkatnya
7
ketidakserasian antara ventilasi dan perfusi, mengganggu mekanisme ventilasi, dengan
akibat menurunnya kapasitas vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan
diafragma, jalan nafas menyempit dan terjadilah hipoksemia. Menurunnya respons
terhadap hiperkapnia, sehingga dapat terjadi gagal nafas. 6.8
Penurunan pengembangan dinding dada meningkatkan kerja pernapasan dan
mengurangi ventilasi maksimal permenit. Kehilangan massa otot skelet dinding dada lebih
memperburuk proses ini. Karena penurunan recoil elastis paru-paru, volume akhir respirasi
meningkat sedemikian rupa sehingga melebihi kapasitas residual fungsional pada usia > 65
tahun.6,8
Proteksi jalan nafas yaitu batuk, pembersihan mucociliary, refleks laring dan
faring pada geriatri juga menurun sehingga berisiko terjadi infeksi dan kemungkinan
aspirasi isi lambung lebih besar .
8
Sistem Renalis
Pada ginjal jumlah nefron berkurang, sehingga laju filtrasi glomerulus ( LFG)
menurun, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat. Hal ini disebabkan karena
glomerulus dan tubular di ginjal di gantikan oleh lemak dan jaringan fibrotik. Respon
terhadap hormon diuretik dan hormon aldosteron berkurang Respons terhadap kekurangan
Na juga menurun, sehingga berisiko terjadi dehidrasi. Kemampuan mengeluar kan
garam dan air berkurang, dapat terjadi over load cairan dan juga menyebabkan kadar
hiponatremia. Ambang rangsang glukosuria meninggi, sehingga glukosa urin tidak dapat
dipercaya. Produksi kreatinin menurun karena berkurangnya massa otot, sehingga meskipun
kreatinin serum normal, tetapi LFG telah menurun. Perubahan-perubahan di atas
menuurunkan kemampuan cadangan ginjal, sehingga manula tidak dapat mentoleransi
kekurangan cairan dan kelebihan beban zat terlarut. Pasien-pasien ini lebih mudah
mengalami peningkatan kadar kalium dalam dar ahnya, apalagi bila diberikan larutan
garam kalium secara intravena. Kemampuan untuk mengekskresi obat menurun dan
pasien manula ini lebih mudah jatuh ke dalam asidosis metabolik. Kemungkinan
trerjadi gagal ginjal juga meningkat.
9
Sistem hepatobilier dan gastrointestinal
Massa hepar berkurang seiring dengan penuaan, dengan diikuti oleh penurunan hepatic
blood flow. Fungsi hepar menurun sesuai dengan berkurang nya massa hepar. Dengan
demikian laju biotransformasi dan produksi albumin berkurang. Level plasma colinesterasi
pada pria tua juga berkurang. Pasien manula mungkin sekali lebih mudah mengalami
cedera hati akibat obat-obat, hipoksia dan transfusi darah. Terjadi pemanjangan waktu
paruh obat-obat yang diekskresi melalui hati.
Tingkat keasaman lambung cenderung meningkat, meski masa pengosongan lambung
diperpanjang. Akibat menurunnya fungsi persarafan sistem gastrointestinal, sfingter gastro-
esofageal tidak begitu baik lagi, disamping waktu pengosongan lambung yang
memanjang sehingga mudah terjadi regurgitasi.1
10
biasanya sensitif terhadap agen kolinergic yang bekerja sentral, seperti scopolamin dan
atropin. 1
Sistem Musculoskeletal
Massa otot berkurang, neuromuscular junction juga menipis. Kulit mengalami atropi seiring
dengan usia, dan mudah mengalami trauma akibat pemasangan selotape, electrocautery pad,
dan electrocardiography electroda. Vena rapuh dan mudah pecah akibat pada pemasangan
infus intravena. Sendi artritis mudah terganggu oleh perubahan posisi. Penyakit degeneratif
servikal tulang belakang dapat membatasi ekstensi leher sehingga membuat intubasi
menjadi sulit.1
3. Farmakologi Klinis pada geriatri
Faktor-faktor yang mempengaruhi respons farmakologi pasien berusia lanjut meliputi :
1. Ikatan protein plasma.
Protein pengikat plasma yang utama untuk obat-obat yang bersifat asam adalah albumin
dan untuk obat-obat dasar adalah α1-acid glikoprotein. Kadar sirkulasi albumin akan
menurun sejalan dengan usia, sedangkan kadar α1-acid glikoprotein meningkat.
Dampak gangguan protein pengikat plasma terhadap efek obat tergantung pada protein
tempat obat itu terikat, dan menyebabkan perubahan fraksi obat yang tidak terikat.
Hubungan ini kompleks, dan umumnya perubahan kadar protein pengikat plasma
bukanlah faktor redominan yang menentukan bagaimana farmakokinetik akan mengalami
perubahan sesuai dengan usia.5
2. Perubahan komposisi tubuh
Perubahan komposisi tubuh terlihat dengan adanya penurunan massa tubuh,
peningkatan lemak tubuh, dan penurunan air tubuh total. Penurunan air tubuh total
dapat menyebabkan mengecilnya kompartemen pusat dan peningkatan konsentrasi serum
setelah pemberian obat secara bolus. Selanjutnya, peningkatan lemak tubuh dapat
menyebabkan membesarnya volume distribusi, dengan potensial memanjangnya efek
klinis obat yang diberikan. 5
3. Metabolisme obat
Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, gangguan hepar dan klirens ginjal dapat
terjadi sesuai dengan penambahan usia. Tergantung pada jalur degradasi, penurunan
reversi hepar dan ginjal dapat mempengaruhi profil farmakokinetik obat.5
4. Farmakodinamik.
11
Respons klinis terhadap obat anestesi pada pasien usia lanjut mungkin disebabkan karena
adanya gangguan sensitivitas pada target organ ( farmakodinamik). Bentuk sediaan
obat yang diberikan dan gangguan jumlah reseptor atau sensitvitas menentukan
pengaruh gangguan farmakodinamik efek anestesi pada pasien usia lanjut. Umumnya,
pasien berusia lanjut akan lebih sensitif terhadap obat anestesi. Jumlah obat yang
5
diperlukan lebih sedikit dan efek obat yang diberikan bisa lebih lama.
Respons hemodinamik terhadap anestesi intravena bisa menjadi berat karena adanya
interaksi dengan jantung dan vaskuler yang telah mengalami penuaan. Kompensasi
yang diharapkan sering tidak terjadi karena perubahan fisiologis berhubungan dengan
proses penuaan normal dan penyakit yang berhubungan dengan usia. Apapun penyebab
efek farmakologik yang terganggu, pasien berusia lanjut biasanya memerlukan penurunan
dosis pengobatan yang secukupnya.5
Anestesi Inhalasi
Konsentrasi alveolar minimum ( minimum alveolar concentration = MAC)
mengalami penurunan kurang lebih 4% per dekade pada mayoritas anestesi inhalasi.
Mekanisme kerja anestesi inhalasi berhubungan dengan gangguan pada aktivitas kanal ion
neuronal terhadap nikotinik, asetilkolin, GABA dan reseptor glutamat. Mungkin adanya
gangguan karena penuaan pada kanal ion, aktivitas sinaptik, atau sensitivitas reseptor
ikut bertanggung jawab terhadap perubahan farmakodinamik tersebut.3
Obat-obatan inhalasi yang kurang larut seperti sevofluran dan desflurane mengalami
metabolisme yang minimal dan sebagian besar diekskresikan oleh paru-paru. Halotan
memiliki keuntungan dengan kurang menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, meskipun
obat ini meningkatkan sensitifitas miokardium terhadap katekolamin dan mungkin dapat
12
memicu takiaritmia. Eter telah digunakan dengan baik selama bertahun-tahun, dan pada
pasien usia lanjut sebaiknya diberikan pada konsentrasi rendah dengan dukungan ventilasi.
Hal ini memungkinkan pasien untuk bangun lebih cepat daripada anestesi dengan konsentrasi
eter yang lebih tinggi.1,8
Opiat
Usia merupakan prediktor penting perlu tidaknya penggunaan morfin post operatif,
pasien berusia lanjut hanya memer lukan sedikit obat untuk menghilangkan rasa nyeri.
13
Morfin dan metabolitnya morphine-6- glucuronide mempunyai sifat analgetik. Klirens
morfin akan menurun pada pasien berusia lanjut. Morphine-6-glucuronide tergantung
pada eksresi renal. Pasien dengan insufisiensi ginjal mungkin menderita gangguan
eliminasi morfin glucuronides, dan hal ini bertanggung jawab terhadap peningkatan
analgesia dari dosis morfin yang diberikan pada pasien berusia lanjut.3
Sufentanil, alfentanil, dan fentanil kurang lebih dua kali lebih poten pada pasien berusia
lanjut. Penemuan ini berhubungan dengan peningkatan sensitivitas otak terhadap opioid
sejalan dengan usia, bukan karena gangguan farmakokinetik. Penambahan usia
berhubungan dengan perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik dari remifentanil.
Pada usia lanjut terjadi peningkatan sensitivitas otak terhadap remifentanil. Remifentanil
kurang lebih dua kali lebih poten pada pasien usia lanjut, dan dosis yang diperlukan
adalah satu setengah kali bolus. Akibat volume kompar temen pusat, VI, dan
penurunan klirens pada usia lanjut, maka diperlukan kurang lebih sepertiga jumlah infus.3,7
Pelumpuh Otot
Umumnya, usia tidak mempengaruhi farmakodinamik pelumpuh otot. Durasi kerja
mungkin akan memanjang, bila obat tersebut tergantung pada metabolisme ginjal atau hati.
Diperkirakan terjadi penurunan pancuronium pada pasien berusia lanjut, karena
ketergantungan pancuronium terhadap eksresi ginjal. Perubahan klirens pancuronium
pada usia lanjut masih kontroversial. Atracurium bergantung pada sebagian kecil
metabolisme hati dan ekskresi, dan waktu paruh eliminasinya akan memanjang pada pasien
usia lanjut. Tidak terjadi perubahan klirens dengan bertambahnya usia, yang menunjukkan
adanya jalur eliminasi alternatif (hidrolisis eter dan eliminasi Hoffmann) penting pada
pasien berusia lanjut. Klirens vecuronium plasma lebih rendah pada pasien berusia
lanjut. Durasi memanjang yang berhubungan dengan usia terhadap kerja vecuronium
menggambarkan penurunan reversi ginjal atau hepar.3,7
14
berusia lanjut. Hal ini dapat menjadi faktor yang mengurangi penambahan dosis dan
jumlah infus selama pemberian dosis berulang dan teknik infus berkesinambungan.
15
4.1 Evaluasi Praoperatif
Penilaian pra operasi memainkan bagian penting dalam mengurangi komplikasi pasca
operasi. Pemahaman tentang status fisik pasien akan memberikan panduan terhadap
penilaian jenis penyakit komorbid dan tingkat keparahannya, jenis monitoring yang
diperlukan, optimasi pra operasi dan prediksi akan timbulnya komplikasi pasca operasi.
Pemahaman riwayat penyakit yang mendetail, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
dan penilaian risiko tindakan pembedahan harus difokuskan selama evaluasi pra operasi.6
a) Informed Consent
Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi bedah dan
kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas putusan merupakan prasyarat untuk
suatu informed consent yang sesuai dengan hukum dan moral. Pasien usia lanjut mungkin
tidak sepenuhnya memahami intervensi yang direncanakan, sehingga kerabat terdekat harus
terlibat untuk memperoleh informed consent yang terperinci. Status mental dan kognitif
pasien harus dipertimbangkan dan didokumentasikan. 6
b) Riwayat Penyakit dan Status Gizi
Riwayat kondisi medis lengkap dan operasi sebelumnya harus dicatat karena pasien usia
lanjut biasanya sedang menjalani banyak terapi obat-obatan. Defisiensi nutrisi yang sering
dialami oleh pada usia lanjut harus dinilai secara akurat. Hitung darah lengkap yang
menunjukkan anemia, kadar albumin serum yang kurang dari 3.2g/dl dan kolesterol kurang
dari 160mg/dl telah terbukti sebagai penanda risiko outcome pasca operasi yang merugikan.
Indeks massa tubuh yang kurang dari 20 kg/m2 pada pasien usia lanjut mungkin
mengarahkan peningkatan morbiditas karena penyembuhan luka yang tertunda, sehingga
suplemen gizi pra operatif harus dipertimbangkan.
c)
Pemeriksaan fisik
Meskipun pasien usia lanjut memiliki riwayat medis yang panjang, mereka biasanya tidak
memberikan rincian penyakit mereka, ini merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari
akibat usia tua. Pemeriksaan fisik harus mencakup informasi yang mendetail tentang status
hidrasi, gizi, tekanan darah, nadi dan kondisi sistemik.5
Penilaian status mental pra operasi sangat penting karena biasanya mencerminkan status
kognitif pasca operasi. Demensia pra operasi merupakan prediktor yang penting
dari outcome bedah yang buruk.
d) Pemeriksaan Penunjang Pra operasi
16
Pasien usia lanjut harus menjalani berbagai tes yang akan membantu menentukan parameter
kesehatan pasien, bahkan pada mereka yang sehat dan termasuk diantaranya:
17
depresi, malnutrisi, imobilitas dan dehidrasi. Sehingga penting untuk menentukan status
kognitif seorang pasien usia lanjut. Defisit kognitif berkaitan dengan outcome yang buruk
dan morbiditas perioperatif yang lebih tinggi. Namun masih kontroversial apakah anestesi
umum dapat mempercepat perkembangan demensia senilis. 6,10
Walaupun masih terdapat banyak pertanyaan, bukti-bukti yang ada menunjukkan
bahwa risiko kardiovaskuler dapat dicegah dengan mencari ada tidaknya β-blockade
perioperatif pada pasien dengan penyakit arteri koroner yang diketahui, terutama bila
muncul beberapa minggu terakhir sebelum operasi. Pada pasien usia lanjut yang
menggunakan terapi β-blocker jangka panjang, tampaknya β-blocker long-acting akan
lebih efektif dibandingkan dengan β-blocker short-acting dalam mengurangi resiko
infark miokard perioperatif. Protokol yang menyertakan pemberian β-blocker pada pagi
hari sebelum operasi dilakukan dan diteruskan selama operasi berhubungan dengan
peningkatan insidens stroke dan semua penyebab mortalitas.
5. Manajemen Intraoperatif
18
Penggunaan profilaksis aspirasi dan rapid sequence intubation (RSI) harus dilakukan
secara rutin, khususnya pada pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit refluks dan
prosedur darurat. Antisipasi pemanjangan durasi obat neuromuskuler yang bersifat organ
based klirens. Seiring pertambahan usia, obat-obatan intermediate acting bekerja lebih lama
(kecuali atrakurium dan cisatrakurium), dapat menurunkan suhu tubuh, menyebabkan
diabetes dan obesitas (jika dosisnya dihitung berdasarkan berat badan total) dan peningkatan
blok neuromuskuler. Dosis antikolinesterase inhibitor juga harus dikurangi dan pasien
dipantau dengan ketat di unit perawatan pasca-anestesi (PACU) untuk tanda-tanda
rekurarisasi.10
Obat-obatan non-steroid anti-inflammatory drug (NSAID) untuk menghilangkan rasa
sakit pasca operasi harus diberikan dengan dosis dikurangi untuk menghindari komplikasi
seperti gastritis, gagal ginjal akut. NSAID harus dihindari pada pasien usia lanjut dengan
gangguan fungsi ginjal preoperatif (peningkatan kadar urea / kreatinin) atau jika pasien
mengalami hipovolemia.10
19
opioid pasca operasi dan meningkatkan outcome pada paru-paru, jantung dan ginjal sekaligus
mengurangi insiden komplikasi tromboemboli. Tinjauan oleh Rodgers dkk menyimpulkan
bahwa terdapat penurunan mortalitas dalam 30 hari dan throbosis vein thrombosis (DVT)
pada kelompok anestesi regional.10
5. 4. Hipotermia
Pembedahan umumnya dapat menyebabkan hipotermia karena faktor lingkungan dan
tindakan anestesi yang menginduksi inhibisi mekanisme termoregulator normal. Pasien usia
lanjut lebih beresiko untuk mengalami hipotermia karena anestesi yang mengubah
mekanisme termoregulator dan tingkat metabolisme basal yang rendah. Hipotermia
intraoperatif dapat menjadi faktor risiko jantung independen untuk penyakit jantung pasca
operasi pada usia lanjut. Oleh karena itu, pada pasien usia lanjut harus dilakukan upaya untuk
mencegah kehilangan panas. Langkah-langkah untuk mencegah hipotermia adalah:
pembersihan pasca operasi dengan cairan yang hangat, menggunakan sistem pemanasan,
menghangatkan cairan IV, menjaga suhu lingkungan tetap hangat, menutupi pasien dengan
selimut sebelum dan setelah operasi. 10
5. 5. Manajemen cairan
Mengelola volume intravaskular yang tepat sangat penting dengan menghindari
kelebihan dan kekurangan pemberian cairan. Karena adanya peningkatan afterload,
penurunan respon inotropik atau chronotoropic serta gangguan respon vasokonstriksi
menyebabkan pasien usia lanjut sangat tergantung pada preload yang memadai. Pasien usia
lanjut juga rentan terhadap dehidrasi karena penyakit, penggunaan diuretik, puasa pra operasi
dan penurunan respon haus. Asupan cairan oral hingga 2 - 3 jam sebelum operasi, dan terapi
pemeliharaan cairan yang cukup serta menghindari terapi diuretik sebelum operasi dapat
menghindarkan kejadian hipotensi mendadak segera setelah induksi anestesia. Hidrasi yang
berlebihan juga harus dihindari pada usia lanjut dengan ganggaun jantung karena mereka
lebih rentan untuk terjadinya kegagalan sistolik, perfusi organ yang jelek dan penurunan
GFR.10
Penting pula untuk melakukan pemantauan kateter vena sentralis atau arteri pulmonalis
intraoperatif untuk mengukur volume darah sentral khusus pada pasien usia lanjut yang
cenderung memiliki penurunan volume darah dalam jumlah besar atau pergeseran cairan.
Penting untuk menaga tekanan vena sentral pada kisaran 8 - 10 mmHg dan tekanan arteri
pulmonalis14 - 18 mm Hg untuk mempertahankan output jantung yang memadai.10
20
6.1 Manajemen jalan napas
Perubahan fungsi faring, refleks batuk, dapat diperburuk oleh efek dari anestesi,
instrumentasi faring dan operasi yang dapat meningkatkan kemungkinan aspirasi
pascaoperasi pada usia lanjut. Pembalikan efek blok neuromuskuler, penggunaan pipa
nasogastrik, mengembalikan refleks faring dan laring, motilitas gastrointestinal dan ambulasi
dini dengan konversi intake oral setelah operasi dapat meminimalkan insiden aspirasi pasca
operasi.1
Dianjurkan untuk memberikan terapi oksigen pasca-operasi untuk semua pasien usia
lanjut, terutama setelah pembedahan abdomen atau dada, penyakit kardiovaskuler atau
pernapasan, kondisi kehilangan darah yang signifikan, atau bila telah diberikan analgetik
opioid. Nasal kanul sering ditoleransi lebih baik daripada masker. 12
6. 3 Perawatan intensif
Jika pasien sangat tergantung pada perawatan tingkat tinggi atau tersedia fasilitas
perawatan intensif, hal ini dapat meningkatkan outcome jangka panjang dari pasien usia
lanjut, khususnya mereka yang menjalani operasi darurat. 12
6.4 Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri akut sangat penting pada pasien bedah berusia lanjut, dimana nyeri
pasca operasi dapat menghasilkan efek yang berbahaya. Kontrol nyeri yang kurang optimal
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada usia lanjut karena komorbiditas terkait
seperti penyakit jantung iskemik, penurunan cadangan ventilasi, perubahan metabolisme. 10
Pertimbangkan pemberian analgetik sederhana seperti parasetamol, dan NSAID
dengan hati-hati. Titrasi morfin IV menggunakan protokol usia lanjut (> 70 tahun) yang sama
dengan pasien yang lebih muda tampaknya aman. Dua sampai tiga miligram morfin IV setiap
5 menit untuk skor analog visual lebih dari 30 dilaporkan dapat memberikan kontrol nyeri
yang memadai. Opioid kerja singkat seperti fentanil atau sufentanil dan satrategi
manajemen nyeri intensif dengan bolus intermiten atau patient controlled analgesia (PCA)
secara parenteral atau dengan blok neuraxial dilaporkan paling bermanfaat untuk pasien usia
21
lanjut beresiko tinggi atau pasien usia lanjut dengan risiko rendah yang menjalani operasi
berisiko tinggi dengan mengurangi respon stres terhadap pembedahan dan ambulasi dini.10,12
6. 5. Pertimbangan lainnya
Fisioterapi dini dan kontinyu serta mobilisasi dapat membantu pemulihan pasca-
operasi dan dapat mengurangi lama perawatan di rumah sakit secara signifikan.
Pertimbangkan profilaksis deep vein thrombosis (DVT) dimana pasien usia lanjut adalah
kelompok berisiko tinggi, terutama mereka dengan fraktur kolum femoris atau mereka yang
tirah baring selama beberapa hari. Cari kemungkinan munculnya komplikasi pascaoperasi.
Komplikasi yang paling sering termasuk infeksi (terutama luka, dada, saluran kemih), DVT
dan emboli paru. Dapat pula timbul delirium dan mungkin disebabkan oleh sepsis, dehidrasi,
overhidrasi, ureum dan elektrolit yang abnormal, hipoksia, sindrom putus alkohol / obat atau
gangguan kognitif / demensia.12
Perubahan jangka pendek dalam kinerja tes kognitif selama hari pertama sampai
beberapa minggu setelah operasi telah dicatat dengan baik dan biasanya mencakup
beberapa kognitif seperti, perhatian, memori, dan kecepatan psikomotorik. Penurunan
kognitif awal setelah pembedahan sebagian besar akan membaik dalam waktu 3
bulan. Pembedahan jantung berhubungan dnegan 36% insidens terjadinya penurunan
kognitif dalam waktu 6 minggu setelah operasi. Insidens disfungsi kognitif setelah
pembedahan non-jantung pada pasien dengan usia lebih dar i 65 tahun adalah 26%
pada minggu pertama dan 10% pada bulan ketiga. Risiko-risiko terjadinya
penurunan kognitif postoperatif adalah usia, tingkat pendidikan yang rendah,
gangguan kognitif preoperatif, depresi, dan prosedur pembedahan. Disfungsi
kognitif jangka pendek setelah pembedahan dapat disebabkan karena berbagai
etiologi, termasuk mikroemboli (terutama pada pembedahan jantung), hipoperfusi,
respons inflamasi sistemik (bypass kardiopulmoner), anestesia, depresi, dan
faktor- faktor genetik (alel E4).2
Ada tidaknya kontribusi anestesi terhadap disfungsi kognitif postoperatif jangka
panjang masih kontroversi dan memerlukan penelitian yang intensif. Pada
prosedur non-cardiac, anestesia mempunyai pengaruh yang paling ringan terhadap
22
terjadinya penurunan kognitif jangka panjang, walaupun efek ini mungkin akan
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Penurunan kognitif post-
operatif setelah pembedahan non-cardiac akan kembali nor mal pada kebanyakan
kasus, tetapi bisa juga menetap pada kurang lebih 1% pasien.2
23
BAB III
KESIMPULAN
Anestesi pada geriatri atau pasien tua berbeda dengan anastesi pada dewasa muda
pada umumnya. Penurunan faal tubuh dan perubahan degeneratif yang mempengaruhi
banyak sistem organ membuat respon pasien tua terhadap agen-agen anestesi menjadi
berbeda. Perubahan fisiologis seperti
1. Sistem kardiovaskular
o Elastisitas pembuluh darah berkurang -> Compliance arteri menurun &
menyebabkan tekanan darah sistolik meningkat. Tekanan darah diastolik tidak
mengalami perubahan bahkan bisa menurun
o CO menurun
o Tonus vagal meningkat
2. Sistem respirasi
Pada paru dan sistem pernafasan elastisitas jaringan paru berkurang,
kontraktilitas dinding dada menurun, meningkatnya ketidakserasian antara
ventilasi dan perfusi, sehingga mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat
menurunnya kapasitas vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan
diafragma, jalan nafas menyempit dan terjadilah hipoksemia. Proteksi jalan nafas
yaitu batuk, pembersihan mucociliary berkurang, refleks laring dan faring juga
menurun sehingga berisiko terjadi infeksi dan kemungkinan aspirasi isi lambung
lebih besar
24
o homeostasis terhadap cairan menurun
5. Sistem hepatobilier dan gastrointestinal
Berkurangnya massa hati berhubungan dengan penurunan aliran darah
hepatik, menyebabkan Fungsi hepatik juga menurun sebanding dengan penu-runan
massa hati.
25
Dosis kebutuhan obat-obatan anestesi lokal (minimum anesthetic concentration) dan
umum (minimum alveolar concentration) berkurang pada usia lanjut. Administrasi suatu agen
anestesi epidural pada volume tertentu cenderung menghasilkan penyebaran cephalad yang
lebih luas pada pasien usia lanjut, tetapi dengan durasi analgesia dan blok motorik yang lebih
singkat.
Terdapat sejumlah pasien usia lanjut yang mengalami berbagai tingkat keadaan konfusional
akut, delirium, atau disfungsi kognitif pasca operasi.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Darmojo B. Geriatri Ed. 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal 3-4; 56-66.
2. Allison B., Forest Sheppard. Geriatric Anesthesia. In : World Journal of
Anesthesiology. USA: Departemen of Anesthesiology National Naval Medical
Centre; 2009;4:323-336.
3. Shafer SL. The Pharmacology of Anesthetic Drugs In Elderly Patient. Journal of
Anesthesiology. England: Departemen of Anesthesiology; 2000;18:1-29.
4. Miller R. Miller’s Anesthesia 2 Ed. 7. 71:2261-73
5. Burnett. Mary. Anasthesia for The Eldery. Available at :
http://www.unmc.edu/media/intmed/geriatrics/lectures/anesthesia_for_the_elderly.
htm. Accessed on 19 november 2017
6. Kanonidou. Z . Anasthesia for The Eldery. Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2552979/#!po=21.4286 Accessed
on 19 november 2017
7. Priebe HJ. The aged cardiovascular risk patient. British Journal of Anaesthesia 85 (5):
763±78 (2000) [cited 2011 December 06]. Available
from:http://www.bja.oxfordjournals.org/content/85/5/763.long
8. Ceba RC, Sprung J, Gajic O, Warner DO. The aging respiratory system: anesthetic
strategies to minimize perioperative pulmonary complications. Dalam: Silverstein JH,
Rooke GA, Reves JG, Mcleskey CH. Geriatric anesthesiology 2nd Edition. New
York. 2008. Springer, hal: 149- 163
9. Stoelting RK, Hillier SC. Physiology of the newborn and elderly. Dalam: Handbook
of pharmacology and physiology in anesthetic practice, 2nd ed. Philadelphia, 2006.
Lippincott Williams & Wilkins, hal: 871-81
10. Kumra VP. Issues in geriatric anaesthesia. SAARC J. Anesthesia. New Delhi, 2008.
Hal:39 – 49
11. Anonym. Geriatrics (Anesthesia Text) [cited 2011 December 06]. Available
from: http://www.OpenAnesthesia.org
12. Kelly F. Anesthesia for the erderly patient. [cited 2011 December 06].
Available from: http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/15/u15513_01.htm
27