1
b. Pneumothoraks spontan sekunder: terjadi dalam kehadiran penyakit paru-paru,
emfisema terutama, tetapi juga dapat terjadi dengan tuberkulosis (TB), Sarkoidosis,
cystic fibrosis, keganasan, dan fibrosis paru
c. Iatrogenik: komplikasi prosedur medis atau operasi, seperti terapi thoracentesis,
trakeostomi, biopsi pleura, kateter vena sentral penyisipan, ventilasi mekanik
tekanan positif, sengaja intubasi bronkus kanan mainstem
d. Traumatis: bentuk paling umum dari Pneumotoraks dan hemothorax, disebabkan
oleh trauma dada terbuka atau tertutup terkait dengan cedera tumpul atau menembus.
(Matt Vera: 2012)
3. Anatomi dan Fisiologi
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
hawa, alveoli. Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika
dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m 2. pada lapisan ini terjadi pertukaran
udara, oksigen masuk kedalam darah dan karbondioksida dikeluarkan dari darah.
Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (kiri dan kanan).
Paru-paru dibagi dua, paru-paru kanan terdiri dari tiga lobus, lobus pulmo dekstra
superior, lobus media dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri
terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan inferior. Tiap lobus terdiri dari belahan
2
yang bernama segmen kemudian lobulus yang berisi bronkhiolus yang bercabang
banyak disebut duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya 0,2-0,3 mm.
Paru-paru terletak dirongga dada datarannya menghadap ketengah rongga dada
kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru atau hilus. Paru-paru
dibungkus oleh selaput yang disebut pleura, terbagi dua, pleura viseral dan pleura
parietal. Antara keduanya terdapat kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura
ini vakum (hampa udara) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis.
Proses terjasinya pernapasan terbagi dalam dua bagian yaitu inspirasi dan ekspirasi.
Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi secara bergantian, teratur, berirama
dan terus-menerus.
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat
membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4
menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa
menimbulkan kematian. Kalau pasokan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau
pikiran, anoksia serebialis.
Guna penapasan :
a. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya)
untuk mengadakan pembakaran.
b. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian
dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang.
c. Menghangatkan dan melembabkan udara.
4. Patofisiologi
Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan kemampuan
dilatasi alveoli menurun dan lama-kelamaan mengakibatkan atelektasis (layuhnya paru-
paru). Apabila luka pada dinding dada tertutup dan klien masih mampu bertahan, udara
yang berlebihan dapat diserap hingga tekanan udara di dalam rongga pleura akan
kembali normal.
Karena adanya luka terbuka atau oleh pecahnya dinding paru-paru, kuman dapat
terhisap dan berkoloni di dalam pleura hingga terjadi inspeksi pleuritis. Jenis kuman
penyebab radang yang terbanyak adalah F nechrophorum, chorinebacterium Spp, dan
streptococcus spp. Oleh radang akan terbentuk exudat yang bersifat pnukopurulent,
purulent akan serosanguineus yang disertai pembentukan jonjot-jonjot fibrin.
3
Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka tembus. Yang
selanjutnya disebut “sucking chest wound” (luka dada menghisap). Jika tidak ditangani
maka hipoksia mengakibatkan kehilangan kesadaran dan koma. Selanjutnya pergeseran
mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera dapat menyebabkan penyumbatan
aliran vena kaca superior dan inferior yang dapat mengurangi cardiac preload dan
menurunkan cardiac output. Jika ini tidak ditangani, pneumothoraks makin berat dapat
menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Beberapa pneumothoraks spontan
disebabkan pecahnya “blebs”, semacam struktur gelembung pada permukaan paru yang
pecah menyebabkan udara masuk ke dalam kavum pleura.
Pneumathoraks. Robekan pada percabangan trakeobronkial menyebabkan kolaps
paru dan pergeseran mediastinum ke sisi yang tidak sakit.
Pathway
Menurunkan cardiac
5.atelektasis
Manifestasi Klinis Intoleransi aktivitas output
Gejala dan tandanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk
ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru
Hambatan yang
Mobilitas mengalami kolaps.
Fisik
Sesak
a. napas
Gejalanya bisa berupa : kematian
1) Nyeri dada kejam yang timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri jika penderita
Pola Napas tidakmenarik nafas dalam atau terbatuk.
efektif
2) Sesak nafas Intoleransi aktivitas
Nafsu makan
3) Dada terasa sempit menurun
Intoleransi aktivitas
4) Mudah lelah
Napas tidak5)efektif
Denyut jantung cepat
Gangguan pola
4
Nutrisi kurang dari tidur
kebutuhan tubuh
6) Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
b. Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat akan tidur. Gejala lain
yang mungkin ditemukan :
1) Hidung tampak kemerahan
2) Cemas, stress, tegang
3) Tekanan darah rendah (hipotensi)
6. Komplikasi
Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya
pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru yang sehat juga dapat
terkena dampaknya.
Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian menjadi
akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani dengan cepat. Gambaran ancaman
terhadap kehidupan pada pasien ekstrim yaitu pertimbangan tension pneumothoraks,
nafas pendek, hypotensi, tachykardy, trachea berubah.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan fisik dengan bantuan sketoskop menunjukkan adanya penurunan suara
b. Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
c. Pemeriksaan EKG
d. Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural, dapat
menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
e. Torasentensis ; menyatakan darah / cairan serosanguinosa
f. Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Hb :
mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
g. Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU
h. Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 %
8. Penatalaksanaan Medis
a.Chest wound/sucking chest wound
Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutan tekan
dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik bersih. Pembalut plastik
yang steril merupan alat yang baik, namun plastik pembalut kotak rokok (selofan)
dapat juga digunakan. Pita selofan dibentuk segitiga salah satu ujungnya dibiarkan
tebuka untuk memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan. Hal ini untuk
mencegah terjadinya tension pneumothoraks. Celah kecil dibiarkan terbuka sebagai
katup agar udara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang.
b. Blast injury or tention
Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan jaringan paru, perlu
penanganan segera. Sebuah tusukan jarum halus dapat dilakukan untuk mengurangi
tekanan agar paru dapat mengembang kembali.
5
c. Penatalaksanaan WSD ( Water Sealed Drainage )
d. Perawatan Per-hospital
Beberapa paramedis mampu melakukan needle thoracosentesis untuk
mengurangi tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat segera dilakukan
jika keadaan pasien makin memburuk. Perwatan medis lebih lanjut dan evaluasi
sangat dianjurkan segera dilakukan. Termasuk dukungan ventilasi mekanik.
e. Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakomi poskerolateral dan skernotomi
mediana, selanjutnya dilakukan diseksi bleb, bulektonomi, subtotal pleurektomi.
Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video Assisted Thoracoscopic Surgery
(VATS).
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofiologi Edisi Revisi 3. Jakarta : EGC
Doenges, Marylinn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan edisi 17. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. dkk . 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI
Syaifuddin, H . 2006 . anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta :
EGC
Tambayong, Jan . 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC