PRE-EKLAMPSIA
DISUSUN OLEH
AULIA SAFITRI
NIM. I4052181024
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2018
BAB I
TINJAUAN TEORI
1.1 Definisi
Preeklamsia merupakan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai proteinuria (Prawirohardjo, 2012).
Prawirohardjo (2005, dalam Rukiyah dan Yulianti, 2010) mengatakan
bahwa preeklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria
dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam
triwulan ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada
mola hidatidosa.
Muchtar (1998, dalam Rukiyah dan Yulianti, 2010) mengatakan bahwa
preeklamsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan
dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi, proteinuria dan edema
yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya.
Preeklamsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan atau edema
patologik, biasanya terjadi setelah minggu ke-20 (atau lebih awal pada adanya
kasus penyakit trofoblastik seperti mola atau hidrops). Terbagi atas preeklamsia
ringan dan berat (Dewi dan Sunarsih, 2011).
Dapat disimpulkan bahwa preeklamsia adalah hipertensi yang terjadi pada
ibu hamil yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu.
1.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab preeklamsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap
sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasmae general dengan segala
akibatnya (Sujiyanti, 2009).
Penyebab preeklamsia saat ini tidak bisa diketahui dengan pasti, walaupun
penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian maju.
Semuanya baru didasarkan pada teori yang dihubung-hubungkan dengan kejadian
Itulah sebab preeklamsia disebut juga “disease of theory”, gangguan kesehatan
yang berasumsi pada teori. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
1. Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada preeklamsia dan eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada
kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang
kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.
2. Peran faktor imunologi
Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul
lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada
kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya
sistem imun pada penderita preeklamsia-eklamsi. Beberapa wanita dengan
preeklamsia-eklamsia mempunyai komplek imun dan serum, beberapa studi
juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada preeklamsia-
eklamsia diikuti proteinuria. Stirat (1996) menyimpulkan meskipun ada
beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi
komplemen terjadi pada preeklamsia-eklamsia, tetapi tidak ada bukti bahwa
sistem imunologi bisa menyebabkan preeklamsia-eklamsia.
3. Faktor genetik
Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian
preeklamsia-eklamsia antara lain:
a. Preeklamsia hanya terjadi pada manusia;
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi preeklamsia-eklamsia
pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklamsia-eklamsia;
c. Kecenderungan meningkatnya frekwensi preeklamsia-eklamsia pada anak
dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklamsia-eklamsia dan bukan pada
ipar mereka;
d. Peran Renin-Angiotensi-Aldosteron sistem (RAAS).
Beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya preeklamsia dan
eklamsia antara lain, gizi buruk, kegemukan dan gangguan alira darah ke
rahim. Faktor resiko terjadinya preeklamsia, Preeklamsia umumnya terjadi
pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan
pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah: riwayat tekanan
darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklamsia
sebelumnya, riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan,
kegemukan, mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat kencing manis,
kelainan ginjal, lupus atau ramatoid arthritis (Rukiyah dan Yulianti, 2010)
Berbagai faktor risiko pre eklamsia (Wibowo dan Rachimhadi, 2006):
1. Faktor yang berhubungan dengan kehamilan
a. Kelainan kromosom
b. Mola Hydatidosa
c. Hydrops fetalis
d. Kehamilan multifetus
e. Inseminasi multifetus
f. Kelainan struktur kongenital
2. Faktor spesifik maternal
g. Primigravida
h. Usia >35 tahun
i. Usia <20 tahun
j. Ras kulit hitam
k. Riwayat pre-eklamsia pada keluarga
l. Nulipara
m. Pre-eklamsia pada kehamilan sebelumnya
n. Stres
1.3 Klasifikasi
Menurut (Mochtar, 2011) Pre-eklamsia ringan dan pre-eklamsia berat dengan
tanda dan gejala sebagai berikut :
1. Pre-eklamsia Ringan
Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteimuria dan
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala
ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.
Penyebab preeklamsia ringan belum diketahui secara jelas, penyakit ini dianggap
sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general dengan segala
akibatnya (Rukiyah dan Yulianti, 2010).
Gejala klinis preeklamia ringan meliputi :
a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang, kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih atau kenaikan sistolik 30
mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali
pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
b. Oedema umum, kaki, jari tangan dan muka atau kenaikan berat badan 1 kg
atau lebih perminggu.
c. Proteiuria kwantittif 0,3gr atau lebih per liter, kwalitatif 1+ atau 2+ pada urin
kateter atau midstream.
2. Pre-eklamsia Berat
Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan
edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Rukiyah dan Yulianti, 2010).
Gejala klinis preeklamia berat meliputi:
a. Tekanan darah 160/110mmHg atau lebih.
b. Proteinuria 5gr atau lebih per liter.
c. Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500cc per 24 jam.
d. Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, mual-muntah, dan rasa
nyeri di epigastrium.
e. Terdapat edema paru dan sianosis.
1.4 Patofisiologi
Terjadinya preeklampsia dari berbagai teori tersebut diatas, secara garis
besar ditemukan berbagai kondisi yang sama. Yakni terjadi gangguan aliran darah
maternal ke plasenta, akibat perkembangan arteri spiralis. Pada kehamilan
normal, lapisan muskuloelastis arteri spiralis secara perlahan digantikan oleh
fibrosa sehingga dapat berdilatasi menjadi sinusoid vaskuler yang lebar.
Gangguan pada perubahan lapisan tersebut terjadi pada preeklampsia dan
eklampsia, sehingga lumen menjadi sempit. Hal tersebut mengakibatkan
terjadinya hipoperfusi plasenta. Kondisi ini mengakibbatkan terjadinya hipoksia
dan pada plasenta. Penyempitan tersebut juga menyebabkan terjadinya tekanan
pembuluh darah mikro uteroplasenta yang mengakibatkan kerusakan endotel.
Kerusakan endotel memicu pelepasan mediator-mediator yang bersifat
vasokonstriktor seperti prostasiklin, prostaglandin E2 dan NO ke sirkulasi
sistemik, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. (Prawihardjo, 2012;
Cunningham, dkk, 2010).
1.5 Manifestasi Klinis
1. Gejala klinis preeklamsia ringan meliputi:
a. Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg atau
lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau
lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastol 90 mmHg
sampai 110 mmHg;
b. Proteinuria : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara
kualitatif positif 2 (+2);
c. Edema pada pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau
tangan.
2. Gejala dan tanda preeklamsia berat :
a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg;
b. Tekanan darah diastolik > 110 mmHg;
c. Peningkatan kadar enzim hati/ dan ikterus;
d. Trombosit <100.000/mm3;
e. Oligouria <400 ml/24 jam;
f. Proteinuria lebih dari 3 g/ liter;
g. Nyeri epigastrium; Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal
yang berat;
h. Perdarahan retina;
i. Odem pulmonum.
Penyulit lain juga bisa terjadi, yaitu kerusakan organ-organ tubuh
seperti gagal jantung, gagal ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan
pembekuan darah, sindroma HELLP, bahkan dapat terjadi kematian pada
janin, ibu atau keduanya bila preeklamsia tidak segera diatasi dengan baik dan
benar (Rukiyah, dkk 2010)
Gambaran klinis mulai dengan kenaikan berat badan diikuti edema
kaki atau tangan, peningkatan tekanan darah, dan terakhir terjadi proteinuria.
Pada preeklamsia ringan, gejala subjektif belum dijumpai, tetapi pada
preeklamsia serta diikuti keluhan subjektif berupa sakit kepala terutama
daerah frontalis, rasa nyeri di daerah epigastrium, gangguan mata, penglihatan
menjadi kabur, terdapat mual sampai muntah, gangguan pernapasan sampai
sianosis, dan terjadi gangguan kesadaran. Dengan pengeluaran proteinuria,
keadaan penyakit semakin berat, karena terjadi gangguan fungsi ginjal.
1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr %), hematokrit
meningkat (nilai rujukan 37-43 vol %), trombosit menurun (nilai rujukan
150-450 ribu/mm3).
2) Pemeriksaan Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
9. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya.
Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang- kejang
pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated intravascular cogulation). DIC
adalah penyakit gangguan sistem koagualsi terutama gangguan thrombin.
Karekteristik dari DIC adalah meningkatnya produksi thrombin dalam
pembuluh darah disertai dengna meningkatnya keluar-masuk fibrinogen dan
trombosit. Gejala DIC mirip dengan sindroma HELLP dimana terjadi
gangguan thrombin tetapi pada mikroangiopati gangguan utama adalah
pemakaian trombosit meningkat, tetapi kadar fibrinogen normal dan tidak ada
koagulopati.
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Dapat meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, status pekerjaan,
status perkawinan, pendidikan.
2. Keluhan utama
a. Sakit kepala terutama daerah frontalis
b. Rasa nyeri di daerah epigastrium, terdapat mual sampai muntah,
c. Gangguan pernapasan sampai sianosis
d. gangguan kesadaran.
e. Gangguan mata, penglihatan menjadi kabur,
f. Kedua tungkai edema
g. Apatis gelisah
3. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan keluhan sakit kepala, penglihatan kabur dan
berkunang-kunang, kedua tungkai edema, keadaan umum klien apatis gelisah.
4. Riwayat penyakit dahulu dan keluarga
Faktor risiko pre-eklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi
menyebabkan kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi
kronis, dan kelainan vaskular jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan
nefropati. Faktor risiko lain berhubungan dengan kehamilan itu sendiri atau
dapat spesifik terhadap ibu atau ayah dari janin.
5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan
fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda
vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan
B6 (Bone).
a. Pernafasan B1 (breath)
1) Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri kanan, tidak
tampak lesi, edema dan kemerahan daerah dada. Saat
inspirasi-ekspirasi dada kiri dan kanan seimbang, tidak
ada retraksi dinding dada maupun depresi sternum.
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, edema, maupun massa
teraba. Fokal fremitus terdengar seimbang.
3) Perkusi : Suara paru saat perkusi sonor
4) Auskultasi : Suara nafas terdengar vesikuler
b. Kardiovaskular B2 (blood)
1) Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak tampak
lesi, edema maupun kemerahan
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, edema, maupun massa
teraba. Ictus kordis teraba di IC 4 dan 5
3) Perkusi : Saat perkusi menentukan batas atas, bawah,
kiri, kanan jantung tidak terdapat pembesaran ruang
jantung
4) Auskultasi : Suara S1 dan S2 seimbang
c. Persyarafan B3 (brain)
1) Penglihatan (mata) : penglihatan kabur dan berkunang-kunang
2) Pendengaran (telinga):Klien tidak mengalami
gangguan pada telinga dan pendengaran.
Terganggu bila mengenai lobus temporal
3) Penciuman (hidung) :Klien tidak mengalami
gangguan pada penciuman. Mengeluh bau yang
tidak biasanya, pada lobus frontal
4) Pengecapan (lidah) :Klien tidak mengalami
gangguan pada fungsi pengecapan
d. Perkemihan B4 (bladder)
Inspeksi : Tidak terdapat lesi, kemerahan, edema pada daerah genital.
Tidak ada hipospadia atau kelainan lain. Urine berwarna
bening, tidak ada disuria, hematuria.
e. Pencernaan B5 (bowel)
1) Inspeksi : Mukosa bibir terlihat sedikit kering,
lidah bersih, abdomen tampak datar, tidak terdapat lesi,
kemerahan, edema, ataupun massa yang tampak
2) Palpasi : Palpasi 4 kuadran tidak terdapat nyeri. Palpasi
hepar dan limfa apakah nyeri atau terdapat pembesaran
3) Perkusi : Perkusi 4 kuadran terdengar timpani
4) Auskultasi : Bising usus 15x/menit
f. Muskuloskeletal B6 (bone)
Inspeksi : Ekstremitas atas dan bawah terlihat normal
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin
untuk wanita hamil adalah 12-14 gr %), hematokrit meningkat (nilai
rujukan 37-43 vol %), trombosit menurun (nilai rujukan 150-450
ribu/mm3).
2) Pemeriksaan Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan fungsi hati
Billirubin meningkat (N= <1mg/dl), LDH (Laktat Dehidrogenase)
meningkat, Aspartat aminomtransfarase (AST) >60U/L, serum
glutaman pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45U/ml),
Serum glutamate oxcaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N=
<31U/L), Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl)
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, dkk. (2010). Williams obstetrics : Prenatal care. Edisi 23. Jakarta:
EGC.
Dewi, V.L.D, Sunarsih, T. (2012). Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika..
Manuaba. I.A.C, dkk. (2010). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta:
EGC.
Mochtar, R. (2011). Sinopsis Obstetri : Obstetri fisiologi, obstetri patologi. Jakarta:
EGC.
Nurarif A. H, Hardhi K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta:
Mediaction.
Prawirohardjo, S. (2012). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.
Rachimhadhi, T., dan Wibowo, B. (2006). Pre eklamsia dan Eklamsia. Dalam:
Prawirohardjo, S. ed. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Rukiyah, A.Y, & Yulianti, L. (2010). Asuhan Kebidanan 4 (Patologi), Jakarta : Cv.
Trans Info Media.
Sujianti, M. & Hidayat A. (2009). Asuhan Kebidanan. Jogjakarta : Nuha Litera
Offset.
Ansietas
Faktor resiko
Menginduksi
edema otak Tidak mendapat
M Resistensi otak Preeklamsia paparan informasi yang
adekuat
Gangguan pembuluh Aliran darah ke otak
darah otak berkurang Spasme
pembuluh darah Klien tidak mengerti
Komplikasi Tanda dan gejala: sakit kepala dan nyeri dengan penyakitnya
Eklampsia epigastrium
Suplai darah ke
plasenta Kurangnya
Nyeri akut pengetahuan
Gangguan rasa nyaman
Perfusi
uteroplasenter
Hipoksia
Plasenta
Iskemi
Mengaktifkan
Pelepasan
angitensinogen
rennin uterus
menjadi angiotensin I
Merangsang koteks
Vasokonstriksi adrenal menghasilkan
pembuluh darah aldosteron
Vasokonstriksi
pembuluh darah
Resiko
otak
ketidakefektifan
perfusi jaringan
Nutrisi dan O2
otak
otak Hipertensi
Merangsang koteks
adrenal