Anda di halaman 1dari 10

MEMBANGUN KEKUATAN KECERDASAN

1. Cerdas

Orang yang cerdas adalah orang yang mau belajar dari sejarah. Manusia dan

teknologi sudah dimulai berjuta juta tahun yang lalu. Teknologi dan perkembangan

zaman ditemukan untuk mempermudah pekerjaan manusia (Harrington, 2009).

Berbagai orang cerdas dari masa ke masa menemukan serta mengembangkan

teknologi. Teknologi dapat berkembang apabila manusia yang terlibat didalamnya

mau melihat dan mempelajari hal yang telah ada dan mau belajar untuk

mengembangkan hal tersebut (Headrick, 2009). Secara teologis, etnografis, historis

dan empiris telah disepakati bahwa peradaban bersifat timbul tenggelam . Ketika

suatu peradaban runtuh akan timbul peradaban baru, dan yang dapat bertahan adalah

orang yang kuat dan cerdas. Kemajuan di bidang agribisnis misalnya di mulai

karena manusia telah lelah berburu dan tinggal berpindah pindah sehingga budidaya

tanaman dan beternak mulai di kembangkan (Civitello, 2008). Lembah mesopotamia

merupakan pusat keragaman hayati dan praktik pemuliaan budidaya pertama didunia

(Gunstone, 2011) . Kemudian untuk mempetahankan kualitas bahan bahan ini

selama musim dingin maupun musim kemarau maka manusia berusaha

mengawetkan makanan untuk meningkatkan masa simpannya (Allen dan Albala,

2007). Teknologi pengawetan pertama kali dikenalkan oleh bangsa mesir beribu

tahun sebelum masehi. Teknologi pengawetan yang pertama kali di temukan adalah

dengan menggunakan garam dan gula kemudian menyimpannya di lumbung tertutup

sehingga pada saat musim paceklik manusia masih memiliki persediaan pangan.
2. Berpedoman pada Kitab Suci

Manusia diciptakan oleh Tuhan segambaran dengan Allah sendiri. Manusia

diberi akal budi untuk mengelola ciptaann- Nya di muka bumi ini. Sebagai ciptaan

Tuhan manusia wajib membangun relasi dengan Tuhan, dengan manusia dan

menjaga alam raya ciptaannya. Kitab suci mengatur dan menjelaskan hak dan

kewajiban manusia dalam membangun relasi relasi tersebut (Stibbe, 2009).

Sesempurna nya manusia masih merupakan ciptaan Tuhan oleh karena itu manusia

terikat akan kewajibannya mengemban tugas mulia dari Tuhan untuk di aktualisasi

dalam kehidupan di bumi, tidak dapat bertindak atas keinginan sendiri tetapi takhluk

sepenuhnya pada hukum Allah Sang Pencipta (Sirait, 2014).

Manusia yang diciptakan sebagai makhluk sosial membuat setiap orang saling

membutuhkan. Bahkan, bukan saja saling membutuhkan, tetapi manusia juga perlu

untuk sayang-menyayangi (Nurfatoni, 2008). Ada kebutuhan batin dalam diri setiap

orang untuk mengasihi dan dikasihi. Kalau kita hanya membatasi diri pada sekadar

membutuhkan orang lain, tanpa rasa saling menyayangi, maka terjadilah apa yang

disebut "exploitation de l'homme par l'homme" (penindasan manusia atas

manusia)(Gea, 2008). Kitab suci mengatu bagaimana sesama manusia harus saling

mengasihi dan menolong sebagai sesama ciptaan Tuhan (Randa, 2011).

Manusia juga memiliki kewajiban menjaga alam semesta raya hal ini tertuang

dalam kitab kejadian 1: 26 “ Beranak cucu dan bertambah banyaklah penuhilah bumi

dan takhlukan lah, berkuasa lah atas segala ciptaan ku yang lain dan kelola lah”. Hal

ini mengindikasikan Tuhan memberi manusia kewajiban untuk betanggung jawab

menjaga, mengatur serta mengelola alam semesta raya (Pilon, 2007) .


3. Kritis

Kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional, yang meliputi kemampuan

untuk berpikir reflektif dan independen. Berpikir kritis memungkinkan anda

memanfaatkan potensi anda dalam melihat masalah, memecahkan masalah,

menciptakan, dan menyadari diri. Untuk memberi struktur kehidupan sehingga hidup

menjadi lebih berarti (meaningful life), maka diperlukan kemampuan untuk mencari

kebenaran dan merefleksikan nilai dan keputusan diri sendiri (Kasali, 2007). Berpikir

kritis merupakan meta-thinking skill, ketrampilan untuk melakukan refleksi dan

evaluasi diri terhadap nilai dan keputusan yang diambil, lalu – dalam konteks

membuat hidup lebih berarti - melakukan upaya sadar untuk menginternalisasi hasil

refleksi itu ke dalam kehidupan sehari-hari (Bitteraty, 2016).

4. Memahami Kitab Suci secara Teks dan Kontek

Kitab suci merupakan firman Tuhan yang dibukukan dan petunjuk hidup

bagi orang beragama. Kitab suci merupakan kitab yang ditulis pada zaman dahulu

yang syarat dengan kata kata puitis yang harus di telaah lebih dalam untuk dapat

memahami arti sebenarnya (Bergantt (2007). Isi Kitab Suci ada yang tertulis dan

tersirat maknanya. Telaah kitab suci dilakukan untuk memahami pandangan kitab

suci yang tersirat maupun tersurat dengan baik dan benar dan mengangkat tema tema

penting dalam kitab suci untuk di implementasikan dalam kehidupan sehari hari

Sitompul dan Beyer (2008). Dengan memahami kitab suci secara konteks dan

konteks maka kitab suci dapat dijadikan pedoman hidup dan dapat merefleksikan

hubungan dengan Allah, alam, dan sesama manusia di sekelilingnya tanpa

meninggalkan makna historis yang terdapat dalam Kitab suci tersebut (Issatu, 2010).
5. Berani Mempejuangkan Kebenaran

Kebenaran dalam kitab suci tidak hanya berarti tidak berbohong dan berkata

dusta namun juga berarti mengambil bagian dalam kehidupan Allah. Sesuai dengan

kitab Ulangan 16:19 “ Allah adalah kebenaran karena Allah selalu berbuat sesuai

dengan janji-Nya maka janganlah bersaksi dusta” (Leks, 2008). Hal ini menunjukkan

manusia untuk berani berjuang mempertahankan kebenaran meski sendiri sekalipun.

Kebenaran adalah ungkapan cinta kasih. Orang harus menjaga lisan dan tulisannya

agar tidak berkata dan bersaksi dusta (Hamka, 2007).

Para pemimpin dan mereka yang mempunyai kekuasaan entah karena

mayoritas materi ataupun jabatan, akan tetapi tidak mereka gunakan untuk membela

kebenaran dan keadilan melainkan digunakan untuk membela yang lemah dan

minoritas (Kasali 2007). Yang ada mereka cuma memikirkan kepentingan sendiri

atau untuk menguasai yang lain. Badan hukum yang seharusnya menindak pun tidak

tegas karena kedudukan dan kekuasaan yang dimiliki orang orang tersebut membuat

para penegak hukum takut terkena imbas bahkan kehilangan pekerjaan apabila

menghukum para penguasa yang menyeleweng (Haryanto, 2008). Hal ini harus

secepatnya diubah. Menurut Harrington (2009) generasi masa depan harus belajar

untuk bersikap tegas dalam menindak sesuatu yang salah meskipun sendiri dan

disituasi apapun agar hukum dapat ditegakkan.

6. Kesungguhan mencari Ilmu dan Penilitian

Mahasiswa sebagai seorang civitas akademik memiliki kewajiban mencari

ilmu dan melakukan penelitian yang dapat memberi sumbangsih bagi negara demi

kemajuaan pribadi dan mewujudkan bagian tridharma perguruan tinggi (Ali, 2009).
Menurut Djojodibroto (2009) perguruan tinggi berfungsi mencetak manusia yang

menguasai ilmu pengetahuan dan melakukan penelitian demi pengembangan ilmu

pengetahuan itu sendiri. Hal ini akan menjadikan manusia tersebut berguna di

msyarakat dan dapat mengelola alam sesuai bidang yang digeluti nya masing masing.

Menurut Pongtuluran (2015) Indonesia merupakan negara yang sangat kaya sumber

daya alamnya, namun karena keterbatasan kemampuan untuk mengeola hampir 90%

kekayaan negara jatuh kepihak luar yang mengelola lahan Indonesia. Mencari ilmu

dan melakukan penelitian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

kemampuan sumber daya manusia (SDM) agar kekayaan alam dapat diolah oleh

bangsa Indonesia (Arifin, 2007) . Hal ini akan meningkatkan pendapatan perkapita

dan juga kesejahteraan rakyat.

7. Keseimbangan Spiritualitas dan Intelektualitas

Kemampuan berpikir dan iman harus seimbang dalam diri manusia untuk

dapat menjadi manusia yang berhasil dalam pendidikan akademik dan juga

kehidupan sosialnya (McGrath, 2009). Banyak orang yang cerdas secara akademik

tetapi gagal dalam pekerjaan dan kehidupan sosialnya. Menurut Gata (2013) hal ini

dikarenakan mereka memiliki kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual

(SQ) yang rendah. Keseimbangan antara kecerdasan pikiran, emosional dan spritual

harus lah seimbang. Manusia yang SQ nya tinggi apabila tidak memiliki EQ dan IQ

juga hanya akan menjadi orang yang bodoh dan terbelakang, sedangkan orang

dengan EQ tinggi tanpa dibarengi SQ dan IQ akan menjadi sesorang yang apatis

akan sekelilingnya. Keseimbangan ketiga hal itu akan menciptakan manusia yang

cerdas, disiplin, rendah hati dan tetap takut akan Tuhan (Andrian, 2010).
8. Akal Pikiran Dalam Menafsirkan Kitab Suci

Kitab suci adalah Firman Tuhan. Tetapi beberapa penafsiran atas kitab suci

bukanlah Firman Tuhan (Bergant, 2007). Ada banyak kultus dan kelompok-

kelompok yang memakai kitab suci dan mengklaim bahwa penafsiran merekalah

yang paling tepat. Seringkali, penafsiran-penafsiran tersebut berbeda satu sama lain

bahkan bisa sangat bertentangan. Hal ini tidaklah berarti bahwa kitab suci adalah

dokumen yang membingungkan. Melainkan, masalahnya ada pada yang

menafsirkannya dan metode yang dipakai (Pilon, 2007). Kesalahan dalam penafsiran

dapat menyebabkan kerancuan bahkan mendorong manusia kearah yang sesat.

Menurut Alan (2008) beberapa prinsip mengenai penafsiran Alkitabiah, kita harus

mengingat kembali akan dua syarat yang dasar yaitu meyakini bimbingan Tuhan

dengan iman untuk dapat menafsirkan dengan benar dan juga daya analisa untuk

menafsirkan kitab suci kearah yang benar.

9. Meletakkan Tuhan di Posisi Teratas

Orang yang mementingkan diri sendiri merupakan salah satu ciri dari orang

yang masih bayi rohani. Menurut Gea (2008) orang yang imannya cetek tidak perduli

dengan kepentingan orang lain maupun kepentingan Tuhan, namun mereka terus

pusing dengan kepentingan diri mereka sendiri. Sebaliknya orang yang dewasa

rohani, mereka senantiasa mendahulukan kepentingan orang lain maupun Tuhan di

atas kepentingan mereka sendiri (Sirait, 2014). Mereka akan mengutamakan Tuhan

dan pekerjaanNya di atas urusan-urusan pribadi mereka sendiri. Firman Tuhan

mengatakan justru pada waktu kita melepas keinginan kita dan mengutamakan

KerajaanNya malah Tuhan akan memberkati kita dengan semua yang kita perlukan
secara berlimpah-limpah. 1Korintus 2:9 “Bahkan apa yang tidak pernah kita

pikirkan, kita lihat dan kita dengar akan ditambahkan sekalian bagi kita” (McGrath,

2009).

10. Alam Raya Mensejahterakan Manusia

Sumber daya alam adalah suatu nilai potensi yang dimiliki oleh suatu materi

atau unsur tertentu dalam kehidupan. Sumber daya tidak selalu bersifat fisik, tetapi

juga non fisik. Menurut Suriani dan Razak (2011) sumber daya alam adalah sesuatu

yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia

agar hidup lebih sejahtera yang ada di sekitar alam lingkungan hidup kita.

Pertambahan jumlah penduduk memerlukan peningkatan bahan pangan, papan, dan

sandang demi kesejahteraan manusia. Untuk mewujudkan kesejahteraan tersebut,

dilakukan pembangunan di segala sektor. Menurut Djaelani (2011) dengan

peningkatan pembangunan, maka akan terjadi peningkatan penggunaan sumber daya

alam untuk mendukung pembangunan. Dalam penggunaan sumber daya alam tadi,

hendaknya keseimbangan ekosistem tetap dijaga dan dipelihara. Tetapi,

pembangunan seringkali berpengaruh negatif terhadap alam (Rachman, 2012).

Manusia seringkali mengadakan eksploitasi terhadap alam tanpa memperhitungkan

ketersediaan dan keterbatasan sumber daya alam. Jika hal ini diabaikan terus-

menerus oleh manusia, maka akan terjadi kelangkaan sumber daya alam bahkan

sumber daya alam akan habis. Sumber daya alam senantiasa harus dikelola secara

seimbang untuk menjamin keberlanjutan pembangunan. Prinsip-prinsip

pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) di seluruh sektor dan

wilayah menjadi prasyarat utama untuk diinternalisasikan ke dalam kebijakan dan


peraturan perundangan, terutama dalam mendorong investasi pembangunan jangka

pendek, menengah dan panjang. Prinsip-prinsip tersebut saling sinergis dan

melengkapi dengan pengembangan tata pemerintahan yang baik (good governance)

yang mendasarkan pada asas partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas yang

mendorong upaya perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi

lingkungan hidup (Ingesti, 2008).


DAFTAR PUSTAKA

Alan. D. C. 2008. Penafsiran Alkitabiah Prinsip – Prinsip Hermeneutik. BPK


Gunung Mulia Jakarta.
Ali, M. 2009. Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional. Grasindo, Jakarta.
Allen, G., dan K. Albala. 2007. The Business of Food. Greenwood Press. USA.
Andrian, S. 2012. Pendidikan kristen keseimbangan antara intelektualitas dan
spiritualitas. Jurnal Teologi dan Pelayanan. 2(2): 1-32.
Arifin, I. 2007. Membangun Cakrawala Ekonomi. Setia Purna Inves. Jakarta.
Bergant, D. 2007. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Kanisius. Yogyakarta.
Bitteraty, U. 2016. Candramawa. Garudhawacana. Jakarta.
Civitello, L. 2008. Cuisine and Culture. John Wiley and Sons Publication. New
Jersey.
Djaelani, S. 2011. Etika lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan. Econosains.
9(1): 21-27.
Djojodibroto, D. 2009. Tradisi Kehidupan Akademik. Galang Press. Jakarta.
Gata, I, W. 2013. Kesetaraan IQ, EQ dan SQ melalui pendidikan karakter mencapai
tujuan pendidikan yang sebenarnya:suatu kajian pustaka. Jurnal Suluh
Pendidikan. 11(2): 98-108.
Gea, A. A. 2008. Relasi dengan Tuhan. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Gunstone, F. D. 2011. Vegetable Oils in Food Technology. John Wiley and Sons
Publication. New Jersey.
Hamka. 2007. Falsafah Hidup. Pustaka Antara. Jakarta.
Harrington, J. L. 2009. Technology and Society. Jones and Bartlett Publishers.
Canada.
Haryanto, I. 2008. Andai Presiden Sehebat Harry Potter. Kanisius Yogyakarta.
Headrick, D. H. 2009. Technology : A World History. Oxford University Press.
USA.
Ingesti, P. J. V.R. 2008. Faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat
terhadap kegiatan konservasi sumber daya alam. J. Preservasi Indonesia.
30(2): 60 – 82.
Issatu, I. 2010. Kekristenan poliponik mendialogkan teori dan budaya lokal. Buku
Ajar. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Kasali, R. 2007. Re-Code Your Change DNA.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Leks, S. 2008. Tafsir Injil Lukas. 2008. Kanisius. Yogyakarta.
McGrath, A. 2009. Chistian Spirituality. Blackwell Publishing. Carlon South
Victoria.
Nurfatoni, M. 2008. Tuhan yang Terpenjara. Kazun Book. Bandung.
Pilon, P. K. 2007 . Kitab Yoel. BPK Gunung Mulia. Jakarta.
Pongtuluran, Y. 2015. Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Andi
Offset. Yogyakarta.
Rachman, M. 2012. Konservasi nilai dan warisan budaya. Indonesian Journal Of
Conservation. 1(1): 30 – 39.
Randa, F. 2011. Studi etnografi: akuntabilitas spiritual pada organisasi gereja
katolik yang terinkulturasi budaya lokal. J. Akuntansi Multiparadigma. 2(1):
1-14.
Sirait, B. 2014. Menjadi Manusia Sempurna. Yayasan Pelayanan Media Antiokhia.
Jakarta.
Sitompul, A. A., dan U. Beyer. 2008. Metode Penafsiran Alkitab. Gunung Mulia. Jakarta.
Stibbe, M. 2009. User’s Guide to Christian Belief. Kanisius. Yogyakarta.
Suriani, E., dan M. N. Razak. 2011. Pemetaan potensi ekowisata di taman nasional
baluran. Jurnal Universitas Airlangga. 24(3): 251-260.

Anda mungkin juga menyukai