Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam
jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang
dikenal sebagai focus primer dari ghon. Penularan tuberculosis terjadi karena
penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara
dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah penderita terdapat
basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-
mana. Kuman yang terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang
kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta
berkembangbiak di paru-paru. Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan,
karena penyakit ini masih merupakan penyakit rakyat; sehingga sering kita
jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini dapat menimbulkan masalah pada wanita
itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya. Kehamilan tidak banyak
memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak
penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah
batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan
menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada. Tingginya
angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya
adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti
benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam
perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan
pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang
lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu,
atau gas buangan. Pada penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya
dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (purified protein
derivate) 5u dan bila hasilnya positif diteruskan dengan pemeriksaan foto dada.
Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X. Pada penderita
dengan TBC paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum, untuk membuat
dianosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan. Pengaruh TBC paru pada ibu
yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak berbeda dengan wanita tidak
hamil. Pada janin jarang dijumpai TBC kongenital, janin baru tertular penyakit
setelah lahir, karena dirawat atau disusui oleh ibunya.

II. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah memberikan asuhan keperawatan pada Ibu Hamil dengan
TB paru.
B. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Definisi dan Etiologi TB paru
b. Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi saluran pernapasan
c. Untuk mengetahui Patofisiologi
d. Untuk mengetahui Penegakan Diagnosa TB paru
e. Untuk mengetahui Kompilasi Hasil dan Interpretasi Akhir
f. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada penderita TB paru
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah karena sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke
dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses
yang dikenal sebagai focus primer dari ghon, sedangkan batuk darah (hemoptisis)
adalah salah satu manifestasi yang diakibatkannya. Darah atau dahak berdarah
yang dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari
glottis kearah distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan
pembuluh darah tidak luas, sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi.

II. Etiologi
Sebagaimana telah diketahui, TBC paru disebabkan oleh basil TB
(Mycobacterium tuberculosis humanis).
a. M. tuberculosis termasuk familie Mycobacteriaceae yang mempunyai
berbagai genis, satu di antaranya adalah Mycobacterium, yang salah satu
speciesnya adalah M.tuberculosis.
b. M. tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humanis
(kemungkinan infeksi type bovinus saat ini diabaikan, setelah higiene
peternakan makin ditingkatkan).
c. Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini
dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnai secara khusus. Oleh
karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).
d. Karena sebetulnya Mycobacterium pada umumnya tahan asam, secara
teoritis BTA belum tentu identik dengan basil TB. Tetapi karena dalam
keadaan normal penyakit paru yang disebabkan oleh Mycobacterium lain
(y.i. M. atipik) jarang sekali ditemukan, dalam praktek BTA dianggap
identik dengan basil TB. Di negara dengan prevalensi AIDS/infeksi HIV
yang tinggi, penyakit paru yang disebabkan M. Atipic (=Mycobacteriosis)
makin sering ditemukan, sehingga dalam kondisi seperti ini, perlu sekali
diwaspadai bahwa BTA belum tentu harus identik dengan basil TB.
Malahan mungkin saja BTA belum tentu harus identik dengan basil TB,
mungkin saja BTA yang ditemukan adalah M. atipic yang menjadi
penyebab Mycobacteriosis.
e. Kalau untuk bakteri-bakteri lain hanya diperlukan beberapa menit sampai
20 menit untuk mitosis, basil TB memerlukan waktu 12 sampai 24 jam.
Hal ini memungkinkan pemberian obat secara intermiten (2 – 3 hari
sekali).
f. Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa
menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap
gelombang cahaya ultraviolet. Basil TB juga rentan terhadap panas-basah,
sehingga dalam 2 menit saja basil TB yang berada dalam lingkungan basah
sudah akan mati bila terkena air bersuhu 1000 C. basil TB juga akan
terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70%, atau lisol 5%.

III. Anatomi dan fisiologi


System pernafasan terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, sampai
dengan alveoli dan paru-paru. (lihat gambar anatomi saluran pernafasan dibawah
ini) Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama, mempunyai dua
lubang/cavumnasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara,
debu dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung. Hidung dapat
menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa. Faring merupakan tempat
persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan, faring terdapat
dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan
ruas tulang leher. faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar
dengan koana yaitu nasofaring, bagian tengah dengan istimus fausium disebut
orofaring, dan dibagian bawah sekali dinamakan laringofaring. Trakea
merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11
cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan
lapisan mukosa. trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus
kanan dan bronkus kiri. Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang
membentuk bronkus utama kanan dan kiri, bronkus kanan lebih pendek dan lebih
besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus
yang pada ujung-ujungnya terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli.
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga
lobus dan paruparu kiri dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada yang
diantaranya menghadap ke tengah rongga dada / kavum mediastinum. Paru-paru
mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan
dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium kiri. Besar daya muat
udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil
udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut. sedangkan
kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar
paru-paru yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung
sebanyak kuranglebih 5 liter. Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup
udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta
mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh
(ekspirasi) yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura
dan paru-paru .proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:

1. Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif
dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan mendorong
dinding dada sedikit ke arah luar, akibatnya diafragma turun dan otot diafragma
berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi
dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara terdorong
keluar.

2. Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area yang
bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi gas melalui membran
pernafasan yang dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas permukaan
membran, komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan
tekanan gas O2 dan CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang berperan penting
yaitu alveoli dan darah.

3. Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan
ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2 kedalam sel darah
yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin
sebanyak 97% dan sisa 3% yang ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan
sel.

IV. Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat
yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada
kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara
penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi
sebelumnya. Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC
membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau
dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya, sehingga basil ini
mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan
jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui
paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru. Pada permulaan
penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu
penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau
pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening
dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada
organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus
biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya
basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau
dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan.
Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag.
Pada alveoli yang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala
pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju
kelenjar getah bening, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan
menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel
epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit, proses tersebut membutuhkan waktu 10-
20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan
bergabungnya serangan Kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini
juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan
radiogram rutin. Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun
basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil
dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit
dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga bronkus.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip
dengan lesi berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan
gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan
menjadi tempat peradangan aktif.
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan
trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada
batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk darah pada penderita TB paru
disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada
dinding kapitas.

VI. Penegakan Diagnosa


1. Anamnesis
Keluhan-keluhan seseorang penderita TB sangat bervariasi, mulai dari sama
sekali tidak ada keluhan sampai dengan adanya keluhan-keluhan yang serba
lengkap. Pada umumnya, keluhan-keluhan ini dapat di bagi menjadi :
a. Keluhan umum
Malaise, anorexia, mengurus, cepat lelah.
b. Keluhan karena infeksi kronik
Panas badan yang tak tinggi (subfebril) dan keringat malam (agar lebih
tepat lebih baik disebut berkeringat pada waktu subuh, pada jam-jam 02.30
– 05.00, yaitu saat orang sehat tak akan berkeringat). Khusus tentang
keluhan keringat malam, walaupun disemua textbook hal ini disebut, untuk
Indonesia perlu diperhatikan bahwa keluhan ini baru ada nilai diagnostik,
bila pada saat yang sama orang normal pada lingkungan yang sama tidak
mengalaminya. Dengan lain perkataan, kalau penderita tinggal
dirumah/kamar yang sempit dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat,
apalagi kalau ada beberapa orang lain yang tidur di kamar tersebut, pastilah
setiap malam semua penghuni kamar itu akan berkeringat. Sebaliknya,
kalau penderita tinggal dirumah/kamar dengan ventilasi cukup, apalagi
kalau kamar itu dilengkapi AC, tetapi tetap saja berkeringat malam hari,
barulah keluhan ini mempunyai nilai diagnostik yang berarti.
c. Keluhan karena ada proses patologik di paru dan/atau pleura
Batuk dengan atau tanpa dahak, batuk darah, sesak, dan nyeri dada.
Keluhan-keluhan ini dapat berdiri sendiri ataupun didapatkan bersama-
sama. Makin banyak keluhan-keluhan ini didapatkan, makin besar
kemungkinan TB. Departemen Kesehatan dalam pemberantasan TB di
Indonesia menentukan anamnesis ‘resmi’ lima keluhan utama, yaitu batuk-
batuk lama (lebih dari 2 minggu), batuk darah,sesak, panas badan, dan
nyeri dada. Mengingat bahwa TB adalah penyakit menahun,keluhan-
keluhan ini akan sudah dirasakan selama beberapa waktu dengan
kecendrungan progresif walau agak lambat. Secara khusus, barangkali ada
baiknya meninjau sedikit dalam keluhan-keluhan yang berasal dari paru-
paru yang sakit. Batuk-batuk pada TB dapat kering pada permulaan
penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi biasanya tak lama kemudian
sudah menjadi produktif. Batuk adalah refleks paru untuk mengeluarkan
sekret-sekret dan produk-produk proses destruksi paru. Berhubung saat ini
begitu banyak obat-obat batuk bebas dengan dextro-metorphan HBr atau
derivat codein, mungkin keluhan-keluhan ini tak begitu ditonjolkan
penderita, apalagi kalau penderita tersebut merokok, sehingga batuknya
dianggap sebagai batuk biasa para perokok. (Khususnya, kalau proses TB
hanya menyerang mukosa bronkus saja secara terbatas, y.i. endobronkitis
TB, tak jarang batuknya tetap batuk kering saja). Berbeda sekali dengan
batuk darah. Sejak dahulu batuk darah dianggap identik dengan penyakit
paru yang memaksa penderita datang ke dokter/mantri/dukun untuk berobat.
Darah yang dibatukkan keluar sangat bervariasi, dapat berupa coretan merah
(‘bloodstreep/bloodstreak’) pada sputum atau dapat pula profus sampai
bergelas-gelas sehingga dapat berakibat fatal karena shock ataupun karena
aspirasi dan asfiksi. Sesak pada penderita TB disebabkan oleh kurangnya
jaringan paru yang berfungsi dengan baik (bisa karena destruksi, bisa juga
karena atelektasis). Dengan lain perkataan, sesak ini disebabkan oleh
gangguan restriksi, sementara lumen bronkeolus tetap terbuka normal.
Dengan demikian, tak akan terdengar ‘wheezing’ (yang lazim ditemukan
pada penderita asthma dan bronkitis kronis).
Walaupun keluhan-keluhan ini bersifat progresif, lajunya perlahan-lahan dan
dapat mencapai bertahun-tahun. Hal ini berbeda sekali dengan karsinoma paru,
yang dalam beberapa minggu saja sudah akan tampak kemunduran yang nyata
dan progresif.
2. Pemeriksaan Fisik
Di sini juga tidak satu pun gejala yang patognomonis untuk TB. Variabilitas
gejalagejala yang dapat ditemukan pada penyakit ini sangat besar. Bahkan tidak
jarang pada stadium permulaan belum dapat ditemukan hal-hal yang patologis
sementara gambaran radiologis dan pemeriksaan sputum sudah menunjukkan
adanya penyakit TB. Pada orang dewasa, biasanya penyakit ini dimulai di daerah
paru atas, kanan atau kiri, yang disebut ‘fruh infiltrat’. Pada auskultasi, hanya
akan ditemukan ronki basah halus sebagai satu-satunya kelainan pemeriksaan
jasmani. Bila proses infiltratif ini makin meluas dan menebal, juga akan
didapatkan fremitus yang menguat, dengan redup pada perkusi, suara nafas
bronkeal, serta bronkopi yang menguat. Bila sudah terjadi kavitas, akan
ditemukan gejala-gejala kavitas, berupa timpani pada yang disertai suara napas
amforis. Sebaliknya bila terjadi atelektasis, misalnya ‘destroyed lung’, suara
napas setempat akan melemah sampai hilang sama sekali. Ronki basah pada
umumnya selalu akan didapatkan, mengingat bahwa selalu pula akan terbentuk
sekret dan jaringan nekrotik. Makin banyak sekret itu berada, makin kasarlah
ronki yang didengar. Melihat ini semua, makin nyatalah bahwa kelainan-kelainan
yang dapat ditemukan pada TB sangat variabel, baik jenis, intensitas, jumlah,
maupun tempat ditemukannya (pleiomorfi).
3. Tes Tuberkulin
Sebetulnya tes ini bertujuan untuk memeriksa kemampuan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV), yang dianggap dapat mencerminkan
potensi sistem imunitas selular seseorang, khususnya terhadap basil TB. Pada
seseorang yang belum terinfeksi basil TB, tentunya sistem imunitas selulernya
belum terangsang untuk melawan basil TB. Dengan demikian tes tuberkulin akan
negatif. Sebaliknya bila seseorang pernah terinfeksi basil TB, dalam keadaan
normal sistem ini sudah akan terangsang secara efektif 3-8 minggu setelah infeksi
primer dan tes tuberkulin akan positif (yaitu bila didapatkan diameter indurasi 10-
14 mm pada hari ketiga atau keempat dengan dosis PPD 5 TU intrakutan). Kalau
seseorang penderita sedang menderita TB aktif, tes tuberkulinnya dapat kelewat
(artinya diameter indurasi yang ditimbulkannya dapat melebihi 14 mm). Tetapi
kalau proses TB-nya hiperaktif, misalnya TB miliaris, seolah-olah seluruh
kemampuan potensi imunitas seluler sudah terkuras habis dan tes akan menjadi
negatif. Selama TB masih endemik di Indonesia, yakni infeksi pada umumnya
sudah akan pada usia yang masih muda sekali, tes tuberkulin sebagai tes
diagnostik menjadi kurang berarti. Vaksinasi BCG secara masal juga akan lebih
menghilangkan arti tes tuberkulin sebagai sarana diagnostik. Mengingat juga ada
begitu banyak faktor bukan TB yang dapat mempengaruhi hasil tes tuberkulin,
khususnya di negara-negara seperti, tes ini makin kehilangan arti sebagai tes
diagnostik. Faktor-faktor ini adalah penyimpanan bahan tes yang tak memenuhi
syarat; gizi yang dengan semua etiologinya, seperti misalnya cacingan, memang
kekurangan gizi, dan lain-lain; pemakaian kortikosteroid yang lama; baru sembuh
dari penyakit infeksi berat, seperti morbili, dan sebagainya; AIDS; dan lain-lain.
Semuanya dapat memberikan hasil negatif palsu.
4. Pemeriksaan Serologik
Tes ini disebut TBPAP (uji Peroksidase-Anti Peroksidase untuk TB). Berbeda
dengan tes tuberkulin, yang dinilai adalah sistem imunitas (SIH), khususnya
kemampuan untuk memproduksi suatu antibodi dari kelas IgG terhadap sebuah
antigen dalam basil TB. Tentunya bila seorang belum pernah terinfeksi basil TB,
SIH-nya belum diaktifkan. Dengan demikian, tes ini akan negatif. Sebaliknya bila
sudah pernah terinfeksi, SIH-nya sudah akan membentuk IgG tertentu tadi
sehingga hasil tes akan menjadi positif. Handoyo (1998) mengemukakan bahwa
sensitivitas tes ini adalah 98% dan spesifitasnya 94%, namun sampai sekarang di
luar negeri tes ini tetap dianggap sebagai pemeriksaan pelengkap belaka, a.l.
karena tak dapat menunjukkan penyebabnya di satu pihak dan di pihak lain
sensitivitas dan spesifisitasnya dianggap belum baku (ada yang mengatakan
hanya 85%.

5. Foto Rontgen Paru


Pertama-tama perlu dikemukakan bahwa fluoroskopi saat ini sudah harus
ditinggalkan karena tidak objektif dan selalu tersirat faktor terburu-buru
(mengingat bahaya sinar-X). Di samping itu, pemeriksaan ini juga tidak akan
meninggalkan dokumen otentik. Pada stadium permulaan, seperti telah
diungkapkan di depan, TB mungkin akan lolos pada pemeriksaan jasmani, tetapi
pada pemeriksaan foto paru semua ‘fruh infiltrat’ pasti akan diketahui. Disinilah
letaknya kepentingan pemeriksaan foto paru untuk diagnosis dini TB. Dalam
rangka diagnosis diferensial, foto paru dapat memegang peranan yang sangat
penting, karena berdasarkan letak, bentuk, luas dan konsistensi kelainan, dapat
diduga adanya lesi TB. Juga hanya foto paru yang dapat menggambarkan secara
objektif kelainan anatomik paru dan luasnya kelainan. Pemeriksaan ini juga
meninggalkan dokumen otentik, yang sangat menentukan untuk evaluasi
penyembuhan.
Bagaimanapun besar manfaat pemeriksaan foto paru dalam diagnostik TB, selalu
harus diingat adanya faktor-faktor yang membatasi makna diagnostiknya, sebagai
berikut :
a. ‘The human factor’, yaitu adanya variasi individual dokter yang
menginterpretasikannya.
b. Adanya organ-organ lain dalam rongga dada, sehingga 20-25% paru akan
terlindung oleh organ lain dan tak akan tampak pada foto PA biasa.
c. Gambaran penyakit TB yang begitu pleiomorfik, sehingga diagnosis
diferensialnya
meliputi puluhan penyakit paru lain.
d. Adanya kasus-kasus TB dengan sputum BTA positif tetapi dengan foto
paru yang normal atau dengan gambaran penyakit paru lain yang bukan
TB.
Pada umumnya kelainan-kelainan yang dapat dijumpai pada foto paru seorang
penderita TB akan bervariasi mulai dari suatu bintik kapur, garis fibrotik, bercak
infiltrat, penarikan trakea atau mediastinum ke sisi yang sakit, kavitas, sampai
ke gambaran atau atelektasis. Kelainan-kelainan ini dapat berdiri sendiri, tetapi
dapat pula ditemukan bersama-sama. ‘Destroyed lung’ merupakan contoh khas
dalam hal ini. Pada keadaan ini, ditemukan sekaligus atelektasis, kavitas, dan
fibrosis dengan penarikan-penarikan mediastinum ke sisi yang sakit (DOUMA,
1980). Yang diartikan dengan ‘vanishing lung’ ialah adanya suatu kavitas teramat
besar dalam suatu paru sehingga boleh dikatakan seluruh paru tersebut telah
berubah menjadi suatu kavitas. Untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan dan
pleiomorfi ini, bilamana dihadapkan pada keraguan-keraguan, hendaknya kita
secepatnya melaksanakan pemeriksaan tambahan, misalnya foto dari samping,
toplordotik, sampai CT scan, bronkoskopi, serta ulangan foto setelah beberapa
saat.
6. Pemeriksaan Sputum (sekret bronkus, bahan aspirasi cairan pleura, dsb.)
Tentang pemeriksaan mutakhir dengan Polymerase Chain Reaction, pada
kesempatan ini tidak akan dikupas karena mengingat sangat mahalnya dalam
waktu dekat akan mustahil dikerjakan di Indonesia. Teknik pemeriksaan sputum
sekarang ini bermacammacam, tetapi pada dasarnya hanya berkisar pada
pemeriksaan mikroskopis, pembenihan, dan tes resistensi. Selain sputum,
spesimen lain yang harus diperiksa ialah sekret bronkus yang dikeluarkan dengan
bronkoskop, bahan aspirasi cairan pleura, dan getah lambung (sebelum makan
pagi). Dengan demikian pada hakekatnya ada kemungkinan sebagai berikut :
a. Mikroskopik akan menghasilkan BTA (Basil Tahan Asam) (+) atau (-)
b. Perbenihan akan menunjukkan hasil hasil (+) atau (-)
Walaupun secara teoritis, BTA (+) masih mungkin bukan Mycobacterium TB,
melainkan dapat juga Mycobacterium atipik, karena kemungkinan ini sangat
kecil, dalam prakteknya dapat diabaikan, sehingga BTA (+) dapat dianggap
sebagai Mycobacterium TB (+). Tentunya nilai tertinggi pemeriksaan sputum
adalah hasil pembenihan yang positif, artinya yang tumbuh ialah basil TB yang
sesungguhnya. Namun sayang sekali pembenihan ini tidak dapat dikerjakan di
semua laboratorium di Indonesia. Di samping itu, pemeriksaan ini cukup mahal
dan memakan waktu 3 minggu. Oleh karena itu, diambil praktisnya, sekali
sputum BTA (+) sudah dianggap cukup untuk menentukan dianosis TB dan sudah
dapat dibenarkan pemberian pengobatan spesifik dalam rangka penyembuhan
penderita yang bersangkutan.

VII. Kompilasi Hasil dan Interpretasi Akhir


Dari semua hasil yang telah disebutkan akan timbul kemungkinan-kemungkinan
sebagai berikut :
a. Klinis (anamnesis dan pemeriksaan jasmani) (+) ataupun (-)
b. Foto rontgen paru (+) ataupun (-)
c. Sputum BTA (+) ataupun (-)
Bila hanya klinis saja yang (+), maksimum hanya dapat dikatakan sebagai
tersangka (suspec) TB saja, sehingga secara teoritis belum dibenarkan terapi
spesifik. Tentunya, dalam hal ini, dokter yang menanganilah yang berkewajiban
menanggulangi/menyempurnakan pemeriksaan diagnostik semaksimal mungkin,
disamping memikirkan kemungkinan-kemungkinan non-TB lainnya. Dengan
demikian, diagnosis tepat dan terapi yang semestinya tidak terkatung-katung.
Tetapi bila fasilitas pemeriksaan foto rontgen paru dan laboratorium tidak
tersedia, hendaknya dokter tetap berani menegakkan diagnosis TB hanya
berdasarkan temuan-temuan klinis saja. Bila hanya klinis (+) dan foto (+),
walaupun sputum telah diperiksa 3 kali tetapi selalu BTA (-), masih dapat
dibenarkan penentuan diagnosis TB dan dibenarkan pemberian terapi spesifik
(WHO, 1991). Kasus ini dianggap sebagai kasus yang belum menular. Apabila
hanya foto saja yang (+), dalam bidang pemberantasan TB, penderita yang
bersangkutan tak lebih dari seorang tersangka saja. Sputum harus diperiksa
berulang kali, sehingga begitu didapatkan (+), dapat segera disembuhkan dengan
tuntas. Dalam pelayanan kesehatan perorangan, hendaknya diagnosis TB benar-
benar diperkirakan kembali, sambil menyingkirkan begitu banyak penyakit yang
serupa TB pada foto paru. Dengan lain perkataan, hendaknya diagnosis yang
cepat diupayakan agar secepatnya dapat ditegakkan. Sebaliknya bila sputum (+),
tanpa memperhatikan keadaan klinis ataupun foto paru, penderita yang
bersangkutan harus diobati secepatnya sebagai penderita TB. Perlu diketahui di
sini bahwa mungkin saja foto paru (-) walaupun sputum jelas-jelas (+).
Kemungkinan suatu endobronchitis TB (lesi TB yang terbatas pada mukosa
bronkus) perlu dipikirkan. Di samping itu bila dipakai teknik lain, pemeriksaan
foto rontgen paru mungkin akan tampak kelainan, misalnya dengan foto
toplordotik (untuk dapat melihat puncak paru lebih jelas) ataupun foto lateral kiri
depan (untuk melihat daerah paru yang tersembunyi di belakang jantung).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan metode proses keperawatan
yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 4 tahap yaitu : Pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (H. Lismidar, 1990).

A. Pengkajian
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan, pengkajian
terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan diagnosa
keperawatan (Lismidar, 1990).

1) Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan-urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah
dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan
pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain (Hendrawan
Nodesul, 1996)
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengobatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta
tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
c. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (Hendrawan
Nodesul, 1996).
d. Pola fungsi kesehatan
a). Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-desakan,
kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek
(Hendrawan Nodesul, 1996)
b). Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun
(Marilyn. E. Doenges, 1999).
c). Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun
defekasi
d). Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
(Marilyn.E. Doegoes, 1999).
e). Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn. E.
Doenges, 1999).
f). Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular
(Marilyn. E. Doenges, 1999).
g). Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran)
tidak ada gangguan.
h). Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
kawatir klien tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges, 1999).
i). Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
j). Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress
pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan
(Hendrawan Nodesul, 1996).
k). Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas
ibadah klien.

2) Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem-sistem tubuh :
a). Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
b). Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
- Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang
tertinggal, suara napas melemah (Purnawan Junadi dkk, 1982).
- Palpasi : Fremitus suara meningkat (Alsogaff, 1995).
- Perkusi: Suara ketok redup. (Soeparman, 1998).
- Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan
yang nyaring (Purnawan. J. dkk, 1982. Soeparman, 1998).
c). Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.
d). Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman,
1998).
e). Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun (Soeparman, 1998).
f). Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari-hari
yang kurang meyenangkan (Alsogaff, 1995)
g). Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456
h). Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

3) Pemeriksaan penunjang
a). Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu
koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks
dan segmen posterior lobus atas paru-paru atau pada segmen superior lobus
bawah (Soeparman. 1998).
b). Pemeriksaan laboratorium
- Darah
Adanya kurang darah, ada sel-sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap
darah meningkat terjadi pada proses aktif (Alsogaff, 1995).
- Sputum
Ditemukan adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada
penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari (Soeparman
dkk, 1998. Barbara. T. Long, 1996)
- Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami
infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old
tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan
sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26, dengan cara mecubit daerah lengan
atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5
tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau
lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil
akan diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan (Soeparman, 1998.
Barbara. T. Long, 1996).

B. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah
klien. Masalah klien yang timbul yaitu, sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu
makan menurun, aktivitas, lemas, potensial, penularan, gangguan tidur, gangguan
harga diri.

C. Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari perkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan
klien yang dapat diatas dengan tindakan keperawatan (Lismidar, 1990).
Dari analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada
klien dengan tuberkulosis paru komplikasi haemaptoe sebagai berikut :
1). Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen
dan kurangnya upaya batuk (Marilyn E. Doenges, 1999).
2). Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan
keletihan, anorerksia atau dispnea (Marilyn. E. Doenges, 1999).
3). Potensial terhadap transmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang resiko potongan (Marilyn E. Doenges, 1999).
4). Kurang pengetahuan yang sehubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah.
5). Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental,
kelemahan dan upaya untuk batuk (Marilyn. E. Doenges, 1999).
6). Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan
permukaan efektif proses dan kerusakan membran alveolar – kapiler (Marilyn. E.
Doenges, 1999).
7). Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan
nyeri dada (Lynda, J. Carpenito, 1998).

D. Intervensi
Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan menentukan diagnosa
keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencaan. Dalam tahap
perencanaan ini dengan melihat diagnosa keperawatan diatas dapat disusun
rencana keperawatan sebagai berikut :
1) Diagnosa keperawatan pertama : Ketidak efektifan pola pernapasan yang
sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.
- Tujuan : Pola nafas efektif
- Kriteria hasil :
- Klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif
- Frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16-20 kali/menit)
- Dispneu berkurang
- Rencana tindakan dan rasional
a). Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan
: catat setiap perubahan
Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret
b). Kaji kualitas sputum : warna, bau, knsistensi
Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan selanjutnya
c). Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam
Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas
d). Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi
Membantu mengembangkan secara maksimal
e). Bantu dan ajarkan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam
sampai 4 jam
Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret keluar
f). Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat-obatan
Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan
memperbesar ukuran lumen trakeobroncial
2) Diagnosa keperawatan kedua : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
yang sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.
-Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas
tanda malnutrisi
- Kriteria hasil
- Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
- Berat badan stabil dalam batas yang normal
- Rencana tindakan dan rasional
a). Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral,
riwayat mual/muntah atau diare
Berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan indervensi
yang tepat
b). Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak
Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan/kekuatan khusus. Pertimbangan
keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet
c). Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik
Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan
d). Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan
respirasi
yang merangsang pusat muntah
e). Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat
Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ legaster
f). Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet
Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolik dan diet
3) Diagnosa keperawatan ketiga : Potensial terhadap tranmisi infeksi yang
sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko patogen.
-Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti
yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
-Kriteria hasil : klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.
-Rencana tindakan dan rasional
a). Identifikasi orang lain yang berisiko. Contoh anggota rumah, sahabat
Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran
infeksi
b). Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari
meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat
Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi
c). Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi
pernafasan
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma
sosial sehubungan dengan penyakit menular
d). Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis
Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan
menghindari insiden eksaserbasi
e). Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada
adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi
dapat berlanjut sampai 3
bulan
f). Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal
Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan
penyebaran infeksi
4) Diagnosa keperawatan keempat : Kurangnya pengetahuan yang berhubungan
dengan kuranganya impormasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan
perawatan di rumah.
-Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya
-Kriteria hasil : klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan
mengenai perawatan diri.
-Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan,
lingkungan, media yang terbaik bagi klien
Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan
individu
b) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis,
nyeri dada, demam, kesulitan bernafas
Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat
yang memerlukan evaluasi lanjut
c) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain
Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah
penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien
d) Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan
meningkatkan kerjasama dalam program
e) Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab
pertanyaan secara nyata
Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan
ansietas
f) Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh
jadwal obat
Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar
informasi. Pengulangan penguatkan belajar
g) Evaluasi kerja pada pengecoran logam/tambang gunung, semburan pasir
Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis, yang
dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan
5) Diagnosa keperawatan kelima : Ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan
dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk.
-Tujuan : jalan nafas efektif
-Kriteria hasil :
- Klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
- Klien dapat mempertahankan jalan nafas
- Pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit)
-Rencana tindakan :
a) Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman
penggunaan otot aksesori
Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronki, mengi menunjukkan
akumulasi sekret atau ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang
dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja
penafasan
b) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif
Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan
oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut
c) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan
latihan untuk nafas dalam
Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya
pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan
napas bebas untuk dilakukan
d) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea
Mencegah obstruksi/aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu
mengeluaran sekret
e) Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi
Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya
mudah dilakukan
f) Lembabkan udara respirasi
Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret
g) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan
kortikosteroid
Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen
percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan
hipoksemia
6) Diagnosa keperawatan keenam : Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas
sehubungan dengan penurunan permukaan efektif paru dan kerusakan membran
alveolar – kapiler.
-Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal
- Kreteria hasil :
- Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea
- Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan
- Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal
- Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan
terbatasnya ekspansi dinding dada
TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai
inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat
sampai distress pernapasan
b) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna
kulit, termasuk membran mukosa
Akumulasi sekret, pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ vital
dan jarigan
c) Tujukkan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi
Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu
menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan napas
pendek
d) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri
sesuai keperluan
Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat
menurunkan beratnya gejala
e) Awasi segi GDA / nadi oksimetri
Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan
PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi
f) Berikan oksigen tambahan yang sesuai
Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap
penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru
7) Diagnosa keperawatan ketujuh : Gangguan pemenuhan tidur dan istirahat
sehubungan dengan sesak napas dan nyeri dada.
-Tujuan : Kebutuhan tidur terpenuhi
- Kriteria hasil :
- memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur
- Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat
- Tanda-tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada
- Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit
Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur penderita
b) Observasi efek abot-obatan yang dapat di derita klien
Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat menggunakan kartifosteroid temasuk
perubahan mood dan uisomnia
c) Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita
Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur penderita
d) Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur
Memudahkan klien untuk bisa tidur
e) Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman
Lingkungan dan siasana yang nyaman akan mempermudah penderita untuk tidur

E. Implementasi
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan
yaitu (Budi Anna keliat, 1994) :
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat
3. Keamanan fisik dan psikologinya dilindungi
4. Dokumentasi intervensi dan respon klien

F. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap
proses keperawatan (diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi, dengan
melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan
untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak
untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil. Ada tiga alternatif
yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh
mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai
dengan rencana yang ditentukan, adapun alternatif tersebut adalah (Budi Anna
keliat, 1994) :
1. Tujuan tercapai
2. Tujuan tercapai sebagian
3. Tujuan tidak tercapai

BAB IV
PENUTUP

I. Kesimpulan
Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah
satunya adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita
mengerti benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan
kesalahan dalam perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses
penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada
tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah
tercemar asap, debu, atau gas buangan. Karena prevalensi TBC paru di Indonesia
masih tinggi, dapat diambil asumsi bahwa frekuensinya pada wanita akan tinggi.
Diperkirakan 1% wanita hamil menderita TB paru. Menurut Prawirohardjo dan
Soemarno (1954), frekuensi wanita hamil yang menderita TB paru di Indonesia
yaitu 1,6%. Dengan bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya, dapat
diperkirakan penyakit ini juga mengalami peningkatan berbanding lurus dengan
tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Pada umumnya, penyakit paru-
paru tidak mempengaruhi kehamilan dan persalinan nifas, kecuali penyakitnya
tidak terkonrol, berat, dan luas yang disertai sesak napas dan hipoksia. Walaupun
kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan, karena
uterus yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta
sisa udara dalam paru-paru kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi
lebih parah. TBC paru merupakan salah satu penyakit yang memerlukan
perhatian yang lebih terutama pada seorang wanita yang sedang hamil, karena
penyakit ini dapat dijumpai dalam keadaan aktif dan keadaan tenang. Karena
penyakit paru-paru yang dalam keadaan aktif akan menimbulkan masalah bagi
ibu, bayi, dan orang-orang disekelilingnya.

II. Penanganan
1) Dalam kehamilan :
- Ibu hamil dengan proses aktif, hendaknya jangan dicampurkan dengan wanita
hamil lainnya pada pemeriksaan antenatal.
- Untuk diagnosis pasti dan pengobatan selalu bekerjasama dengan ahli paru-
paru.
- Penderita dengan proses aktif, apalagi dengan batuk darah, sebaiknya di rawat
di rumah sakit; dalam kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan, untuk
menjamin istirahat dan makan yang cukup, serta pengobatan yang intensif dan
teratur.
-Obat-obatan : INH, PAS, rifadin, dan streptomisin.
-TBC paru tidak merupakan indikasi untuk abortus buatan dan terminasi
kehamilan.
2) Dalam persalinan :
-Bila proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa dan tidak perlu
tindakan apa-apa.
-Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan seringan mungkin. Pada kala I, ibu
hamil di beri obat-obatan penenang dan analgetika dosis rendah. Kala II
diperpendek dengan ekstraksi vakum/forseps.
-Bila ada indikasi obstetrik untuk seksio caesaria, hal ini dilakukan bekerjasama
dengan ahli anestesi untuk memperoleh anestesi mana yang terbaik.
3) Dalam masa nifas :
-Usahakan jangan terjadi perdarahan yang banyak; diberi uterus tonika dan
koagulansia.
-Usahakan mencegah terjadinya infeksi tambahan dengan memberikan
antibiotika yang cukup.
-Bila ada anemia sebaiknya diberikan transfusi darah, agar daya tahan ibu lebih
kuat terhadap infeksi sekunder.
-Ibu dianjurkan supaya segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah
cukup, segera dilakukan tubektomi.
4) Perawatan bayi
Biasanya bayi akan ditulari ibunya setelah kelahiran, dan TBC bawaan
(konenital) sangat jarang.
-Bila ibu dalam proses TBC aktif
- Secepatnya, bayi diberikan BCG.
- Bayi segera dipisahkan dari ibunya selama 6-8 minggu.
- Bila uji Mantoux sudah positif pada bayi, barulah bayi dapat ditemukan lagi
dengan ibunya.
-Menyusukan bayi, pada proses aktif, dilarang karena kontak langsung dari mulut
ibu dan bayi.
-Dapat diberikan anti TBC profilaksis pada bayi yaitu INH 25 mg/kg berat
badan/hari.
5) TBC paru dan alat reproduksi :
a. TBC paru dapat bersamaan dengan TBC alat genitalia. Wiknjosastro (1995)
menemukan pada 15 wanita penderita TBC-genitalis; 40% sarang primernya
terdapat di paru-paru.
b. TBC-genitalis dapat menyebabkan :
-Infertilitas (kemandulan)
-Bila terjadi kehamilan, hasil konsepsi sering berakhir dengan abortus,Kehamilan
Ektopik Terganggu (KET), dan partus prematurus.
-TBC genitalis yang sudah tenang dan pulih, dapat kambuh lagi setelah abortus
dan persalinan.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, M., 1999. “Ilmu Penyakit Paru”. Surabaya . Airlangga Univerciti Press
Carpenito, L.J., 1999. “Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan”. Ed. 2
Jakarta : EGC (2000). “Diagnosa Keperawatan”. Ed. 8. Jakarta : EGC
Doengoes, (1999). “Perencanaan Asuhan Keperawatan”. Jakarta : EGC
Danusastro, Halim. 2000. “Buku Saku Ilmu Penyakit Paru”. Hipokrates : Jakarta.
Mochtar, Rustam. 1998. ”Sinopsis Obstetri : obstetri fisiologi, obstetri patologi”.
EGC : Jakarta. Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan. Mansjoer, Arif., et all. (1999).
“Kapita Selekta Kedokteran”. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
ANALISA DATA

1. Subjektif

S : pasien mengatakan mudah lelah dan sesak jika beraktifitas tapi jika
beristirahat nyaman dan rilex

S : pasien mengatakan menderita TBC Paru tapi tidak minum obat TBC, karena
hamil, takut janinnya cacat jika minum obat TBC

S : sering batuk sukar berhenti, dahak kental tidak ada darah

S : kadang-kadang demam

S : klien menatakan ke dua orang tuanya juga terkena TBC dan belum tuntas
pengobatan

2. Objektif

O : nafas cepat dan dangkal

O : bunyi rongki pada kedua paru bagian basal

O : G1POAO kehamilan 34 minggu, TB 155cm, BB 45kg, DJJ 134x/mnt

O : Td 120/70 mmhg, Rr 24x/mnt, S 37 C, N 80x/mnt

O : HB 10 mg%

3. Diagnosa Keperawatan :
A. Diagnosa keperawatan : Ketidak efektifan jalan nafas yang sehubungan
dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk.
a. Tujuan : jalan nafas efektif
b. Kriteria hasil :
- Klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
- Klien dapat mempertahankan jalan nafas
- Pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit)
c. Rencana tindakan :
- Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman
penggunaan otot aksesori
Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronki, mengi menunjukkan
akumulasi sekret atau ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang
dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja
penafasan
- Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif
Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan
oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut
- Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan
untuk nafas dalam
Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya
pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan
napas bebas untuk dilakukan
- Bersihkan sekret dari mulut dan trakea
Mencegah obstruksi/aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu
mengeluaran sekret
- Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi
Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya
mudah dilakukan
- Lembabkan udara respirasi
Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret
- Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan
kortikosteroid
Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen
percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan
hipoksemia
B. Diagnosa keperawatan : Kurangnya pengetahuan yang berhubungan
dengan kuranganya impormasi tentang proses penyakit dan
penatalaksanaan perawatan di rumah.
a. Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya
b. Kriteria hasil : klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan
mengenai perawatan diri.
c. Rencana tindakan dan rasional :
a) Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan,
lingkungan, media yang terbaik bagi klien
Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan
individu
b) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis,
nyeri dada, demam, kesulitan bernafas
Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat
yang memerlukan evaluasi lanjut
c) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain
Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah
penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien
d) Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan
meningkatkan kerjasama dalam program
e) Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab
pertanyaan secara nyata
Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan
ansietas
f) Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh
jadwal obat
Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar
informasi. Pengulangan penguatkan belajar
g) Evaluasi kerja pada pengecoran logam/tambang gunung, semburan pasir
Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis, yang
dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan
C. Diagnosa keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
yang sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.
a. Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas
tanda malnutrisi
b. Kriteria hasil : Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat,
Berat badan stabil dalam batas yang normal
c. Rencana tindakan dan rasional :
a). Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral,
riwayat mual/muntah atau diare
Berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan indervensi
yang tepat
b). Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak
Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan/kekuatan khusus. Pertimbangan
keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet
c). Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik
Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan
d). Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan
respirasi
yang merangsang pusat muntah
e). Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat
Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ legaster
f). Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet
Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolik dan diet

Anda mungkin juga menyukai