Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN

GASTRITIS

Laporan Pendahuluan
A. Konsep Masalah Kesehatan Gastritis
1. Definisi Gastritis.
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Dua jenis
gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis akut dan kronik (Price,
2005). Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung, sering akibat diet
yang sembarangan. Biasanya individu ini makan terlalu banyak, terlalu
cepat, atau makanan yang terlalu berbumbu atau mengandung
mikroorganisme penyebab penyakit (ardiansyah, 2012).
2. Klasifikasi gastritis berdasarkan tingkat keparahannya
a. Gastritis akut
Gastritis akaut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang
menyebabkan erosif dan perdarahan pada mukosa lambung setelah
terpapar oleh zat iritan. Gastritis disebut erosif apabila kerusakan
yang terjadi tidak lebih dalam dari mukosa muskularis. Erosinya
tidak mengenai lapisan otot lambung (ardiansyah, 2012).
b. Gastritis kronis
Suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang sifatnya
menahun dan berulang. Gastritis kronis digolongkan menjadi dua
kategori yaitu gastritis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun
yang disebabkan oleh adanya autoantibody terhadap sel parietal
kelenjar lambung dan faktor intrinsik dan berkaitan dengan tidak
adanya sel parietal dan chief cells, yang menurunkan sekresi asam
dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat
berat, tidak terjadi produksi faktor intrinsik. Anemia pernisiosa
sering kali dijumpai pada pasien karena tidak tersedianya factor
intrinsic untuk mempermudah absorpsi vitamin B12 dalam ileum.
Sedangkan gastritis tipe B merupakan infeksi kronis oleh H. pylori .
Faktor etiologi gastritis kronis lainya adalah asupan alkohol yang
berlebihan, merokok atau refluks empedu kronis dengan kofaktor H.
pylori (ardiansyah, 2012).
3. Etiologi
a. Konsumsi obat-obatan kimia digitalis (asetaminofen/aspirin,
kortiko steroid). Aseteminofen dan kortikosteroid dapat
mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung, NSAIDS (Non
Steroid Anti Inflamasi Drugs) dan kortikosteroid menghambat
sintesis prostatglandin, sehingga sekresi HCL meningkat dan
menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam dan
menimbulkan iritasi lambung.
b. Konsumsi alkohol dapat menyebakan kerusakan mukosa gaster.
c. Terapi radiasi, reflux empedu, zat-zat korosif (cuka, lada) dapat
menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan
edema serta perdarahan.
d. Kondisi stress atau tertekan akan meransang peningkatan
produksi HCL lambung.
e. Infeksi oleh bakteri, seperti Helicobacter pilori, Escerechia coli,
Salmonella, dan lain-lain.
f. Penggunaan antibiotik, terutama untuk infeksi paru, dicurigai
turut mempengaruhi penularan kuman di komunitas, karena
antibiotik tersebut mampu mengeradikasi infeksi Helicobater
pylori, walaupun presentase keberhasilanya sangat rendah.
g. Jamur dan spesis candida, seperti Histoplasma capsulaptum dan
Mukonaceace dapat menginfeksi mukosa gaster hanya pada
pasien imunocompromezed. Pada pasien yang sitem imunnya
baik, biasanya tidak dapat terinfeksi oleh jamur. Sama dengan
jamur, mukosa lambung bukan tempat yang mudah terkena
infeksi parasit.
4. Manifestasi klinis
Gastritis akut :
a. Anoreksia ( tidak nafsu makan ), karena terjadi iritasi mukosa
lambung sebagai kompensasi lambung. Lambung akan
meningkatkan sekresi mukosa yang berupa HCO3, dilambung
HCO3 akan berikatan dengan nAcL sehingga menghasilkan HCI
dan NaCO3. Hasil persenyawaan tersebut akan menigkatkan
asam lambung maka terjadilah mual muntah.
b. Nyeri pada epigastrum, karena adanya peradangan pada mukosa
lambung.Mual dan muntah, dikarenakan adanya regenerasi
mukosa lambung sehingga terjadi peningkatan asam lambung
yang mengakibatkan mual hingga muntah.
c. Perdarahan saluran cerna ( hemetemesis melena), karena mucus
gagal melindungi mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada
mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan
pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan.
d. Anemia, karena terjadinya perdarahan.

Gastritis kronis :
a. Nyeri ulu Hati, karena adanya peradangan atau iritasi pada
mukosa lambung.
b. Anoreksia ( tidak nafsu makan), karena peningkatan produksi
HCL atau peningkatan asam lambung.
c. Nausea, Lambung akan meningkatkan sekresi mukosa yang
berupa HCO3, dilambung HCO3 akan berikatan dengan nAcL
sehingga menghasilkan HCI dan NaCO3. Hasil persenyawaan
tersebut akan menigkatkan asam lambung maka terjadilah mual
muntah.
5. Patofisiologi
a. Gastritris Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stress, zat kimia
misalnya obat-obatan, alkohol, makanan yang pedas atau asam.
Pada penderita yang mengalami stress akan terjadi peransangan
saraf simpatis (nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi
asam klorida (HCL) didalam lambung, peningkatan HCL yang
berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah
dan anoreksia. Zat kimia maupun makanan yang meransang
akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk
menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Mucus
berfungsi untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut
tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi
mucus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster.
Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCL (
terutama daerah fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi
mukosa gaster menyebabkan produksi HCL meningkat,
anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri ditimbulkan
karena kontak HCL dengan mukosa gaster. Respon mukosa
lambung akibat penerunan sekresi mucus dapat berupa eksfeliasi
(penglupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan
erosi pada sel mukosa gaster, hilangnya sel mukosa akibat erosi
memicu timbulnya perdarahan.
b. Gastritis kronis
Inflamasi lambung yang lama disebabkan oleh ulkus benigna
atau maligna dari lambung atau oleh bakteri Helicobatery
pylory. Gastritis kronis dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu
tipe A dan tipe B. Gastritis kronis tipe A (gastritis autoimun)
diakibatkan dari perubahan sel parietal yang menimbulkan
atropi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan
penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa yang terjadi pada
fundus atau korpus dari lambung.

Sedangkan gastritis tipe B (H Pylori), mempengaruhi antrum


dan pylorus (ujung bawah lambung dekat duodenum ) dan
dihubungkan dengan bakteri H Pylori . Faktor diet seperti
makanan pedas, penggunaan obat-obatan dan alcohol, merokok
atau refluks isi usus kedalam lambung, juga dapat menyebabkan
gangguan ini.

6. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan darah lengkap, yang bertujuan untuk mengetahui
adanya anemia.
b. Pemeriksaan serum vitamin B12 yang bertujuaan untuk
mengetahui adanya defisiensi B12.
c. Analisis feses, yang bertujuan untuk mengetahui adanya darah
dalam feses.
d. Analisis gaster, yang bertujuan untuk mengetahui kandungan
HCL lambung.
e. Achlorhida ( kurang/ tidak adanya produksi asam lambung)
menunjukan adanya gastritis atropi.
f. Uji serum antibody, yang bertujuaan untuk mengetahui adanya
antibody sel parietal dan factor intrisik lambung.
g. Endoscopy, biopsy dan pemeriksaan urin biasanya dilakukan
bila ada kecurigaan berkembangnya ulkus peptikum.
h. Sitologi bertujuan untuk mengetahui adanya keganasan sel
lambung.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Farmakologi
1) Antasida untuk mengatasi perasaan begah (penuh) dan tidak
enak di abdomen, serta untuk menetralisir asam lambung.
2) Antagonis H2 (seperti rantine dan ranitidine, simetedin),
karena mampu menurunkan sekresi asam lambung.
3) Antibiotik diberikan bila dicurigai adanya infeksi oleh
Helicobater pylori.
b. Nonfarmakologi
1) Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien.
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur atau tidak
memodifikasi diet mudah terserang penyakit gastritis. Pada
saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong atau ditunda
pengisianya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa
lambung, sehingga timbul rasa nyeri.
2) Instruksikan pasien untuk menghindari makanan yang pedas
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan
meransang system pencernaan, terutama lambung dan usus
untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas
dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual muntah.
3) Instruksikan pasien untuk menghindari alkohol
Karena alcohol mempunyai kemampuan sebagai pelarut
lipida yang terdapat dalam membrane sel memungkinkanya
cepat masuk kedalam sel dan menghancurkan struktur sel
tersebut. Konsumsi alcohol secara berlebihan akan merusak
mukosa lambung.
4) Ajarkan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi nafas
dalam.
Dengan tehnik relaksasi akan mengurangi rasa nyeri.
5) Instruksikan pasien untuk tidak merokok
Efek rokok pada saluran gastrointertistinal antara lain
melemahkan katup esophagus dan pylorus, meningkatkan
refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung dan
memnurunkan PH duodenum dan meningkatkan sekresi
asam lambung yang berlebihan.

B. Asuhan Keperawatan Keluarga


1. Konsep keluarga
a. Definisi
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,
kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,
mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional serta sosial dari tiap anggota (Ayu, 2010).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Sudiharto, 2007).
b. Tipe Keluarga
Tipe keluarga berbeda menurut pandangan dan keilmuan serta orang
yang mengelompokkannya. Tipe keluarga dibagi menjadi 2
kelompok yaitu kelompok tradisional dan kelompok non
tradisional.
1) Kelompok tradisional dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a) Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya
terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari
keturunannya atau diadopsi atau keduanya.
b) The dyad family adalah keluarga yang terdiri dari suami dan
istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.
c) Keluarga usila adalah keluarga yang terdiri dari suami istri
yang sudah tua dengan anak sudah memisahkan diri.
d) The childless family adalah keluarga tanpa anak karena
terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat
waktunya, yang disebabkan karena mengejar karir atau
pendidikan yang terjadi pada wanita.
e) Keluarga besar (the extended family) adalah keluarga yang
terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu
rumah
f) Keluarga duda/janda (The single-parent family) adalah
keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah dan ibu)
dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses
perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum
pernikahan).
g) Commuter family adalah kedua orang tua bekerja di kota
yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat
tinggal dan orang tua yang bekerja diluar kota bisa
berkumpul pada anggota keluarga pada saat akhir pekan.
h) Multigenerational family adalah keluarga dengan beberapa
generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam
satu rumah.
i) Kin-network family adalah beberapa keluarga inti yang
tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling
menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama.
Misalnya : dapur, kamar mandi, televisi, telpon, dll.
j) Blended family adalah keluarga yang dibentuk oleh duda
atau janda yang menikah kembali dan membesarkan anak
dari perkawinan sebelumnya.
k) The single adult family, terdiri dari orang dewasa yang
hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan, seperti:
perceraian atau ditinggal mati.

2) Kelompok non tradisional dibagi menjadi beberapa bagian,


yaitu:
a) Commune family adalah dua keluarga atau lebih yang tidak
memiliki hubungan saudara hidup bersama dalam satu
rumah.
b) The nonmarital heterosexual cohabiting family adalah
keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa
melalui pernikahan.
c) Gay and lesbian familiy adalah dua orang sejenis hidup
bersama sebagaimana pasangan suami-istri.
d) Cohibing couple adalah orang dewasa yang hidup bersama
tanpa ada ikatan perkawinan karena beberapa alasan
tertentu (Komang Ayu, 2010).
c. Struktur Keluarga
1) Patrilineal merupakan keluarga sedarah yang terdiri dari sanak
saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu
disusun melalui jalur ayah.
2) Matrilineal merupakan keluarga sedarah yang terdiri dari sanak
saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu
disusun melalui jalur garis ibu.
3) Matrilokal merupakan sepasang suami istri yang tinggal
bersama keluarga sedarah ibu.
4) Patrilokal merupakan sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah suami.
5) Keluarga kawinan merupakan hubungan suami istri sebagai
dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara
yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan
suami atau istri (Ayu, 2010).

d. Peran keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu
dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga
didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan
masyarakat.

Berbagai peran formal yang terdapat di dalam keluarga adalah


sebagai berikut:
1) Peranan ayah yaitu sebagai kepala keluarga yang mencari
nafkah, mendidik anak-anak, melindungi keluarga, sebagai
anggota dari kelompok sosialnya dan sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya.
2) Peranan ibu yaitu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu
mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, mengasuh
dan mendidik anak-anaknya dan sebagai anggota masyarakat
dari lingkungannya.
3) Peranan anak yaitu anak-anak melaksanakan peranan psiko-
sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik,
mental, sosial dan spiritual.

Berbagai peran non formal yang terdapat di dalam keluarga adalah


sebagai berikut:
1) Peran ayah dan ibu sebagai anak dari kedua orang tua apabila
masih tinggal bersama orang tua.
2) Peran ibu dan anak sebagai pencari nafkah tambahan dalam
keluarganya (Ayu, 2010).

e. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur
keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga.
Terdapat beberapa fungsi keluarga yaitu:
1) Fungsi biologis seperti meneruskan keturunan, memelihara dan
membesarkan anak untuk kelanjutan generasi selanjutnya.
2) Fungsi Psikologis seperti memberikan kasih sayang dan rasa
aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga,
membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan
memberikan identitas keluarga.
3) Fungsi sosialisasi seperti membina sosialisasi pada anak,
membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan
batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak,
meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
4) Fungsi ekonomi seperti memenuhi kebutuhan keluarga seperti
sandang, pangan, papan, kebutuhan lainnya melalui keefektifan
sumber dana keluarga, mencari sumber penghasilan guna
memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penghasilan
keluarga dan menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga
5) Fungsi pendidikan seperti memberikan pengetahuan,
ketrampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak
untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai tingkatan
perkembangannya.
6) Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi
kebutuhan pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga.
Merupakan respon dari keluarga terhadap kondisi dan situasi
yang dialami tiap anggota keluarga baik senang maupun sedih
dengan melihat cara keluarga mengekspresikan kasih sayang.
7) Fungsi perawatan kesehatan keluarga yaitu mengenal masalah
kesehatan dalam keluarga, mengambil keputusan dalam
keluarga untuk mengatasi atau mencegah terjadinya komplikasi
dari masalah kesehatan tersebut, merawat anggota keluarga yang
sakit, memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang ada (Ayu, 2010).
f. Tahap perkembangan keluarga
Perawat keluarga perlu mengetahui tentang tahapan dan tugas
perkembangan keluarga untuk memberikan pedoman dalam
menganalisis pertumbuhan dan kebutuhan promosi kesehatan
keluarga serta untuk memberikan dukungan pada keluarga untuk
kemajuan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Tahap perkembangan
keluarga tersebut sebagai berikut
1) Tahap I: keluarga pemula atau pasangan baru
Tugas perkembangan keluarga pemula antara lain membina
hubungan yang harmonis dan kepuasan bersama dengan
membangun perkawinan yang saling memuaskan, membina
hibungan dengan orang lain dengan menhubungkan jaringan
persaudaraan secara harmonis, merencanakan kehamilan dan
mempersiapkan diri menjadi orang tua.
2) Tahap II: keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi
sampai umur 30 bulan)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap II yaitu membentuk
keluarga muda sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan, memperluas persahabatan dengan
keluarga besar dengan menambahkan peran orangtua kakek dan
nenek dan mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga besar
masing-masing pasangan.
3) Tahap III: keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua
berumur 2 sampai 6 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap III yaitu memenuhi
kebutuhan anggota keluarga, mensosialisasikan anak,
mengintegritasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak yang laiinya, mempertahankan hubungan yang
sehat dalam keluarga dan luar keluarga, menenmkan nilai dan
norma kehidupan, mulai mengenalkan kultur keluarga,
menanamkan keyakinan beragama dan memenuhi kebutuhan
bermain anak.
4) Tahap IV: keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6
sampai 13 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ke IV yaitu
mensosialisasikan anak termasuk meningkatkan prestasi sekolah
dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya,
mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan,
memenuhi kebutuhan kesehatan fisik sebagai anggota keluarga,
membiasakan belajar teratur, memperhatikan anak saat
menyelesaikan tugas sekolah.
5) Tahap V: keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13
sampai 20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ke V yaitu
menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika
remaja menjadi dewasa dan mandiri, memfokuskan kembali
hubungan perkawinan, berkomunikasi secara terbuka antara
orang tua dan anak-anak, memberikan perhatian, memberikan
kebebasan dalam batasan tanggung jawab, mempertahankan
komunikasi dua arah.
6) Tahap VI: keluarga yang melepas anak usia dewasa muda
(mencakup anak pertama sanpai anak terakhir yang
meninggalkan rumah)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ke VI memperluas
siklus keluarga dengan memasukkan anggota kelurga baru yang
didapat melalui perkawinan anak-anak, melanjutkan untuk
memperbaharui hubungan perkawinan, membantu orang tua
lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami maupun istri, membantu
anak mandiri, mempertahankan komunikasi, memperluas
hubungan keluarga dengan menantu, menata kembali peran dan
fungsi keluarga setelah ditinggalkan anak.
7) Tahap VII: Keluarga usia pertengahan
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ke VII yaitu
menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan,
mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arti
para orang tua dan lansia, memperkokoh hubungan perkawinan,
menjaga keintiman, merencanakan kegiatan yang akan datang,
memperhatikan kesehatan masing-masing pasangan dan tetap
menjaga komunikasi dengan anak-anak.
8) Tahap VIII: Keluarga usia lanjut dan masa pensiun
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ke VIII yaitu
mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan,
menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun,
mempertahankan hubungan perkawinan, menyesuaikan diri
terhadap kehilangan pasangan, mempertahankan ikatan keluarga
antar generasi, meneruskan untuk memahami ekstensi mereka,
saling memberi perhatian yang menyenangkan antar pasangan,
merencanakan kegiatan untuk mengisi waktu tua seperti
berolahraga, berkebun, mengasuh cucu (Ayu, 2010).

2. Konsep Proses Keperawatan Keluarga


a. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat
mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga
yang dibinanya (Suprajitno, 2004). Pengkajian keperawatan
keluarga terdiri atas 2 tahap yaitu penjajagan I dan penjajagan II.
Pengkajian asuhan keperawatan keluarga dalam penjajagan I
meliputi 7 komponen pengkajian yaitu data umum, riwayat dan
tahap perkembangan keluarga, lingkungan, struktur keluarga,
fungsi keluarga, stress dan koping keluarga, pemeriksaan fisik, dan
harapan keluarga. Penjajagan II berisi tentang pengkajian keluarga
mengenai 5 fungsi perawatan kesehatan keluarga.
Penjajagan I mengenai pengkajian data dasar didalamnya meliputi
identitas keluarga, komposisi anggota keluarga, genogram, tipe
keluarga, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi keluarga,
aktivitas rekreasi keluarga, riwayat dan tahap perkembangan
keluarga, riwayat terbentuknya keluarga inti, riwayat keluarga
sebelumnya.
Identitas keluarga meliputi nama kepala keluarga, usia, pendidikan,
pekerjaan dan alamat. Tipe keluarga terdiri dari keluarga inti,
keluarga besar, janda atau duda. Status sosial ekonomi meliputi
penghasilan dan pengeluaran keluarga, yaitu total pendapatan
keluarga, mencukupi atau tidaknya penghasilan untuk biaya sehari-
hari, memiliki tabungan atau tidak, anggota keluarga yang
membantu perekonomian keluarga, pengelola keuangan dalam
keluarga. Aktivitas dan rekreasi meliputi kebiasaan rekreasi
keluarga dan penggunaan waktu senggang. Tahap perkembangan
keluarga meliputi tahap perkembangan saat ini dan tahap
perkembangan yang belum terpenuhi.
Pengkajian lingkungan terdiri dari perumahan, denah rumah,
pengolahan sampah, sumber air, jamban keluarga, pembuangan air
limbah, fasilitas sosial dean fasilitas kesehatan, karakteristik
tetangga dan komunitas, mobilitas geografis keluarga, perkumpulan
keluarga dan interaksi dengan masyarakat dan sistem pendukung
keluarga. Perumahan meliputi jenis rumah, luas banguan, luas
pekarangan, status rumah, atap rumah, ventilasi rumah,
pencahayaan, lantai rumah dan kondisi kebersihan rumah.
Pengolahan sampah meliputi tempat pembuangan sampah, cara
mengelola sampah. Sumber air meliputi sumber air yang digunakan
keluarga dan sumber air minum yang digunakan keluarga. Jamban
keluarga meliputi memiliki WC, jenis jamban dan jarak
penampungan tinja dengan sumber mata air. Fasilitas sosial dan
kesehatan meliputi perkumpulan sosial, fasilitas kesehatan dalam
masyarakat, pemanfaatan fasilitas kesehatan dan keterjangkauan
fasilitas kesehatan.
Pengkajian struktur keluarga, terdiri dari pola komunikasi keluarga,
struktur kekuatan keluarga, struktur peran dan nilai norma budaya.
Pola komunikasi keluarga meliputi cara dan jenis komunikasi yang
dilakukan keluarga, cara keluarga memecahkan masalah.
Struktur kekuatan keluarga meliputi respon keluarga bila ada
anggota keluarga yang mengalami masalah dan kekuatan yang
digunakan keluarga. Struktur peran meliputi peran formal dan
informal.
Pengkajian fungsi keluarga terdiri dari fungsi afektif, fungsi
sosialisasi, fungsi reproduksi dan fungsi perawatan kesehatan.
Fungsi afektif meliputi bagaimana cara keluarga mengekspresikan
perasaan kasih sayang, perasaan saling memiliki, dukungan
terhadap anggota keluarga dan saling menghargai. Fungsi
sosialisasi meliputi bagaimana memperkenalkan anggota keluarga
dengan dunia luar, interaksi dan hubungan dalam keluarga. Fungsi
perawatan kesehatan meliputi mengenal masalah kesehatan dalam
keluarga, mengambil keputusan dalam keluarga untuk mengatasi
atau mencegah terjadinya komplikasi dari masalah kesehatan
tersebut, merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi
lingkungan dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada.
Pengkajian stress dan koping keluarga meliputi stressor jangka
panjang dan jangka pendek serta kekuatan keluarga, respon
keluarga terhadap stress, strategi koping yang digunakan dan
strategi adaptasi yang disfungsional. Pemeriksaan fisik meliputi
tanggal pemeriksaan fisik dilakukan, pemeriksaan kesehatan
dilakukan pada seluruh anggota keluarga dan membuat kesimpulan
dari hasil pemeriksaan fisik. Aspek pemeriksaan fisik meliputi:
Penjajagan II berisi tentang 5 fungsi perawatan kesehatan keluarga
yang berhubungan dengan pengetahuan keluarga tentang penyakit
dan penanganannya (Ayu, 2010).
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan keluarga disusun berdasarkan jenis
diagnosis seperti:
1) Diagnosis Sehat atau wellness
Diagnosis sehat atau wellness, digunakan bila keluarga
mempunyai potensi untuk ditingkatkan, belum ada data
maladaptif. Perumusan diagnosis keperawatan keluarga
potensial hanya terdiri dari komponen problem (P) saja atau P
(problem) dan S (symptom / sign), tanpa komponen etiology
(E) (Ayu, 2010).
2) Diagnosis ancaman (risiko)
Diagnosis ancaman digunakan bila belum terdapat paparan
masalah kesehatan, namun sudah ditemukan beberapa data
maladaptif yang memungkinkan timbulnya gangguan.
Perumusan diagnosis keperawatan keluarga risiko, terdiri dari
problem (P), etiology (E) dan symptom atau sign (S) (Ayu,
2010) .
3) Diagnosis nyata atau gangguan
Diagnosis gangguan digunakan bila sudah timbul gangguan
atau masalah kesehatan keluarga didukung dengan adanya
beberapa data maladaptif. Perumusan diagnosis keperawatan
keluarga nyata atau gangguan, terdiri dari problem (P),
etiology (E) dan symptom atau sign (S). Perumusan problem
(P) merupakan respon terhadap gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar. Sedangkan etiology (E) mengacu pada 5
tugas keluarga yaitu :
a) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, meliputi
persepsi terhadap keparahan penyakit, pengertian, tanda
dan gejala, faktor penyebab dan persepsi keluarga terhadap
masalah.
b) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan meliputi
sejauhmana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya
masalah, masalah dirasakan keluarga, keluarga menyerah
terhadap masalah yang dialami, sikap negatif terhadap
masalah kesehatan, kurang percaya terhadap tenaga
kesehatan dan informasi yang salah.
c) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang
sakit meliputi bagaimana keluarga mengetahui keadaan
sakit, sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan,
sumber-sumber yang ada didalam keluarga dan sikap
keluarga terhadap sakit.
d) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan
meliputi keuntungan/ manfaat pemeliharaan lingkungan,
pentingnya hygiene sanitasi dan upaya pencegahan
penyakit.
e) Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas keluarga
meliputi keberadaan fasilitas kesehatan, keuntungan yang
didapat, kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan,
pengalaman keluarga yang kurang baik (Ayu, 2010).

c. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai
serta rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan
dirumuskan untuk mengatasi atau meminimalkan stressor dan
intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan.
Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan fleksibel,
pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan sekunder
dan pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisten.
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Penetapan tujuan jangka panjang (tujuan umum) mengacu pada
bagaimana mengatasi problem atau masalah (P) di keluarga
sedangkan penetapan tujuan jangka pendek (tujuan khusus) mengacu
pada bagaimana mengatasi etiology (E). Tujuan jangka pendek harus
SMART (S=spesifik, M=measurable/dapat diukur,
A=achievable/dapat dicapai, R=reality, T=time limited/punya limit
waktu). Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari penetapan
tujuan, yang mencakup tujuan umum dan tujuan khusus serta
dilengkapi dengan kriteria dan standar. Kriteria dan standar
merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang diharapkan dari
setiap tindakan keperawatan berdasarkan tujuan khusus yang
ditetapkan (Ayu, 2010).

d. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan bagian aktif dalam asuhan
keperawatan yaitu perawat melakukan tindakan sesuai rencana.
Tindakan ini bersifat intelektual, teknis dan interpersonal berupa
berbagai upaya memenuhi kebutuhan dasar klien. Tindakan
keperawatan meliputi: tindakan keperawatan, observasi keperawatan,
pendidikan kesehatan atau keperawatan dan tindakan medis yang
dilakukan perawat (kolaborasi). Pelaksanaan keperawatan perlu
merencanakan secara sistematis, berurutan, bertingkat berdasarkan
rencana tindakan yang telah disusun sebelum implementasi
keperawatan, perawat perlu kontrak terlebih dahulu dengan keluarga
dan membuat suatu rencana kegiatan yang bertujuan agar selama
pelaksanaan keperawatan sesuai dengan waktu yang disepakati dan
bahan yang diimplementasikan mempunyai efektifitas yang tinggi.
Pelaksanaan dapat dilakukan klien sendiri (anggota keluarga
atau keluarga), perawat, anggota tim perawat (kesehatan ), keluarga
lain (extended) dan orang lain yang masuk dalam jaringan kerja
keperawatan keluarga (Ayu, 2010).
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
digunakan untuk mengetahui pencapaian tujuan yang ditetapkan dan
keefektifan intervensi yang dilakukan bagi keluarga setempat sesuai
dengan kondisi dan situasi sesuai dalam mengatasi masalah keluarga.
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi
program merupakan proses mendapatkan dan menggunakan
informasi sebagai proses mendapatkan dan menggunakan informasi
sebagai dasar proses pengambilan keputusan dengan cara
meningkatkan upaya pelayanan kesehatan. Evaluasi proses
difokuskan pada urutan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
hasil. Evaluasi hasil dapat diukur melalui perubahan pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude) dan perubahan perilaku. Evaluasi
disusun menggunakan SOAP (Subjektif, Objektif, Analisa, Planning)
secara operasional dengan sumatif (dilakukan selama proses asuhan
keperawatan) dan formatif (dengan proses dan evaluasi akhir).
Metode yang dipakai dalam evaluasi antara lain: observasi langsung,
wawancara, memeriksa laporan, dan latihan stimulasi. Penentuan
keputusan pada tahap evaluasi ada 3 kemungkinan keputusan pada
tahap ini antara lain: keluarga telah mencapai hasil yang ditentukan
dalam tujuan, keluarga masih dalam proses mencapai hasil yang
ditentukan, keluarga tidak dapat mencapai hasil yang telah
ditentukan. Hasil dari evaluasi terdiri dari 3 tujuan tercapai, tercapai
sebagian atau tidak tercapai. Tujuan tercapai yaitu jika klien
menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan, tujuan tercapai sebagian yaitu jika klien menunjukkan
perubahan sebagian dari standar dan kriteria yang telah ditetapkan
dan tujuan tidak tercapai yaitu jika klien tidak menunjukkan
perubahan dan kemajuan sama sekali dan bahkan timbul masalah
baru (Ayu, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Citra, Agus. (2004). Tuntunan Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Bandung:


Rizqi Press

Doenges, Marilynn E, dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman


untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3.
Alih Bahasa: I Made Kariasa, dkk. (2001) Jakarta: EGC

Effendy, Nasrul. (1998). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, edisi


2. Jakarta: EGC

Friedman, Marilyn M. (2002). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3.


Jakarta: EGC.

Hadi, Soeparman. (1999). Ilmu Penyakit Dalam, jilid kedua. Depok: Balai
Pustaka FKUI.

Mansjoer, Arif. (1999). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga jilid pertama.
Jakarta: Media Aesculapeus

Price, Sylvia A, dkk.( 2005). Patofisiologi “Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit”, Edisi 6 Vol I. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart, Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi Dalam Praktik.


Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai