Bahan Debat Human Intervention
Bahan Debat Human Intervention
Intervensi:
Lauterpacht dalam Huala Adolf memberikan definisi intervensi sebagai campur
tangan secara diktaktor oleh suatu negara terhadap urusan dalam negeri negara lain
dengan maksud baik untuk memelihara atau mengubah keadaan, situasi, atau
barang di negara tersebut (Huala Adolf, 2002, Aspek-Aspek Nagara Dalam Hukum
Internasional, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, hlm.31)
Intervensi kemanusiaan
- Intervensi kemanusiaan didefinisikan oleh Danish Institute of International
Affairs sebagai: “coercive action by States involving the use of armed force in
another State without the consent of its Government, with or without
authorization from the UN Security Council, for the purpose of preventing or
putting to a halt gross and massive violations of human rights or international
humanitarian law” (Hans Corell, 2001, To intervene or not: The dilemma that
will not go away, dalam Conference On The Future Of Humanitarian
Intervention, hlm.2)
- Intervensi kemanusiaan juga dapat diartikan sebagai intervensi bersenjata
yang dilakukan oleh suatu negara dengan pertimbangan kemanusiaan.
Intervensi ini bukan bertujuan untuk mengganti kedaulatan suatu negara
tetapi menyelamatkan para korban perlakuan brutal atau kejam dan tidak
manusiawi yang dialami di suatu negara (Ian Brownlie, 2003, Principles of
Public International Law, Six Edition, Oxford University Press, hlm.710)
- hak negara untuk bertindak secara koersif terhadap negara lain untuk
menghentikan kekejaman massal untuk mencegah atau menghentikan
pelanggaran berat terhadap HAM atau hukum humaniter internasional.
Dengan demikian maka motif lain selain hal ini tidak dapat dianggap sebagai
sebuah intervensi kemanusiaan.
Pro:
1. Setuju tidak diperbolehkan, tidak setuju jika human intervention itu ada
2. Pendapat yang setuju tidak di perbolehkan
3. Dampak negative human intervention:
a. Destabilizing the region or country
b. Expense
c. Impacting the global economy, currency rates, stock markets,
balance of trade and the like
d. Establishing a tradition of interventionism
e. Excessive interventionism in the past causes delays when
intervention is actually necessary
f. Dapat melanggar kedaulatan Negara
g. Menafikkan piagam PBB, serta melanggar PS 2 ayat (4) Piagam.
DEV
Kontra:
1. Tidak setuju tidak diperbolehkan, setuju jika human intervention ada
2. Pendapat yang setuju
3. Dampak positif human intervention:
a. Providing humanitarian help
b. Protecting innocent civilians
c. Increasing awareness of human, women’s, and children rights
d. Helping to topple adjust regimes
e. Helping to establish the rule of law and democracy
f. Bringing people guilty of war crimes to justice
Tolak ukur:
1. Jika Negara dianggap gagal mengatasi masalahnya sendiri
2. Jika sudah melibatkan banyak Negara yang terganggu
3. Jika sudah dianggap menganggu atau mengancam keamanan dunia
Intervensi ada 2:
A. Intervensi tanpa senjata, jadi hanya sugesti diplomatic. Diplomat
berinisiatif untuk bertanya ke presiden
B. Intervensi dengan senjata
*notes
- Asian C. Udoh mengusulkan beberapa kriteria untuk menilai layak atau
tidaknya suatu intervensi kemanusiaan, yang mana berdasarkan kriteria-
kriteria ini bisa dijadikan pijakan untuk melihat syarat-syarat yang diperlukan
untuk melakukan intervensi kemanusiaan di suatu negara. Kriteria yang
diusulkan oleh Asian C. Udoh adalah sebagai berikut:
- 1. The use of humanitarian intervention must be immediate and only occur
during the actual commission of the human rights violation or immediate
threat of an offense; 2. Authorization for intervention must be by a competent
DEV
- Madicin Sans Fronteriers adalah satu dari sekian organisasi internasional yang
fokus pada “human Rights” daripada “human needs” serta mengadopsi
strategi politik di medan konflik[7]. Mereka sangat vocal dalam menyuarakan
dukunganya terhadap intervensi militer. Bernard Kouchner pendiri dari MSF
merupakan aktifis yang sangat sepakat terhadap adanya intervensi eksternal
terutama dari militer di medan konflik dan dia sangat vocal mendukung NATO
dalam upayanya melakukan intervensi militer di Kosovo 1999 serta
mendukung penuh penggulingan rezim Saddam Hussein 2003. Organisasi lain
yang dianggap sebagai pelopor paham moderen adalah HRW (Human right
Watch) yang mana mereka mengabsakan serta menyokong adanya intervensi
militer dalam konflik Kosovo dan Timor Timur. HRW percaya bahwa
penggunaan militer dalam melakukan intervensi dimedan konflik sangat
efektif dan mereka menyebut bahwa trend ini merupakan era baru dalam
gerakan hak asasi manusia[8] (http://erry-mega-
fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-97993-
Humanitarianisme%20Dan%20Intervensi%20Kemanusiaan-
INTERVENSI%20KEMANUSIAAN%20:%20%20IDE,%20KONSEP%20DAN%20IMP
ELEMENTASINYA%20PADA%20ABAD%2019%20DAN%2020.h)
Intervensi tidak ada negoisasi karena masalah yang masih bisa negoisasi masih
dianggap kecil; Kalau sudah intervensi, berarti masalah didalam Negara sudah
besar.
When nations send their military forces into other nations' territory, it is
rarely (if ever) for "humanitarian" purposes. They are typically pursuing their
narrow national interest - grabbing territory, gaining geo-strategic advantage,
or seizing control of precious natural resources. Leaders hope to win public
support by describing such actions in terms of high moral purposes - bringing
peace, justice, democracy and civilization to the affected area. In the era of
colonialism, European governments all cynically insisted that they acted to
promote such higher commitments - the "white man's burden," "la mission
civilisatrice," and so on and so forth.
(https://www.globalpolicy.org/qhumanitarianq-intervention.html)
Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB menyatakan bahwa “All members shall refrain in
their international relations from the threat or use of force against the
territorial integrity or political independence of any state, or in any other
manner inconsistent with the purposes of the United Nations.” Pasal 2 ayat 4
tersebut melarang semua anggota PBB untuk tidak menggunakan ancaman
ataupun kekerasan di dalam hubungan internasional terhadap keutuhan
wilayah dan kemerdekaan poitik dari suatu negara dengan cara apapun yang
tidak sesuai dengan tujuan-tujuan PBB (50 Sumaryo Suryokusumo, 2007, Studi
Kasus Hukum Internasional, PT. Tata Nusa, Jakarta, hlm, 46.)
Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625 Tahun 1970 melarang negara- negara
menggunakan ancaman serta kekerasan terhadap integritas wilayah atau
kebebasan politik negara manapun, atau dengan cara apapun yang tidak
sesuai dengan tujuan PBB, tindakan penggunaan ancaman atau kekerasan
merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan Piagam PBB serta
DEV
Pasal 1 dari Resolusi Majelis Umum PBB No. 2131 Tahun 1965 melarang setiap
negara melakukan intervensi dengan alasan apapun, baik secara lansung
ataupun tidak terhadap persoalan internal dan external dari negara lain.
Setiap negara dilarang melakukan tindakan intervensi militer ataupun bentuk
intervensi lainnya yang mengancam kedaulatan, politik, ekonomi dan budaya
dari negara lain.
Pasal 2 di atas menyatakan dengan tegas bahwa mengutuk setiap tindakan
dari suatu negara yang menggunakan atau mendorong penggunaan ekonomi,
politik atau jenis lain sebagai pemaksaan terhadap negara lain dengan tujuan
untuk mendapatkan keuntungan dari pelaksanaan kedaulatan suatu negara.
Juga melarang setiap negara mengatur, membantu secara finansial,
menghasut atau membiarkan tindakan subversif, teroris atau kegiatan
bersenjata yang diarahkan menggulingkan rezim negara lain, atau campur
tangan dalam konflik sipil di negara lain.
(Document General Assembly Resolution 2131 (XX) Of 21 December 1965
Declaration On The Inadmissibility Of Intervention In The Domestic Affairs Of
States And The Protection Of Their Independence And Sovereignty, Pasal 1
dan 2) contoh ****
Hak asasi manusia adalah hal yang tidak bisa diganggu gugat dan memiliki
kedudukan yang sama dengan kedaulatan
Senjata hanya digunakan pada saat keadaan sudah sangat rumit dan
mengancam perdamaIan dunia
prove to be useful in setting right the chaotic state of affairs as they exist
presently
Tahun 1994 terjadi suatu kasus genosida (genocide) di Rwanda yang memakan
korban sebanyak 850.000 orang suku Tutsi. Pembunuhan massal (mass
murder) terhadap suku Tutsi tersebut dikomando oleh Akazu yang merupakan
kelompok mayoritas suku Hutu, lalu Genosida terhadap suku Kurdi di Irak
pada tahun 1987, konflik di Kosovo pada tahun 1998 sampai dengan 1999,
dan konflik Darfur pada tahun 2003. Pernyataan asli Kofi Annan : "Just as we
have learned that the world cannot stand aside when gross and systematic
violations of human rights are taking place, so we have also learned that
intervention must be based on legitimate and universal principles if it is to
enjoy the sustained support of the world's peoples. This developing
international norm in favour of intervention to protect civilians from
wholesale slaughter will no doubt continue to pose profound challenges to
the international community." Dikutip dari Humanitarian Action And State
Sovereignty, International Institute of Humanitarian Law , 2001, hal.38
Sejatinya, segala bentuk intervensi (sebuah negara melada negara lain) itu
tidak diperbolehkan dan bertentangan dengan prinsip kedaulatan dan sistem
negara bangsa yang diadopsi sejak Perjanjian Westphalia 1948 di Eropa.
Sistem negara bangsa kemudian berkembang di Amerika Latin pada abad 19,
dan di Asia-Afrika abad ke 20 (pasca perang dunia ke dua), seiring dengan
kemerdekaan dari kolonialisme.
Tapi, persoalan semakin kompleks. Misal apa yang harus dilakukan oleh
masyarakat internasional untuk menjaga hak asasi manusia terutama
menghadapi crime against humanity atau kejatahan perang lainnya, seperti
genosida di Rwanda 1994 dan pembantaian Srebrenica di Bosnia 1995. Maka,
dibuatlah mekanisme yang memungkinkan terjadinya intervensi untuk
menghentikan kejahatan kemanusiaan semacam itu.
DEV
Jika disetujui oleh DK PBB, maka intervensi bisa dilakukan oleh organisasi
regional yang diberi otoritas oleh DK PBB bentuknya bisa organisais
keamanan regional maupun dengan membentuk Multi National Forces (MNF).
Intervensi juga dilakukan dalam kapasitas netral, bukan berpihak pada salah
satu kubu yang berkonfik. Tujuannya hanya untuk menghentikan konflik,
memastikan/mendorong perdamaian, dan pemberian bantuan kemanusiaan.
Jadi intinya, masalah kedaulatan (yang lahir dari Perjanjian Westphalia 1948)
dengan prinsip Hak Asasi Manusia (yang dideklarasikan secara universal
1948) masih menjadi dilema.
- Contoh:
DEV
- Contoh
NATO bombing of Serbia, intervention in Kosovo worsened situation. For example
the Nato bombing of Serbia to "protect" Kosovo is one of the most cited examples of
humanitarian intervention. But the bombing, as well as killing many innocent
Serbians, also greatly escalated the murdering of Kosovar Albanians by the Serb
police - a response anticipated by NATO Commander General Wesley Clark and US
Secretary Of State, Madeline Albright. Far from solving the problem of ethnic
cleansing against the Kosovar Albanians, the bombing merely exacerbated it. The
Belgrade Centre for Human Rights wrote that “the airstrike erases the results of 10
years of hard work by NGOs etc. and the democratic opposition to promote non-
violent conflict resolution etc.” So this "humanitarian intervention" not only killed
innocent Serbians and exacerbated the crimes against the Kosovar Albanians but it
destroyed the hope for a peaceful overthrow of Milosevic.
(http://debatepedia.idebate.org/en/index.php/Debate:_Humanitarian_intervention)
DEV
- Contoh:
Intervensi kemanusiaan Amerika Serikat dan koalisi di Libya pada 2011 pada
dasarnya adalah upaya mengganti rezim Khadafi yang dianggap tidak ramah
terhadap negara-negara barat. Amerika Serikat menemukan momentum itu ketika
Libya dilanda revolusi politik yang berlarut-larut oleh kaum pemberontak yang
didukung barat. Demokratisasi ternyata tidak berjalan mulus seperti yang terjadi di
Tunisia dan Mesir dimana demonstran anti pemerintah berhasil menggulingkan
rezim Ben Ali dan Mubarak. Alih-alih mundur, Khadafi justru memberangus
kelompok anti pemerintah dengan kekerasan. Situasi ini membuat DK PBB terpaksa
mengambil langkah tegas. Tiga anggota tetap (Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat)
minus Rusia dan Cina yang mengambil keputusan abstain mengeluarkan resolusi
untuk menggelar operasi militer terhadap Libya dengan satu misi: menyelamatkan
warga sipil yang menjadi korban penindasan rezim Khadafi. Intervensi kemanusiaan
di Libya adalah sebuah paradoks (Finnemore dalam Price 2008). Serangan koalisi ke
negara itu justru mengakibatkan jatuhnya korban jiwa di kalangan sipil. Pada
serangan tanggal 20 Maret 2011 serangan NATO membunuh 48 warga sipil Libya
(Viva News 2011). Serangan militer itu membuktikan bahwa motivasi pasukan koalisi
tidak lagi bersifat kemanusiaan, tetapi politis. Setelah NATO mengambil alih
serangan, korban sipil terus berjatuhan. Pada tanggal 13 Mei 2011, serangan tentara
NATO menewaskan 16 warga sipil Libya dan melukai sedikitnya 40 orang di kota
Brega, Libya Timur (Antara News 2011). Intervensi Kemanusiaan dalam Studi
Hubungan Internasional Global & Strategis, Th. 10, No. 1 65 Bukti lain jika serangan
ke Libya bukan bermotif kemanusiaan adalah NATO menolak tawaran negosiasi dari
pemimpin Libya Moammar Khadafi (Republika 2011). NATO meragukan kredibilitas
tawaran damai tersebut. Penolakan barat tersebut bisa dikategorikan sebagai
pengabaian terhadap upaya damai. Bagi negara-negara barat, upaya damai tidak ada
gunanya jika Khadafi belum berhasil digulingkan dan menggantinya dengan rezim
demokratis.
(https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&
uact=8&ved=0ahUKEwiQvqfUltrXAhXLKY8KHSTbAYUQFgglMAA&url=http%3A%2F%2
Fjournal.unair.ac.id%2FJGS%40intervensi-kemanusiaan-dalam-studi-hubungan-
article-10423-media-23-category-8.html&usg=AOvVaw2BxDq5c-3Fmep5B7QEcgGh)
Contoh****:
1. Ada beberapa kasus serupa yang pernah terjadi, antara lain: Pertama, Kasus
Hungaria pada tahun 1956, tanggal 23 Oktober masyarakat Hungaria
melakukan demontrasi di Kota Budapest untuk menentang pemerintahan
pada masa itu.54 Negara Hungaria tidak mampu mengatasi permasalahan ini
sehingga meminta bantuan kepada Uni Soviet. Pada 4 November 1956,
pasukan Rusia memenuhi permintaan Negara Hungaria setelah Hungaria
mengajukan permintaan yang kedua.55 (54 D.J. Harris, 2004, Cases and
Materials on International Law, Sweet & Maxwell, London, hlm, 917.)
DEV
2. Kedua, Kasus Negara Grenada pada tahun 1979. Negara Grenada merupakan
negara kepulauan yang terletak di antara Trinidad dan Tobago serta negara
paling selatan dari kepulauan Windward, Karibia.56 Presiden terpilih Maurice
Bishop melakukan kerjasama dengan Negara Kuba dan Uni Soviet. Tindakan
Maurice Bishop tersebut menimbulkan banyak tekanan dari pihak oposisi
yang radikal. Pada 19 Oktober, Bishop dan para pendukungnya di gulingkan
oleh pihak yang menentangnya. Keributan semakin parah ketika pemerintah
Grenada melakukan kekerasan terhadap kerumunan masyarakat sipil.57 Pada
23 Oktober, Negara Amerika mengirimkan pasukannya ke Grenada dengan
beberapa alasan pembenar, yaitu: untuk melindungi warga Negara Amerika
Serikat; adanya permintaan untuk mengintervansi dari Organization Of
Eastern Caribbean States (OECS), Organisasi Negara-Negara Karibia Timur; dan
adanya permintaan intervensi dari Governor-General Grenada, dimana
kewenangannya untuk meminta bantuan Negara lain diragukan.58 Resolusi
Dewan Keamanan (DK) PBB menyatakan bahwa tindakan intervensi yang
dilakukan oleh pihak Amerika merupakan tindakan yang tidak sah atau illegal.
Negara Amerika Serikat melakukan veto terhadap Resolusi Dewan Keamanan
PBB.59 (57 Robert J Beck, “Grenada”, Oxford Public International Law, dapat
dilihat di http://opil.ouplaw.com/view/10.1093/law:epil/9780199231690/law-
9780199231690-e1292,diakses pada tanggal 25 Desember 2014. 58 Ibid., 59
D.J. Harris, 2004, Op.Cit. hlm, 919.)
4. Keempat, kasus Nikaragua dengan Amerika Serikat pada tahun 1986. Pada
tahun 1984 Nikaragua menuntut negara Amerika Serikat ke Mahkamah
Internasional.62 Nikaragua mempermasalahkan tindakan intervensi yang
dilakukan oleh negara Amerika Serikat terhadap permasalahan internal
Nikaragua, serta penggunaan kekerasan atau the use of force terhadap
Nikaragua.63 Amerika Serikat menyatakan bahwa tindakan intervensi militer
yang dilakukan dalam kapasitas kolektif self defence.64 Negara Amerika
DEV
dalam kasus ini beralasan membantu negara Honduras, Costa Rica, dan El
Salvador.65 Mahkamah internasional memutuskan bahwa tindakan Amerika
telah melanggar ketentuan hukum internasional dengan melakukan intervensi
terhadap permasalahan internal Nikaragua.
SomaliaTahun 1992 yang dalam hal ini Somalia dipandang tidak mampu untuk
menyelasaikan persoalan kemanusiaan yang terjadi di sana karena
dianggasebagai negara gagal.
http://www.un.org/en/sections/un-charter/chapter-i/index.html
DEV
http://www.un.org/en/sections/un-charter/chapter-vii/index.html
https://www.kompasiana.com/www.burhanhernandez.com/humanitarian-
intervention-pada-kasus-konflik-di-libya_555e86bb347b612217796014
https://www.academia.edu/19798504/Intervensi_Kemanusiaan_Humanitarian_Inter
vention_Australia_dalam_Kasus_Teroris_ISIS_di_Afrika