Anda di halaman 1dari 102

PELAKSANAAN PROGRAM PENANGGULANGAN DEMAM

BERDARAH DENGUE (DBD) DI PUSKESMAS


HUTABAGINDA KECAMATAN
TARUTUNG TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH

SUITHA ANDRYANI
NIM : 131000704

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


PELAKSANAAN PROGRAM PENANGGULANGAN
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DI PUSKESMAS HUTABAGINDA
KECAMATAN TARUTUNG
TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH
SUITHA ANDRYANI
131000704

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PELAKSANAAN


PROGRAM PENANGGULANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE
(DBD) DIPUSKESMAS HUTABAGINDA KECAMATAN TARUTUNG
TAHUN 2017” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri
dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara yang tidak
sesuai dengan etika keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko
atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya
pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak
lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2017

SUITHA ANDRYANI
NIM. 131000704

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang


disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. DBD merupakan penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar
Biasa (KLB). Salah satu daerah endemis DBD adalah Kabupaten Tapanuli Utara
yang terletak didataran tinggi. Kejadian DBD didataran tinggi merupakan sebuah
fenomena. Salah satu kecamatan yang mengalami peningkatan kasus DBD di
kabupaten tapanuli utara adalah kecamatan tarutung. Program penanggulangan
DBD yang dilakukan Puskesmas Hutabaginda meliputi Fogging Fokus,
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dan Penyuluhan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
menganalisis pelaksanaan program penanggulangan DBD di Puskesmas
Hutabaginda Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara Pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara mendalam. Analisis data dilakukan secara deskriptif
dan disajikan dalam bentuk narasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program
penanggulangan DBD belum optimal. Hal ini disebabkan oleh Sumber Daya
Manusia yang belum memadai, kurangnya sarana dan prasarana untuk
pelaksanaan program.
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada puskesmas untuk
memberdayakan Sumber Daya Manusia yang ada, diharapkan kepada dinas untuk
melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan, diharapkan
kepada masyarakat agar berpartisipasi aktif untuk mendukung pelaksanaan
kegiatan penanggulangan DBD.

Kata Kunci: Demam Berdarah Dengue (DBD), Fogging Fokus,


Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), Penyuluhan.

iii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) was an infectious disease caused by


dengue fever which was transmitted by Aedes aegypti bites. DHF was a disease
which could potentially evoke outbreak. One of DHF endemic area was North
Tapanuli Regency in plateau area. DHF case in plateau area was a phenomenom.
One of district which DHF cases was found in creasing in North Tapanuli
Regency was Tarutung district. DHF control program conducted by Primary
Health Care Hutabaginda include fogging, mosquito’s nest eradication, and
counseling.
This research was qualitatived research which aims to analyze the
implementation of DHF control program in Primary Health Care Hutabaginda
Tarutung District North Tapanuli Regency, conducted through indepth interview.
Analysis was descriptived and presented in narration form.
The results show that the implementation of DHF control program was
not optimal yet. This was caused by inadequate human resources, lacks of tools
and infrastructure for program implementation.
Based on the research, Primary Health Care Hutabaginda was expected
to empower human resources, The authorities was expected to do supervision
upon already implemented activities. The public was expected to actively in
supporting implementation of DHF control program.

Keywords: Dengue Haemorrhagic Fever (DHF), Fogging, Counseling.

iv

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan

judul “Pelaksanaan Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue

(DBD) di Puskesmas Hutabaginda Kecamatan Tarutung Tahun 2017”, guna

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat.

Dalam penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi

ini penulis banyak mendapat bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes selaku Ketua Departemen Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

4. dr. Heldy B.Z, MPH selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Penguji Skripsi

yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan

kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


5. dr. Fauzi, SKM selaku Dosen Pembimbing II Skripsi yang telah banyak

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis

dalam penulisan skripsi ini.

6. dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku Dosen Penguji I Skripsi yang telah banyak

meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan dan arahan kepada

penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Dr. Juanita, SE, M.Kes selaku Dosen Penguji II Skripsi yang telah banyak

meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan dan arahan kepada

penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

8. Dr. Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah memperhatikan penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Dosen Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, seluruh

Dosen dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

yang telah memberikan ilmu, bimbingan serta dukungan moral kepada

penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

10. dr.Susi Sihombing Kepala Puskesmas Hutabaginda yang telah memberikan

izin dan membantu penulis untuk melakukan penelitian di puskesmas tersebut

dan seluruh pegawai Puskesmas Hutabaginda Kecamatan Tarutung yang telah

membantu penulis dalam melakukan penelitian.

11. Seluruh Bapak dan Ibu Staf Pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

vi

Universitas Sumatera Utara


12. Teristimewa untuk keluarga tercinta, Ayahanda Tulus Hutasoit, S.H dan

Ibunda Mangisi Lumban Tobing, abang saya Sunarto Hutasoit dan juga adik-

adik saya Dodi Hatopan Hutasoit dan Daniel Hutasoit. Terima kasih atas doa,

nasihat, kasih sayang, perhatian, motivasi serta dukungan dalam bentuk

apapun kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini,

baik dari segi isi maupun bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi

ini. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita.

Medan, Oktober 2017


Penulis

Suitha Andryani

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...........................................i


HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................ii
ABSTRAK ........................................................................................................ iii
ABSTRACT ......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiv
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 7
1.3 Tujuan penelitian ........................................................................... 7
1.4 Manfaat penelitian.......................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 9


2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat .......................................................... 9
2.1.1 Puskesmas…………………………............................... ...... 9
2.1.2 Tujuan Puskesmas ................................................................ 9
2.1.3 Prinsip Penyelengggaran Puskesmas..................................... 9
2.1.4 Fungsi Puskesmas .............................................................. 11
2.2 Demam Berdarah Dengue ............................................................ 12
2.2.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue ................................. 13
2.2.2 Penyebab Demam Berdarah Dengue................................... 13
2.2.3 Vektor Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) ........... 13
2.2.4 Ciri-ciri Nyamuk Aedes aegypti ......................................... 14
2.2.5 Taksonomi dan Morfologi Nyamuk Aedes aegypti ............. 15
2.2.6 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti.................................. 16
2.2.7 Gejala dan Tanda Demam Berdarah Dengue....................... 17
2.2.8 Tempat Pembiakan Nyamuk Aedes aegypti ........................ 18
2.2.9 Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti.................................... 18
2.2.10 Penularan Demam Berdarah Dengue ................................ 19
2.3 Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) ........ 19
2.4 Kegiatan Pokok Pengendalian Demam Berdarah (DBD) .............. 20
2.5 Tata Laksana Penanggulangan Demam Berdarah (DBD).............. 23
2.5.1 Penyelidikan Epidemiologi................................................. 24
2.5.2 Penanggulangan Fokus ....................................................... 24
2.5.2.1Kriteria Penanggulangan Fokus ........................................ 25
2.6 Pelaksanaan Program Penanggulangan Demam Berdarah
Dengue ...................................................................................... 27
2.7 Pendekatan Sistem ....................................................................... 29

viii

Universitas Sumatera Utara


2.8 Komponen Dalam Program Penanggulanagan Demam
Berdarah Dengue ........................................................................ 32
2.8.1 Masukan........................................................................ .....32
2.8.1.1Sumber Daya Manusia (SDM)................................. 32
2.8.1.2 Sarana dan Prasarana ............................................. 33
2.9 Kerangka Pikir........ ..................................................................... 35

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 37


3.1 Jenis Penelitian ............................................................................ 37
3.2 Lokasi Penelitian.......................................................................... 37
3.2.1 Lokasi Penelitian ................................................................ 37
3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................ 37
3.3 Informan Penelitian...................................................................... 37
3.4 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 38
3.5 Instrumen Pengambilan Data........................................................ 38
3.6 Triangulasi..... ........................................................................... ...39
3.7 Metode Analisis Data ................................................................... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN ..................................................................... 40


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................. 40
4.1.1 Geografis............................................................................ 40
4.1.2 Demografis......................................................................... 40
4.1.3 Sumber Daya Manusia........................................................ 41
4.2 Karakteristik Informan ................................................................. 41
4.4 Pelaksanaan Program Penanggulangan DBD................................ 44
4.4.1 Masukan (Input) ................................................................. 44
4.4.1.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia ( SDM).......... 44
4.4.1.2 Dana........................................................…………45
4.4.1.3 Sarana dan Prasarana.............................................. 46
4.4.2 Proses (Process) ................................................................. 46
4.4.2.1 Perencanaan (Planning) ............................................ 46
4.4.2.2 Pengorganisasian (Organizing) ................................. 47
4.4.2.3 Pelaksanaan…. .................................................…….48
4.4.2.4 Pengawasan…. ......................................................... 55
4.4.3 Keluaran (Output)… ...................................................…….55

BAB V PEMBAHASAN............................................................................... 57
5.1 Komponen Masukan (Input)......................................................... 57
5.1.1 Sumber Daya Manusia........................................................ 57
5.1.2 Dana....... ............................................................................ 59
5.1.3 Sarana dan Prasarana.......................................................... 60
5.2 Komponen Proses (Process)......................................................... 62
5.2.1 Fogging Fokus.................................................................... 62
5.2.1.1 Perencanaan............................................................ 62
5.2.1.2 Pengorganisasian.................................................... 62
5.2.1.3 Pelaksanaan dan pergerakan ................................... 63

ix

Universitas Sumatera Utara


5.2.1.4 Hambatan….. ......................................................... 65
5.2.1.5 Pengawasan…........................................................ 65
5.2.2 Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) ............................... 66
5.2.2.1 Perencanaan.. ......................................................... 66
5.2.2.2 Pengorganisasian.................................................... 67
5.2.2.3 Pelaksanaan dan Pergerakan ................................... 67
5.2.2.4 Hambatan….. ......................................................... 68
5.2.2.5Pengawasan............................................................. 69
5.2.3 Penyuluhan......................................................................... 69
5.2.3.1 Pengorganisasian.................................................... 70
5.2.3.2 Pelaksanaan dan Pergerakan ................................... 70
5.2.3.3 Hambatan ............................................................... 71
5.2.3.4 Pengawasan............................................................ 72
5.3 Keluaran (Output) ........................................................................ 72

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 73


6.1 Kesimpulan.................................................................................. 73
6.2 Saran............. ............................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 75


LAMPIRAN ................................................................................................. 78

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Distribusi Jumlah Informan.............................................................. 38

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk menurut kelompok umur ............................... 40

Table 4.2 Data Tenaga Ahli di Wilayah Kerja Puskesmas Hutabaginda........... 41

Tabel 4.3 Karakteristik Informan..................................................................... 42

Tabel 4.5 Matriks Pernyataan Informan Tentang SDM dalam


Penanggulangan DBD...................................................................... 44

Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Tentang pelatihan Penanggulangan DBD .......... 44

Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Informan Tentang Dana dalam Penanggulangan


DBD ................................................................................................ 45

Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Informan Tentang Sarana da Prasarana dalam


Penanggulangan DBD...................................................................... 46

Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Informan Tentang Perencanaan


Penanggulangan DBD...................................................................... 46

Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Pengorganisasian Program


Penanggulangan DBD...................................................................... 47

Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan Tentang Koordinasi dalam Pelaksanaan


Program Penanggulangan DBD ....................................................... 48

Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan Tentang


Pelaksanaan Fogging Fokus............................................................. 49

Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Tentang Pelaksanaan Penyuluhan Kesehatan .... 51

Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Informasi Tentang Pelaksanaan PSN................. 52

Tabel 4.15 Matriks Pernyataan Informan Tentang Hambatan Dalam Pelaksanaan


Program Penanggulangan DBD ...................................................... 53

Tabel 4.16 Matriks Pernyataan Informan Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam
Pelaksanaan Program Penanggulangan DBD .................................. 54

Tabel 4.17 Matriks Pernyataan Informan Tentang Pengawasan Dan Pengendalian


Program Penanggulangan DBD ....................................................... 55

xi

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.18 Matriks Pernyataan Informan Tentang Keluaran Program
penanggulangan DBD...................................................................... 55

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian.............................................................. 35

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Puskesmas Hutabaginda Tahun 2017.............. 43

xiii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman wawancara Pelaksanaan Program Penanggulangan


Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Hutabaginda
Kecamatan Tarutung Tahun 2017................................................78
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian ...................................................................84
Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian ............................................85
Lampiran 4. Dokumentasi ...............................................................................86

xiv

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Suitha Andryani dilahirkan di Tarutung, Tapanuli Utara pada tanggal 18

Januari 1996. Beragama Kristen Protestan, anak kedua dari empat bersaudara dari

dari pasangan Bapak Tulus Hutasoit, S.H dan Ibu Mangisi Lumban Tobing..

Alamat penulis Jl. Jamin Ginting, Gang Dipanegara, No 21 Medan.

Memulai Pendidikan di SD Swasta Santa Maria Tarutung, Tapanuli Utara

dan lulus tahun 2007. Melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Tarutung,

Tapanuli Utara dan lulus tahun 2010. Melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1

Tarutung, Tapanuli Utara dan lulus tahun 2013. Selanjutnya meneruskan

pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan

lulus tahun 2017.

xv

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic

Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas

penyebarannya. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun

terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah

tropis dan subtropik di seluruh dunia terutama daerah perkotaan dan pinggiran

kota. Distribusi geografis demam berdarah, frekuensi, dan jumlah kasus DBD

telah meningkat tajam selama dua dekade terakhir. Frekuensi menunjukkan

kepada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada kelompok masyarakat

sedangkan jumlah kasus adalah jumlah mereka yang terkena atau terserang

penyakit DBD. Diperkirakan 2,5 milyar penduduk (sekitar 2/5 dari populasi

penduduk dunia) sangat berisiko terinfeksi DBD (WHO, 2015).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus Dengue yang tergolong Athropod-Borne Virus, genus

Flavivirus, dan famili Flavividae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk genus

Aedes , terutama Aedes aegpti atau Aedes albocpitus. Penyakit DBD dapat muncul

sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini

berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI.

2014). Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Setelah perang dunia II, DBD

1
Universitas Sumatera Utara
2

menjadi masalah kesehatan masyarakat di Asia Tenggara. Ada kenaikan yang

drastis dalam jumlah dan frekuensi epidemik penyakit DBD di Asia Tenggara.

Penyakit ini paling banyak menyerang anak-anak dengan angka fatalitas kasus

berkisar antara 1% hingga 10% (rata-rata 5%). Diperkirakan terjadi 50 hingga 100

juta kasus demam Dengue per tahun, 500.000 kasus DBD perlu dirawat inap

setiap tahunnya dengan persentase 90% pada anak-anak berusia dibawah 15 tahun

dengan rata-rata kematian mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap

tahunnya (WHO, 2005).

Menurut WHO, DBD telah berkembang secara signifikan di seluruh dunia

dalam beberapa dekade terakhir. Incidence Rate (IR) DBD menunjukan bahwa

390 juta jiwa masyarakat dunia terinfeksi Dengue setiap tahunnya. Sementara

pada salah satu penelitian lain memperkirakan prevalensi DBD sebanyakjjk 3,9

miliyar jiwa di 128 negara. Pada tahun 2010 hampir 2,4 juta kasus dilaporkan,

meskipun secara global tidak semua kasus ini dilaporkan secara pasti namun

terjadi peningkatan tajam jumlah kasus dalam beberapa tahun terakhir (WHO,

2010).

Pada tahun 2015 jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak

129.650 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 1.071 orang (IR/Angka

kesakitan = 50,75 per 100.000 penduduk dan CFR / angka kematian = 0,83%).

Dibandingkan tahun 2014 dengan kasus sebanyak 100.347 serta IR 39,80 terjadi

peningkatan kasus pada tahun 2015. Target Renstra Kementerian Kesehatan untuk

angka kesakitan DBD tahun 2015 sebesar <49 per 100.000 penduduk, dengan

demikian Indonesia belum mencapai target Renstra 2015 (Kemenkes RI, 2015).

Universitas Sumatera Utara


3

Provinsi Sumatera Utara penyakit DBD telah menyebar luas sebagai

Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif

tinggi sehingga masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang ada di Sumatera

Utara. Pada tahun 2013, jumlah kasus DBD di Sumatera Utara sebesar 4.732

kasus dengan IR 35 per 100.000 penduduk. Jumlah ini mengalami kenaikan bila

dibandingkan dengan tahun 2012 dengan jumlah kasus 4.367 kasus dengan IR

sebesar 33 per 100.000 penduduk. Berdasarkan angka kesakitan DBD di Sumatera

Utara dalam 10 tahun terakhir dari tahun 2004-2013, kasus DBD tertinggi terjadi

pada tahun 2010 dengan IR sebesar 72 per 100.000 penduduk (Dinas Kesehatan

Provinsi Sumatera Utara, 2014).

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,

nyamuk Aedes aegypti tidak memungkinkan hidup dan berkembang biak pada

daerah dengan ketinggian diatas 1000 meter di atas permukaan laut karena suhu

udara terlalu rendah. Namun, perubahan iklim global yang menyebabkan kenaikan

rata-rata temperatur, perubahan pola musim hujan dan kemarau disinyalir

menyebabkan risiko terhadap penularan DBD bahkan berisiko terhadap

munculnya KLB DBD.

Upaya untuk memberantas penyakit DBD telah dikeluarkan Kemenkes

No. 581/ Menkes/ SK/ VII/ 1992 tentang pemberantasan penyakit DBD yang

menyebutkan bahwa upaya pemberantasan penyakit DBD melalui kegiatan

pencegahan, penemuan, pelaporan penderita, pengamatan penyakit, dan

penyelidikan epidemiologi, seperlunya, penanggulangan lain dan penyuluhan

kepada masyarakat, pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan berdasarkan

Universitas Sumatera Utara


4

hasil penyelidikan epidemiologi. Upaya pemberantasan penyakit DBD ini

dilaksanakan dengan cara tepat guna oleh pemerintah dengan peran serta

masyarakat. Dari sini tampak bahwa penyakit ini mendapat perhatian dari

pemerintah. Kesuksesan dari program penanggulangan DBD pastinya akan

memberikan hasil yang positif dalam menurunkan angka kasus DBD karena

program-program penanggulangan penyakit DBD memiliki peran yang sangat

vital untuk menanggulangi DBD mengingat penyakit DBD adalah penyakit

menular yang telah tersebar luas.

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan daerah endemis DBD, Wilayah

Kabupaten Tapanuli Utara terletak di dataran tinggi dengan ketinggian antara

300-1500 mdpl. Pada Tahun 2015 tercatat sebanyak 26 kasus (16 orang laki-laki

dan 10 orang perempuan) kasus DBD di Kabupaten Tapanuli Utara dengan IR 8,9

per 100.000 penduduk ( IR 11,0 pada laki-laki dan IR 6,7 perempuan). Bila

dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi kenaikan yakni sebanyak 8 kasus

tahun 2014, sebanyak 34 kasus tahun 2013, sebanyak 32 kasus tahun 2012 serta

sebanyak 17 kasus pada tahun 2011. (Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara

2015).

Puskesmas Hutabaginda terletak di Kecamatan Tarutung Kabupaten

Tapanuli Utara, di Kabupaten Tapanuli Utara ada 19 kecamatan dan 15

puskesmas, dari 15 puskesmas yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara, Puskesmas

Hutabaginda memiliki penderita kasus DBD yang sangat tinggi dibanding

puskesmas lainya dapat dilihat dari jumlah kasus pada tahun 2015 berjumlah 20

Universitas Sumatera Utara


5

kasus dan terjadi peningkatan yang sangat signifikan pada tahun 2016 dengan

jumlah 86 kasus.

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan oleh Peneliti diperoleh

informasi bahwa kegiatan yang dilaksanakan dalam pelaksanaan program

penanggulangan penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN),

melakukan fogging massal, membagi abate door-to-door. Penyuluhan juga

dilaksanakan di dalam dan di luar gedung. Di dalam gedung yang bersifat formal

dilaksanakan ke sekolah-sekolah dan di luar gedung yang bersifat informal

dilaksanakan di desa-desa yang terjangkit DBD dan dilaksanakan oleh petugas

puskesmas (Puskesmas Hutabaginda, 2016).

Berdasarkan survei awal dapat diketahui bahwa tingginya angka kejadian

DBD di Puskesmas Hutabaginda dalam pelaksanaan program penanggulangan

DBD masih belum optimal dilihat dari segi input ( SDM, Dana, Sarana dan

prasarana) yang ada di puskesmas secara umum telah tersedia tetapi belum

semuanya memadai sehingga pada proses pelaksanaan program penanggulangan

penyakit DBD masih belum bisa dilaksanakan dengan optimal. Jumlah tenaga

kesehatan bidang pencegahan dan penanggulangan DBD yang berjumlah satu dan

pelaksanaan program pun dilakukan dengan meminta bantuan terhadap petugas

kesehatan lainnya, kurangnya kesadaran dari masyarakat akan kebersihan

lingkungan terlihat dari banyaknya sampah yang masih berserakan, masyarakat

juga beranggapan bahwa DBD adalah penyakit demam biasa, selain itu

didapatkan kepedulian masyarakat yang masih rendah terhadap program yang

dilakukan oleh puskesmas mengakibatkan masih tingginya angka kejadian DBD.

Universitas Sumatera Utara


6

Penelitian yang berkaitan juga yang dilakukan oleh Sriwulandari (2009)

mengenai evaluasi pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan

penyakit Demam Berdarah Dengue Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan,

menyatakan bahwa salah satu hambatan dalam pelaksanaan program pencegahan

dan penanggulangan penyakit DBD yaitu susahnya koordinasi dengan beberapa

pihak. Dinyatakan bahwa susahnya koordinasi dengan masyarakat maupun pihak

desa terlihat dari ada perangkat desa yang tidak terlalu tanggap saat ada kasus

yang menimpa warga.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh, Yenti (2016),

mengenai analisis pelaksanaan program penanggulangan Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Puskesmas Purnama Kota Dumai tahun 2016 menyatakan

bahwa tingginya angka kejadian DBD di Puskesmas Purnama antara lain

disebabkan oleh pelaksanaan program penanggulangan DBD belum berjalan

optimal seperti yang diharapkan pemerintah pusat. Dilihat dari segi input (dana,

tenaga, metode, sarana) yang ada di puskesmas secara umum telah tersedia tetapi

belum semuanya memadai sehingga pada proses pelaksanaan program

penanggulangan penyakit DBD belum bisa dilaksanakan secara optimal.

Penelitian yang dilakukan oleh Julkifnidin (2016), mengenai Analisis

pelaksanaan program pemberantasan DBD dan tingkat keberhasilan pencegahan

dan pengendaliannya di Puskesmas Wilayah Kabupaten Kota Waringin Barat

menyatakan salah satu hambatan dalam pelaksanaan program pemberantasan

DBD yaitu tidak terlaksananya manajemen program yang terencana dan program

pemberantasan DBD dilaksanakan apabila adanya kasus DBD saja.

Universitas Sumatera Utara


7

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik melakukan

penelitian untuk menganalisis pelaksanan program penanggulangan DBD di

Puskesmas Hutabaginda Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara tahun

2016.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan program penanggulangan

Deman Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Hutabaginda Kecamatan Tarutung

Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pelaksanaan program

penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Hutabaginda

Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2017.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah, sebagai bahan kajian dan masukan bagi Dinas Kesehatan

Kabupaten Tapanuli Utara dan Puskesmas Hutabaginda dalam

pelaksanakan program penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD)

agar menjadi lebih baik lagi.

2. Bagi peneliti, sebagai sarana belajar untuk mengetahui bagaimana

pelaksanaan program Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas

Hutabaginda.

3. Bagi masyarakat, sebagai tambahan pengetahuan dan informasi dalam

upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit Deman Berdarah Dengue

Universitas Sumatera Utara


8

(DBD) sehingga mampu meningkatkan peran serta masyarakat dalam

program penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD).

4. Bagi peneliti lain, sebagai bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya

dan dapat menambah informasi tambahan bagi peneliti lain yang terkait

dengan Analisis Pelaksanaan Program Demam Berdarah Dengue (DBD) di

Puskesmas Hutabaginda.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat

2.1.1 Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan

kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan

nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan, (Permenkes No. 75 tahun 2014).

Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

2.1.2 Tujuan Puskesmas

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas bertujuan

untuk mewujudkan masyarakat yang:

a. memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat

b. mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu

c. hidup dalam lingkungan sehat

d. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat (Permenkes No 75 Pasal 2 Tahun 2014).

2.1.3 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas

Sebagaimana dimaksud dalam Permenkes No 75 Tahun 2014 ada beberapa

prinsip penyelenggaraan puskesmas meliputi :

Universitas Sumatera Utara


10

a. Prinsip paradigma sehat

Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk

berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan

yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

b. prinsip pertanggungjawaban wilayah

Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap

pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

c. Prinsip kemandirian masyarakat

Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu,

keluarga, kelompok, dan masyarakat.

d. Prinsip pemerataan

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses

dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil

tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan

kepercayaan.

e. Berdasarkan prinsip teknologi tepat guna

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan

memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan

pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi

lingkungan.

f. Berdasarkan prinsip keterpaduan dan kesinambungan

Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan

Universitas Sumatera Utara


11

UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan

sistem rujukan yang didukung dengan manajemen puskesmas.

2.1.4 Fungsi Puskesmas

Melaksanakan tugasnya puskesmas menyelenggarakan fungsinya

sebagaimana dimaksud dalam Permenkes No 75 Tahun 2014 yaitu :

a. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya dan

puskesmas berwenang untuk :

a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan

masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan

b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan

c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan

d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan

menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat

perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain

terkait

e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan

upaya kesehatan berbasis masyarakat

f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia

puskesmas

g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan

h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,

mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan

Universitas Sumatera Utara


12

i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,

termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon

penanggulangan penyakit.

b. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya dan

puskesmas berwenang :

a. menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,

berkesinambungan dan bermutu

b. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan

upaya promotif dan preventif

c. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat

d. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan

keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung

e. menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif

dan kerja sama inter dan antar profesi

f. melaksanakan rekam medis, melaksanakan pencatatan, pelaporan,

dan evaluasi terhadap mutu dan akses pelayanan kesehatan

g. melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan

h. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas

pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya

i. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan

sistem rujukan.

2.2. Demam Berdarah Dengue

Universitas Sumatera Utara


13

2.2.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti. Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus Dengue pada saat dia

menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut (viraemia)

yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi

infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah penderita yang sedang viremia (periode

inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selama hidupnya setelah melalui periode

inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah nyamuk bersangkutan akan terinfeksi

dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit dan mengeluarkan

cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masa inkubasi

di tubuh manusia selama 3 - 4 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul gejala awal

penyakit secara mendadak, yang ditandai demam, pusing, myalgia (nyeri otot),

hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya (Ditjen PP & PL,

2014).

2.2.2 Penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus Dengue dengan

tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam grup B

Arthropod borne viruses (arbo virus, ke empat tipe virus tersebut telah ditemukan

di berbagai daerah di Indonesia. Virus yang banyak berkembang di masyarakat

adalah virus Dengue dengan tipe satu dan tiga (Zulkoni, 2010).

2.2.3 Vektor Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Indonesia nyamuk penular (vektor) penyakit Demam Berdarah Dengue

Universitas Sumatera Utara


14

(DBD) adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus, tapi sampai saat ini

yang menjadi vektor utanma penyakit DBD adalah Aedes aegypti (Soegijanto,

2006). Nyamuk Aedes aegpty dikenal dengan sebutan Black white mosquito atau

Tiger mosquito karena tubuhnya memiliki ciri yang khas yaitu adanya garis dan

bercak-bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam. Sedangkan yang

menjadi ciri khas utamanya adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih

keperakan dikedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar digaris median dari

punggungnya yang berwarna dasar hitam (lyre shaped marking).

Siklus hidup nyamuk Aedes aegypty dari telur hingga dewasa memerlukan

waktu sekitar 10-12 hari. Nyamuk betina yang mengigit dan menghisap darah

serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya, sedangkan nyamuk

jantan tidak bisa mengigit/ menghisap darah, melainkan hidup dari sari bunga

tumbuh-tumbuhan. Siklus hidupnya dan berkembang biak pada tempat-tempat

penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah seperti :

bak mandi/wc, minuman burung, air tendon, air tempayan/ gentong, kaleng ban

bekas, dll. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang tergantung

yang ada di dalam rumah , seperti gorden , kelambu dan baju/pakaian di kamar

yang gelap dan lembab ( Sri dan Hindra, 2004).

2.2.4 Ciri-ciri Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti memiliki ciri-ciri yang khas antara lain:

a. Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih.

b. kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung dan lain-lain.

c. Jarak terbang ± 100 meter.

Universitas Sumatera Utara


15

d. Nyamuk betina bersifat ‘multiple biters‘ (menggigit beberapa orang

karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat).

e. Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi (Widoyono, 2011).

2.2.5 Taksonomi dan Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

A. Taksonomi

Nyamuk Aedes aegypti disebut black-white mosquito, karena tubuhnya

ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan di atas dasar hitam. Di

Indonesia nyamuk ini sering disebut sebagai salah satu dari nyamuk-nyamuk

rumah. Menurut Richard dan Davis (1977) dalam Soegijanto (2006), kedudukan

nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi animalia adalah sebagai berikut :

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Bangsa : Diptera

Suku : Culicidae

Marga : Aedes

Jenis : Ae. aegypti L.

B. Morfologi

Morfologi tahapan Aedes aegypti sebagai berikut:

a. Telur

Telur berwarna hitam dengan ukuran ± 0,80 mm, berbentuk oval yang

mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau

menempel pada dinding tempat penampung air. Telur dapat bertahan

sampai ± 6 bulan di tempat kering.

Universitas Sumatera Utara


16

b. Jentik (larva)

Ada 4 tingkat (instar) jentik/larva sesuai dengan pertumbuhan larva

tersebut, yaitu :

1) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

2) Instar II : 2,5-3,8 mm

3) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II

4) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm

c. Pupa

Pupa berbentuk seperti ‘koma’ Bentuknya lebih besar namun lebih

ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa Aedes aegypti berukuran

lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain

d. Nyamuk dewasa

Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-

rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-

bintik putih pada bagian badan dan kaki ( Ditjen PP & PL, 2014 ).

2.2.6 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

a. Siklus Hidup

Nyamuk Aedes aegypti seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami

metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) -pupa - nyamuk.

Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur

akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur

terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan

stadium kepompong berlangsung antara 24 hari. Pertumbuhan dari telur

Universitas Sumatera Utara


17

menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat

mencapai 2-3 bulan.

b. Perilaku Nyamuk Dewasa

Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk

sementara waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi

kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari makanan. Nyamuk

Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk

keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk

betina ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat

antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat

menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan

telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan,

waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut

dengan siklus gonotropik.

2.2.7 Gejala dan tanda Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penderita penyakit DBD pada umumnya disertai tanda-tanda sebagai

berikut :

1. Hari pertama sakit : panas mendadak, badan lemah atau lesu. Pada tahap

ini sulit dibedakan dengan penyakit lain.

2. Hari kedua atau ketiga : timbul bintik perdarahan, lebam atau ruam

pada kulit muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati. Gejala

perdarahan seperti mimisan, berak darah atau muntah darah. Bintik

perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk

Universitas Sumatera Utara


18

membedakannya kulit direnggangkan, bila hilang bukan tanda penyakit

DBD.

3. Antara hari ketiga sampai ketujuh : panas turun secara tiba- tiba.

kemungkinan yang selanjutnya :

a. Penderita sembuh

b. keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan

dan kaki dingin, banyak mengeluarkan keringat (Kemenkes RI,

2011).

2.2.8 Tempat Pembiakan Nyamuk Aedes aegypti

Habitat perkembangbiakan Aedes sp ialah tempat-tempat yang dapat

menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum.

Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai

berikut:

1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:

drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.

2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti:

tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol

pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-

barang bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll).

3) Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu,

pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu

dan tempurung coklat/karet, dll.

2.2.9 Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti

Universitas Sumatera Utara


19

Kemampuan terbang nyamuk Aedes sp betina rata-rata 40 meter, namun

secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih

jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia

nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes

aegypti dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ± 1.000 mdpl.

Pada ketinggian diatas ± 1.000 mdpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak

memungkinkan nyamuk berkembangbiak.

2.2.10 Penularan Demam Berdarah Dengue

Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang

terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus

dalam darahnya). Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama delapan sampai

sepuluh hari terutama dalam kelenjar air liurnya dan jika nyamuk menggigit orang

lain maka virus Dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh

manusia, virus ini akan berkembang empat sampai enam hari dan orang tersebut

akan mengalami sakit DBD. Virus Dengue memperbanyak diri dalam tubuh

manusia dan berada dalam darah selama satu minggu (Widoyono, 2008).

2.3 Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :

581/MENKES/SK/VII/1992 tentang pemberantasan penyakit Demam Berdarah

Dengue, pemberantasan penyakit DBD adalah semua upaya untuk mencegah dan

menangani kejadian DBD. Adanya keputusan tersebut bertujuan untuk

memberikan pedoman bagi masyarakat, tokoh masyarakat, petugas kesehatan, dan

sektor-sektor terkait dalam upaya bersama mencegah dan membatasi penyebaran

Universitas Sumatera Utara


20

penyakit sehingga program Penanggulangan dan Pemberantasan penyakit DBD

(P2DBD) dapat tercapai. Program P2DBD mempunyai tujuan utama diantaranya

adalah untuk menurunkan angka kesakitan, menurunkan angka kematian, dan

mencegah terjadinya KLB penyakit DBD.

Upaya pemberantasan penyakit DBD berdasarkan Kemenkes No.

581/MENKES/SK/VII/1992, dilaksanakan dengan cara tepat guna oleh

pemerintah dengan peran serta masyarakat yang meliputi:

a. Pencegahan dengan melakukan PSN.

b. Penemuan, pertolongan, dan pelaporan.

c. Penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit.

d. Penanggulangan seperlunya.

e. Penanggulangan lain.

f. Penyuluhan kesehatan.

2.4 Kegiatan Pokok Pengendalian Demam Berdarah (DBD)

1. Survailens Epidemiologi

Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans

kasus secara aktif maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans

laboratorium dan surveilans terhadap faktor risiko penularan penyakit

seperti pengaruh curah hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta

surveilans akibat adanya perubahan iklim (climate change).

2. Penemuan dan Tatalaksana kasus

Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan

penanganan penderita di puskesmas dan rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara


21

3. Pengendalian Vektor

Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa

dan jentik nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara

pengasapan untuk memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang

terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan

kegiatan 3M Plus :

1) Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang

bekas

2) Secara kimiawi dengan larvasidasi

3) Secara biologis dengan pemberian ikan

4) Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu,

memasang kawat kasa dll)

Kegiatan pengamatan vektor di lapangan dilakukan dengan cara

1) Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan di

monitor oleh petugas Puskesmas.

2) Melaksanakan bulan bakti “Gerakan 3M” pada saat sebelum musim

penularan.

3) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali dan

dilaksanakan oleh petugas Puskesmas.

4) Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada

pimpinan wilayah pada rapat bulanan POKJANAL DBD, yang

menyangkut hasil pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ).

4. Peningkatan peran serta masyarakat

Universitas Sumatera Utara


22

Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran

PKK dan organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui

UKS dan pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat-tempat umum

dan tempat ibadah). Berbagai upaya secara polotis telah dilaksanakan

seperti instruksi Gubernur/Bupati/Walikota, surat edaran Mendagri,

Mendiknas, serta terakhir pada 15 Juni 2011 telah dibuat suatu komitmen

bersama pimpinan daerah Gubernur dan Bupati/Walikota untuk

pengenadalian DBD

5. Sistem Kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB

Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah

terjadinya KLB dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi

dengan cepat dan tepat. Upaya dilapangan yaitu dengan melaksanakan

kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) dan penanggulangan seperlunya

meliputi foging fokus, penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk

PSN serta larvasidasi.

6. Penyuluhan

Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet

atau poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan

sarang nyamuk sesuai dengan kondisi setempat.

7. Kemitraan/jejaring kerja

Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor

kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait

sangat besar. Wadah kemitraan telah terbentuk melalui SK KEMENKES

Universitas Sumatera Utara


23

581/1992 dan SK MENDAGRI 441/1994 dengan nama kelompok kerja

Operasional (POKJANAL). Organisasi ini merupakan wadah koordinasi

dan jejaring kemitraan dalam pengendalian DBD.

8. Capacity building

Peningkatan kapasitas dari Sumber Daya baik manusia maupun sarana dan

prasarana sangat mendukung tercapainya target dan indicator dalam

pengendalian DBD. Sehingga secara rutin perlu diadakan

sosialisasi/penyegaran/pelatihan kepada petugas dari tingkat kader,

puskesmas sampai dengan pusat.

9. Penelitian dan survei

Penelitian dan upaya pengembangan kegiatan pengendalian tetap

terus dilaksanakan oleh berbagai pihak, antara lain universitas, rumah

sakit, Litbang, LSM, dll. Penelitian ini menyangkut beberapa aspek yaitu

bionomik vektor, penanganan kasus, laboratorium, perilaku, obat herbal

dan saat ini sedang dilakukan uji coba terhadap vaksin DBD.

10. Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari

tingkat kelurahan/desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan

pengendalian DBD, dimulai dari input, process, output dan outcome yang

dicapai pada setiap tahun ( Ditjen PP & PL, 2014 ).

2.5 Tata Laksana Penanggulangan Demam Berdarah (DBD)

Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindaklanjuti dengan

kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE). Selanjutnya dalam melaksanakan

Universitas Sumatera Utara


24

kegiatan pemberantasan DBD sangat diperlukan peran serta masyarakat, baik

untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan pemberantasan maupun dalam

memberantas jentik nyamuk penularnya.

2.5.1 Penyelidikan Epidemiologi

Penyelidikan Epidemiologi (PE) adalah kegiatan pencarian penderita

DBD atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular

DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitar, termasuk tempat-

tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter. Tujuan umum dari PE

adalah Mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta

tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan diwilayah sekitar tempat tinggal

penderita dan tujuan khusus mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD

lainnya , mengetahui ada /tidaknya jentik nyamuk penular DBD dan menentukan

jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan dilakukan ( Ditjen PP & PL

2014 ).

2.5.2 Penanggulangan Fokus

Penanggulangan fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular

DBD yang dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk

demam berdarah Dengue (PSN DBD), larvasidasi, penyuluhan dan pengabutan

panas (pengasapan/fogging) dan pengabutan dingin Ultra Low Volume (ULV)

menggunakan insektisida. Penanggulangan fokus dilaksanakan untuk membatasi

penularan DBD dan mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita

DBD dan rumah/bangunan sekitar serta tempat-tempat umum berpotensi menjadi

sumber penularan DBD lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara


25

2.5.2.1 Kriteria Penanggulangan Fokus

1) Bila ditemukan penderita DBD lainnya (1 atau lebih) atau ditemukan 3

atau lebih tersangka DBD dan ditemukan jentik ≥ 5 % dari

rumah/bangunan yang diperiksa, maka dilakukan penggerakan

masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD, larvasidasi,

penyuluhan dan pengasapan dengan insektisida di rumah penderita

DBD dan rumah/bangunan sekitarnya radius 100 meter sebanyak 2

siklus dengan interval 1 minggu.

2) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas, tetapi

ditemukan jentik, maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam

Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD, larvasidasi dan penyuluhan.

3) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas dan tidak

ditemukan jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada masyarakat (

Ditjen PP & PL 2014).

Langkah- Langkah Pelaksanaan Kegiatan:

1) Setelah kades/lurah menerima laporan hasil puskesmas dan rencana

koordinasi penanggulangan, meminta ketua RW/RT agar warga

membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan DBD.

2) Ketua RW/RT menyampaikan jadwal kegiatan yang diterima dari

petugas puskesmas setempat dan mengajak warga untuk berpartisipasi

dalam kegiatan-kegiatan penanggulangan fokus.

3) Kegiatan penanggulangan fokus sesuai hasil PE:

a) Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dan larvasidasi

Universitas Sumatera Utara


26

(1) Ketua RW/RT, toma (tokoh masyarakat) dan kader memberikan

pengarahan langsung kepada warga pada waktu pelaksanaan PSN

DBD.

(2) Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat PSN DBD dan

larvasidasi dilaksanakan sebelum dilakukan pengabutan dengan

insektisida (teknis pemberian larvasida agar dicantumkan).

b) Penyuluhan

Penyuluhan dilaksanakan oleh petugas kesehatan/kader atau

kelompok kerja (Pokja) DBD Desa/Kelurahan berkoordinasi dengan

petugas puskesmas, dengan materi antara lain:

(1) Situasi DBD di wilayahnya.

(2) Cara-cara pencegahan DBD yang dapat dilaksanakan oleh

individu, keluarga dan masyarakat disesuaikan dengan kondisi

setempat.

c) Pengabutan dengan insektisida

(1) Dilakukan oleh petugas puskesmas atau bekerjasama dengan

dinas kesehatan kabupaten/kota. Petugas penyemprot adalah

petugas puskesmas atau petugas harian lepas terlatih.

(2) Ketua RT, toma atau kader mendampingi petugas dalam kegiatan

pengabutan (di lapangan tidak hanya mendampingi tapi juga

melakukan penyuluhan).

Universitas Sumatera Utara


27

4) Hasil pelaksanaan penanggulangan fokus dilaporkan oleh puskesmas

kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepada camat

dan kades/lurah setempat.

5) Hasil kegiatan pengendalian DBD dilaporkan oleh puskesmas kepada

dinas kesehatan kabupaten/kota setiap bulan dengan menggunakan

formulir Kewaspadaan Dini (KD) (Ditjen PP & PL, 2014).

2.6 Pelaksanaan Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue


(DBD)

a. Pengobatan dan Perawatan Penderita

Penderita DBD derajat 1 dan 2 dapat di rawat puskesmas yang

mempunyai fasilitas perawatan, sedangkan DBD derajat 3 dan 4 harus

segera dirujuk ke rumah sakit.

b. Pemberantasan Vektor

1) Penyemprotan insektisida (pengasapan / pengabutan)

Pelaksana : petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas

dan tenaga lain yang telah dilatih.

Lokasi : meliputi seluruh wilayah terjangkit

Sasaran : rumah dan tempat-tempat umum

Insektisida : sesuai dengan dosis

Alat : hot fogging

Cara : Fogging dilaksanakan 2 siklus dengan interval satu

minggu

2) Pemberantasan sarang jentik/nyamuk demam berdarah Dengue (PSN

DBD)

Universitas Sumatera Utara


28

Pelaksana : masyarakat di lingkungan masing-masing.

Lokasi : meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah

sekitarnya yang merupakan satu kesatuan

epidemiologis

Sasaran : semua tempat potensial bagi perindukan nyamuk :

tempat penampungan air, barang bekas ( botol ,pecahan

gelas, ban bekas, dll) lubang pohon/tiang pagar/pelepah

pisang, tempat minum burung, alas pot, dispenser,

tempat penampungan air di bawah kulkas, dibelakang

kulkas dsb, di rumah/bangunan dan tempat umum

Cara : melakukan kegiatan 3 M plus.

Contoh :

• Menguras dan menyikat Tempat Penanpungan Air (TPA)

• Menutup TPA

• Memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas yang

dapat menjadi TPA

PLUS :

- Menaburkan bubuk larvasida

- Memelihara ikan pemakan jentik

- Menanam pohon pengusir nyamuk (sereh, zodia,

lavender, geranium)

- Memakai obat anti nyamuk (semprot, bakar maupun

oles),

Universitas Sumatera Utara


29

- Menggunakan kelambu, pasang kawat kasa, dll.

- Menggunakan cara lain disesuaikan dengan kearifan

lokal.

3) Larvasidasi

Pelaksana : tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas

puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota

Lokasi : meliputi seluruh wilayah terjangkit

Sasaran : tempat Penampungan Air (TPA) di rumah dan Tempat-

Tempat Umum (TTU)

Larvasida : sesuai dengan dosis

Cara : larvasidasi dilaksanakan di seluruh wilayah KLB

c. Penyuluhan

Penyuluhan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota bersama

Puskesmas.

2.7 Pendekatan Sistem

Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu

yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya sistem tersebut perlu dirangkai berbagai unsur

atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan

secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan. Apabila prinsip pokok

atau cara kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan

administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan

system (system approach) (Azwar, 2012).

Pendekatan sistem telah dikembangkan sejak awal 1960an. Pendekatan

sistem dalam manajemen dikembangkan untuk membantu manajer

Universitas Sumatera Utara


30

mampuberpikir secara holistik dan komprehensif dalam mengantisipasi perubahan

lingkungan yang terjadi dengan sangat cepat dan sulit diperkirakan. Perubahan

lingkungan manajemen muncul akibat pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi

(Muninjaya, 2011).

Menurut Azwar (2012) prinsip pokok pendekatan sistem dalam

manajemen memiliki dua tujuan, yaitu

a) Membentuk sesuatu, sebagai hasil dari pekerjaan manajemen.

b) Menguraikan sesuatu yang telah ada dalam manajemen, biasanya dikaitkan

dengan kehendak untuk mencari jalan keluar yang tepat.

Secara sederhana, komponen sebuah sistem terdiri dari masukan (input),

proses (process), keluaran (output), umpan balik (feed back), dampak (impact)

dan lingkungan (environment). Komponen sistem tersebut berhubungan satu sama

lain serta saling mempengaruhi.

a. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam

sistem dan diperlukan agar dapat berfungsinya suatu sistem.

b. Proses (process) merupakan kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam

sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang

direncanakan.

c. Keluaran (ouput) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari

berlangsungnya proses dalam sistem.

d. Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan

keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.

e. Dampak (impact) merupakan akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem

Universitas Sumatera Utara


31

f. Lingkungan (environment) merupakan dunia di luar sistem yang tidak dikelola

oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem

Dalam program kesehatan, komponen sebuah sistem terdiri dari masukan

(input), proses (process), keluaran (output), effect dan out-come/impact

(Muninjaya, 2011).

a. Masukan (input) dalam program kesehatan terdiri dari 6 M yaitu : man (staf),

money (dana untuk kegiatan program), material (peralatan yang dibutuhkan,

termasuk logistik), method (ketrampilan, prosedur kerja, peraturan,

kebijaksanaan, dsb),minute (jangka waktu pelaksanaan kegiatan program),

market (sasaran masyarakat yang akan diberikan pelayanan program serta

persepsinya).

b. Proses (process) terdiri dari Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakan dan

Pelaksanaan program, pengawasan dan pengendalian untuk kelancaran

kegiatan dari program kesehatan.

c. Keluaran (output) dapat berupa cakupan kegiatan program.

d. Effect yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang

diukur dengan peran serta masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan

kesehatan yang tersedia.

e. Outcome (impact) merupakan dampak program yang diukur dengan

peningkatan status kesehatan masyarakat yaitu : tingkat dan jenis morbiditas

(kejadian sakit), mortalitas (tingkat kematian spesifik berdasarkan sebab

penyakit tertentu, serta indikator yang paling peka untuk menentukan status

kesehatan di suatu wilayah.

Universitas Sumatera Utara


32

Beberapa upaya sistem untuk menyelesaikan masalah kesehatan adalah sebagai

berikut : (Azwar, 2012)

a) Masukan adalah setiap masalah kesehatan yang ingin diselesaikan.

b) Proses adalah perangkat administrasi yakni tenaga, dana, sarana dan metoda

atau dikenal pula sebagai sumber, tata cara dan kesanggupan

c) Keluaran adalah selesainya masalah kesehatan yang dihadapi

2.8 Komponen Dalam Program Penanggulangan Demam Berdarah


Dengue (DBD).

2.8.1 Masukan (Input)

2.8.1.1 Sumber Daya Manusia

Komponen sumber daya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para

pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan

kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program,

adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada

sebagaimana yang diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang

dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana

prasarana. SDM yang tidak memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak

dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa

melakukan pengawasan dengan baik. Informasi merupakan sumber daya penting

bagi pelaksanaan kebijakan. Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan

organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada. Sumber daya

lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program

dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur keuangan, baik

penyediaan uang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor. Fasilitas yang

Universitas Sumatera Utara


33

diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti kantor,

peralatan, serta dana yang mencukupi tanpa fasilitas ini mustahil program dapat

berjalan (Mulyono, 2009).

Sumber daya manusia puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga

penunjang (non tenaga kesehatan). Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga

non kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan

mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk

dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan

fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan

pembagian waktu kerja (Kemenkes RI, 2014). Sumber Daya Manusia (SDM)

untuk penanggulangan DBD meliputi petugas kesehatan dari dinas kesehatan dan

puskesmas yang meliputi Pelaksana surveilans kasus DBD, Kader/PKK/Jumantik,

pengelola program DBD puskesmas, Pengelola Program DBD di Dinas Kesehatan

Kab/Kota, petugas penyemprot untuk fogging serta tokoh masyarakat dan

masyarakat umum (Ditjen PP&PL, 2014).

2.8.1.2 Sarana dan Prasarana

Melaksanakan kegiatan penanggulangan DBD diperlukan berbagai alat

dan bahan. Dalam standar penanggulangan DBD alat dan bahan yang harus

tersedia antara lain formulir pemeriksaan jentik, bahan penyuluhan seperti leaflet,

poster, formulir Penyelidikan Epidemiologi, alat semprot minimal empat buah per

puskesmas kecamatan, kendaraan roda empat minimal satu unit, solar dan bensin,

insektisida sesuai kebutuhan, alat komunikasi minimal satu unit (Ditjen PP&PL,

2014). Menurut Siagian (1996) tersedianya sarana dan prasarana kerja yang jenis,

Universitas Sumatera Utara


34

jumlah, dan mutunya sesuai dengan kebutuhan dapat juga mendorong

keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan. Suatu organisasi tidak dapat

berjalan dengan sempurna tanpa adanya sarana maupun prasaran untuk

menggerakkan sumber daya lainnya dalam organisasi (Azwar, 1996).

Universitas Sumatera Utara


35

2.9 Kerangka Pikir

Pelaksanaan program dapat diukur melalui indikator masukan (input),

proses (process) dan keluaran (output).

Proses (process)
Masukan Keluaran
(Input) (Output)
1. PSN
2. Penyuluhan
1. SDM Menurunnya
3. Fogging
2. Sarana dan jumlah kasus
prasarana DBD
3. Dana

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan gambaran di atas maka kerangka pikir peelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat

melaksanakan Program DBD dengan baik

a. SDM adalah tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan program

DBD di Puskesmas Hutabaginda

b. Sarana dan Prasarana adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk

mendukung pelaksanaan program penanggulangan DBD

c. Pendanaan adalah dana yang digunakan untuk melaksanakan program

penanggulangan DBD

2. Proses (Process) adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk

menurunkan jumlah kasus DBD yaitu fogging, Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN), Penyuluhan

Universitas Sumatera Utara


36

3. Keluaran (output) adalah hasil dari pelaksanaan program penanggulangan

DBD menurunnya jumlah kasus DBD.

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap informan agar

diketahui secara jelas dan lebih mendalam tentang Pelaksanaan Program

Penanggulangan Demam Derdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Hutabaginda

Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara. Pendekatan kualitatif digunakan

untuk mendapatkan data yang mendalam, data tersebut merupakan data pasti yang

merupakan nilai dibalik data yang tampak (Sugiyono, 2012).

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Hutabaginda kecamatan Tarutung

Kabupaten Tapanuli Utara yang terletak di ketinggian 300 – 1500 meter diatas

permukaan laut dengan pertimbangan terjadinya peningkatan jumlah kasus DBD

yang sangat signifikan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada waktu bulan Maret 2017 – Agustus

2017.

3.3 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini diambil secara purposive (bertujuan), yaitu

teknik yang dilakukan untuk memilih informan yang mampu memberi informasi

yang berkaitan dengan topik penelitian, yaitu pelaksanaan program

penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Hutabaginda

37

Universitas Sumatera Utara


38

Kecamatan Tarutung Kabupaten Hutabaginda Tapanuli Utara Berjumlah 10 orang

informan yang terdiri dari :

Tabel 3.1 Distribusi Jumlah Informan

No Informan Jumlah
1 Kepala Puskesmas Hutabaginda 1 Informan
2 Penanggung Jawab P2 DBD 1 Informan
3 Penanggung Jawab Kesling 1 Informan
4 Camat 1 Informan
5 Lurah 2 Informan
6 Masyarakat 2 Informan
7 Bidan 2 Informan
Total 10 Informan

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam memperoleh informasi berupa data primer

dan sekunder :

a.Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview)

kepada para informan dengan menggunakan alat perekam suara (voice

recorder) dan mengacu pada pedoman wawancara yang telah disusun

berkaitan dengan pelaksanaan program penanggulangan DBD, selain itu

data primer juga diperoleh melalui observasi tidak terstruktur.

b. Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari Dinas

Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara dan Puskesmas Hutabaginda serta

referensi dari buku-buku dan hasil penelitian yang berhubungan dengan

pelaksanaan program penanggulangan DBD.

3.5 Instrumen Pengambilan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis dan alat

perekam suara (voice recorder).

Universitas Sumatera Utara


39

3.6 Triangulasi

Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber,

yaitu mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama,

yakni dengan memilih informan yang dianggap dapat memberikan jawaban sesuai

dengan pertanyaan yang diajukan (Sugiyono, 2012).

3.7 Metode Analisis Data

Data yang telah terkumpul dianalisis secara manual, yaitu dengan

menuliskan hasil penelitian dalam bentuk tabel hasil wawancara mendalam,

kemudian meringkas dalam bentuk matriks yang disusun sesuai dengan bahasa

baku jawaban informan. Ringkasan ini kemudian diuraikan kembali dalam bentuk

narasi dan melakukan penyimpulan terhadap analisa yang telah di dapat secara

menyeluruh (Hamidi, 2010).

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Geografis

Puskesmas Hutabaginda terletak di Kecamatan Tarutung di Kabupaten

Tapanuli Utara, merupakan ibukota Kabupaten Tapanuli Utara dengan batas-batas

wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sipoholon

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Siatas Barita

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sipahutar

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Adian Koting

Puskesmas Hutabaginda terletak di jalan DR. TB. Simatupang No.380

Kelurahan Hutatoruan VII Kecamatan Tarutung, yang terdiri dari 7 kelurahan dan

24 desa dengan luas wilayah 107,68 km2.

4.1.2 Demografis

Jumlah penduduk kecamatan Tarutung tahun 2017 : 41.143 jiwa.

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk menurut kelompok Umur di Kecamatan Tarutung

Tahun 2016

No Puskesmas Hutabaginda
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jlh Laki-laki
+ Perempuan
1 0-4 Tahun 2.105 2.504 4.609
2 5-9 Tahun 2.053 2.219 4.272
3 10-14 Tahun 1.962 2.235 4.297
4 15-19 Tahun 2.291 2.495 4.783
5 20-24 Tahun 1.370 1.376 2.746
6 25-29 Tahun 1.419 1.390 2.809
7 30-34 Tahun 1.325 1.330 2.655

40

Universitas Sumatera Utara


41

8 35-39 Tahun 1.233 1.228 2.461


9 40-44 Tahun 1.011 1.411 2.422
10 45-49 Tahun 1.063 1.463 2.526
11 50-54 Tahun 995 1.256 2.251
12 55-59 Tahun 905 926 1.831
13 60-64 Tahun 622 663 1.285
14 65-69 Tahun 362 397 759
15 70-74 Tahun 345 324 669
16 75 Tahun+ 380 388 768
Jumlah 19.541 21.602 41.143
Sumber : Propil Puskesmas Hutabaginda 2016

4.1.3 Sumber Daya Manusia

Wilayah kerja Puskesmas Hutabaginda terdiri dari 7 kelurahan dan 24 desa

memiliki tenaga kesehatan yang terdiri dari medis, para medis, dan staf

administrasi yang bekerja dalam upaya peningkatan derajat kesehatan di wilayah

kerja Puskesmas Hutabaginda.

Tabel 4.2 Data Tenaga Ahli di Wilayah Kerja Puskesmas HutabagindaTahun


2016

No Tingkat Pendidikan Jumlah


1 Dokter Umum 3
2 Dokter Gigi 2
3 Kesehatan Masyarakat 4
4 Bidan D1 5
5 Bidan D3 65
6 Bidan D4 1
7 Perawat SPK 3
8 Perawat D3 10
9 Perawat S1 2
10 Analis 1
11 Asisten Apoteker 1
12 Sanitarian 1
13 Nutrisionis 1
14 LCPK 1
15 SMA/SMK 1
JUMLAH 101
Sumber : Puskesmas Hutabaginda 2016

4.2 Karakteristik Informan

Universitas Sumatera Utara


42

Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang terdiri dari satu

informan kepala puskesmas, satu informan penanggung jawab program

penanggulangan DBD, satu informan petugas kesling, satu informan camat, dua

informan bidan desa, dua informan Lurah, dua informan masyarakat umum.

Tabel 4.3 Karakteristik Informan

No Informan Jenis Umur Pendidikan Jabatan


Kelamin (Tahun)
1 Susi Sihombing Perempuan 38 S1 Kepala
Puskesmas
2 Surlina Perempuan 50 SPK Penanggung
Jawab
P2DBD
3 Remmi Perempuan 42 S1 Penanggung
Sinambella Jawab
Kesling
4 Anas Laki-Laki 56 S1 Camat
Hasintongan
Hasibuan
5 Aritonang Perempuan 35 D3 Bidan Desa
6 Lasmah Siregar Perempuan 45 D3 Bidan Desa
7 Efendy Siallagan Laki-laki 56 SLTA Lurah
8 Hutabarat Laki-laki 50 SLTA Lurah
9 Sumi Sitompul Perempuan 40 S1 Masyarakat
10 Nancy Silaban Perempuan 30 D3 Masyarakat

Universitas Sumatera Utara


43

STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS HUTABAGINDA TAHUN 2017

Universitas Sumatera Utara


44

4.4 Pelaksanaan Program Penanggulangan DBD

4.4.1 Masukan (Input)

4.4.1.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia ( SDM)

Tabel 4.5 Matriks Pernyataan Informan Tentang SDM dalam


Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan
1 Jadi untuk pelaksanaan program penangulangan DBD itu kan
dek banyak yang ikut terlibat, enggak cuman pengelola
program DBD aja baik itu petugas kesehatan lingkungan,
bidan desa ikut juga terlibat dek, cuman kalo untuk fogging
dek kita dari puskesmas hanya pendamping saja dek , paling
kalau penyuluhan kita yang buat dan PSN juga dari kita.
2 Program pelaksanaan DBD ini kan dek enggak bisa di
kerjakan sendiri harus ada kerja sama antar lintas sektor dan
lintas program , tapi untuk fogging dek itu masih dibawah
naungan dinkes dek, kami yang dari puskesmas hanya
sebagai pendamping untuk menunjukkan didaerah mana yang
terkena DBD, ya paling dari pihak puskesmas buat
penyuluhan lah dek door to door, trus PSN itu kami hanya
menghimbau dek untuk mengerjakan ya warga setempat lah
dek.
3 Ya aku dek ikut untuk bantuin lah ditunjuk kapus melihat
situasi lingkungan, selokan paret dan sampah dek, dan paling
memberikan penyuluhan lah dek, tapi kalau juru pemantau
jentik udah enggak adalah dek lagi.

Semua pernyataan informan diketahui bahwa SDM yang terlibat dalam

dalam pelaksanaan program DBD tidak dilakukan sendiri oleh penanggung jawab

P2 DBD tetapi banyak yang terlibat dan harus melibatkan lintas program dan

lintas sektor.

Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Tentang pelatihan Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan
1 Saya rasa adalah itu kemarin dek, cuman waktunya aku enggak
tau pastilah

Universitas Sumatera Utara


45

Tabel 4.6 (Lanjutan)

2 Ada pernah sekali dek, bulan 5 lalu itu dek diedukasi membuat
laporan , dan tentang DBD itu kemarin dibuat pertemuannya
dihotel dan dari Dinas Provinsi dek.
3 Pelatihan ? enggak pernah lah dek aku ikut pelatihan itu, tapi
enggak tahulah ya kalau untuk P2 DBD kemarin ada atau tidak.
5 Enggak adalah dek aku pernah ikut pelatihan tentang DBD,
padahalkan perlu juganya sebenarnya bidan diberikan
penyuluhan seperti itu, tapi udah berapa lama aku kerja dek jadi
bidan desa belum pernah lah.
6 Kalo pelatihan pernah dek kemarin sama kak surlina aku dek
pemegang program DBD, kemarin aku sama ka sur yang
diunjuk kapus dek, itupun hanya sejam dek.
7 Aduh, enggak tau pula aku kalau soal pelatihan itu,
puskesmaslah yang lebih tau pastinya dek.

Berdasarkan pernyataan dari tiga informan menyatakan bahwa pernah ada

dilakukan pelatihan mengenai penanggulangan tentang DBD sedangkan tiga

orang lagi menyatakan bahwa tidak pernah dilakukan pelatihan mengenai DBD.

4.4.1.2 Dana

Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Informan Tentang Dana dalam


Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan
1 Kalau untuk alat fogging kan masih dipegang dari Dinas dek
jadi dananya masih dari APBD sebagian dari APBN kan
contohnya abate lah, tapi adalah sebagian dari dana BOK.
2 Keknya dari BOK lah dek
3 Aduh, aku cuman diunjuk aja untuk bekerja dek , kalau soal
dana enggak tau-taulah aku dek,
4 Itu kalau soal pendanaan yang pastinya saya kurang tahu, ya
orang dinaslah yang lebih paham dek.
5 Kurang tahu dek, enggak ada dikasih duit, cuman diperintah
kapus ya kami kerja dek
6 Enggak ada dana khusus untuk kami dek, yang penting
diperintah kerja ya dikerjakan dek.

Universitas Sumatera Utara


46

Informaasi dari informan bahwa dana untuk penanggulangan DBD berasal

dari APBD, APBN, dan BOK. Hal ini didukung oleh pernyataan dari dua

informan sedangkan tiga informan menyatakan tidak mengetahui sumber dananya,

dan dua informan menyatakan bahwa tidak ada dana khusus yang di dapat

mereka dalam pelaksanaan program.

4.4.1.3 Sarana dan Prasarana

Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Informan Tentang Sarana da Prasarana


dalam Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan
1 Kalau untuk alat Fogging kita enggak punya dan masih minta
dari dinas, ya kalau untuk penyuluhan ya cukuplah ada 1 In-
fokus, mobil untuk penyuluhan, PSN kan enggak perlu alat
cukup himbauan kepada masyarakat untuk yang 3M+
2 Masih kuranglah dek kayak alat Fogging masih dari dinkes,
abate juga masih dari dinas, tapi alat penyuluhan ya lumanyan
lah dek.
3 Untuk alat kurang soalnya kan alat mesin fogging dari dinas,
dan kalau untuk penyuluhan kan cuman himbauan aja jadi
enggak pakai alat
5 kalau untuk penyuluhan enggak pake alat sih kami dek, ya
paling cuman beri himbauan aja sama warga dan kalau mau
pergi ya aku pakai kendaraan sendiri dek.
6 Masih kuranglah buat alat mesinnya dek, apalagikan masih
disediakan dinas dek kalau alat foggingnya

Seluruh informan di atas, semua menyatakan bahwa sarana dan prasarana

dalam penanggulangan DBD di Puskesmas Hutabaginda masih belum cukup.

4.4.2 Proses (Process)

4.4.2.1 Perencanaan (Planning)

Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Informan Tentang Perencanaan


Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan
1 Hmm, setiap rapat bulanan kan pasti ada pembahasan

Universitas Sumatera Utara


47

Lanjutan tabel 4.9 (Lanjutan)


tentang penyakit di setiap desa, nah kebetulan kan disini
DBDnya tinngi ya pastilah dibahas bagaimana tentang
penyakit DBD, dan dari situ jugalah kita buat tindakan apa
yang harus dilakukan, tapi kalau untuk permintaan Fogging
kan kita hanya meneruskan surat permohonan ke dinas, dan
ditindak lanjuti oleh dinas untuk pemberian jadwal, nah kita
yang dari puskesmas hanya sebagai pendamping saja.

2 Ya kan ada sih dek rapat mini lokakarya ya disitulah juga


dibahas mengenai DBD dan selalu ditanya sama kapus
gimana penyakit DBD didesa dan itu juga kan berdasarkan
laporan bidan desa
5 Ya tiap rapat pasti dibahas kok dek perkembangan penyakit
DBD
6 Kan ada itu dek rapat bulanan ya disitulah kami bicarakan,
dan selalunya kami memberi laporan sama puskesmas.

Dari empat pernyataan di atas diketahui bahwa semua informan

menyatakan bahwa perencanaan mengenai DBD dibahas sewaktu rapat bulanan

dan pada waktu minilokakarya

4.4.2.2 Pengorganisasian (Organizing)

Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Pengorganisasian Program Penanggulangan


DBD

Informan Pernyataan
1 Saya tetap mengkordinasikan ke bidang P2 DBD agar
bekerja sama dengan bidan desa, apalagikan dek sebenarnya
yang lebih paham kondisi desa kan bidan desa
2 Ya kan saya dek penanggung jawab program otomatis kan
bidan desa selalu laporan sama saya dan kami ya bekerja
samalah dek.
3 Ya aku kan bukan penanggung jawab program dek, ya
cuman dibilang kapus untuk ikut serta kerna berbau sama
lingkungan juga ya aku ikut sertalah dek
6 Kan itulah dek kami ada rapat bulanan disitulah dibahas dek
ya kapus menginstruksikanlah sama kami supaya membuat
penyuluhan ya gimanapun kan itu memang sudah jadi tugas
kami.

Universitas Sumatera Utara


48

Tabel 4.10 (Lanjutan)


7 Kan sayalah perwakilan desa yang melapor ke puskesmas ya
ditanyalah gimana kondisi desa dek, dan kami juga
diarahkan melakukan penyuluhan dan itu juga sudah kerja
kami dek.

Dari lima informan di atas diketahui bahwa ada tiga informan yang

menyatakan bahwa bidan ditunjuk oleh kepala puskesmas untuk menindaklanjuti

laporan kasus DBD, satu informan menyatakan bahwa selalu berkordinasi dengan

bidan desa, tiga informan menyatakan bahwa mereka mendapat intruksi dari

kapus untuk turun kelapangan melakukan tindakan pertama dalam menanggulangi

kasus DBD

4.4.2.3 Pelaksanaan

Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan Tentang Koordinasi dalam


Pelaksanaan Program Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan
1 Jadi, untuk penanggulangan DBD ini dilakukan kerja sama
antar lintas program dan lintas sektor. Kalau untuk program
P2 DBD juga berkoordinasi dengan penanggung jawab
kesling, ya kalau untuk ke desa dek adalah disana bidan desa
trus berkordinasi juga lah sama lurah disana, ya mau gimana
pun kan lurah yang mempunyai wewenang disana, sudah
pasti kalau kami mau membuat setiap program kan harus
berkordinasi sama lurah. Kan untuk mengerakkan
masyarakat kita tentunya butuh pimpinannya. Apalagi
program penanggulangan DBD ini hampir membutuhkan
keterlibatan masyarakat.
2 Selalu berkoordinasi dengan bidan desalah dek, soalnya kan
masyarakat melapor ke bidan desa ataupun lurah , nah bidan
desa lah yang melapor sama saya , itulah bentuk
kerjasamanya lintas program dek.
3 Ini kan sebenarnya tanggung jawab P2 DBD tapi kerna
menyangkut lintas program dan ada masalah lingkungan aku
juga ikutlah berkoordinasi dek kayak pemeriksaan jentik
diselokan gitu.

Universitas Sumatera Utara


49

Tabel 4.11 (Lanjutan)


5 Berkordinasi sama kepala desa dan P2 DBD dek, teruskan
kalau misalnya ada permintaan foggingkan harus ada surat
pengantar dek trus dikasih ke puskesmas dan dari puskesmas
lah ngasihnya ke dinas
6 Ya kan kalau ada yang kena DBD di desa ini pasti melapor
ke bidan desa, terus aku berkoordinasi sama P2 DBD
7 Kalau soal koordinasikan dan ada kasus DBD saya langsung
beritahukan kepada puskesmas dek, kayak kemarin kan ada
kasus DBD didesa sini
8 Ya kalau masalah DBD kan mana bisa ditangani sendiri ,
kami beritahu dek ke puskesmas kalau ada masalah DBD ini.
4 Kalau ada kasus DBD saya selalu diberitahu dek, ya mau
gimana pun camat harus tahu bagaimana kondisi setiap desa,
kalau saya selalu berusaha untuk ikut serta turun kelapangan

Dari semua informan di atas menyatakan bahwa untuk melaksanakan

program penanggulangan DBD dilakukan Koordinasi lintas sektor dan lintas

program, semua informan juga sepakat bahwa dalam pelaksanaan program

penanggulangan DBD semua pihak terlibat.

Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan Tentang Pelaksanaan Fogging


Fokus

Informan Pernyataan
1 Kalau permintaan fogging harus ada dulu surat pengantar
dari kepala desa , ya kalau udah ada kita kasih surat
permohonannya ke dinas , untuk selanjutnya dinas yang
memberi jadwal, karena kan dek untuk alat fogging masih
disediakan dari dinas dan mesin juga belum ada disini.
2 Untuk fogging disini dek dilakukan setelah adanya kasus
misalnya 2 kasus dulu baru dilakukan fogging dek, karena
untuk prosesnya tunggu di cek lab dulu di desa itu positif
DBD atau tidak, nah ketika sudah positif maka kita akan
berikan hasil labnya kepada dinas, soalnya dipuskesmas ini
tidak ada mesin dan alat fogging masih minta sama dinas ya
kalau tim dari kita paling pendamping dan memberi
penyuluhan pada saat dilakukan fogging dan untuk
jadwalnya nanti ditentukan oleh dinas , kami yang
berkoordinasi dengan bidan desa dan kepala desa , nah pas
kami lakukan fogging sekalian lah disitu juga kami beri
bubuk abate dan penyuluhan dek.

Universitas Sumatera Utara


50

Tabel 4.12 (Lanjutan)


3 Fogging itu dilakukan setelah adanya laporan kasus DBD
minimal 2 kasus dek udah gitu kadang sering terkendala
dikarenakan alat fogging yang masih terbatas dan harus
menunggu giliran untuk difogging dek, alat juga masih
disediakan dari dinas . Kami yang dari puskesmas palinglah
pendamping pas fogging dan pemberi penyuluhan pada saat
dilakukan fogging
4 Ketika ada laporan ada kasus positif DBD pasti langsung
cepat di fogging dek, kerna kan menyangkut kesehatan dan
kepentingan masyarakat bersama.
5 Kalo untuk pelaksanaan fogging setelah adanya kasus dulu,
2 atau kadang 1 udah difogginya dek, ya taulah dek kerna
kan kadang terkendala untuk memfogging itu karena buat
surat dulu dan harus keluar dulu hasil labnya positif DBD
atau tidak baru dari pihak dinas memberi jadwal karena juga
kan dek disini alat masih disediakan dinas dan harus
menunggu giliran kadang baru difogging setelah 2 sampai 3
hari setelah dilaporkan.
6 Ya untuk fogging ini kan dek setelah adanya kasus dulu
udah gitu harus nunggu hasil lab apakah memang positif
DBD atau enggak, ya kalau udah keluar hasilnya barulah di
buat surat permohan untuk fogging ya kan tau lah kalau
alat dan mesin masih di sediakan dari dinas kami Cuma
sebagai pendamping pas dilakukannya fogging dan pemberi
penyuluhan sewaktu dilaksanakannya fogging itu dan
pemberian bubuk abate kesetiap rumah.
7 Kalau kami melapor ke puskesmas langsungnya ditanggapi
dek tapi mereka juga harus meminta hasil lab betulkah
positif DBD atau tidak , ya harus menunggu keluar hasil
dulu baru di fogging dek, ya paling menunggu di fogging
setelah 2-3 hari setelah dilakukannya pelaporan, terus dari
pihak puskesmas memberi penyuluhan
8 Puskesmas jika ada laporan mengenai kasus DBD mereka
langsung turun karenakan ini menyangkut kesehatan warga
otomatis cepat ditanggulangin dek.
9 Kan aku kemarin terkena DBD dek ,nah aku kemarin
mertuaku dek yang melapor ke kepala desa dan kepala desa
yang menghubungi puskesmas untuk difogging dek soalnya
kemarin disini ada 3 orang yang terkena DBD terus
difogging juga setelah 2 minggu dek itupun setelah aku
pulang dari Rumah sakitlah itu
10 Kemarin sih pernah ku dengar dek disini ada dibuat fogging
cuman pas aku kerja kan dek jadi enggak ikut rumah ku di
fogging dek, cuman tetapnya ada nyamuk itu dek walaupun
sudah difogging.

Universitas Sumatera Utara


51

Dari informan di atas menyatakan pelaksanaan fogging dilakukan setelah

adanya kasus, dan alur sebelum dilakukannya fogging harus melakukan tes lab

apakah benar positif DBD atau tidak, jika sudah positif DBD maka Lurah akan

membuat surat permohonan fogging. Surat kemudian diteruskan oleh puskesmas

kepada dinas untuk ditindak lanjuti dan pihak dari dinas akan memberi jadwal

untuk pelaksanaan fogging, maka pihak dari puskesmas akan mengkonfirmasikan

kepada lurah dan bidan desa sebelum fogging dilaksanakan, dan untuk permintaan

fogging dilaksanakan 2-3 hari setelah pelaporan,pernyataan ini juga didukung dari

tiga informan yang menyatakan bahwa dilaksanakannnya fogging setelag 2-3 hari,

dan ada satu informan yang menyatakan bahwa fogging dilaksanakan setelah 2

minggu sesudah pelaporan.

Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Tentang Pelaksanaan Penyuluhan Kesehatan

Informan Pernyataan
1 Kalau penyuluhan selalu dilakukan dek, baik itu
disekolah-sekolah, pas ada posyandu , dan kemarin
dilakukan pas melaksanakan fogging dek itulah
bekerjasama nanti sama kepala desa untuk
mengintruksikan masyarakat.

2 Penyuluhan kami laksanakan sekalian pas melakukan


fogging dek, tapi kadang kami juga melakukan
penyuluhan di sekolah-sekolah, pas waktu posyandu juga
lah sama kak pengelola kesling dan dibantuin juga sama
bidan desalah dek

3 Untuk penyuluhan kami buat pas dilakukan fogging dek,


disekolah-sekolah, diposyandu jugalah terus itu sama kak
P2 DBD lah juga berkoordinasi juga sama bidan desa

5 Kami membuat penyuluhan dimana ada kesempatan aja


dek, pas lagi ada kegiatan posyandu, lansia dan apalagi
kemarin kami buat penyuluhan pas dimana fogging disitu
jugalah kami penyuluhan ya taulah kan dek disini warga
susah untuk dikumpulkan apalagi mereka sibuk bekerja

Universitas Sumatera Utara


52

Tabel 4.13 (Lanjutan)


Kalau soal penyuluhan rasanya capek dek berkoar-koar
6 udah disuruh datang sikit nanti yang datang dek, makanya
kami buat kemarin penyuluahn pas kami buat fogging dek,
lah itupun susahnya diterapkan masih bebal masyarakat
sini dek.
7 Kan kemarin ada yang dilakukan penyuluhan sekalian pas
fogging dek, karena itulah waktu yang tepat soalnya
susah-susah ngampang ngumpulin masyarakat dek
9 Kemarin penyuluhannya dek pas disitu fogginglah, kalau
untuk tempat khususnya untuk DBD enggak ada lah dek
10 Penyuluhan ? haa enggak pernah aku tau lah soal itu dek

Di dapat informasi dari informan diketahui bahwa penyuluhan dilakukan

disekolah-sekolah, posyandu dan pada saat dilaksanakannya fogging, yang

menjadi permasalah sewaktu dilaksanakan penyuluhan banyaknya warga yang

tidak hadir dikarenakan banyaknya kesibukan dan ketidak mautahuannya

masyarakat, namun satu informan menyatakan bahwa tidak pernah ada dilakukan

penyuluhan, penyuluhan dilakukan oleh puskesmas pada waktu kapan saja ada

kesempatan.

Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Informasi Tentang Pelaksanaan PSN

Informan Pernyataan
1 PSN itukan bagian dari 3M plus yakan? Ya kami dari
puskesmas hanya menginstruksikan agar masyarakat
membersihkan lingkungan, ya manalah mungkin dek kami
yang ikut membersihkan paret rumah mereka.

2 Seringri pihak puskesmas bilang dek untuk melakukannya


PSN tapi itulah bebal kali dek, lihatlah dek dilingkungan
HKI itu masih banyak barang-barang bekas di sekitaran
rumahnya dek, ya kalau enggak percaya dek coklah cek
banyak itu, udahlah kami nasihati tetap aja susah dek

3 Selalunya dek kami kasih tahu untuk mengjaga kebersihan


apalagi kan melakukan 3M plus itu membantu kali
mengurangi DBD tapi itulah susah dek

Universitas Sumatera Utara


53

Tabel 4.14 (Lanjutan)


5 Adoh capeklah dek bilangin ke masyarakat ini kalau soal
bersih2 dek, lagian kami selalu bilang apa dampaknya eh
masa malah kami disuruh membersihkan paretnya yakan
manalah mungkin dek, kami Cuma bisa mengintruksikan
dek.
6 Bosan sih dek membilangkan sama masyarakat mengenai
PSN, tapi ada ajanya yang susah dibilangin dek, tapi ada
juganya yang mau, taulah sifat-sifat setiap orang beda kan.
7 Seringnya dek pihak puskesmas memberi tahu PSN ini
sama masyarakat, tapi taulah dek kan, orang batak ini
susah, payah pedulinya dek
9 Ada sih dek dibilang tentang itu , ya aku kubersihkannya
dek, tapi kurang tahulah ya dek kalau masyarakat
setempat.

Dari pernyataan informan menyatakan bahwa selalu ada himbauan untuk

melakukan PSN, melalui intruksi kapus ke penanggung jawab P2DBD dan bidan

desa namun masih banyak masyarakat yang tidak mau ikut serta dan kurang

peduli terhadap kesehatan.

Tabel 4.15 Matriks Pernyataan Informan Tentang Hambatan Dalam


Pelaksanaan Program Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan
1 Ya kalau untuk hambatan alat mesin Fogging yang
masih disediakan dinas dan ketika mau fogging pun
harus menunggu jawaban surat dan sudah ada giliran

2 Itulah dek hambatannya masyarakat kurang kadang


partisipasinya dalam menanggapi masukan dari kami
dek, agak bebal lah memang.

3 Itulah masalah alat fogging yang dari dinas masih


terbatas dek kadang harus nunggu giliran dulu kalau mau
memfogging dek
5 Kalau hambatan itulah yang kaka bilang dek alat fogging
yang masih disediakan dinas yang kadang harus nunggu
2-3 hari setelah pelaporan baru di fogging dek udah gitu
yang megang alat fogging juga kadang kurang dek ,
padahal kami yang kelapangan cewek semua enggak
mungkin lah kami yang angkat dek, kan berat sih itu

Universitas Sumatera Utara


54

Tabel 4.15 (Lanjutan)


6 Selain permintaan fogging yang harus menunggu giliran
kan dek, terus yang menggangkat alat fogging itu juga
dari.dinas kurang dek, ya kalau kami dari puskesmas
cewek semua kan alatnya besar dan berat enggak
mungkinlah kami yang angkat dek terus disini juga
kadang kaka butuhlah teman yang menemani kalo
kelapangan , kalau sendiri kurang dek.
9 Kan saya yang disini yang menghimbau masyarakat dan
terkadang mereka susah diajak koordinasi dek apalagi
orang batak ini susah jaga kebersihan

Dari lima pernyataan informan di atas diketahui bahwa hambatan dalam

pelaksanaan program penanggulangan DBD adalah masih minimnya jumlah alat

mesin fogging dan harus menunggu giliran untuk dilaksanakan fogging, dua

informan lainnya menyatakan bahwa permasalahan terletak pada kuranngya

jumlah petugas yang mengangkat alat fogging karena lebih banyak petugas wanita

dan alat fogging berat, sedangkan satu informan menyatakan kurangnya

partisipasi masyarakat.

Tabel 4.16 Matriks Pernyataan Informan Tentang Peran Serta Masyarakat


Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan
2 Kalau untuk peran serta masih kurang lah dek apalagi liat
lah dilingkungan HKI ini masih banyak sampah
berserserakan kek botot dan ban-ban bekas itu, kan
disitunya perindukan nyamuk DBD dek

3 Masyarakatnya kurang peduli dek , kadang kalau disuruh


datang untuk ngumpul ada penyuluhan jarang yang
datang dek padahalkan untuk kepentingan bersamanya
dek.
5 Ehe dek disini susahnya dek, apalagi taulah dek kerna
desa ini cukup dekat kekota jadi susah diajak bergotong
royong dek taulah para pekerja semua sibuk
6 Sebagian dek maunya mereka datang dek, tapi kan harus
semuanya maunya berpartisipasi tapi itulah masih
kuranglah dek

Universitas Sumatera Utara


55

Tabel 4.16 (Lanjutan)


7 Masih kurang kesadaran masyarakatnya dek, taulah kan
gimana orang batak ini
8 Payahnya dek, apalagi kemarin minta bantuan untuk
nganggkat alat mesin fogging kemarin agak terkendala
dek, kan berat itu alatanya dan membutuhkan tenaga
ekstra.
9 Ya kalau masyarakat sini kadang maunya membantu
dek, cuman ketepatan kan semua kalau siang pada kerja
jadi sibuk dek.

Berdasarkan dari tujuh informan di atas menyatakan bahwa peran

masyarakat masih kurang dalam hal kesadaran dan kepedulian masyarakat.

4.4.2.4 Pengawasan

Tabel 4.17 Matriks Pernyataan Informan Tentang Pengawasan Dan


Pengendalian Program Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan
1 Dari dinas lah kalau yang mengawasi dek kan kita uptd
dinas
2 Kapus dek
5 Puskesmas
6 Kapus dek setaukulah
7 Sebenarnya kurang tau saya , cuman puskesmaslah
8 Tnggung jawab puskesmaslah itu kalau enggak salah

Dari enam pernyataan informan di atas menyatakan bahwa dua informan

menyatakan pengawasan dan pengendalian program diawasi oleh kapus,satu

informan menyatakan bahwa pelaksanaan program diawasi oleh puskesmas,

sedangkan satu informan menyatakan pelaksanaan program diawasi oleh dinas.

4.4.3 Keluaran (Output)

Tabel 4.18 Matriks Pernyataan Informan Tentang Keluaran Program


penanggulangan DBD

Universitas Sumatera Utara


56

Informan Pernyataan
1 Kita sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi ya perlulah
ditingkatkan dek
2 Belum sepenuhnya maksimal dek, walaupun sudah semua
program dilaksanakan
5 Masih kurang maksimal apalagi masyarakatnya dek susah
dibilangin dek, kalau usaha pelaksanaan program sudahnya
kami lakukan dek.
8 Kalau pelaksanaan dari puskesmas sudah lumanyannya
baiknya dek, tapi kembalilah ke masyarakat ini susah
dibilangin dek, jadi kek sia2 perjalanan pelaksanaan program
ini dek, padahalkan butuh kerjasamanya biar berkurang
nyamuknya
9 Ya lumanyanlah dek sudah baik setelah dilakukan fogging.
Agak berkuranglah memang nyamuk .
10 Ah katanya difogging tapi masih adanya nyamuk dek, tapi
maunya tambahlah penyuluhan supaya makin sadar
masyarakat ini kan
3 Sudah baik lah dek kalau untuk hasil apalagi kan sudah
berjalan program seperti penyuluhan dan pengasapan.

Dari enam informan di atas diketahui bahwa keluaran dari program

penanggulangan DBD yang dilaksanakan belum maksimal tapi perlu ditingkatkan

lagi terutama dibagian kerja sama masyarakat dengan petugas kesehatan, satu

informan menyatakan setelah dilaksanakannya fogging masih tetap ada nyamuk

dan perlu diperbanyak lagi penyuluhan supaya masyarakat makin sadar untuk

tetap jaga kebersihan, sedangkan satu informan menyatakan bahwa keluaran

program sudah baik dengan pernyatan informan yang menyatakan bahwa sudah

dilaksanakan pengasapan dan penyuluhan.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Komponen Masukan (Input)

5.1.1 Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam kegiatan

penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) meliputi penanggung jawab

bidang pencegahan dan pemberantasan DBD (P2 DBD) dengan latar belakang

pendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), penanggung jawab bidang

Kesehatan Lingkungan (Kesling) dengan latar belakang pendidikan Strata satu

dan bidan desa dengan latar belakang Ahli Madya Kebidanan. SDM yang berada

diluar petugas kesehatan yang ikut berperan dalam pelaksanaan kegiatan

penanggulangan DBD adalah Lurah dan tokoh masyarakat yang memiliki

wewenang dan kekuatan untuk menggerakkan masyarakat di wilayahnya.

Mengingat juga dalam pelaksanaan penanggulangan DBD ini harus melibatkan

semua pihak baik itu petugas kesehatan, lurah, dan masyarakat.

SDM memiliki perannya masing-masing dalam melaksanakan kegiatan

penanggulangan DBD. Untuk penyuluhan kegiatan ini laksanakan oleh

penanggung jawab P2 DBD dan berkordinasi dengan bidang kesahatan

lingkungan dan bidan desa, sedangkan untuk kegiatan Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) pihak puskesmas berkoordinasi dengan bidan desa dan lurah

untuk mengintruksikan warga desa untuk melaksanakan kegiatan PSN, kegiatan

fogging dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara dimana

petugas lapangannya juga ditunjuk oleh dinas dan yang untuk mengangkat alat

57

Universitas Sumatera Utara


58

meminta bantuan kepada masyarakat setempat karena kurangnya SDM dari dinas.

Dalam pelaksanaan fogging petugas kesehatan dari puskesmas hanya sebagai

pendamping dan pemberi penyuluhan saat dilakukannya fogging.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa SDM yang digunakan

untuk penanggulangan DBD belum sesuai dengan yang seharusnya. Hal ini

dikarenakan masih ada SDM tidak ada di wilayah kerja puskesmas untuk

melaksanakan program penanggulangan DBD. Menurut (Dirjen PP & PL,2014)

SDM untuk penanggulangan DBD meliputi petugas kesehatan dari puskesmas dan

dinas kesehatan yang terdiri dari pelaksana surveilans kasus DBD, Jumantik,

pengelola program DBD puskesmas, pengelola program DBD di Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota, petugas penyemprot untuk fogging serta tokoh masyarakat dan

masyarakat umum.

Sumber daya manusia (SDM) yang tidak memadai (jumlah dan

kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakan program secara sempurna karena

mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik (Mulyono,2009). Menurut

hasil penelitian diketahui SDM yang belum ada diwilayah kerja puskesmas

Hutabaginda adalah kader dan Jumantik, padahal peran Jumantik sangat penting

dalam pelaksanaan program penanggulangan DBD . Hal ini sesuai dengan

penelitian Yulianti (2007) menyatakan kader Juru pemantau jentik (Jumantik)

yang aktif cukup penting mempengaruhi menurunkan angka kasus pencegahan

DBD. Diharapkan agar puskesmas membentuk Jumantik dan tetap dipantau oleh

puskesmas karena kegiatan yang dilakukan jumantik akan mampu membantu

memberikan dampak jika jumantik bekerja secara aktif.

Universitas Sumatera Utara


59

5.1.2 Dana

Dana yang digunakan dalam kegiatan penanggulangan DBD berasal dari

dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD). Hal ini sudah sesuai dengan KEMENKES RI NOMOR:

581/MENKES/SK/VII/1992 mengenai sumber dana untuk pembiayaan

pemberantasan penyakit DBD. Berdasarkan hasil wawacara diketahui bahwa dana

APBD digunakan untuk melaksanakan Fogging dan dana BOK digunakan untuk

kegiatan penyuluhan yang sudah terdapat di dalam Plan of Action (POA) tahunan

puksemas sedangkan kegiatan PSN tidak memiliki alokasi anggaran untuk

pelaksanaannya.

Berdasarkan data rencana umum pengadaan Dinas Kesehatan Kabupaten

Tapanuli Utara tahun 2016, diperoleh informasi bahwa budget pengadaan

insektisida untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD dan Malaria

adalah Rp. 75.000.000. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kabid P2PL Dinkes

Kab.Tapanuli Utara diketahui bahwa jumlah dana yang dikeluarkan untuk satu

kali fogging fokus berkisar Rp. 1.000.000,00 – Rp. 1.500.000,00 meliputi

pembelian bahan insektisida, bahan bakar mobil operasional. Sedangkan dana

untuk penyuluhan diambil dari dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak adanya dana untuk pelaksanaan

PSN. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan informan yang menyatakan

bahwa penyuluhan yang dilakukan dalam kegiatan PSN tidak memiliki dana.

Menurut KEMENKES RI NOMOR:581/MENKES/SK/VII/1992 biaya

yang diperlukan untuk pemberantasan penyakit demam berdarah dibebankan

Universitas Sumatera Utara


60

kepada masing-masing instansi/lembaga terkait, baik melalui APBN, APBD I,

APBD II, swadaya maupun sumber-sumber lain yang sah dengan berlandaskan

Kemenkes ini sebaiknya setiap kegiatan untuk pemberantasan penaykit DBD ini

memiliki anggaran agar mampu meningkatkan motivasi para petugas untuk

menjalankan program.

5.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang tersedia untuk melaksanakan kegiatan

penanggulangan DBD di Puskesmas Hutabaginda masih belum memadai di lihat

dari prasarana yang digunakan untuk melakukan kegiatan penanggulangan DBD

tidak ada dilakukan digedung puskesmas. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan

kesehatan sarana yang digunakan oleh petugas kesehatan sama sekali tidak ada

sarana yang digunakan bahkan hanya berbicara di depan orang banyak pada saat

dilakukannya fogging sedangkan untuk kegiatan PSN sama halnya tidak

menggunakan sarana hanya memberikan instruksi bagi masyarakat, seharusnya

pelaksanaan penyuluhan harus dilakukan didalam ruangan agar lebih efektif. Hal

ini menyebabkan kurang meratanya informasi yang didapat oleh masyarakat,

seharusnya juga ketika melakukan penyuluhan petugas kesehatan harus

membagikan Leaflet kepada masyarakat dan perlu menempelkan poster pada

tempat yang strategis sehingga stiap masyarakat bisa melihat dan

mempraktekkannya. Sarana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan fogging adalah

mesin fogging, alat pelindung diri yang berupa masker, bahan bakar seperti solar,

dan insektisida. Jumlah mesin fogging yang digunakan untuk pengasapan adalah

dua unit. Berdasarkan hasil wawancara diketahui jumlah alat masih kurang karena

Universitas Sumatera Utara


61

jumlah kecamatan/ desa yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara tidak sebanding

dengan jumlah mesin fogging yang tersedia, hal ini dilihat sering terjadi

keterlambatan pelaksanaan fogging karena harus menunggu giliran apalagi untuk

petugas tenaga fogging yang terkadang kurang. Sebagaimana dinyatakan oleh

salah satu informan bahwa jarak permintaan fogging dengan pelaksanaan fogging

sampai 2-3 hari setelah pelaporan, penyebabnya alat mesin fogging yang masih

terbatas. Melaksanakan kegiatan penanggulangan DBD diperlukan berbagai alat

dan bahan. Dalam standar penanggulangan alat dan bahan yang harus tersedia

antara lain formulir pemeriksaan jentik, bahan penyuluhan seperti leaflet, poster,

proyektor, formulir penyelidikan epidemiologi, alat semprot minimal empat unit

per puskesmas kecamatan, kendaraan roda empat minimal satu unit, solar dan

bensin, insektisida sesuai kebutuhan, alat komunikasi minimal satu unit (Depkes,

RI 2007).

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa salah satu penyebab

terjadinya keterlambatan dalam memfogging dikarenakan jumlah alat yang dari

dinas masih kurang memadai. Jumlah mesin Fogging yang terdapat di dinas ada 2

unit untuk satu kabupaten, sedangkan berdasarkan Depkes RI 2007, jumlah mesin

idealnya adalah empat unit perkecamatan. Menurut Putri (2008) ketidakcukupan

sarana dapat menyebabkan terlambatnya pelaksanaan kegiatan dan kegiatan yang

tidak terlaksana sesuai standar yang ada.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sarana yang digunakan untuk

penanggulangan DBD di Puskesmas Hutabaginda masih belum memadai dilihat

dari alat mesin fogging yang ada di dinas masih terbatas, kurangnya alat sewaktu

Universitas Sumatera Utara


62

melaksanakan penyuluhan seperti tidak membagikan Leaflet, tidak adanya poster,

maka dari itu puskesmas perlu melengkapi sarana yang digunakan untuk

melakukan kegiatan penanggulangan DBD sehingga program bisa berjalan secara

optimal.

5.2 Komponen Proses (Process)

5.2.1 Fogging

5.2.1.1 Perencanaan

Perencanaan yang dilakukan untuk pelaksanaan fogging dilakukan oleh

dinas kesehatan. pelaksanaan fogging dilaksanakan setelah adanya pelaporan

kasus dari masyarakat ke bidan desa ataupun ke lurah, selanjutnya surat

permohonan diteruskan oleh lurah ke puskesmas dan diteruskan oleh puskesmas

ke dinas kesehatan, pelaporan kasus DBD harus disertai dengan hasil laboratorium

positif DBD. Setelah surat sampai di dinas kesehatan maka akan ditindak lanjuti

oleh dinas dan dinas akan menentukan jadwal untuk di fogging, pelaksanaan

fogging akan dilakukan sesuai dengan giliran atau dengan kata lain sesuai dengan

urutan permohonan yang masuk dan dilakukannya fogging setelah 2-3 hari setelah

pelaporan. Hal ini juga disebabkan karena keterbatasan tenaga lapangan untuk

pelaksanaan fogging. Terbatasnya sarana dan tenaga lapangan menyebabkan

keterlambatan dilaksanakannya fogging. Berdasarkan standar penanggulangan

DBD tentang fogging seharusnya dilaksanakan dalam waktu 1 X 24 jam setelah

diterima pelaporan penyelidikan epidememiologi.

5.2.1.2 Pengorganisasian

Pelaksanaan fogging dibawah koordinasi bidang Pengendalian Penyakit

Universitas Sumatera Utara


63

DBD (P2 DBD). Dalam pelaksanaan ini petugas yang dilibatkan adalah

petugas dari dinas kesehatan yang bertugas untuk melakukan pengasapan dan

terkadang meminta bantuan kepada masyarakat untuk menggangkat alat fogging

dikarenakan kurangnya tenaga dari dinas kesehatan.

Petugas kesehatan yang berasal dari puskesmas ditugaskan sebagai

pendamping fogging dan sebagai penyuluh, dan untuk yang membuka pintu

adalah bidan desa. Sedangkan lurah nanti sebagai penggerak untuk pelaksanaan

kegiatan. Untuk pendamping fogging yang di utus dari puskesmas tidak hanya

petugas P2 DBD melainkan meminta bantuan dari petugas kesehatan lainnya. Hal

ini menunjukkan kurangnya sumber daya dalam pelaksanaan kegiatan.

5.2.1.3 Pelaksanaan dan pergerakan

Selesainya surat lurah yang berisi permohonan agar dilakukannya fogging

yang diteruskan puskesmas dan ditindaklanjuti oleh dinas, maka dinas kesehatan

akan menentukan jadwal pelaksanaan fogging, setelah jadwal fogging diputuskan

maka dinas kesehatan akan menghubungi pihak puskesmas mengenai jadwal

pelaksanaan fogging. Dan pihak dari puskesmas dan bidan desa akan berkordinasi

dengan kepala puskesmas dan camat dalam pelaksanaannya. Sebelum

dilaksanakan pengasapan pihak puskesmas selalu berkordinasi dengan lurah,

karena lurah yang mempunyai kekuasaan diwilayahnya tersebut, sebelum

dilakukannya pengasapan lurah juga memberitahukan 2 atau 1 hari sebelum

dilakukannya fogging, lurah juga meminta agar masyarakat bisa menyimpan

bahan makanan agar tidak terkontaminasi dengan asap dan mau membuka pintu

Universitas Sumatera Utara


64

dan ikut bekerja sama dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan DBD dengan

puskesmas agar dalam pelaksanaanya berjalan dengan baik.

Menurut Depkes RI (2007) Untuk pencampuran bahan untuk fogging

bahan insektisida yang dipergunakan dalam pelaksanaan operasional fogging

fokus adalah golongan sintentik piretroit dengan dosis penggunaan 100 ml/Ha.

Sementara perbandingan campuran 100 ml : 10 liter solar dan dalam penelitian

didapat campuran bahan insektisida yaitu sintetik piretroit sebanyak 100 ml : 4

liter solar. Untuk pelaksanaan fogging dilaksanakan di atas jam 10 pagi dan

dilakukan hanya satu kali. Pengasapan dilakukan hanya di desa yang terjangkit

DBD, yang menjadi sasaran fogging adalah ruangan rumah warga, halaman

rumah dan belakang rumah.

Menurut Depkes RI (2007) pengasapan atau fogging fokus dilakukan di

rumah penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya yang diperkirakan menjadi

sumber penularan dan tidak memfogging ke dalam ruangan rumah karena bahaya

jika terkontaminasi dengan makanan dan didalam rumah hanya memberi tahu

jangan menggantung pakaian yang kotor dan lembab karena bisa menjadi tempat

perindukan nyamuk dan membuang botol-botol yang menjadi tempat perindukan

nyamuk. Pelaksanaan penyuluhan dilakukan tepat pada waktu dilaksankannya

fogging petugas kesehatan juga memberitahu cara mencegah DBD dengan

melakukan 3M. sebaiknya melaksanakan penyuluhan tidak bersamaan pada waktu

dilaksanakannya fogging karena tidak akan efektif dan terganggu karena adanya

asap. Dalam pelaksanaan pengasapan petugas dari dinas kesehatan juga

didampingi dari puskesmas, bidan desa, camat, dan lurah selama pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara


65

kegiatan, hal ini juga bertujuan agar mudah untuk mengajak masyarakat ikut serta

dalam pengasapan. Berdasarkan Ditjen PP & PL (2014) waktu operasional untuk

melaksanakan fogging adalah pagi hari pukul (07.00-10.00) atau sore pukul

(15.00-17.00) karena nyamuk Aedes aegpty sedang beraktifitas, jadi jika siang

hari dilakukan pengasapan nyamuk Aedes aegpty tidak sedang beraktifitas dan

asap fogging mudah menguap karena udara terlalu panas. Penyemprotan

dilakukan dua siklus dengan interval satu minggu. Namun, berdasarkan hasil

penelitian diketahui bahwa fogging hanya dilakukan satu kali setelah pelaporan

permohonan fogging dan untuk waktu fogging dilaksankan pada siang hari,

penyebab fogging dilakukan pada siang hari dikarenakan harus menunggu alat

fogging dari desa lain dan terkendala kurangnya petugas yang menggangkat alat

fogging.

5.2.1.4 Hambatan

Hambatan dalam pelaksanaan fogging adalah terbatasnya jumlah alat

mesin yang dimiliki oleh dinas kesehatan sedangkan permintaan fogging. Jarak

antar kecamatan juga jadi masalah karena harus menunggu giliran dari desa

lain,dan petugas untuk menggangkat alat fogging juga yang masih kurang karena

sedikitnya jumlah petugas, selain itu partisipasi masyarakat yang belum

menyeluruh karena masih ada beberapa masyarakat yang tidak mau membuka

pintu sewaktu dilakukannya pengasapan, dan pada saat dilaksanakannya

pengasapan ada beberapa warga yang tidak ada dirumah dan bekerja.

5.2.1.5 Pengawasan

Kegiatan fogging saat dilaksanakan diawasi langsung oleh koordinator

Universitas Sumatera Utara


66

pelaksanaan fogging, sudah diawasi secara langsung, namun pelaksanaan

fogging belum sesuai dengan juklak dan juknisnya. Setelah pelaksanaan fogging

pengawasan dilakukan dengan cara tidak langsung yaitu melalui laporan jumlah

kasus yang diperoleh dari pihak puskesmas. Selain itu untuk memantau

perkembangan kasus DBD maka peran dari bidan desa sangat dibutuhkan karena

mengingat mereka yang paling dekat dengan masyarakat. Jika pengawasan dapat

dilaksanakan secara tepat maka organisasi akan memproleh banyak manfaat

diantaranya dapat mengetahui apakah suatu kegiatan telah dilaksanakan sesuai

standar atau rencana yang telah ditetapkan sehingga efisiensi program dapat

diketahui, diketahuinya penyimpangan pada pelaksnanaan tugas yang dilakukan

oleh para petugas sehingga pimpinan dapat merancang suatu pendidikan dan

pelatihan yang akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas, selain

itu melalui pengawasan dapat diketahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan.

Oleh sebab itu sebaiknya semua kegiatan yang sedang atau telah dilakukan

hendaknya mendapat pengawasan baik pengawasan langsung maupun

pengawasan tidak langsung. Namun yang paling baik adalah pengawasan

langsung dengan diawasinya kegiatan fogging diaharapakan agar selanjutnya

fogging dapat dilaksnakan sesuai dengan prosedurnya.

5.2.2 Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

5.2.2.1 Perencanaan

Perencanaan untuk kegiatan PSN dibahas pada saat rapat bulanan

minilokakarya dan mengundang camat dan lurah, bidan desa yang disebut kerja

sama lintas sektoral. Rapat dilakukan di puskesmas oleh kepala puskesmas

Universitas Sumatera Utara


67

membahas tentang perkembangan penyakit DBD. Bidan desa juga memberi

laporan mengenai kasus DBD yang ada di desa masing-masing. Setelah itu kepala

puskesmas menginstruksikan P2 DBD, bidan desa dan berkordinasi juga dengan

lurah dalam pelaksanaan kegiatan seperti menghimbau masyarakat agar tetap

menjaga lingkungan sekitaran rumah, membuang ban-ban bekas, botol-botol

plastik yang ada disekitaran lingkungan rumah.

Tidak adanya perencanaan yang matang untuk pelaksanaan kegiatan PSN

menyebabkan tidak jelasnya kegiatan yang harus dilaksanakan dan siapa saja yang

terlibat didalam pelaksanaan PSN tersebut. Berdasarkan hasil wawancara

diketahui bahwa kegiatan PSN yang dilakukan hanya himbauan kepada

masyarakat. Berdasarkan Ditjen PP & PL (2014), tugas puskesmas dalam

Pelaksanaan PSN adalah sebagai pengusulan kegiatan, pelaksana kegiatan dan

pengawas pelaksanaan. Sebaiknya puskesmas mengusulkan kegiatan apa saja

yang harus dilakukan dalam kegiatan PSN sehingga kegiatan yang akan

diinstruksikan kepada masyarakat jelas adanya,bukan hanya sekedar himbuan

namun memiliki kerangka untuk pelaksanaan kegiatan yang konkret

5.2.2.2 Pengorganisasian

Pelaksanaan PSN kepala puskesmas langsung memberikan instruksi

kepada P2 DBD dan bidan desa untuk menghimbau masyarakat agar melakukan

3M plus. Bidan desa diutus oleh kepala puskesmas karena yang mengetahui

situasi kesehatan desa, bidan desa akan berkordinasi dengan lurah agar

masyarakat mau ikut serta dalam melakukan kegiatan PSN.

5.2.2.3 Pelaksanaan dan Pergerakan

Universitas Sumatera Utara


68

Pelaksanaan kegiatan PSN P2 DBD dan bidan desa telah melakukan

koordinasi dengan baik dengan lurah agar mengerakkan masyarakat melakukan

kegiatan PSN. PSN adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah

penyakit DBD. Pengendalian vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah

dengan memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya

di masyarakat dilakukan melalui upaya PSN DBD dalam bentuk kegiatan 3 M

Plus yang harus dilakukan secara luas/serempak dan terus

menerus/berkesinambungan (Ditjen PP & PL, 2014). Bidan desa juga

menghimbau agar melakukan kegiatan PSN pada saat dilakukannya posyandu dan

pertemuan kegiatan lansia untuk melakukan 3M plus. Lurah menghimbau melalui

pengumuman kepada masyarakat door to door. Menurut Ditjen PP & PL (2014)

keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas

Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapakan penularan

DBD dapat dicegah atau dikurangi. Namun pada Puskesmas Hutabaginda belum

pernah dilakukan penghitungan ABJ karena terbatasnya sumber daya untuk

melakukan kegiatan pengitungan ABJ. Sebaiknya puskesmas melakukan

penghitungan AJB agar dapat melihat hasil dari kegiatan PSN DBD.

5.2.2.4 Hambatan

Hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan PSN DBD adalah masih

kurangnya partisipasi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan PSN dengan alasan

banyaknya kesibukan dari masyarakat, susahnya di ajak untuk kerjasama

dikarenakan ketidak pedulian masyarakat terhadap lingkungan dan malah

menyuruh petugas kesehatan yang membersihkan selokan rumahnya.

Universitas Sumatera Utara


69

5.2.2.5 Pengawasan

Kegiatan PSN sama sekali tidak mendapat pengawasan baik dalam

pelaksanaannya maupun setelah pelaksanaannya dengan tidak adanya pengawasan

menjadikan kegiatan PSN tidak berjalan sesuai dengan harapan, tidak adanya

pengawasan dikarenakan tidak adanya standar yang digunakan dalam

melaksanakan kegiatan PSN karena bentuk kegiatan yang hanya berupa himbauan

kepada masyarakat. Sebaiknya perlu ditetapkan standar kegiatan dan capaian yang

ingin dicapai dalam kegiatan PSN seperti penghitungan ABJ. Tidak dihitungnya

ABJ dikarenakan tidak adanya sumber daya manusia untuk menghitung ABJ itu.

Sebaiknya puskesmas melatih kader jumantik agar dapat mengawasi pelaksanaan

PSN beserta sebagai petugas untuk menghitung ABJ. Dalam penelitian Riyanti

(2008) dalam kegiatan PSN masyarakat belum aktif secara mandiri ikut berperan

serta dalam melaksanakan kegiatan PSN dalam kegiatan PSN jumantik sangat

berperan langsung dalam melakukan pemeriksaan jentik ke rumah warga.

5.2.3 Penyuluhan

Penyuluhan dibagi menjadi 2 bagian yaitu penyuluhan yang terprogram

dan yang tidak terprogram, penyuluhan terprogram dilakukan sekali dalam satu

tahun yang direncakan setelah membuat laporan dan data yang diperoleh dari

tahun sebelumnya. Perencanaan untuk melakukan penyuluhan dikarenakan jumlah

kasus DBD meningkat di Kecamatan Tarutung. tempat yang dipilih untuk

kegiatan penyuluhan dilaksanakan di sekolah-sekolah, pemilihan di sekolah

sebagai tempat penyuluhan agar setiap siswa-siswi memahami mengenai penyakit

DBD, bagaimana pencegahan dan penanggulangannya. Perencanaan tidak

Universitas Sumatera Utara


70

terprogram merupakan penyuluhan yang dilakukan oleh petugas P2 DBD,

Kesehatan Lingkungan. Penyuluhan dilakukan pada saat posyandu dan setelah

fogging dan alasan kenapa memilih di posyandu karena banyak ibu-ibu yang

datang dan supaya mereka juga dapat mengetahui bagaimana pencegahan dan

penanggulangan DBD. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penyuluhan

tidak terprogram ini merupakan penyuluhan yang dilakukan setiap ada

kesempatan, mengingat bahwa pentingnya informasi mengenai penyakit DBD

untuk masyarakat.

5.2.3.1 Pengorganisasian

Dalam melaksanakan pelaksanaan penyuluhan yang terprogram

penanggung jawab P2 DBD akan berkoordinasi dengan penanggung jawab

kesling dan bidan desa. Peralatan yang digunakan adalah proyektor, mic sebagai

media penunjang pelaksanaan penyuluhan. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan

tidak terprogram dilakukan oleh bidan desa, P2 DBD, petugas Kesling dan

meminta petugas kesehatan lain untuk ikut bekerja sama, penyuluhan tidak

terprogram ini tidak menggunakan media hanya saja berbicara didepan

masyarakat seperti himbauan.

5.2.3.2 Pelaksanaan dan Pergerakan

Melaksanakan penyuluhan di sekolah-sekolah, terlebih dahulu pihak

puskesmas berkoordinasi pada pihak kepala sekolah mengenai jadwal penyuluhan,

dan penyuluhan biasanya dilakukan setelah melaksanakan Bulan Imunisasi Anak

Sekolah (BIAS). Penyuluhan dilakukan dengan mengumpulkan siswa-siswi di

satu ruangan kelas dan menggunakan proyektor. Penyuluhan dilakukan selama 30

Universitas Sumatera Utara


71

menit memaparkan apa saja bahaya dari penyakit DBD dan bagaimana cara

penanggulangannya. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan DBD disekolah-sekolah

diharapkan dapat menanamkan kesadaran dari usia dini untuk mengerti

pentingnya menjaga lingkungan dan guna mencegah penyakit DBD, selain itu

juga diharapkan dengan adanya penyuluhan bagi siswa-siswa dapat bekerja sama

dengan kegiatan pelaksanaan DBD.

Penyuluhan tidak terprogram yang dilaksanakan di posyandu dan setelah

dilakukannya fogging, bidan desa dan pihak puskesmas berkoordinasi dengan

lurah. Penyuluhan dilakukan di posyandu karena banyak ibu-ibu yang datang

untuk membawa anaknya dan sedikit lebih mudah untuk mengumpulkannya

begitu juga pada saat dilakukannya fogging bidan desa juga sudah berkordinasi

dengan lurah untuk mengumpulkan masyarakat. Penyuluhan dilakukan tidak

menggunakan media atau alat penunjang. Penyuluhan hanya di lakukan secara

oral saja dan tidak membagikan Leaflet kepada masyarakat, diakhir penyuluhan

ini petugas juga mengajak masyarakat agar berpastisipasi aktif dalam melakukan

PSN. Sebaiknya dalam melaksanakan penyuluhan perlu dilengkapi media yang

digunakan seperti memberi Leaflet dan menempelkan poster, dua hal ini juga agar

masyarakat yang tidak hadir boleh ikut serta dan lebih antusias dalam menghadiri

penyuluhan.

5.2.3.3 Hambatan

Hambatan yang ditemui pada saat penyuluhan adalah sulitnya

mengumpulkan masyarakat untuk hadir penyuluhan karena sibuk bekerja dan ada

yang merasa tidak pentingnya penyuluhan itu. Hambatan lainnya adalah

Universitas Sumatera Utara


72

kurangnya media penunjang yang digunakan untuk penyuluhan, sebaiknya pihak

puskesmas menyediakan poster dan Leaflet yang sangat membantu dalam

menunjang pelaksanaan penyuluhan ,selain itu juga diharapkan masyarakat lebih

meluangkan waktunya untuk ikut penyuluhan mengenai penyakit DBD.

5.2.3.4 Pengawasan

Pengawasan semua kegiatan penyuluhan tetap diawasi langsung oleh

Kepala Puskesmas. Pengawasan ini lakukan dengan pengawan secara langsung

dengan kepala puskesmas ikut turun langsung kelapangan jika kepala puskesmas

tidak mempunyai kesibukan lain.

5.3 Keluaran (Output)

Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan

dari berlangsungnya proses dalam dalam sistem. Keluaran yang diaharapakan dari

pelaksanaan program penanggulangan DBD ini adalah menurunnya jumlah kasus

DBD. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa keluaran dari

pelaksanaan program penanggulangan DBD ini belum maksimal walau sudah

dijalankan semua program dan masih perlu ditingkatkan, dibuktikannya dengan

semakin meningkatnya angka kasus DBD yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas

Hutabaginda. Partispasi mayarakat juga sangat mendukung keberhasilan dari

setiap program yang dilakukan. Keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan PSN,

penyuluhan kesehatan, dan pada saat foging diharapkan agar semua warga bisa

bekerja sama, karena ada yang tidak mengizinkan rumahnya untuk di fogging.

Sesuai dengan pernyataan informan yang menyatakan bahwa kegiatan

penanggulangan masih belum optimal masih perlu ditingkatkan lagi.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Masukan (Input)

1. Sumber daya untuk penanggulangan DBD di Puskesmas Hutabaginda yang

terlibat saat ini adalah penanggung jawab program P2 DBD, penanggung

jawab bidang kesling, dan bidan desa. Sumber daya lain yang terlibat adalah

lurah, sumber daya yang belum tersedia adalah petugas fogging dan kader

Jumantik

2. Sumber dana untuk pelaksanaan kegiatan penanggulangan DBD berasal dari

dana APBD dan BOK.

3. Sarana yang digunakan sebagai media penyuluhan adalah proyektor,

sedangkan untuk pelaksanaan fogging digunakan mesin fogging, solar, bubuk

insektisida, dan membagikan bubuk abate sedangkan poster dan leaflet tidak

tersedia di puskesmas.

6.1.2 Proses (Process)

Pelaksanaan program DBD di Puskesmas Hutabaginda belum berjalan baik,

dilihat dari pelaksanaan fogging karena keterbatasan jumlah mesin fogging dan

tenaga penyemprot yang menyebabkan adanya jeda waktu antara permintaan

fogging dengan pelaksanaannya, PSN masih belum maksimal dilaksanakan karena

kurangnya partisipasi masyarakat yang masih kurang aktif dan penyuluhan juga

masih belum optimal dikarenakan masih banyak masyarakat yang tidak hadir

dalam penyuluhan.

73

Universitas Sumatera Utara


74

6.1.3 Output (Keluaran)

Hasil dari pelaksanaan program penanggulangan DBD masih kurang optimal

di lihat dari segi SDM yang masih kurang, sarana dan prasarana yang masih

kurang memadai seperti kurangnya alat mesin fogging, dan tidak dibagikannya

poster ataupun leaflet pada saat dilakukannya penyuluhan tentang DBD dan

kurangnya peran serta dari masyarakat dalam pelaksanaan DBD.

6.2 Saran

1. Kepada Puskesmas Hutabaginda untuk membentuk jumantik.

2. Kepada Puskesmas Hutabaginda untuk membuat evaluasi terhadap.

pelaksanaan program DBD agar pelaksanaan program penanggulangan DBD

berjalan lebih efektif dan efisien.

3. Kepada Puskesmas Hutabaginda agar melengkapi sarana seperti membagikan

Leaflet dan poster sewaktu dilaksanakan penyuluhan.

4. Kepada Puskesmas Hutabaginda agar menambah kegiatan penyuluhan kepada

masyarakat.

3. Kepada Dinas Kesehatan Tapanuli Utara untuk melakukan pengawasan

terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan agar semakin baik dalam

pelaksanaan program DBD.

4. Kepada Dinas Kesehatan Tapanuli Utara untuk melengkapi sarana seperti alat

mesin fogging dalam pelaksanaan kegiatan DBD agar penyakit DBD

menurun jumlah kasusnya.

5. Kepada masyarakat Kecamatan Tarutung agar ikut serta dalam mendukung

pelaksanaan kegiatan penanggulangan DBD agar berkurangnya jumlah DBD.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul. 2012. Pengantar Administrasi Kesehatan: Edisi Ketiga. Jakarta:


Binarupa Aksara.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2014. Profil Kesehatan Sumatera


Utara 2014. Medan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten


Tapanuli Utara 2015. Tarutung

Depkes R.I. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue


di Indonesia. Jakarta.

_________. 2007. Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. DIT. JEN. PP & PL.
Jakarta

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan .2014.


Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Kemenkes RI.
Jakarta

Hamidi,2010. Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Di Dalam: Pendekatan


Praktis Penulisan Proposal dan Laporan Penelitian. UMM Press. Jakarta

Julkifnidin. 2016. Analisis Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD dan


Tingkat Keberhasilan Pencegahan dan Pengendaliannya di
Puskesmas Wilayah Kabupaten Kota Waringin Barat Tahun 2016.
Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah.
Surakarta

Kemenkes RI. 1992. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


581 Tahun 1992 Tentang Pemberantasan Penyakit DBD. Jakarta.

____________. 2011 . Pemberantasan Demam Berdarah Membutuhkan


Komitmen Semua Pihak. Jakarta.

____________. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia


Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.
Jakarta.

____________. 2014. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta.

____________. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta.

75

Universitas Sumatera Utara


Mulyono, 2009. Model Implementasi Kebijakan George Edward III.
http://mulyono.staff.uns.ac.id/2009/05/28/model-implementasi-
kebijakan george-edward-iii. Diakses pada 03 April 2017.

Muninjaya, Gde. 2011. Manajemen Kesehatan, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Profil Puskesmas Hutabaginda. 2016

Putri, Hardini ZZ. 2008. Gambaran Manajemen Program Penanggulangan


Penyakit Demam Berdarah Dengue (P2 DBD) Di Puskesmas
Kecamatan Pasar Minggu Tahun 2008. Skripsi. Fakulats Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta.

Riyanti, Ervina. 2008. Evaluasi Pelaksanaan Program P2DBD Di Wilayah


Kerja Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur Tahun
2007. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Jakarta.

Soegijanto, S. 2006. Demam Berdarah Dengeu Edisi II. Surabaya: Airlangga


University.

Sri dan Hindra. 2004. Demam Berdarah Dengeu. Jakarta, FK UI.

Sriwulandari, 2009. Evaluasi Pelaksanaan Program Pencegahan dan


Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue Dinas
Kesehatan Kabupaten Magetan Tahun 2008. Skripsi Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B. Bandung:


Alfabeta.

WHO. 2005. Panduan Lengkap Pencegahan & Pengendalian Dengue &


Demam Berdarah Dengue. Jakarta: EGC.

____. 2010. Info. http://www.who.int/mediacentre

____. 2015. Report on Global Surveillance of Epidemic-prone Infectious


Disease-Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. http :// www
.who.int /publications /dengue/ CSR_ ISR_ 2000_1/en/.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan dan


Pemberantasannya. Semarang : Erlangga.

________.2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.

76

Universitas Sumatera Utara


Yenti, 2016 Analisis Pelaksanaan Program Penanggulangan Demam
Berdarah Dengeu (DBD) di Puskesmas Purnama Kota Dumai Tahun
2016. Thesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.
Padang.

Yulianti, 2007 Pengaruh Keaktifan Juru Pemantau Jentik (jumantik)


Terhadap Angka Bebas Jentik (ABJ) dan Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga. Surabaya

Zulkoni, Akhsin. 2010. Parasitologi. Penerbit Nuha Medika. Yogyakarta.

77

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

PEDOMAN WAWANCARA

PELAKSANAAN PROGRAM PENANGGULANGAN DEMAM


BERDARAH DENGUE (DBD) DI PUSKESMAS HUTABAGINDA
KECAMATAN TARUTUNG TAHUN 2017

A.Pedoman wawancara untuk Kepala Puskesmas Hutabaginda


I. Indentitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
Tanggal Wawancara :

II. Pertanyaan
1. Bagaimanakah proses persiapan program penanggulangan DBD?
2. Apa saja yang ibu lakukan dalam menyikapi kasus DBD? Bagaimana langkah
pelaporan yang ibu lakukan?
3. Pada saat terjadi DBD apakah ibu melakukan koordinasi dengan pihak-pihak
yang terkait dalam penanggulangan DBD?
4. Apa saja program yang dilakukan untuk penanggulangan kasus DBD?
5. Bagaimana ketersediaan SDM untuk pelaksanaan program penanggulangan
DBD?
6. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan program?
7. Bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan program
penanggulangan DBD?
8. Apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan instruksi yang ibu
berikan? Bagaiamana koordinasi dengan pihak terkait dalam pelaksanaan
program?
9. Apakah program penanggulangan DBD dilakukan lintas program?
10. Apa saja hambatan yang dialami dalam pelaksanaan program?
11. Adakah kegiatan pengawasan terhadap program yang dilaksanakan? Siapa
yang mengawasi?
12. Apakah setiap pelaporan kasus selalu ditanggapi dengan cepat?
13. Bagaimanakah output dari pelaksanaan program yang dilaksanakan?
14. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam penanggulangan DBD? Bagaimana
bentuk keterlibatannya?

78

Universitas Sumatera Utara


B.Pedoman wawancara untuk Penanggung Jawab P2 DBD
I. Indentitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
Tanggal Wawancara :
II. Pertanyaan

1. Siapa saja yang menjadi pelaksana teknis program penanggulangan DBD?


2. Apa saja tugas petugas P2DBD?
3. Adakah tata cara/ juklak/ juknis yang mengatur dan digunakan untuk
mendukung proses pelaksanaan kegiatan program penanggulangan DBD?
Jika ada, seperti apa bentuknya?
4. Adakah pelatihan untuk pengarahan pelaksanaan setiap kegiatan yang akan
dilakukan? Jika ada, seperti apa pelatihannya dan siapa sumbernya?
5. Sarana dan prasarana apa saja yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan
tiap kegiatan program penanggulangan DBD?
6. Bagaiamana ketersediaan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan kegiatan
program penanggulangan DBD?
7. Bagaiamanakah pelaksanaan program penanggulangan DBD?
A. Fogging Fokus
1. Apakah yang dimaksud dengan Fogging Fokus? Apa tujuannya?
2. Bagaimana kegiatan tersebut dilakukan?
3. Hambatan apa yang dihadapi dalam melakukan kegiatan tersebut?
B. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
1. Apa yang dimaksud dengan PSN? Apa tujuannya?
2. Bagaimana kegiatan tersebut dilakukan?
3. Hambatan apa yang dihadapi dalam melakukan kegiatan tersebut?
C. Penyuluhan
1. Apa yang dimaksud dengan penyuluhan? Apa tujuannya?
2. Bagaimana kegiatan tersebut dilakukan?
3. Hambatan apa yang dihadapi dalam melakukan kegiatan tersebut?
8. Menurut anda apakah pelaksanaan program tersebut mampu menurun kan
angka kasus DBD?

79

Universitas Sumatera Utara


C.Pedoman wawancara untuk Penanggung Jawab Kesehatan Lingkungan
I. Indentitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
Tanggal Wawancara :

II. Pertanyaan
1. Apakah bapak selalu dilibatkan dalam pelaksanaan program penanggulangan
DBD?
2. Siapa saja pelaksana teknis dalam pelaksanaan program penanggulangan
DBD?
3. Apa saja yang bapak lakukan dalam menyikapi kasus DBD? Bagaimana
langkah pelaporan yang bapak lakukan?
4. Pada saat terjadi KLB apakah bapak melakukan koordinasi dengan
pihakpihak yang terkait dalam penanggulangan DBD?
5. Bagaimanakah perencanaan dari program penanggulangan DBD?
6. Apasaja program yang dilakukan untuk penanggulangan kasus DBD?
7. Bagaimana ketersediaan SDM untuk pelaksanaan program penanggulangan
DBD?
8. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan program?
9. Bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan program
penanggulangan DBD?
10. Apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan instruksi yang diberikan?
Bagaimana koordinasi dengan pihak terkait dalam pelaksanaan program?
11. Apakah program penanggulangan DBD di lakukan lintas program?
12. Apa saja hambatan yang dialami dalam pelaksanaan program?
13. Adakah kegiatan pengawasan terhadap program yang dilaksanakan? Siapa
yang mengawasi?
14. Apakah setiap pelaporan kasus selalu ditanggapi dengan cepat?
15. Bagaimanakah output dari pelaksanaan program yang dilaksanakan?

80

Universitas Sumatera Utara


D.Pedoman wawancara Camat
I. Indentitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
Tanggal Wawancara :

II. Pertanyaan
1. Menurut laporan kasus DBD, Puskesmas Hutabaginda kasus DBD cukup
tinggi. Dengan adanya kasus tersebut, apakah langkah-langkah yang
seharusnya dilakukan? Bagaimana pelaksanaannya?
2. Apakah langkah-langkah tersebut ada dikoordinasikan baik lintas
sektor maupun program?
3. Apakah dalam penanggulangan kasus DBD diperlukan koordinasi?
Jika ya, mengapa ?
4. Apasaja program yang dilakukan untuk penanggulangan kasus DBD?
5. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan program?
6. Bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan program
penanggulangan DBD?
7. Apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan instruksi yang diberikan?
Bagaimana koordinasi dengan pihak terkait dalam pelaksanaan program?
8. Apakah program penanggulangan DBD di lakukan lintas program?
9. Apa saja hambatan yang dialami dalam pelaksanaan program?

81

Universitas Sumatera Utara


E.Pedoman wawancara untuk Kepala Desa
I. Indentitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
Tanggal Wawancara :

II. Pertanyaan
1. Apakah bapak/ibu selalu melapor kan setiap kasus DBD yang terjadi di desa
bapak/ibu?
2. Bagaimanakah koordinasi yang bapak/ibu lakukan dengan pihak puskesmas?
3. Apakah selalu ditanggapi dengan cepat pelaporan yang dilakukan?
4. Apakah setiap selesai pelaporan selalu dilakukan program penanggulangan
oleh pihak puskesmas?
5. Apakah bapak/ ibu menginstruksikan kepada warga untuk ikut berpartisipasi
dalam menyukseskan program dari puskesmas?
6. Bagaimana dampak yang bapak/ibu lihat dari hasil pelaksanaan program
penanggulangan DBD?

82

Universitas Sumatera Utara


F.Pedoman wawancara untuk Masyarakat
I. Indentitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
Tanggal Wawancara :

II. Pertanyaan
1. Apakah bapak/ ibu selalu melaporkan setiap mengetahui ada kasus DBD?
2. Bagaimanakah tanggapan yang bapak/ ibu terima setelah melakukan
pelaporan kasus?
3. Apakah setiap pelaporan selalu ditanggapi dengan pelaksanaan program
penanggulangan?
4. Apa saja program yang dilakukan oleh puskesmas dalam penanggulangan
DBD?
5. Bagaiamana menurut bapak/ibu pelaksanaannya?
6. Apakah bapak/ ibu terlibat dalam program yang dilaksanakan oleh puskesmas
dalam upaya penanggulangan DBD?
7. Apakah bapak/ ibu melihat dampak dari hasil pelaksanaan program yang
dilaksanakan?

83

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

84

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3 Surat Keterangan Selesai Penelitian

85

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai