SKRIPSI
OLEH
SUITHA ANDRYANI
NIM : 131000704
OLEH
SUITHA ANDRYANI
131000704
SUITHA ANDRYANI
NIM. 131000704
iii
iv
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan
Masyarakat.
Dalam penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi
ini penulis banyak mendapat bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Utara.
4. dr. Heldy B.Z, MPH selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Penguji Skripsi
6. dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku Dosen Penguji I Skripsi yang telah banyak
7. Dr. Juanita, SE, M.Kes selaku Dosen Penguji II Skripsi yang telah banyak
8. Dr. Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik
11. Seluruh Bapak dan Ibu Staf Pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat
vi
Ibunda Mangisi Lumban Tobing, abang saya Sunarto Hutasoit dan juga adik-
adik saya Dodi Hatopan Hutasoit dan Daniel Hutasoit. Terima kasih atas doa,
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
baik dari segi isi maupun bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi
ini. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita.
Suitha Andryani
vii
viii
BAB V PEMBAHASAN............................................................................... 57
5.1 Komponen Masukan (Input)......................................................... 57
5.1.1 Sumber Daya Manusia........................................................ 57
5.1.2 Dana....... ............................................................................ 59
5.1.3 Sarana dan Prasarana.......................................................... 60
5.2 Komponen Proses (Process)......................................................... 62
5.2.1 Fogging Fokus.................................................................... 62
5.2.1.1 Perencanaan............................................................ 62
5.2.1.2 Pengorganisasian.................................................... 62
5.2.1.3 Pelaksanaan dan pergerakan ................................... 63
ix
Tabel 4.16 Matriks Pernyataan Informan Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam
Pelaksanaan Program Penanggulangan DBD .................................. 54
xi
xii
xiii
xiv
Januari 1996. Beragama Kristen Protestan, anak kedua dari empat bersaudara dari
dari pasangan Bapak Tulus Hutasoit, S.H dan Ibu Mangisi Lumban Tobing..
Tapanuli Utara dan lulus tahun 2010. Melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1
xv
PENDAHULUAN
Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah
tropis dan subtropik di seluruh dunia terutama daerah perkotaan dan pinggiran
kota. Distribusi geografis demam berdarah, frekuensi, dan jumlah kasus DBD
sedangkan jumlah kasus adalah jumlah mereka yang terkena atau terserang
penyakit DBD. Diperkirakan 2,5 milyar penduduk (sekitar 2/5 dari populasi
Flavivirus, dan famili Flavividae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk genus
Aedes , terutama Aedes aegpti atau Aedes albocpitus. Penyakit DBD dapat muncul
sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini
2014). Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Setelah perang dunia II, DBD
1
Universitas Sumatera Utara
2
drastis dalam jumlah dan frekuensi epidemik penyakit DBD di Asia Tenggara.
Penyakit ini paling banyak menyerang anak-anak dengan angka fatalitas kasus
berkisar antara 1% hingga 10% (rata-rata 5%). Diperkirakan terjadi 50 hingga 100
juta kasus demam Dengue per tahun, 500.000 kasus DBD perlu dirawat inap
setiap tahunnya dengan persentase 90% pada anak-anak berusia dibawah 15 tahun
dalam beberapa dekade terakhir. Incidence Rate (IR) DBD menunjukan bahwa
390 juta jiwa masyarakat dunia terinfeksi Dengue setiap tahunnya. Sementara
pada salah satu penelitian lain memperkirakan prevalensi DBD sebanyakjjk 3,9
miliyar jiwa di 128 negara. Pada tahun 2010 hampir 2,4 juta kasus dilaporkan,
meskipun secara global tidak semua kasus ini dilaporkan secara pasti namun
terjadi peningkatan tajam jumlah kasus dalam beberapa tahun terakhir (WHO,
2010).
kesakitan = 50,75 per 100.000 penduduk dan CFR / angka kematian = 0,83%).
Dibandingkan tahun 2014 dengan kasus sebanyak 100.347 serta IR 39,80 terjadi
peningkatan kasus pada tahun 2015. Target Renstra Kementerian Kesehatan untuk
angka kesakitan DBD tahun 2015 sebesar <49 per 100.000 penduduk, dengan
demikian Indonesia belum mencapai target Renstra 2015 (Kemenkes RI, 2015).
Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif
tinggi sehingga masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang ada di Sumatera
Utara. Pada tahun 2013, jumlah kasus DBD di Sumatera Utara sebesar 4.732
kasus dengan IR 35 per 100.000 penduduk. Jumlah ini mengalami kenaikan bila
dibandingkan dengan tahun 2012 dengan jumlah kasus 4.367 kasus dengan IR
Utara dalam 10 tahun terakhir dari tahun 2004-2013, kasus DBD tertinggi terjadi
pada tahun 2010 dengan IR sebesar 72 per 100.000 penduduk (Dinas Kesehatan
nyamuk Aedes aegypti tidak memungkinkan hidup dan berkembang biak pada
daerah dengan ketinggian diatas 1000 meter di atas permukaan laut karena suhu
udara terlalu rendah. Namun, perubahan iklim global yang menyebabkan kenaikan
No. 581/ Menkes/ SK/ VII/ 1992 tentang pemberantasan penyakit DBD yang
dilaksanakan dengan cara tepat guna oleh pemerintah dengan peran serta
masyarakat. Dari sini tampak bahwa penyakit ini mendapat perhatian dari
memberikan hasil yang positif dalam menurunkan angka kasus DBD karena
300-1500 mdpl. Pada Tahun 2015 tercatat sebanyak 26 kasus (16 orang laki-laki
dan 10 orang perempuan) kasus DBD di Kabupaten Tapanuli Utara dengan IR 8,9
per 100.000 penduduk ( IR 11,0 pada laki-laki dan IR 6,7 perempuan). Bila
tahun 2014, sebanyak 34 kasus tahun 2013, sebanyak 32 kasus tahun 2012 serta
sebanyak 17 kasus pada tahun 2011. (Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara
2015).
puskesmas lainya dapat dilihat dari jumlah kasus pada tahun 2015 berjumlah 20
kasus dan terjadi peningkatan yang sangat signifikan pada tahun 2016 dengan
jumlah 86 kasus.
dilaksanakan di dalam dan di luar gedung. Di dalam gedung yang bersifat formal
DBD masih belum optimal dilihat dari segi input ( SDM, Dana, Sarana dan
prasarana) yang ada di puskesmas secara umum telah tersedia tetapi belum
penyakit DBD masih belum bisa dilaksanakan dengan optimal. Jumlah tenaga
kesehatan bidang pencegahan dan penanggulangan DBD yang berjumlah satu dan
juga beranggapan bahwa DBD adalah penyakit demam biasa, selain itu
desa terlihat dari ada perangkat desa yang tidak terlalu tanggap saat ada kasus
optimal seperti yang diharapkan pemerintah pusat. Dilihat dari segi input (dana,
tenaga, metode, sarana) yang ada di puskesmas secara umum telah tersedia tetapi
DBD yaitu tidak terlaksananya manajemen program yang terencana dan program
2016.
1. Bagi pemerintah, sebagai bahan kajian dan masukan bagi Dinas Kesehatan
Hutabaginda.
dan dapat menambah informasi tambahan bagi peneliti lain yang terkait
Puskesmas Hutabaginda.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Puskesmas
d. Prinsip pemerataan
kepercayaan.
lingkungan.
UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan
terkait
puskesmas
penanggulangan penyakit.
puskesmas berwenang :
sistem rujukan.
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus Dengue pada saat dia
menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut (viraemia)
yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi
infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah penderita yang sedang viremia (periode
inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selama hidupnya setelah melalui periode
dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit dan mengeluarkan
cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masa inkubasi
di tubuh manusia selama 3 - 4 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul gejala awal
penyakit secara mendadak, yang ditandai demam, pusing, myalgia (nyeri otot),
hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya (Ditjen PP & PL,
2014).
tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam grup B
Arthropod borne viruses (arbo virus, ke empat tipe virus tersebut telah ditemukan
adalah virus Dengue dengan tipe satu dan tiga (Zulkoni, 2010).
(DBD) adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus, tapi sampai saat ini
yang menjadi vektor utanma penyakit DBD adalah Aedes aegypti (Soegijanto,
2006). Nyamuk Aedes aegpty dikenal dengan sebutan Black white mosquito atau
Tiger mosquito karena tubuhnya memiliki ciri yang khas yaitu adanya garis dan
menjadi ciri khas utamanya adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih
keperakan dikedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar digaris median dari
Siklus hidup nyamuk Aedes aegypty dari telur hingga dewasa memerlukan
waktu sekitar 10-12 hari. Nyamuk betina yang mengigit dan menghisap darah
jantan tidak bisa mengigit/ menghisap darah, melainkan hidup dari sari bunga
penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah seperti :
bak mandi/wc, minuman burung, air tendon, air tempayan/ gentong, kaleng ban
bekas, dll. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang tergantung
yang ada di dalam rumah , seperti gorden , kelambu dan baju/pakaian di kamar
b. kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung dan lain-lain.
A. Taksonomi
ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan di atas dasar hitam. Di
Indonesia nyamuk ini sering disebut sebagai salah satu dari nyamuk-nyamuk
rumah. Menurut Richard dan Davis (1977) dalam Soegijanto (2006), kedudukan
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Bangsa : Diptera
Suku : Culicidae
Marga : Aedes
B. Morfologi
a. Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran ± 0,80 mm, berbentuk oval yang
b. Jentik (larva)
tersebut, yaitu :
2) Instar II : 2,5-3,8 mm
c. Pupa
d. Nyamuk dewasa
rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-
bintik putih pada bagian badan dan kaki ( Ditjen PP & PL, 2014 ).
a. Siklus Hidup
Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur
menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat
Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk
berikut :
1. Hari pertama sakit : panas mendadak, badan lemah atau lesu. Pada tahap
2. Hari kedua atau ketiga : timbul bintik perdarahan, lebam atau ruam
pada kulit muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati. Gejala
DBD.
3. Antara hari ketiga sampai ketujuh : panas turun secara tiba- tiba.
a. Penderita sembuh
2011).
menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum.
berikut:
secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih
jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia
nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes
aegypti dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ± 1.000 mdpl.
Pada ketinggian diatas ± 1.000 mdpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak
terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus
dalam darahnya). Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama delapan sampai
sepuluh hari terutama dalam kelenjar air liurnya dan jika nyamuk menggigit orang
lain maka virus Dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh
manusia, virus ini akan berkembang empat sampai enam hari dan orang tersebut
akan mengalami sakit DBD. Virus Dengue memperbanyak diri dalam tubuh
manusia dan berada dalam darah selama satu minggu (Widoyono, 2008).
Dengue, pemberantasan penyakit DBD adalah semua upaya untuk mencegah dan
d. Penanggulangan seperlunya.
e. Penanggulangan lain.
f. Penyuluhan kesehatan.
1. Survailens Epidemiologi
kasus secara aktif maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans
3. Pengendalian Vektor
dan jentik nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara
terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan
kegiatan 3M Plus :
bekas
penularan.
Mendiknas, serta terakhir pada 15 Juni 2011 telah dibuat suatu komitmen
pengenadalian DBD
terjadinya KLB dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi
6. Penyuluhan
7. Kemitraan/jejaring kerja
Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor
kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait
8. Capacity building
Peningkatan kapasitas dari Sumber Daya baik manusia maupun sarana dan
sakit, Litbang, LSM, dll. Penelitian ini menyangkut beberapa aspek yaitu
dan saat ini sedang dilakukan uji coba terhadap vaksin DBD.
pengendalian DBD, dimulai dari input, process, output dan outcome yang
DBD atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular
tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter. Tujuan umum dari PE
adalah Mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta
penderita dan tujuan khusus mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD
lainnya , mengetahui ada /tidaknya jentik nyamuk penular DBD dan menentukan
2014 ).
penularan DBD dan mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita
3) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas dan tidak
DBD.
b) Penyuluhan
setempat.
(2) Ketua RT, toma atau kader mendampingi petugas dalam kegiatan
melakukan penyuluhan).
b. Pemberantasan Vektor
minggu
DBD)
epidemiologis
Contoh :
• Menutup TPA
PLUS :
lavender, geranium)
oles),
lokal.
3) Larvasidasi
c. Penyuluhan
Puskesmas.
Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu
yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya sistem tersebut perlu dirangkai berbagai unsur
atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan
secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan. Apabila prinsip pokok
atau cara kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan
administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan
lingkungan yang terjadi dengan sangat cepat dan sulit diperkirakan. Perubahan
(Muninjaya, 2011).
proses (process), keluaran (output), umpan balik (feed back), dampak (impact)
a. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
b. Proses (process) merupakan kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang
direncanakan.
c. Keluaran (ouput) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari
d. Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan
keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.
e. Dampak (impact) merupakan akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem
(Muninjaya, 2011).
a. Masukan (input) dalam program kesehatan terdiri dari 6 M yaitu : man (staf),
persepsinya).
penyakit tertentu, serta indikator yang paling peka untuk menentukan status
b) Proses adalah perangkat administrasi yakni tenaga, dana, sarana dan metoda
Komponen sumber daya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para
dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana
prasarana. SDM yang tidak memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak
organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada. Sumber daya
lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program
peralatan, serta dana yang mencukupi tanpa fasilitas ini mustahil program dapat
Sumber daya manusia puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga
penunjang (non tenaga kesehatan). Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga
pembagian waktu kerja (Kemenkes RI, 2014). Sumber Daya Manusia (SDM)
untuk penanggulangan DBD meliputi petugas kesehatan dari dinas kesehatan dan
dan bahan. Dalam standar penanggulangan DBD alat dan bahan yang harus
tersedia antara lain formulir pemeriksaan jentik, bahan penyuluhan seperti leaflet,
poster, formulir Penyelidikan Epidemiologi, alat semprot minimal empat buah per
puskesmas kecamatan, kendaraan roda empat minimal satu unit, solar dan bensin,
insektisida sesuai kebutuhan, alat komunikasi minimal satu unit (Ditjen PP&PL,
2014). Menurut Siagian (1996) tersedianya sarana dan prasarana kerja yang jenis,
Proses (process)
Masukan Keluaran
(Input) (Output)
1. PSN
2. Penyuluhan
1. SDM Menurunnya
3. Fogging
2. Sarana dan jumlah kasus
prasarana DBD
3. Dana
penanggulangan DBD
untuk mendapatkan data yang mendalam, data tersebut merupakan data pasti yang
Kabupaten Tapanuli Utara yang terletak di ketinggian 300 – 1500 meter diatas
2017.
teknik yang dilakukan untuk memilih informan yang mampu memberi informasi
37
No Informan Jumlah
1 Kepala Puskesmas Hutabaginda 1 Informan
2 Penanggung Jawab P2 DBD 1 Informan
3 Penanggung Jawab Kesling 1 Informan
4 Camat 1 Informan
5 Lurah 2 Informan
6 Masyarakat 2 Informan
7 Bidan 2 Informan
Total 10 Informan
dan sekunder :
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis dan alat
3.6 Triangulasi
yaitu mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama,
yakni dengan memilih informan yang dianggap dapat memberikan jawaban sesuai
kemudian meringkas dalam bentuk matriks yang disusun sesuai dengan bahasa
baku jawaban informan. Ringkasan ini kemudian diuraikan kembali dalam bentuk
narasi dan melakukan penyimpulan terhadap analisa yang telah di dapat secara
HASIL PENELITIAN
4.1.1 Geografis
Kelurahan Hutatoruan VII Kecamatan Tarutung, yang terdiri dari 7 kelurahan dan
4.1.2 Demografis
Tahun 2016
No Puskesmas Hutabaginda
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jlh Laki-laki
+ Perempuan
1 0-4 Tahun 2.105 2.504 4.609
2 5-9 Tahun 2.053 2.219 4.272
3 10-14 Tahun 1.962 2.235 4.297
4 15-19 Tahun 2.291 2.495 4.783
5 20-24 Tahun 1.370 1.376 2.746
6 25-29 Tahun 1.419 1.390 2.809
7 30-34 Tahun 1.325 1.330 2.655
40
memiliki tenaga kesehatan yang terdiri dari medis, para medis, dan staf
Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang terdiri dari satu
penanggulangan DBD, satu informan petugas kesling, satu informan camat, dua
informan bidan desa, dua informan Lurah, dua informan masyarakat umum.
Informan Pernyataan
1 Jadi untuk pelaksanaan program penangulangan DBD itu kan
dek banyak yang ikut terlibat, enggak cuman pengelola
program DBD aja baik itu petugas kesehatan lingkungan,
bidan desa ikut juga terlibat dek, cuman kalo untuk fogging
dek kita dari puskesmas hanya pendamping saja dek , paling
kalau penyuluhan kita yang buat dan PSN juga dari kita.
2 Program pelaksanaan DBD ini kan dek enggak bisa di
kerjakan sendiri harus ada kerja sama antar lintas sektor dan
lintas program , tapi untuk fogging dek itu masih dibawah
naungan dinkes dek, kami yang dari puskesmas hanya
sebagai pendamping untuk menunjukkan didaerah mana yang
terkena DBD, ya paling dari pihak puskesmas buat
penyuluhan lah dek door to door, trus PSN itu kami hanya
menghimbau dek untuk mengerjakan ya warga setempat lah
dek.
3 Ya aku dek ikut untuk bantuin lah ditunjuk kapus melihat
situasi lingkungan, selokan paret dan sampah dek, dan paling
memberikan penyuluhan lah dek, tapi kalau juru pemantau
jentik udah enggak adalah dek lagi.
dalam pelaksanaan program DBD tidak dilakukan sendiri oleh penanggung jawab
P2 DBD tetapi banyak yang terlibat dan harus melibatkan lintas program dan
lintas sektor.
Informan Pernyataan
1 Saya rasa adalah itu kemarin dek, cuman waktunya aku enggak
tau pastilah
2 Ada pernah sekali dek, bulan 5 lalu itu dek diedukasi membuat
laporan , dan tentang DBD itu kemarin dibuat pertemuannya
dihotel dan dari Dinas Provinsi dek.
3 Pelatihan ? enggak pernah lah dek aku ikut pelatihan itu, tapi
enggak tahulah ya kalau untuk P2 DBD kemarin ada atau tidak.
5 Enggak adalah dek aku pernah ikut pelatihan tentang DBD,
padahalkan perlu juganya sebenarnya bidan diberikan
penyuluhan seperti itu, tapi udah berapa lama aku kerja dek jadi
bidan desa belum pernah lah.
6 Kalo pelatihan pernah dek kemarin sama kak surlina aku dek
pemegang program DBD, kemarin aku sama ka sur yang
diunjuk kapus dek, itupun hanya sejam dek.
7 Aduh, enggak tau pula aku kalau soal pelatihan itu,
puskesmaslah yang lebih tau pastinya dek.
orang lagi menyatakan bahwa tidak pernah dilakukan pelatihan mengenai DBD.
4.4.1.2 Dana
Informan Pernyataan
1 Kalau untuk alat fogging kan masih dipegang dari Dinas dek
jadi dananya masih dari APBD sebagian dari APBN kan
contohnya abate lah, tapi adalah sebagian dari dana BOK.
2 Keknya dari BOK lah dek
3 Aduh, aku cuman diunjuk aja untuk bekerja dek , kalau soal
dana enggak tau-taulah aku dek,
4 Itu kalau soal pendanaan yang pastinya saya kurang tahu, ya
orang dinaslah yang lebih paham dek.
5 Kurang tahu dek, enggak ada dikasih duit, cuman diperintah
kapus ya kami kerja dek
6 Enggak ada dana khusus untuk kami dek, yang penting
diperintah kerja ya dikerjakan dek.
dari APBD, APBN, dan BOK. Hal ini didukung oleh pernyataan dari dua
dan dua informan menyatakan bahwa tidak ada dana khusus yang di dapat
Informan Pernyataan
1 Kalau untuk alat Fogging kita enggak punya dan masih minta
dari dinas, ya kalau untuk penyuluhan ya cukuplah ada 1 In-
fokus, mobil untuk penyuluhan, PSN kan enggak perlu alat
cukup himbauan kepada masyarakat untuk yang 3M+
2 Masih kuranglah dek kayak alat Fogging masih dari dinkes,
abate juga masih dari dinas, tapi alat penyuluhan ya lumanyan
lah dek.
3 Untuk alat kurang soalnya kan alat mesin fogging dari dinas,
dan kalau untuk penyuluhan kan cuman himbauan aja jadi
enggak pakai alat
5 kalau untuk penyuluhan enggak pake alat sih kami dek, ya
paling cuman beri himbauan aja sama warga dan kalau mau
pergi ya aku pakai kendaraan sendiri dek.
6 Masih kuranglah buat alat mesinnya dek, apalagikan masih
disediakan dinas dek kalau alat foggingnya
Informan Pernyataan
1 Hmm, setiap rapat bulanan kan pasti ada pembahasan
Informan Pernyataan
1 Saya tetap mengkordinasikan ke bidang P2 DBD agar
bekerja sama dengan bidan desa, apalagikan dek sebenarnya
yang lebih paham kondisi desa kan bidan desa
2 Ya kan saya dek penanggung jawab program otomatis kan
bidan desa selalu laporan sama saya dan kami ya bekerja
samalah dek.
3 Ya aku kan bukan penanggung jawab program dek, ya
cuman dibilang kapus untuk ikut serta kerna berbau sama
lingkungan juga ya aku ikut sertalah dek
6 Kan itulah dek kami ada rapat bulanan disitulah dibahas dek
ya kapus menginstruksikanlah sama kami supaya membuat
penyuluhan ya gimanapun kan itu memang sudah jadi tugas
kami.
Dari lima informan di atas diketahui bahwa ada tiga informan yang
laporan kasus DBD, satu informan menyatakan bahwa selalu berkordinasi dengan
bidan desa, tiga informan menyatakan bahwa mereka mendapat intruksi dari
kasus DBD
4.4.2.3 Pelaksanaan
Informan Pernyataan
1 Jadi, untuk penanggulangan DBD ini dilakukan kerja sama
antar lintas program dan lintas sektor. Kalau untuk program
P2 DBD juga berkoordinasi dengan penanggung jawab
kesling, ya kalau untuk ke desa dek adalah disana bidan desa
trus berkordinasi juga lah sama lurah disana, ya mau gimana
pun kan lurah yang mempunyai wewenang disana, sudah
pasti kalau kami mau membuat setiap program kan harus
berkordinasi sama lurah. Kan untuk mengerakkan
masyarakat kita tentunya butuh pimpinannya. Apalagi
program penanggulangan DBD ini hampir membutuhkan
keterlibatan masyarakat.
2 Selalu berkoordinasi dengan bidan desalah dek, soalnya kan
masyarakat melapor ke bidan desa ataupun lurah , nah bidan
desa lah yang melapor sama saya , itulah bentuk
kerjasamanya lintas program dek.
3 Ini kan sebenarnya tanggung jawab P2 DBD tapi kerna
menyangkut lintas program dan ada masalah lingkungan aku
juga ikutlah berkoordinasi dek kayak pemeriksaan jentik
diselokan gitu.
Informan Pernyataan
1 Kalau permintaan fogging harus ada dulu surat pengantar
dari kepala desa , ya kalau udah ada kita kasih surat
permohonannya ke dinas , untuk selanjutnya dinas yang
memberi jadwal, karena kan dek untuk alat fogging masih
disediakan dari dinas dan mesin juga belum ada disini.
2 Untuk fogging disini dek dilakukan setelah adanya kasus
misalnya 2 kasus dulu baru dilakukan fogging dek, karena
untuk prosesnya tunggu di cek lab dulu di desa itu positif
DBD atau tidak, nah ketika sudah positif maka kita akan
berikan hasil labnya kepada dinas, soalnya dipuskesmas ini
tidak ada mesin dan alat fogging masih minta sama dinas ya
kalau tim dari kita paling pendamping dan memberi
penyuluhan pada saat dilakukan fogging dan untuk
jadwalnya nanti ditentukan oleh dinas , kami yang
berkoordinasi dengan bidan desa dan kepala desa , nah pas
kami lakukan fogging sekalian lah disitu juga kami beri
bubuk abate dan penyuluhan dek.
adanya kasus, dan alur sebelum dilakukannya fogging harus melakukan tes lab
apakah benar positif DBD atau tidak, jika sudah positif DBD maka Lurah akan
kepada dinas untuk ditindak lanjuti dan pihak dari dinas akan memberi jadwal
kepada lurah dan bidan desa sebelum fogging dilaksanakan, dan untuk permintaan
fogging dilaksanakan 2-3 hari setelah pelaporan,pernyataan ini juga didukung dari
tiga informan yang menyatakan bahwa dilaksanakannnya fogging setelag 2-3 hari,
dan ada satu informan yang menyatakan bahwa fogging dilaksanakan setelah 2
Informan Pernyataan
1 Kalau penyuluhan selalu dilakukan dek, baik itu
disekolah-sekolah, pas ada posyandu , dan kemarin
dilakukan pas melaksanakan fogging dek itulah
bekerjasama nanti sama kepala desa untuk
mengintruksikan masyarakat.
masyarakat, namun satu informan menyatakan bahwa tidak pernah ada dilakukan
penyuluhan, penyuluhan dilakukan oleh puskesmas pada waktu kapan saja ada
kesempatan.
Informan Pernyataan
1 PSN itukan bagian dari 3M plus yakan? Ya kami dari
puskesmas hanya menginstruksikan agar masyarakat
membersihkan lingkungan, ya manalah mungkin dek kami
yang ikut membersihkan paret rumah mereka.
melakukan PSN, melalui intruksi kapus ke penanggung jawab P2DBD dan bidan
desa namun masih banyak masyarakat yang tidak mau ikut serta dan kurang
Informan Pernyataan
1 Ya kalau untuk hambatan alat mesin Fogging yang
masih disediakan dinas dan ketika mau fogging pun
harus menunggu jawaban surat dan sudah ada giliran
mesin fogging dan harus menunggu giliran untuk dilaksanakan fogging, dua
jumlah petugas yang mengangkat alat fogging karena lebih banyak petugas wanita
partisipasi masyarakat.
Informan Pernyataan
2 Kalau untuk peran serta masih kurang lah dek apalagi liat
lah dilingkungan HKI ini masih banyak sampah
berserserakan kek botot dan ban-ban bekas itu, kan
disitunya perindukan nyamuk DBD dek
4.4.2.4 Pengawasan
Informan Pernyataan
1 Dari dinas lah kalau yang mengawasi dek kan kita uptd
dinas
2 Kapus dek
5 Puskesmas
6 Kapus dek setaukulah
7 Sebenarnya kurang tau saya , cuman puskesmaslah
8 Tnggung jawab puskesmaslah itu kalau enggak salah
Informan Pernyataan
1 Kita sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi ya perlulah
ditingkatkan dek
2 Belum sepenuhnya maksimal dek, walaupun sudah semua
program dilaksanakan
5 Masih kurang maksimal apalagi masyarakatnya dek susah
dibilangin dek, kalau usaha pelaksanaan program sudahnya
kami lakukan dek.
8 Kalau pelaksanaan dari puskesmas sudah lumanyannya
baiknya dek, tapi kembalilah ke masyarakat ini susah
dibilangin dek, jadi kek sia2 perjalanan pelaksanaan program
ini dek, padahalkan butuh kerjasamanya biar berkurang
nyamuknya
9 Ya lumanyanlah dek sudah baik setelah dilakukan fogging.
Agak berkuranglah memang nyamuk .
10 Ah katanya difogging tapi masih adanya nyamuk dek, tapi
maunya tambahlah penyuluhan supaya makin sadar
masyarakat ini kan
3 Sudah baik lah dek kalau untuk hasil apalagi kan sudah
berjalan program seperti penyuluhan dan pengasapan.
lagi terutama dibagian kerja sama masyarakat dengan petugas kesehatan, satu
dan perlu diperbanyak lagi penyuluhan supaya masyarakat makin sadar untuk
program sudah baik dengan pernyatan informan yang menyatakan bahwa sudah
PEMBAHASAN
bidang pencegahan dan pemberantasan DBD (P2 DBD) dengan latar belakang
dan bidan desa dengan latar belakang Ahli Madya Kebidanan. SDM yang berada
Nyamuk (PSN) pihak puskesmas berkoordinasi dengan bidan desa dan lurah
petugas lapangannya juga ditunjuk oleh dinas dan yang untuk mengangkat alat
57
meminta bantuan kepada masyarakat setempat karena kurangnya SDM dari dinas.
untuk penanggulangan DBD belum sesuai dengan yang seharusnya. Hal ini
dikarenakan masih ada SDM tidak ada di wilayah kerja puskesmas untuk
SDM untuk penanggulangan DBD meliputi petugas kesehatan dari puskesmas dan
dinas kesehatan yang terdiri dari pelaksana surveilans kasus DBD, Jumantik,
masyarakat umum.
hasil penelitian diketahui SDM yang belum ada diwilayah kerja puskesmas
Hutabaginda adalah kader dan Jumantik, padahal peran Jumantik sangat penting
DBD. Diharapkan agar puskesmas membentuk Jumantik dan tetap dipantau oleh
5.1.2 Dana
Belanja Daerah (APBD). Hal ini sudah sesuai dengan KEMENKES RI NOMOR:
APBD digunakan untuk melaksanakan Fogging dan dana BOK digunakan untuk
kegiatan penyuluhan yang sudah terdapat di dalam Plan of Action (POA) tahunan
pelaksanaannya.
adalah Rp. 75.000.000. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kabid P2PL Dinkes
Kab.Tapanuli Utara diketahui bahwa jumlah dana yang dikeluarkan untuk satu
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak adanya dana untuk pelaksanaan
PSN. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan informan yang menyatakan
bahwa penyuluhan yang dilakukan dalam kegiatan PSN tidak memiliki dana.
APBD II, swadaya maupun sumber-sumber lain yang sah dengan berlandaskan
Kemenkes ini sebaiknya setiap kegiatan untuk pemberantasan penaykit DBD ini
menjalankan program.
kesehatan sarana yang digunakan oleh petugas kesehatan sama sekali tidak ada
sarana yang digunakan bahkan hanya berbicara di depan orang banyak pada saat
pelaksanaan penyuluhan harus dilakukan didalam ruangan agar lebih efektif. Hal
mesin fogging, alat pelindung diri yang berupa masker, bahan bakar seperti solar,
dan insektisida. Jumlah mesin fogging yang digunakan untuk pengasapan adalah
dua unit. Berdasarkan hasil wawancara diketahui jumlah alat masih kurang karena
jumlah kecamatan/ desa yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara tidak sebanding
dengan jumlah mesin fogging yang tersedia, hal ini dilihat sering terjadi
salah satu informan bahwa jarak permintaan fogging dengan pelaksanaan fogging
sampai 2-3 hari setelah pelaporan, penyebabnya alat mesin fogging yang masih
dan bahan. Dalam standar penanggulangan alat dan bahan yang harus tersedia
antara lain formulir pemeriksaan jentik, bahan penyuluhan seperti leaflet, poster,
per puskesmas kecamatan, kendaraan roda empat minimal satu unit, solar dan
bensin, insektisida sesuai kebutuhan, alat komunikasi minimal satu unit (Depkes,
RI 2007).
dinas masih kurang memadai. Jumlah mesin Fogging yang terdapat di dinas ada 2
unit untuk satu kabupaten, sedangkan berdasarkan Depkes RI 2007, jumlah mesin
dari alat mesin fogging yang ada di dinas masih terbatas, kurangnya alat sewaktu
maka dari itu puskesmas perlu melengkapi sarana yang digunakan untuk
optimal.
5.2.1 Fogging
5.2.1.1 Perencanaan
ke dinas kesehatan, pelaporan kasus DBD harus disertai dengan hasil laboratorium
positif DBD. Setelah surat sampai di dinas kesehatan maka akan ditindak lanjuti
oleh dinas dan dinas akan menentukan jadwal untuk di fogging, pelaksanaan
fogging akan dilakukan sesuai dengan giliran atau dengan kata lain sesuai dengan
urutan permohonan yang masuk dan dilakukannya fogging setelah 2-3 hari setelah
pelaporan. Hal ini juga disebabkan karena keterbatasan tenaga lapangan untuk
5.2.1.2 Pengorganisasian
DBD (P2 DBD). Dalam pelaksanaan ini petugas yang dilibatkan adalah
petugas dari dinas kesehatan yang bertugas untuk melakukan pengasapan dan
pendamping fogging dan sebagai penyuluh, dan untuk yang membuka pintu
adalah bidan desa. Sedangkan lurah nanti sebagai penggerak untuk pelaksanaan
kegiatan. Untuk pendamping fogging yang di utus dari puskesmas tidak hanya
petugas P2 DBD melainkan meminta bantuan dari petugas kesehatan lainnya. Hal
yang diteruskan puskesmas dan ditindaklanjuti oleh dinas, maka dinas kesehatan
pelaksanaan fogging. Dan pihak dari puskesmas dan bidan desa akan berkordinasi
bahan makanan agar tidak terkontaminasi dengan asap dan mau membuka pintu
dan ikut bekerja sama dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan DBD dengan
fokus adalah golongan sintentik piretroit dengan dosis penggunaan 100 ml/Ha.
liter solar. Untuk pelaksanaan fogging dilaksanakan di atas jam 10 pagi dan
dilakukan hanya satu kali. Pengasapan dilakukan hanya di desa yang terjangkit
DBD, yang menjadi sasaran fogging adalah ruangan rumah warga, halaman
sumber penularan dan tidak memfogging ke dalam ruangan rumah karena bahaya
jika terkontaminasi dengan makanan dan didalam rumah hanya memberi tahu
jangan menggantung pakaian yang kotor dan lembab karena bisa menjadi tempat
dilaksanakannya fogging karena tidak akan efektif dan terganggu karena adanya
didampingi dari puskesmas, bidan desa, camat, dan lurah selama pelaksanaan
kegiatan, hal ini juga bertujuan agar mudah untuk mengajak masyarakat ikut serta
melaksanakan fogging adalah pagi hari pukul (07.00-10.00) atau sore pukul
(15.00-17.00) karena nyamuk Aedes aegpty sedang beraktifitas, jadi jika siang
hari dilakukan pengasapan nyamuk Aedes aegpty tidak sedang beraktifitas dan
dilakukan dua siklus dengan interval satu minggu. Namun, berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa fogging hanya dilakukan satu kali setelah pelaporan
permohonan fogging dan untuk waktu fogging dilaksankan pada siang hari,
penyebab fogging dilakukan pada siang hari dikarenakan harus menunggu alat
fogging dari desa lain dan terkendala kurangnya petugas yang menggangkat alat
fogging.
5.2.1.4 Hambatan
mesin yang dimiliki oleh dinas kesehatan sedangkan permintaan fogging. Jarak
antar kecamatan juga jadi masalah karena harus menunggu giliran dari desa
lain,dan petugas untuk menggangkat alat fogging juga yang masih kurang karena
menyeluruh karena masih ada beberapa masyarakat yang tidak mau membuka
pengasapan ada beberapa warga yang tidak ada dirumah dan bekerja.
5.2.1.5 Pengawasan
fogging belum sesuai dengan juklak dan juknisnya. Setelah pelaksanaan fogging
pengawasan dilakukan dengan cara tidak langsung yaitu melalui laporan jumlah
kasus yang diperoleh dari pihak puskesmas. Selain itu untuk memantau
perkembangan kasus DBD maka peran dari bidan desa sangat dibutuhkan karena
mengingat mereka yang paling dekat dengan masyarakat. Jika pengawasan dapat
standar atau rencana yang telah ditetapkan sehingga efisiensi program dapat
oleh para petugas sehingga pimpinan dapat merancang suatu pendidikan dan
Oleh sebab itu sebaiknya semua kegiatan yang sedang atau telah dilakukan
5.2.2.1 Perencanaan
minilokakarya dan mengundang camat dan lurah, bidan desa yang disebut kerja
laporan mengenai kasus DBD yang ada di desa masing-masing. Setelah itu kepala
menyebabkan tidak jelasnya kegiatan yang harus dilaksanakan dan siapa saja yang
yang harus dilakukan dalam kegiatan PSN sehingga kegiatan yang akan
5.2.2.2 Pengorganisasian
kepada P2 DBD dan bidan desa untuk menghimbau masyarakat agar melakukan
3M plus. Bidan desa diutus oleh kepala puskesmas karena yang mengetahui
situasi kesehatan desa, bidan desa akan berkordinasi dengan lurah agar
kegiatan PSN. PSN adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah
penyakit DBD. Pengendalian vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah
menghimbau agar melakukan kegiatan PSN pada saat dilakukannya posyandu dan
keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas
Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapakan penularan
DBD dapat dicegah atau dikurangi. Namun pada Puskesmas Hutabaginda belum
penghitungan AJB agar dapat melihat hasil dari kegiatan PSN DBD.
5.2.2.4 Hambatan
kurangnya partisipasi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan PSN dengan alasan
5.2.2.5 Pengawasan
menjadikan kegiatan PSN tidak berjalan sesuai dengan harapan, tidak adanya
melaksanakan kegiatan PSN karena bentuk kegiatan yang hanya berupa himbauan
kepada masyarakat. Sebaiknya perlu ditetapkan standar kegiatan dan capaian yang
ingin dicapai dalam kegiatan PSN seperti penghitungan ABJ. Tidak dihitungnya
ABJ dikarenakan tidak adanya sumber daya manusia untuk menghitung ABJ itu.
PSN beserta sebagai petugas untuk menghitung ABJ. Dalam penelitian Riyanti
(2008) dalam kegiatan PSN masyarakat belum aktif secara mandiri ikut berperan
serta dalam melaksanakan kegiatan PSN dalam kegiatan PSN jumantik sangat
5.2.3 Penyuluhan
dan yang tidak terprogram, penyuluhan terprogram dilakukan sekali dalam satu
tahun yang direncakan setelah membuat laporan dan data yang diperoleh dari
fogging dan alasan kenapa memilih di posyandu karena banyak ibu-ibu yang
datang dan supaya mereka juga dapat mengetahui bagaimana pencegahan dan
untuk masyarakat.
5.2.3.1 Pengorganisasian
kesling dan bidan desa. Peralatan yang digunakan adalah proyektor, mic sebagai
tidak terprogram dilakukan oleh bidan desa, P2 DBD, petugas Kesling dan
meminta petugas kesehatan lain untuk ikut bekerja sama, penyuluhan tidak
menit memaparkan apa saja bahaya dari penyakit DBD dan bagaimana cara
pentingnya menjaga lingkungan dan guna mencegah penyakit DBD, selain itu
juga diharapkan dengan adanya penyuluhan bagi siswa-siswa dapat bekerja sama
begitu juga pada saat dilakukannya fogging bidan desa juga sudah berkordinasi
oral saja dan tidak membagikan Leaflet kepada masyarakat, diakhir penyuluhan
ini petugas juga mengajak masyarakat agar berpastisipasi aktif dalam melakukan
digunakan seperti memberi Leaflet dan menempelkan poster, dua hal ini juga agar
masyarakat yang tidak hadir boleh ikut serta dan lebih antusias dalam menghadiri
penyuluhan.
5.2.3.3 Hambatan
mengumpulkan masyarakat untuk hadir penyuluhan karena sibuk bekerja dan ada
5.2.3.4 Pengawasan
dengan kepala puskesmas ikut turun langsung kelapangan jika kepala puskesmas
dari berlangsungnya proses dalam dalam sistem. Keluaran yang diaharapakan dari
semakin meningkatnya angka kasus DBD yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas
penyuluhan kesehatan, dan pada saat foging diharapkan agar semua warga bisa
bekerja sama, karena ada yang tidak mengizinkan rumahnya untuk di fogging.
6.1 Kesimpulan
jawab bidang kesling, dan bidan desa. Sumber daya lain yang terlibat adalah
lurah, sumber daya yang belum tersedia adalah petugas fogging dan kader
Jumantik
insektisida, dan membagikan bubuk abate sedangkan poster dan leaflet tidak
tersedia di puskesmas.
dilihat dari pelaksanaan fogging karena keterbatasan jumlah mesin fogging dan
kurangnya partisipasi masyarakat yang masih kurang aktif dan penyuluhan juga
masih belum optimal dikarenakan masih banyak masyarakat yang tidak hadir
dalam penyuluhan.
73
di lihat dari segi SDM yang masih kurang, sarana dan prasarana yang masih
kurang memadai seperti kurangnya alat mesin fogging, dan tidak dibagikannya
poster ataupun leaflet pada saat dilakukannya penyuluhan tentang DBD dan
6.2 Saran
masyarakat.
4. Kepada Dinas Kesehatan Tapanuli Utara untuk melengkapi sarana seperti alat
_________. 2007. Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. DIT. JEN. PP & PL.
Jakarta
75
76
77
PEDOMAN WAWANCARA
II. Pertanyaan
1. Bagaimanakah proses persiapan program penanggulangan DBD?
2. Apa saja yang ibu lakukan dalam menyikapi kasus DBD? Bagaimana langkah
pelaporan yang ibu lakukan?
3. Pada saat terjadi DBD apakah ibu melakukan koordinasi dengan pihak-pihak
yang terkait dalam penanggulangan DBD?
4. Apa saja program yang dilakukan untuk penanggulangan kasus DBD?
5. Bagaimana ketersediaan SDM untuk pelaksanaan program penanggulangan
DBD?
6. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan program?
7. Bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan program
penanggulangan DBD?
8. Apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan instruksi yang ibu
berikan? Bagaiamana koordinasi dengan pihak terkait dalam pelaksanaan
program?
9. Apakah program penanggulangan DBD dilakukan lintas program?
10. Apa saja hambatan yang dialami dalam pelaksanaan program?
11. Adakah kegiatan pengawasan terhadap program yang dilaksanakan? Siapa
yang mengawasi?
12. Apakah setiap pelaporan kasus selalu ditanggapi dengan cepat?
13. Bagaimanakah output dari pelaksanaan program yang dilaksanakan?
14. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam penanggulangan DBD? Bagaimana
bentuk keterlibatannya?
78
79
II. Pertanyaan
1. Apakah bapak selalu dilibatkan dalam pelaksanaan program penanggulangan
DBD?
2. Siapa saja pelaksana teknis dalam pelaksanaan program penanggulangan
DBD?
3. Apa saja yang bapak lakukan dalam menyikapi kasus DBD? Bagaimana
langkah pelaporan yang bapak lakukan?
4. Pada saat terjadi KLB apakah bapak melakukan koordinasi dengan
pihakpihak yang terkait dalam penanggulangan DBD?
5. Bagaimanakah perencanaan dari program penanggulangan DBD?
6. Apasaja program yang dilakukan untuk penanggulangan kasus DBD?
7. Bagaimana ketersediaan SDM untuk pelaksanaan program penanggulangan
DBD?
8. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan program?
9. Bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan program
penanggulangan DBD?
10. Apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan instruksi yang diberikan?
Bagaimana koordinasi dengan pihak terkait dalam pelaksanaan program?
11. Apakah program penanggulangan DBD di lakukan lintas program?
12. Apa saja hambatan yang dialami dalam pelaksanaan program?
13. Adakah kegiatan pengawasan terhadap program yang dilaksanakan? Siapa
yang mengawasi?
14. Apakah setiap pelaporan kasus selalu ditanggapi dengan cepat?
15. Bagaimanakah output dari pelaksanaan program yang dilaksanakan?
80
II. Pertanyaan
1. Menurut laporan kasus DBD, Puskesmas Hutabaginda kasus DBD cukup
tinggi. Dengan adanya kasus tersebut, apakah langkah-langkah yang
seharusnya dilakukan? Bagaimana pelaksanaannya?
2. Apakah langkah-langkah tersebut ada dikoordinasikan baik lintas
sektor maupun program?
3. Apakah dalam penanggulangan kasus DBD diperlukan koordinasi?
Jika ya, mengapa ?
4. Apasaja program yang dilakukan untuk penanggulangan kasus DBD?
5. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan program?
6. Bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan program
penanggulangan DBD?
7. Apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan instruksi yang diberikan?
Bagaimana koordinasi dengan pihak terkait dalam pelaksanaan program?
8. Apakah program penanggulangan DBD di lakukan lintas program?
9. Apa saja hambatan yang dialami dalam pelaksanaan program?
81
II. Pertanyaan
1. Apakah bapak/ibu selalu melapor kan setiap kasus DBD yang terjadi di desa
bapak/ibu?
2. Bagaimanakah koordinasi yang bapak/ibu lakukan dengan pihak puskesmas?
3. Apakah selalu ditanggapi dengan cepat pelaporan yang dilakukan?
4. Apakah setiap selesai pelaporan selalu dilakukan program penanggulangan
oleh pihak puskesmas?
5. Apakah bapak/ ibu menginstruksikan kepada warga untuk ikut berpartisipasi
dalam menyukseskan program dari puskesmas?
6. Bagaimana dampak yang bapak/ibu lihat dari hasil pelaksanaan program
penanggulangan DBD?
82
II. Pertanyaan
1. Apakah bapak/ ibu selalu melaporkan setiap mengetahui ada kasus DBD?
2. Bagaimanakah tanggapan yang bapak/ ibu terima setelah melakukan
pelaporan kasus?
3. Apakah setiap pelaporan selalu ditanggapi dengan pelaksanaan program
penanggulangan?
4. Apa saja program yang dilakukan oleh puskesmas dalam penanggulangan
DBD?
5. Bagaiamana menurut bapak/ibu pelaksanaannya?
6. Apakah bapak/ ibu terlibat dalam program yang dilaksanakan oleh puskesmas
dalam upaya penanggulangan DBD?
7. Apakah bapak/ ibu melihat dampak dari hasil pelaksanaan program yang
dilaksanakan?
83
84
85