NAMA KELOMPOK
1. CITRA LESTARI ( E1M016009)
2. NI PUTU INTAN LISUARI RENA ( E1M0160
3. SRI NURSAKINAH ( E1M016067)
A. LATAR BELAKANG
Banyak usaha telah dilakukan oleh ilmuwan pembelajaran dalam mengklasifikasi
variable-variabel pembelajaran yang menjadi perhatiannya. Terutama bila dikaitkan
dengan kegiatan dalam ilmu merancang (a design science) pembelajaran. Pada tahun 1965,
seorang ilmuwan pengajaran yang bernama Glaser mengemukakan empat components of
a psychology of instructional. Keempat komponen tersebut, yaitu: (1) analisis isi bidang
studi, (2) diagnosis kemampuan awal siswa, (3) proses pengajaran, dan (4) pengukuran
hasil belajar. Klasifikasi lain, yang nampaknya lebih rinci dan amat memadai sebagai
landasan pengembangan suatu teori pembelajaran dikemukakan oleh Reigeluth, dkk. pada
tahun 1977. Pada mulanya mereka memperkenalkan empat variabel yang menjadi titik
perhatian, yaitu: (1) kondisi pengajaran, (2) bidang studi, (3) strategi pengajaran, dan (4)
hasil pengajaran. Variabel-variabel yang dikelompokkan ke dalam kondisi pengajaran
adalah karakteristik siswa, karakteristik lingkungan pengajaran, dan tujuan institusional.
Variabel bidang studi mencakup karakteristik isi/tugas. Variabel strategi pengajaran
mencakup strategi penyajian isi bidang studi, penstrukturan isi bidang studi, dan
pengelolaan pengajaran. Variabel hasil pengajaran mencakup semua efek yang dihasilkan
dari pengajaran, apakah itu pada diri siswa, lembaga, termasuk juga pada masyarakat
Jika kita melihat praktik kegiatan belajar mengajar di lapangan, kita akan
menemukan banyak guru yang belum mengetahui dasar penting dalam pembelajaran yaitu
variabel pembelajaran. Padahal pengetahuan yang baik tentang masalah ini akan membuat
guru lebih cakap dalam menangani dan memahami permasalahan yang terjadi di sekolah.
Sehingga pemahaman guru yang baik tentang variabel pembentukan pembelajaran dapat
mendukung terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang lancar. Masalah diatas masih
ditambah lagi dengan keterbatasan peran pemerintah untuk mencukupi fasilitas yang
diperlukan untuk mendukung kondisi pembelajaran yang termasuk dalam variabel
pembentukan pembelajaran. Untuk itu diperlukan peran guru yang lebih aktif dan kreatif
dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang memadai namun terjangkau. Tidak hanya
menunggu peran pemerintah yang tidak pasti.
Pada dasarnya variable-variabel pembelajaran perlu diperhatikan oleh para
pengajar atau guru, agar dapat menuangkan variable-variabel pembelajaran ke dalam
desain pembelajaran. Dari pernyataan tersebut, maka calon guru perlu mengetahui secara
mendalam tentang variabel pembentuk pembelajaran. Seorang calon guru juga perlu
berfikir kritis apakah model-model desain pembelajaran yang selama ini digunakan masih
sesuai dengan paradigma baru pembelajaran. Pengetahuan tersebut bertujuan agar ketika
mereka benar-benar terjun dalam kancah pembelajaran di sebuah sekolah, mereka akan
menjadi guru yang menguasai medan, memahami masalah yang terjadi dalam
pembelajaran, dan mampu dengan bijak memyikapi masalah tersebut.Dengan latar
belakang diatas, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang Variabel Pembentuk
Pembelajaran
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu strategi pengorganisasian pembelajaran?
2. Apa itu strategi penyampaian pembelajaran?
3. Apa itu strategi pengelolaan pembelajaran?
4. Apa yang dimaksud dengan hasil belajar?
5. Apa saja yang menjadi variabel hasil belajar ?
6. Apa Karakteristik Bahan Ajar Dalam Standar Proses Pendidikan ?
7. Bagaimana Pemanfaatan Sumber Belajar yang didesain dalam pembelajaran ?
8. Bagaimana Pemanfaatan Sumber Belajar yang non desain dalam pembelajaran ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui strategi pengorganisasian pembelajaran
2. Untuk mengetahui strategi penyampaian pembelajaran
3. Untuk mengetahui strategi pengelolaan pembelajaran
4. Untuk mengetahui pengertian hasil belajar
5. Untuk mengetahui variabel hasil belajar
6. Untuk mengetahui Karakteristik Bahan Ajar Dalam Standar Proses Pendidikan
7. Untuk mengetahui Pemanfaatan Sumber Belajar yang didesain dalam pembelajaran
8. Untuk mengetahui Pemanfaatan Sumber Belajar yang non desain dalam pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
1. METODE PEMBELAJARAN
Metode pembelajaran adalah suatu proses yang sistematis dan teratur yang
dilakukan oleh pendidik dalam menyampaikan materi kepada muridnya. Dengan cara ini
diharapakan tujuan dari kegiatan belajar mengajar dapat tercapai dengan baik.
Variabel-variabel dalam metode pembelajaran , terdiri atas 3 yaitu :
a) STRATEGI PENGORGANISASIAN PEMBELAJARAN
b) STRATEGI PENYAMPAIAN PEMBELAJARAN
c) STRATEGI PENGELOLAAN PEMBELAJARAN
A. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran merupakan cara pengorganisasian isi pelajaran,
penyampaian pelajaran dan pengelolaan kegiatan belajar dengan menggunakan berbagai
sumber belajar yang dapat dilakukan guru untuk mendukung terciptanya efektivitas dan
efisiensi proses pembelajaran. Pengorganisasian, penyampaian, dan pengelolaan
pembelajaran diarahkan pada berbagai komponen yang disebut sistem pembelajaran.
Oleh karena itu, strategi pembelajaran merupakan bagian terpenting dari komponen
teknik dan metode dalam suatu sistem pembelajaran.
Reiguluth (1983), juga menyatakan konsep yang tidak jauh berbeda, bahwa
strategi pembelajaran merupakan cara pandang dan pola pikir guru dalam mengajar.
Dengan demikian, strategi pembelajaran meliputi aspek yang lebih luas daripada metode
pembelajaran.
B. STRATEGI MAKRO
1. Hirarki Belajar
Gagne (1968) menekankan pada penataan urutan dengan
memunculkan gagasan prasyarat belajar yang disebut hirarkhi belajar.
Reigeluth dalam Degeng (1988) mengemukakan bahwa analisis hirarkhi
belajar kurang berarti untuk membuat sintesis. Pendapat ini dipertegas oleh
Gagne (1977) bahwa analisis hirarkhi belajar kurang berarti untuk membuat
sintesis, dengan demikian untuk mengorganisasi keseluruhan isi bidang
studi (strategi makro) perangcang pembelajaran perlu beralih ke strategi
lain.
1. Analisa Tugas
4. Teori Skema
5. Webteaching
2. HASIL PEMBELAJARAN
a. Kecermatan Penguasaan
Kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari, juga sering disebut
dengan tingkat kesalahan unjuk kerja, dapat dipakai sebagai indikator untuk
menetapkan keefektifan pembelajaran. Makin cermat siswa menguasai perilaku
yang dipelajari, makin efektif pembelajaran yang telah dijalankan. Atau, dengan
ungkapan lain, makin kecil tingkat kesalahan, berarti makin efektif
pembelajaran. Kesulitan yang segera muncul adalah ketika penentuan kriteria
tingkat kecermatan. Tingkat kecermatan dapat ditunjukkan oleh jumlah
kesalahan dalam suatu unjuk-kerja. Makin banyak kesalahan yang dibuat,
makin tidak cermat unjuk-kerja siswa.
Berapa tingkat kesalahan yang bisa diterima untuk menetapkan bahwa suatu
pembelajaran efektif? Nampaknya sukar menemukan jawaban yang baku
mengenai pertanyaan ini. Ia akan amat tergantung pada jenis unjuk-kerja yang
diinginkan. Umpamanya, unjuk kerja: “Menghitung jumlah kuadrat 50 skor”,
menuntut tingkat kecermatan 100%. Dalam unjuk-kerja: “Membuat definisi
penelitian eksperimental”, tingkat kecermatannya bisa bergerak turun dari
100%. Pertanyaan yang muncul, berapa persen penurunan tingkat kecermatan
yang bisa ditoleransi sebagai ukuran keefektifan. Kemp (1985:230) memberi
rambu-rambu tentang hal ini, sebagai berikut:
b. Kecepatan unjuk-kerja
d. Kuantitas unjuk-kerja
Sebagai indikator keefektifan pembelajaran, kuantitas unjuk-kerja
mengacu kepada banyaknya unjuk-kerja yang mampu ditampilkan oleh siswa
dalam waktu tertentu yang telah ditetapkan. Perancang-perancang pembelajaran
banyak yang mengaitkan kuantitas unjuk-kerja ini pada jumlah tujuan yang
dicapai siswa. Makin banyak tujuan yang tercapai berarti makin efektif
pembelajaran. Dengan ungkapan lain, keefektifan suatu pembelajaran dapat
diukur dengan banyaknya unjuk-kerja yang mampu diperlihatkan oleh siswa.
Kemampuan siswa dalam melakukan alih belajar dari apa yang telah
dikuasainya ke hal lain yang serupa, juga merupakan indikator penting untuk
menetapkan keefektifan pembelajaran. Indikator ini banyak terkait dengan
indikator-indikator sebelumnya, seperti: tingkat kecermatan, kesesuaian
prosedur, dan kualitas hasil akhir.
g. Tingkat Retensi
b. Efisiensi Pembelajaran
Efisien, menurut Freemont E. Kast, adalah optimasi sumber daya,
yaitu yang termudah cara mengerjakannya, termurah biayanya, tersingkat
waktunya, teringan bebannya, dan terpendek jaraknya. Bila dalam suatu usaha
mencapai tujuan tertentu dianggarkan 100 juta, tetapi dengan metode baru
dapat dikerjakan dengan 80 juta, maka terdapat efisiensi sebesar 20 juta. Dari
sini dapat dipahami bahwa efisiensi adalah sebuah konsep yang mencerminkan
perbandingan terbaik antara usaha dengan hasilnya.Efisiensi berarti pula
melakukan segala sesuatu secara benar, tepat, akurat, dan mampu
membandingkan antara besaran input dan output.
Dalam konteks belajar, efisiensi mempunyai arti, meningkatkan
kualitas belajar dan penguasaan materi belajar; mempersingkat waktu belajar;
meningkatkan kemampuan guru, mengurangi biaya tanpa mengurangi kualitas
belajar mengajar. Bagi suatu lembaga pendidikan, pengertian efisiensi tersebut
tampaknya mengarah pada efisiensi yang memberikan arti peningkatan
kemampuan guru dalam proses belajar-mengajar. Hal ini karena dalam proses
belajar mengajar yang mementingkan hubungan peserta didik dan guru, guru
menjadi pihak yang aktif. Efisiensi pembelajaran dapat diukur dengan rasio
antara keefektifan dengan jumlah waktu yang digunakan atau dengan jumlah
biaya yang dikeluarkan.
2. Kualitas Pembelajaran
Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses.
Standar proses Pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan.
Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar
dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar
proses ini berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur formal, baik
pada sistem paket maupun pada sistem kredit semester. Standar proses meliputi
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses
pembelajaran yang efektif dan efisien.
Suatu bahan pembelajaran yang baik memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri yang melekat
pada bahan ajar yang disajikan (disusun) merupakan ciri khas yang membedakan antara
bahan pembelajaran yang baik dengan bahan pembelajaran yang tidak baik.
Bahan pembelajaran yang baik memenuhi syarat substansial dan penyajian sebagai
berikut:
a. Secara substansial bahan pembelajaran harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Sesuai dengan visi dan misi sekolah
Visi merupakan wawasan jauh ke depan yang menunjukkan arah bagi
pencapaian tujuan. Sedangkan misi merupakan gambaran tentang apa yang
seharusnya dilakukan oleh lembaga, dalam hal ini sekolah/madrasah. Visi dan misi
sekolah dalam pencapaiannya diwujudkan melalui proses pembelajaran, sedangkan
proses pembelajaran dibanguna diantaranya karena adanya bahan pembelajaran.
Oleh karena itu bahan pembelajaran yang disusun harus sesuai dengan visi, misi,
karena bahan pembelajaran itu sendiri merupakan sarana materi yang akan
disampaikan pada siswa dalam upaya mencapai visi dan misi sekolah.
2) Sesuai dengan kurikulum
Kurikulum yang dimaksud adalah seperangkat program yang harus
ditempuh siswa dalam penyelesaian pendidikannya. Paling tidak, secara sempit
kurikulum meliputi aspek tujuan/kompetensi, indikator hasil materi, metoda dan
penilaian yang digunakan dalam proses pembelajaran. Bahan ajar, dalam hal ini
merupakan pengembangan materi pembelajaran hendaknya senantiasa sesuai
dengan tujuan/kompetensi, materi dan indikator keberhasilan.
3) Menganut azas ilmiah
yang dimaksud adalah bahan ajar tersebut disusun dan disajikan secara
sistematis (terurai dengan baik) metodologis (sesuai dengan kaidah-kaidah
penulisan).
4) Sesuai dengan kebutuhan siswa
Bahan ajar merupakan hal yang harus dicerna dan dikuasai siswa. Dengan
demikian bahan ajar disusun semata-mata untuk kepentingan siswa. Oleh karena
itu, maka bahan ajar yang disusun hendaknya sesuai dengan kebutuhan siswa, yaitu
sesuai dengan tingkat berpikir, minat, latar sosial budaya dimana siswa itu berada.
Secara garis besar desain pembelajaran terdiri dari lima langkah penting, yaitu:
1) Analisis lingkungan dan kebutuhan belajar siswa.
2) Merancang spesifikasi proses pembelajaran yang efektif dan efesien serta sesuai
dengan lingkungan dan kebutuhan belajar siswa.
3) Mengembangkan bahan-bahan untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
4) Implementasi desain pembelajaran.
5) Implementasi evaluasi formaif dan sumatif terhadap program pembelajaran
Tujuan sebuah desain pembelajaran adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam
memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia.
Dengan demikian, suatu desain muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan
suatu persoalan yang dihadapi. Menurut Morisson, Ross & Kemp (2007) terdapat empat
komponen dasar dalam perencanaan desain pembelajaran. Keempat hal tersebut
mewakili pertanyaan pertanyaan berikut:
Untuk siapa program ini dibuat dan dikembangkan? (karakteristik siswa atau
peserta ajar)
Anda ingin siswa atau peserta ajar mempelajari apa?
(tujuan)Isi pembelajaran seperti apa yang paling baik untuk dipelajari? (strategi
pembelajaran)
Bagaimanakah cara anda mengukur hasil pembelajaran yang telah dicapai?
(prosedur evaluasi)
Bentuk dan cara pemanfaatan sumber belajar banyak sekali ragamnya, tergantung
pada ragam dan macam sumber belajar itu sendiri. Oleh karena itu penulis mengambil
beberapa macam proses pemanfaatan sumber belajar yakni interaksi terhadap guru,
pamahaman terhadap perpustakaan guru, kunjungan dan pemanfaatan perpustakaan
serta pemanfaatan media dan lingkungan sebagai sumber belajar
1) Interaksi terhadap Guru
Pada dasarnya proses belajar mengajar berintikan interaksi antara guru
dengan anak didik. Interaksi antara guru dan anak didik sangat penting untuk
diketahui, karena hal ini yang akan menentukan keberhasilan belajar. Maka dari itu,
guru mempunyai tanggung jawab yang utama yakni membina hubungan yang
sebaik-baiknya dengan anak didiknya. Di dalam interaksi ini terjadi proses
pengaruh mempengaruhi, guru memberikan suatu pelajaran tentunya akan
mempengaruhi anak didik yang belajar, dengan demikian pengetahuan anak didik
menjadi bertambah.
Peranan guru disini sebagai pendidik dan pembimbing. Didikan dan
bimbingan tidak hanya diberikan di dalam kelas, tetapi juga diluar kelas ataupun
luar sekolah. Adanya tujuan yang jelas sebagai usaha-usaha sadar, maka proses
belajar mengajar disebut proses interaksi edukatif, yaitu proses yang mengandung
sejumlah ilmu sebagai medium untuk mencapai keberhasilan belajar. Menurut
Suryosubroto dalam bukunya proses belajar mengajar bahwa: "Interaksi edukatif
adalah hubungan timbal balik antara guru (pendidik) dan anak didik (murid) dalam
suatu sistem pengajaran interaksi edukatif merupakan faktor penting dalam usaha
mencapai terwujudnya situasi belajar dan mengajar yang baik dalam kegiatan
pendidikan dan pengajaran. Tercapainya tujuan proses belajar mengajar yang baik
dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran memerlukan usaha tercapainya interaksi
yang baik pula antara guru dan anak didik. Dengan demikian interaksi edukatif yang
berlangsung, telah terjadi interaksi antara guru dan anak didik yang
menggerakkannya. Interaksi yang bertujuan tersebut disebabkan oleh guru yang
memakainya dalam kepentingan anak didik dalam belajar. Guru ingin memberikan
layanan yang terbaik kepada anak didik dengan menyediakan lingkungan yang
menyenangkan dan menggairahkan. Guru berusaha menjadi pembimbing yang baik
dengan arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis
antar guru dan anak didik.
Ada tiga pola komunikasi antara guru dan anak didik dalam interaksi belajar
mengajar yaitu: komunikasi sebagai aksi (guru sebagai pemberi aksi dan siswa
sebagai penerima aksi), komunikasi sebagai interaksi (guru dan anak didik sama-
sama sebagai pemberi dan penerima aksi) dan komunikasi sebagai transaksi
(adanya interaksi guru dengan anak didik dan anak didik dengan anak didik),
demikian menurut Nana Sudjana. Ketiga pola tersebut dikemukakan oleh Nana
Sudjana tersebut berarti bahwa kegiatan interaksi belajar mengajar sangat beraneka
ragam caranya, mulai dari kegiatan yang didominasi oleh guru sampai kegiatan
mandiri yang dilakukan anak didik. Hal itu tentu tergantung kedua belah pihak
antara guru dan murid. Penggunaan variasi pola komunikasi dimaksudkan agar
tidak menimbulkan kebosanan, kejenuhan serta untuk menghidupkan suasana kelas
demi keberhasilan anak didik dalam mencapai keberhasilan belajar. Dalam jenis
pola interaksi ini Zahara Idris, juga mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:
1) Pola komunikasi satu arah
Yaitu guru menjadi pusat belajar mengajar (teacher centered). Guru
menyampaikan pelajaran dengan berceramah, anak didik mendengarkan dan
mencatat. Jadi gurulah yang merencanakan, mengendalikan dan melaksanakan
segala sesuatunya. Komunikasi ini lebih banyak kelemahannya di balik
kebaikannya. Diantara kelemahannya antara lain, suasana kelas beku,
cenderung otoriter, pengertian anak didik tidak cepat diketahui guru dan
membuat bosan anak didik.
2) Pola komunikasi dua arah
Dalam proses belajar mengajar terjadi suatu proses saling bertukar pikiran atau
saling memberi informasi antara pikiran guru dan anak didik. Pola komunikasi
ini dibagi menjadi tiga jalur diantaranya:
a) Jalur dua arah, guru dan anak didik
Pada jalur ini anak didik mempunyai kesempatan bertanya, mengajukan
pendapat dan sebagainya.
b) Jalur dua arah guru, anak didik dan anak didik bersampinganJalur ini anak
didik tidak hanya bertanya kepada guru, tetapi juga temannya yang ada di
sampingnya
c) Jalur dua arah guru - anak didik dan antar anak didik
Jalur ini lebih luas daripada di atas, karena siswa juga dapat berinteraksi
antar teman bukan hanya pada teman sebelahnya.
Dari berbagai macam pola komunikasi tersebut, memberikan bentuk yang
berbeda satu sama lain. Masing-masing mempunyai kelemahan dan
kebaikan. Akan tetapi komunikasi banyak arah atau komunikasi sebagai
transaksi dianggap sesuai dengan konsep cara belajar siswa aktif yang
dikehendaki oleh para ahli pendidikan modern.
Dengan demikian jelas peran guru, sebagai sumber belajar yang dilakukan
melalui jalur interaksi dengannnya. Dengan intimnya interaksi antara guru
dengan murid, maka murid akan mendapat banyak informasi terutama hal-
hal yang berkaitan dengan bahan pelajaran. Siswa akan lebih mengetahui
atau bahkan menguasai bahan pelajaran, dan ilmu. Hal ini merupakan
indikasi bahwa siswa tersebut berhasil dalam belajar.
Lingkungan merupakan salah satu sumber belajar yang amat penting dan
memiliki nilai-nilai yang sangat berharga dalam rangka proses pembelajaran
peserta didik. Dengan kata lain dapat disebut bahwa lingkungan dapat
memperkaya bahan ajar dan kegiatan belajar. Lingkungan yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber belajar terdiri dari : (1) lingkungan sosial dan (2)
lingkungan fisik (alam). Lingkungan sosial dapat digunakan untuk memperdalam
ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan sedangkan lingkungan alam dapat digunakan
untuk mempelajari tentang gejala-gejala alam dan dapat menumbuhkan
kesadaran peserta didik akan cinta alam dan partispasi dalam memlihara dan
melestarikan alam.
Pemanfaatan lingkungan dapat ditempuh dengan cara melakukan
kegiatan dengan membawa peserta didik ke lingkungan, seperti melakukan
survei, karyawisata, berkemah, praktek lapangan dan sebagainya. Bahkan
belakangan ini berkembang kegiatan pembelajaran dengan apa yang disebut
sebagai out-bond, yang pada dasarnya merupakan proses pembelajaran dengan
menggunakan alam terbuka. Di samping itu pemanfaatan lingkungan dapat
dilakukan dengan cara membawa lingkungan ke dalam kelas, seperti :
menghadirkan narasumber untuk menyampaikan materi di dalam kelas. Agar
penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar berjalan efektif, maka perlu
dilakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjutnya.
Sumber belajar akan dapat digunakan bila sumber belajar itu tersedia
sebelum proses belajar mengajar berlangsung. Penggunaan sumber belajar
merupakan komponen yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, karena
tanpa menggunakan sumber belajar maka pesan yang tersimpan dalam materi
suatu pelajaran sulit di terima oleh peserta didik. Semakin banyak sumber belajar
yang digunakan semakin banyak pula keterlibatan indera peserta didik dalam
penerimaan pesan tersebut dan akan semakin banyak kesan dan pengalaman yang
di serap oleh pesertadidik.
Secara teoritis pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
mempunyai berbagai arti penting. Ini karena lingkungan mudah dijangkau,
biayanya relatif murah, objek permasalahan dalam lingkungan beraneka ragam
dan menarik serta tidak pernah habis. Sehubungan dengan pemanfaatan
lingkungan sebagai sumber belajar ini, Nasution (dalam Novrianti, 2012)
menyatakan bahwa pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu (1) dengan cara membawa sumber-sumber dari
masyarakat atau lingkungan ke dalam kelas dan (2) dengan cara membawa
peserta didik ke lingkungan. Tentunya masing-masing cara tersebut dapat
dilakukan dengan pendekatan, metode, teknik, dan bahan ajar tertentu yang sesuai
dengan tujuanpembelajaran.
Ada beberapa metode yang digunakan dalam rangka membawa peserta
didik ke dalam lingkungan itu sendiri yaitu metode karya wisata, service proyect,
school camping, surfer dan interviuw. Lewat karyawisata umpamanya, peserta
didik akan memperoleh pengalaman secara langsung, membangkitkan dan
memperkuat belajar peserta didik, mengatasi kebosanan peserta didik belajar
dalam kelas serta menanamkan kesadaran peserta didik tentang lingkungan dan
mempunyai hubungan yang lebih luas dengan lingkungan.
Namun metode karya wisata ini memiliki kelemahan yang berbeda yang
berkaitan dengan waktu dan follow up karya wisata ini perlu diperhatikan secara
cermat. Demikian juga dengan metode lain yang membawa peserta didik ke luar
kelas, metode yang di pilih memerlukan rencana yang lebih cermat dan matang
serta harus berpedoman kepada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Cara
yang kedua yaitu dengan cara membawa sumber dan lingkungan luar ke dalam
kelas. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membawa resourses person, hasil,
contoh dan koleksi tertentu ke dalam kelas.
Kedua cara yang telah dijelaskan di atas sebenarnya saling berkaitan satu
dengan yang lainnya karena keduanya dapat dikombinasikan. Misalnya melalui
karya wisata peserta didik mempunyai kesempatan untuk mengumpulkan
berbagai benda sehingga koleksi benda tersebut dapat memperkaya khasanah
laboratorium di sekolah dan sewaktu-waktu benda- benda tersebut dapat
digunakan sebagai media sekaligus sebagai sumber belajar.
A. Kesimpulan
http://www.abdan-syakuro.com/2014/11/strategi-pengorganisasian-penyampaian.html
https://kistono.wordpress.com/2008/06/10/strategi-pengorganisasian-pembelajaran/
https://www.google.com/amp/s/informasismpn9cimahi.wordpress.com/2011/05/28/daya-tarik-
hasil-pembelajaran/amp/
http://www.abdan-syakuro.com/2014/06/efektivitas-belajar-mengajar.html?m=1
https://www.google.com/amp/s/informasismpn9cimahi.wordpress.com/2011/05/28/daya-tarik-
hasil-pembelajaran/amp/
http://www.makalahskripsi.com/2013/09/makalah-efektifitas-efisiensi.html?m=1
http://www.wartamadrasahku.com/2016/04/pemanfaatan-sumber-belajar-dan.html?m=1
http://jefri-irawan.blogspot.com/2014/10/karakteristik-bahan-ajar.html?m=1