Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

HEMIANOPSIA BITEMPORAL

Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior

Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

NEVA ARUNIKA UTAMI

22010117210004

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan penglihatan dapat dibagi dalam gangguan akibat kerusakan pada

susunan saraf optikus dan akibat kerusakan pada unsur non-saraf seperti kornea, lensa

dan korpus vitreus. Lapangan pada layar yang dapat terlihat secara monocular atau

dengan satu mata dinamakan medan penglihatan. Medan penglihatan tiap orang dapat

ditentukan dengan menggunakan alat yang dinamakan perimeter. Alat yang lebih

sederhana untuk menentukan medan penglihatan ialah kampimeter, suatu papan hitam

dimana tertera garis-garis radial suatu bundaran. Medan penglihatan tiap mata dapat

memperlihatkan bentuk yang khas untuk tiap lesi pada susunan nervus optikus.

Keluhan yang berhubungan dengan gangguan nervus optikus adalah

ketajaman penglihatan berkurang, medan penglihatan berkurang, adanya bercak dalam

lapangan pandang yang tidak dapat dilihat, fotofobia atau mata mudah menjadi silau.

Lapangan pandang sendiri juga diumpakan sebuah bukit,dimana ketajaman

penglihatan yang terbaik berada di fovea atau puncak bukit dan menurun secara

progresif ke perifer. Pada orang normal, lapangan pandang meluas hingga sekitar 500
ke arah superior, 600 ke arah nasal, 700 ke arah inferior,dan 500 ke arah temporal. Di

sisi temporal lapang pandang terletak bintik buta antara 100 dan 200

Pemeriksaan oftalmoskopik merupakan pemeriksaan rutin dalam neurologi

yang tertuju pada perubahan papil. Papil adalah tempat serabut nervus optikus

memasuki mata. Papil yang normal mempunyai bentuk yang lonjong, warna jingga

muda, dibagian temporal sedikit pucat, batas dengan sekitarnya (retina) tegas,

didapatkan lekukan fisiologis (physiologic cup). Pembuluh darah muncul ditengah,

bercabang ke atas dan ke bawah, jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena

berkelokelok, perbandingan besar vena : arteri ialah 3 : 2 sampai 5 : 4. 3

Hemianopia adalah defek penglihatan atau kebutaan pada separuh lapang

pandang pada satu atau kedua mata. Pada penglihatan hemianopsia bitemporal terjadi

kehilangan pada sebagian luar (temporal atau lateral) dari kedua lapang pandang kanan

dan kiri. Hemianopsia bitemporal sering dikaitkan dengan gangguan langsung pada

chiasma optikum, sebagai lokasi intracranial dimana lesi tunggal dapat menyebabkan

defek pada pola penglihatan bitemporal. Lokasi chiasma optikum berdekatan dengan

kelenjar pituitary, sehingga pembesaran maupun tumor pada kelenjar tersebut menjadi

penyebab primer defek lapangan pandang bitemporal yang progresif. Selain tumor
pada pituitary, Moore (2017) dari Texas, melaporkan bahwa pasien dengan

encephalocele pada daerah basal (regio sphenoethmoidal), mengalami hemianopsoia

bitemporal dikarenakan adanya kompresi pada chiasma optikum.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Hemianopia adalah defek penglihatan atau kebutaan pada separuh lapang

pandang pada satu atau kedua mata. Pada penglihatan hemianopsia bitemporal terjadi

kehilangan pada sebagian luar (temporal atau lateral) dari kedua lapang pandang kanan

dan kiri. Informasi dari lapang pandang temporal yang jatuh pada retina (medial) nasal.

Retina nasal bertanggung jawab untuk membawa informasi melalui syaraf optik, dan

melintasi ke sisi lain di kiasma optikum. Ketika ada kompresi pada kiasma optikum

dorongan visual dari kedua retina nasal yang terkena, menyebabkan ketidakmampuan

untuk melihat sisi temporal, atau perifer. Fenomena ini dikenal sebagai hemianopsia

bitemporal. Mengetahui aliran jaras penglihatan melalui saluran optik sangat penting

dalam memahami hemianopsia bitemporal.

Hemianopia bitemporal merupakan salah satu gejala dari sindrom kiasma optik.

Penyebab yang paling umum dari sindrom kiasma optik adalah adenoma pituitari,
meningioma suprasellar, kraniofaringioma, dan aneurisma yang berasal dari arteri

karotis internal

2.2 Anatomi Jaras Penglihatan

Nervus kranialis II merupakan indera khusus untuk penglihatan. Cahaya dideteksi

oleh sel-sel batang dan sel kerucut di retina, (dapat dianggap sebagai end-organ

sensoris khusus penglihatan). badan sel dari reseptor-reseptor ini mengeluarkan

tonjolan (prosesus) yang bersinap dengan sel bipolar (neuron kedua dijaras

penglihatan).sel – sel bipolar kemudian bersinap dengan sel-sel ganglion retina.akson-

akson sel ganglion membentuk lapisan serat saraf pada retina dan menyatu membentuk

nervus optikus.

Dalam tengkorak, 2 nervus optikus menyatu membentuk kiasma optikus. Di

kiasma lebih dari separuh serabut (yang berasal dari separuh retina) mengalami

dekusasi dan menyatu dengan serabut-serabut temporal yang tidak menyilang dari

nervus optikus kontralateral untuk membentuk traktus optikus. Masing-masing traktus

optikus berjalan mengelilingi pedunkulus cerebri menuju kenukleus genikulatus

lateralis, tempat traktus tersebut akan bersinaps.


Semua serabut yang menerima impuls dari separuh kanan lapangan pandang tiap-

tiap mata membentuk traktus optikus kiri dan berproyeksi pada hemisfer serebrum

kiri.demikian juga, separuh kiri lapangan pandang berproyeksi pada hemisfer serebrum

kanan. Kira-kira 20 % serabut di traktus menjalankan fungsi pupil. Serabut-serabut ini

meninggalkan traktus tepat di sebelah anterior nucleus dan melewati brachium coliculli

superioris menuju ke nukleus pretectalis otak tengah.

Serat-serat lainnya bersinaps di nukleus genikulatus lateralis. Badan-badan sel

struktur ini membentuk traktus genikulokalkarina. Traktus genikulokalkarina berjalan

melalui crus posterius capsula interna dan kemudian menyebar seperti kipas dalam

radiation optica yang melintasi lobus temporalis dan parietalis dalam perjalanan

kekorteks oksipitalis (korteks kalkarina, striata, atau korteks penglihatan primer).

Kiasma Optikum

Kiasma optikum kira-kira memiliki lebar 12 mm, panjang 8 mm (anteroposterior),

dan tebal 4 mm. Ia membentuk sudut hampir 450 dan mendapat suplai darah dari

cabang arteri serebral anterior proksimal dan arteri komunikans anterior. Kiasma

terletak di bagian anterior dari hipotalamus dan bagian anterior dari ventrikel ketiga.

Kiasma terletak 10 mm di atas sella.


Di dalam kiasma, serat yang berasal dari bagian nasal retina menyilang ke sisi

berlawanan dan bergabung dengan serat kontralateral yang sama. Serat inferior (yang

menyajikan lapangan pandang superior adalah yang pertama menyilang. serat makula

cenderung untuk menyilang di dalam kiasma secara posterior,

Gambar 1 Tampilan basal dari otak, memperlihatkan jalur visual anterior dan

posterior
Gambar 2 Diseksi anatomi kiasma optikuma dan struktur yang mengelilinginya

A. Dilihat dari Sagital, B. Dilihat dari Superior


Gambar 3 : defek lapangan pandang akibat berbagai lesi dijaras-jaras optik
2.3 Etipatogenesis

Hemianopsia bitemporal paling sering terjadi sebagai akibat dari tumor yang

terletak di kiasma optikum. Karena struktur yang berdekatan adalah kelenjar hipofisis,

beberapa tumor umum yang menyebabkan kompresi adalah adenoma hipofisis dan

kraniofaringioma. Juga etiologi neoplastik lainnya yang relatif umum adalah

meningioma. Etiologi yang berasal dari vaskular adalah aneurisma arteri karotis

interna, arteri serebral anterior, dan arteri komunikans arterior yang menyebabkan

kompresi vaskular pada kiasma optikum.

Secara umum, lesi pada kiasma optikum menyebabkan defek lapangan pandang

hemianopia bitemporal. Pada awalnya, defek ini biasanya tidak lengkap dan sering

asimetrik. Namun, seiring dengan berjalannya penyakit, hemianopia bitemporal

menjadi komplit, lapangan pandang nasal inferior dan superior kemudian terkena, dan

ketajaman penglihatan sentral akan berkurang.

Lesi pada kiasma menyebabkan terjadinya pemisahan antara serat retina nasal dan

temporal di kiasma. Terjadinya kehilangan lapangan pandang pada akibat lesi pada

kiasma dan retrokiasma yang menyebabkan gangguan di sepanjang garis sejajar


meridian vertikal. Pada umumnya gangguan pada kiasma dikenal dengan istilah

bitemporal hemianopia.
Berikut ini adalah klasifikasi defek lapangan pandang brdasarkan letak lsi pada

kiasma :

a. Sudut anterior kiasma

Lesi yang mencederai 1 saraf optik di bagian kiasma, menyebabkan terjadinya

sindrom kiasma anterior. Penurunan ketajaman visual dan hilangnya

penglihatan sentral pada 1 mata akan mengakibatkan kelainan superotemporal

pada mata yang berlawanan sebagai akibat dari kerusakan 1 saraf optik

ditambah dengan terjadinya kompresi awal di kiasma optik (sindrom junctional;

pada persimpangan saraf optik dan kiasma). Berdasarkan klinisnya dikenal

sebagai sindrom WIlbrad Knee ( terdapat serat yang bersilangan ke dalam saraf

optik kontralateral) yang tidak pasti. Dalam kasus yang jarang terjadi, adanya

massa dapat menekan kiasma (di bagian nasal) serat saraf optik intrakranial

pada kiasma anterior yang menyebabkan hemianopia sementara yang pada

garis tengah vertikal tanpa melibatkan lapangan penglihatan mata sebelahnya.


b. Badan kiasma

Lesi yang mencederai badan kiasma akan menyebabkan hemianopia bitemporal

relatif atau absolut. Ketajaman visual mungkin tidak akan terpengaruh.

c. Sudut posterior kiasma

Lesi pada kiasma bagian belakang dapat menekan serat yang menyilang di

daerah makula, mengakibatkan hemianopia bitemporal pusat melibatkan garis

meridian vertikal

Hemianopsia Bitemporal paling sering terjadi sebagai akibat dari tumor

yang terletak di kiasma optikum. Karena struktur yang berdekatan adalah kelenjar

hipofisis, beberapa tumor umum yang menyebabkan kompresi adalah adenoma

hipofisis dan kraniofaringioma. Juga etiologi neoplastik lainnya yang relatif umum

adalah meningioma. Etiologi yang berasal dari vaskular adalah aneurisma dari arteri

anterior penghubung yang timbul unggul kiasme, memperbesar, dan kompres itu

dari atas. Berikut beberapa etiologi primer yang menyebabkan cedera pada chiasma

optikum
2.3.1 Tumor Hipofisis

Lobus anterior hipofisis adalah tempat awal tumor hipofisis.

Gejala dan tanda adalah hilangnya penglihatan, perubahan lapang pandang,

disfungsi hipofisis, kelumpuhan saraf ekstraokular dan bukti tumor selar

atau supraselar pada CT atau MRI.

Terapi kombinasi dengan radiasi dan pembedahan mendapat

tantangan dari terapi medis dengan bromokriptin yang dibuktikan efektif

tidak hanya untuk tumor yang berkaitan dengan galaktorea tetapi juga untuk

sebagian tumor sel nul (atau secara endokrinologis inaktif). Penurunan

penglihatan atau disfungsi endokrin adalah indikasi pengobatan. Ketajaman

penglihatan dan lapang pandang dapat pulih secara dramatis setelah tekanan

terhadap kiasma dihilangkan. Gambaran awal ujung saraf optikus tidak

memprkirakan hasil akhir visual.


Gambar 6 : Pituitary adenoma:
(A) T1-weighted coronal magnetic resonance image (MRI) showing a large chromophobe adenoma
with cystic change causing chiasmal compression.
(B) T1-weighted sagittal MRI showing a large, predominantly cystic
adenoma.
(C) Thyroid-stimulating hormone-producing adenoma.
(D) Pituitary apoplexy: chromophobe adenoma presenting
with headache, visual loss, and a complete right-sided ophthalmoplegia

2.3.2 Kraniofaringioma

Kraniofaringioma adalah sekelompok tumor yang jarang

ditemukan yang berasal dari sisa epitel kantung Rathke (80% dari populasi

normal memiliki sisa tersebut) dan secara khas menjadi simptomatik antara
usia 10 sampai 25 tahun tetapi kadang-kadang belum sampai usia 60 atau

70an. Tumor-tumor ini biasanya terletak supraselar, kadang-kadang

intraselar. Gejala dan tanda sangat bervariasi sesuai usia pasien dan letak

pasti tumor serta kecepatan pertumbuhannya. Apabila tumor terletak

supraselar makanya yang menonjol adalah lapang pandang traktus atau

kiasma asimetri. Papiledema lebih sering ditemukan pada tumor hipofisis.

Pada tumor yang telah ada sejak bayi dapat dijumpai hipoplasia saraf

optikus. Dapat timbul defisiensi hipofisis, dan keterlibatan hipotalamus

dapat menyebabkan penghentian pertumbuhan. Kalsifikasi bagian-bagian

tumor menyebabkan timbulnya gambaran radioopak, terutama pada anak-

anak.

Pengobatan terdiri dari pengangkatan secara bedah selengkap

mungkin pada tindakan pertama, karena pada operasi ulang cenderung

mengenai hypothalamus, dan prognosis pasien menjadi kurang baik. Sering

digunakan radioterapi adjuvant, terutama apabila pengangkatan secara

bedah tidak sempurna.


Gambar 7. Craniopharyngioma: (A) T1-weighted sagittal scan showing a cystic suprasellar
lesion arising above and behind the chiasm. (B) T2-weighted coronal magnetic resonance
image showing the same lesion compressing the chiasm forwards.

2.3.3 Meningioma Supraselar

Meningioma supraselar berasal dari meningen yang menutupi

tuberkulum selar dan planum sfenoidale, dan banyak pasien adalah wanita.

Tumor biasanya terletak sebelah anterior dan superior terhadap kiasma.

Perubahan lapang pandang akibat keterlibatan saraf optikus dan kiasma

sering terjadi secara dini (tetapi secara asimetris) diikuti olrh kerusakan

progresif jalur penglihatan secara perlahan. CT-scan dengan penguatan

kontras akan mudah memperlihantkan tumor ini. Hiperostosis yang

berkaitan dengan erosi tulang dan tumor padat berkalsifikasi adalah tanda
utama meningioma pada pemeriksaan radiologi. Pengobatan merupakan

pengangkatan secara bedah

Gambar 8. Meningioma: T1-weighted coronal magnetic resonance images (MRIs) showing (A) a
tuberculum sellae meningioma;
(B) a medial sphenoid ridge meningioma extending on to the lateral body of the chiasm; and
(C) T1-weighted axialMRI showing cavernous sinus meningioma extending medially to involve
the chiasm and with en plaque extension towards
the tentorium and anteriorly over the temporal surface. GAD: the scan was undertaken after
injection of gadolinium, a paramagnetic
contrast agent.

2.3.4 Glioma Kiasma Dan Saraf Optikus

Glioma kiasma dan saraf optikus jarang dijumpai, biasanya

merupakan kelainan indolen pada anak-anak yang kadang-kadang timbul

sebagai bagian dari gambaran klinis neurofibromatosis. Awitan mungkin

mendadak, dengan penurunan prnglihatan secara cepat. Terjadi atrofi

optikus, dan defek lapang pandang memoerlihatkan suatu sindriom

kiasmatik atau saraf optikus. CT-scan mungkin memperlihatkan

pembesaran saraf optikus dan sebuah massa didaerah kiasma dan


hypothalamus.pengonatan bergantung pada letak tumor dan perjalanan

klinisnya. iridiasi dapat diberikan selama fase pertumbuhan cepat tumor,

dab kadang-kadang dilakukan reseksi saraf optikus apabila tumor saraf

optikus mulsi meluas secara intracranial kearah kiasma.

Gambar 8. Malignant glioma of the chiasm: (A) coronal T1-weighted scan showing enlargement and
enhancement of the chiasm; (B) axial scan of the same lesion.

2.4 Diagnosis

1) Anamnesis

Keluhan utama ditanyakan menurut lama, frekuensi, hilang timbul, dan

cepat timbulnya gejala. Obat-obat mata yang digunakan belakangan ini serta

gangguan mata yang pernah maupun sedang terjadi harus ditanyakan. Riwayat

kesehatan terdahulu berpusat pada kondisi pasien secara umum, termasuk


adanya riwayat penyakit sistemik seperti diabetes dan hipertensi. Riwayat

penyakit yang ada dalam keluarga juga ditanyakan, penyakit sistemik maupun

riwayat keganasan ataupun tumor pada keluarga.

Adanya gangguan pada sepanjang jaras optik dan jaras visual

neurologic dapat memberikan manifestasi berupa penurunan tajam penglihatan,

sehingga perlu dipertimbangkan apakah ada kelainan refraksi, ptosis, gangguan

media refrakta, gangguan fungsi retina (macula), nervus optikus atau jaras

visual intracranial.

Penurunan ketajaman visual sentral harus dibedakan dengan yang

perifer. Yang perifer bersifat fokal, seperti scotoma atau lebih luas, yaitu pada

hemianopsia. Kelainan jaras visual intracranial biasanya lebih mengganggu

lapangan pandang daripada ketajaman visual sentral.

Lesi pada chiasma optikum menyebabkan defek lapangan pandang

berupa hemianopsia bitemporal. Pada awalnya defek ini biasanya tidak lengkap

dan sering asimetrik. Namun seiring dengan berjalannya penyakit, hemianopsia

menjadi kompleks, lapangan pandang nasal inferior dan superior kemudian

terkena, dan ketajaman penglihatan sentral berkurang. Sebagian besar penyakit


yang mengenai chiasma bersifat neoplastik, proses vascular atau peradangan

hanya sesekali menyebabkan disfungsi chiasma. Pasien juga akan mengalami

gangguan persepsi kedalaman saat pandangan terpusatkan yang disebabkan

adanya persimpangan daridua lapangan pandang yang buta setelah titik focus

dalam konvergensi. Oleh karena itu objek yang terlihat berada di belakang

objek yang lain akan hilang ketika mata terfokus pada objek di depan.

“Hemifield slide” adalah fenomena dimana pasien mengeluhkan

kesulitan saat membaca dan adanya pandangan ganda, hilang ataupun deviasi

vertical pada kata kata yang dibaca dalam sat ugaris horizontal.

2) Pemeriksaan Lapang Pandangan

a. Uji Konfrontasi

Mata pasien dan mata kanan pemeriksa dibebat. Penderita

diperiksa denganduduk berhadapan terhadap pemeriksa pada jarak kira-kira

1 meter. Mata kanan pasien dengan mata kiri pemeriksa saling berhadapan.

Sebuah benda dengan jarak yang sama digeser perlahan-lahan dari perifer

lapang pandangan ke tengah. Bila pasien sudah melihtanya ia diminta

memberi tahu. Pada keadaan ini bila pasien melihta pada saat yang bersamaan
dengan pemeriksa berarti lapang pandangan pasien adalah normal. Syarat

pada pemeriksaan ini adalah lapang pandangan pemeriksa adalah normal.

b. Kampimeter dan Perimeter

Keduanya merupakan alat pengukur atau pemetaan lapang

pandangan terutama daerah sentral atau parasentral. Lapang pandangan,

bagian ruangan yang terlihat oleh satu mata dalam sikap diam memandang

lurus ke depan. Pemeriksaan lapang pandangan diperlukan untuk mengetahui

adanya penyakit-penyakit tertentu ataupun untuk menilai progresifitas

penyakit tertentu. Lapang pandangan normal adalah 90 derajat temporal, 50

derajat atas, 50 derajat nasal, dan 65 derajat ke bawah.

1) Kampimeter

Alat pengukur atau pemetaan lapang pandangan terutama daerah

sentral atau parasentral. Disebut juga sebagai uji tangent screen.

Pertama-tama, pasien duduk 2 meter dari layar tagent screen

Bjerrum (suatu tabir kain berwarna hitam) dengan fiksasi satu mata

pada titik tengahnya. Objek digeser perlahan-lahan dari tepi ke arah

titik tengah. Dicari batas-batas pada seluruh lapangan pada saat


mmana benda mulai terlihat. Pada akhirnya didapatkan pemetaan

lapang pandangan pasien. Dengan ini dapat ditemukan defek lapang

pandangan dan adanya skotoma.

2) Perimeter

Perimeter berbentuk setengah bola dengan jari-jari 30 cm, dan pada

pusat parabola ini mata penderita diletakkan untuk diperiksa. Mata

berfiksasi pada bagian sentral parabola perimeter. Objek digeser

perlahan-lahan dari tepi ke arah titik tengah. Dicari batas-batas pada

seluruh lapang pandangan pada saaat mana benda mulai terlihat.

Dikenal perimeter kinetik dan statik. Pada perimeter kinetik

(perimeter isoptik dan topografik), pemeriksaan dilakukan dengan

objek digerakkan dari daerah tidak terlihat menjadi terlihat oleh

pasien. Pada perimeter statik (perimeter profil dan perimeter curve

differensial threshold), pemeriksaa dilakukan dengan tia\dak

menggerakkan objek akan tetapi dengan menaikkan intensitas objek

sehingga terlihat oleh pasien.


2.5 Penatalaksanaan

Tatalaksana dari hemianopia bitemporal dilakukan dengan

menyingkirkan atau mengatasi penyebab lesi pada kiasma optikum.

Untuk kraniofaringioma, tatalaksana terdiri atas pengangkatan

secara bedah selengkap mungkin pada tindakan pertama karena operasi

ulang cenderung mengenai hipotalamus, dan prognosis pasien menjadi

kurang baik. Sering digunakan radioterapi adjuvant, terutama bila

pengangkatan secara bedah tidak sempurna.


Pada meningioma suprasela, terapi terdiri atas pengangkatan secara

bedah, sering dikombinasikan dengan radioterapi adjuvant bila eksisinya

tidak sempurna atau bila gambaran histopatologinya menunjukan suatu

tumor yang agresif.

Pada glioma nervus optikus & kiasmatik, terapi tergantung pada

letak tumor dan perjalanan klinisnya. Radiasi dapat diberikan selama fase

pertumbuhan cepat pada tumor, dan kadang – kadang dilakukan reseksi

nervus optikus bila tumor nervus optikus mulai meluas secara agresif ke

dalam intrakranial menuju kiasma.

Penting untuk memberikan edukasi kepada pasien tentang

fenomena hemifield slide untuk menghindari misinterpretasi pada saat

membaca. Membaca dengan lensa monocular dapat membantu pada

gangguan ini. Penggaris dapat membantu mengarahkan tulisan pada

halaman yang dibaca.


BAB III

PENUTUP

Gangguan penglihatan dapat dibagi dalam gangguan akibat kerusakan pada

susunan saraf optikus dan akibat kerusakan pada unsur non-saraf seperti kornea, lensa

dan korpus vitreus. Lapangan pada layar yang dapat terlihat secara monocular atau

dengan satu mata dinamakan medan penglihatan.

Hemianopia adalah defek penglihatan atau kebutaan pada separuh lapang

pandang pada satu atau kedua mata. Pada penglihatan hemianopsia bitemporal terjadi

kehilangan pada sebagian luar (temporal atau lateral) dari kedua lapang pandang kanan

dan kiri. Informasi dari lapang pandang temporal yang jatuh pada retina (medial)

nasalHemianopia bitemporal merupakan salah satu gejala dari sindrom kiasma optik.

Penyebab yang paling umum dari sindrom kiasma optik adalah adenoma pituitari,

meningioma suprasellar, kraniofaringioma, dan aneurisma yang berasal dari arteri

karotis internal

Untuk mendiagnosis gangguan lapangan pandang, diperlukan anamnesis

berupa ketajaman penglihatan yang menurun, lapangan pandang yang berkurang, yang

kemudian dilakukan pemeriksaan lapangan pandang, yaitu dengan Uji Konfrontasi,

Kampimeter dan Perimeter. Untuk memeriksa kelainan primer yang menyebabkann

cedera pada chiasma optikum, perlu dilakukan pemeriksaan radiologis kepala (CT

Scan, MRI).
Tatalaksana pada hemianopsia berupa terapi terhadap penyebab primernya,

tergantung pada etiologi. Untuk membantu membaca, lensa monocular dapat

membantu pasien dalam membaca serta penggaris untuk membantu mengarahkan

bacaan pada halaman.


DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology; Basic and Clinical Science Course Section


5: Neuro-Ophtalmology. 2011-2012.

2. Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2006.

3. Eva PR,Whitcher JP. Vaughan and Ashbury Oftalmologi Umum edisi 17.
USA:McGraw-Hill. 2007

4. Moore, T. Freedman, K. Basal Encephalocele Presenting with Bitemporal


Hemianopsia in an Adult Male. Neuro-ophtlamology : 2017

5. Ellenberger, C. Visual Impairment dalam Handbook of Clinical Neurology vol


136. Elsevier : 2016

6. Kidd, D. The Optic Chiasm dalam Handbook of Clinical Neurology vol 136.
Elsevier : 2016

7. Ellenberger, C. Visual Impairment dalam Handbook of Clinical Neurology vol


136. Elsevier : 2016

8. Klosinski, ST. Rehabilitative techniques dalam Handbook of Clinical Neurology


vol 136. Elsevier : 2016

Anda mungkin juga menyukai