Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Karbon monoksida (CO) adalah racun yang tertua dalam sejarah manusia.
Efek mematikan dari gas CO sudah diketahui sejak dahulu di masa Yunani dan
Roma, saat gasini digunakan untuk eksekusi. Claude Bernard pada tahun
1857menemukan efek beracun karbon monoksida yang disebabkan oleh pelepasan
ikatan oksigen dari hemoglobin menjadi bentuk carboxy haemoglobin. Warberg
pada tahun 1926 memakai kultur jamur yeast untuk menunjukkan asupan
oksigen oleh jaringan dihambat oleh paparan karbon monoksida dalam jumlah yang
besar.Di Amerika Serikat terdapat 50.000 kunjungan keinstalasi gawat darurat
terkait 600 kematian akibat keracunan gas ini.Karbon monoksida(CO) adalah gas
yang tidak berwarna dan tidak berbau yang dihasilkan dari proses pembakaran yang
tidak sempurna dari material yang berbahan dasar karbon seperti kayu,batu bara,
bahan bakar minyak dan zat-zat organik lainnya. Gas ini lebih ringan dari udara
sehingga mudah menyebar. Setiap korban kebakaran api harus dicurigai adanya
intoksikasi gas CO. Sekitar 50% kematian akibat luka bakar berhubungan dengan
trauma inhalasi dan hipoksia dini menjadi penyebab kematian lebih dari 50% kasus
traumainhalasi. Intoksikasi gas CO merupakan akibat yang serius dari kasus inhalasi
asap dan diperkirakan lebih dari 80% penyebab kefatalan yang disebabkan oleh
trauma inhalasi. Setiap tahun di Inggris, terdapat 50 orang korban meninggal dan 200
orang cidera parahakibat keracunan CO. Misdiagnosis tidak jarang terjadi karena
gejala yang tidak khas dan banyak manifestasi klinis yang timbul, sehingga
diperlukan ketelitian yang tinggi dalam menangani pasien dengan intoksikasi gas CO.
Banyak pembakaran yang menggunakan bahan bakar seperti alat pemanas dengan
menggunakan minyak tanah, gas, kayu dan arang yaitu kompor, pemanas air, alat
pembuangan hasil pembakaran dan lain-lain yang dapat menghasilkan karbon
monoksida.Pembuangan asap mobil mengandung 9% karbon monoksida. Pada daerah
yang macet tingkat bahayanya cukup tinggi terhadap kasus keracunan. Asap rokok
juga mengandung gas CO, pada orang dewasa yang tidak merokok biasanya
terbentuk karboksihaemoglobin tidak lebih dari 1 % tetapipada perokok yang berat
biasanya lebih tinggi 5 - 10 %. Pada wanita hamil yang merokok, kemungkinan dapat
membahayakan janinnya. Asap rokok juga mengandung gas CO, pada orang
dewasa yang tidak merokok biasanya terbentuk karboksi haemoglobin tidak lebih dari
1 % tetapi pada perokok yangberat biasanya lebih tinggi yaitu 5 – 10 %. Pada wanita
hamil yang merokok,kemungkinan dapat membahayakan janinnya.

Karbon monoksidatidak berwarna, tidak berbau,tidak merangsang selaput lendirtetapi


sangat berbahaya (beracun) maka gas CO dijuluki sebagai “silent killer” (pembunuh
diam-diam).Campuran 1 volume CO dengan 0,5 volume O2 atau campuran1 volume
CO dengan 2,5 volume udara, bila bertemu api akan meledak. CO dapatbersenyawa
dengan logam atau non logam, misalnya dengan klorin akan terbentuk karbonil
klorida (COCl) yaitu fosgen, gas beracun yang pernah dipakai dalampeperangan
BAB II

KERACUNAN KARBON MONOKSIDA

A. Definisi

Gas CO dapat ditemukan pada hasil pembakaran yang tidaksempurna dari karbondan
bahan-bahan organik yang mengandung karbon. Sumber terpenting adalah
mototryang menggunakan bensin sebagai bahan bakar (Spark Ignition), karena
campuran bahan yang terbakar mengandung bahan bakar lebih banyak dari pada
udara sehingga gas yang dikelyarkan mengandung 3-7% CO. Sebaliknya motor diesel
dengan compressionignition mengeluarkan sangat sedikit CO, kecuali bila motor
berfungsi tidak sempurnasehingga banyak menggunakan asap hitam yang
mengandung CO.

B. Etiologi

Penyebab Keracunan GasCO

1. Api dan ledakan


2. Kerusakan gas pemanas air
3. Tungku atau cerobong asap yang tersumbat
4. Gas perapian
5. Ventilasi yang buruk pada penggunaan parafin dan gas pemanas
6. Pembakaran batu bara atau kayu akibat kesalahan penggunaan atau ventilasi
yang buruk
7. Emisi mobil, mesin yang menyala dalam ruangan yang terkurung
8. Penggunaan mesin pembakaran seperti pemotong rumput, gergaji mesin pada
area yang terkurung tanpa ventilasi
9. Memasak atau memanaskan dengan menggunakan arang di dalam rumah
tanpa ventilasi
10. Penggunaan Metil Klorida pada area yang terkurung

Sumber lain CO adalah gas arang batu yang mengandung kira-kira 5% CO, alat
pemanas berbahan bakar gas, lemari es gas, dan cerobong asap yang tidak berfungsi
dengan baik. Gas alam jarang sekali mengandung CO , tetapi pembakaran gas alam
yang tidak sempurna tetap akan menghasilkan CO. Pada kebakaran juga akan
terbentuk CO. Asap tembakau dalam orofaring menyebabkan konsentrasi yang
diinhalasi menjadi kira-kira 500 ppm. Pada alat pemanas air berbahan bakar gas ,
jelaga yang tidak dibersihkan pada pipa air yang dibakar akan memudahkan
terjadinya gas CO yang berlebihan.

Inhalasi emisi methylene chloride yang berasal dari cat jarang menyebabkan
keracunan.Pada hati, senyawa ini dikonversi menjadi karbonmonoksida.Gas
karbonmonoksida juga diproduksi secara endogen dalam jumlah kecil dariproses
katabolisme heme. Bersama dengan nitrit oksida gas ini mempengaruhi fungsiseluler
dan bertindak seperti neurotransmiter.

Epidemiologi

Gas CO adalah penyebab utama dari kematian akibat keracunan di AmerikaSerikat


dan lebih dari separo penyebab keracunan fatal lainnya di seluruh dunia.Terhitung
sekitar 40.000 kunjungan pasien pertahun di unit gawat darurat di AmerikaSerikat
yang berhubungan dengan kasus intoksikasi gas CO dengan angkakematiansekitar
500-600 pertahun yang terjadi pada 1990an.Sekitar 25.000 kasuskeracunan gas CO
pertahun dilaporkan terjadi diInggris. Dengan angka kematian sekitar50 orang
pertahun dan 200 orang menderitacacat berat akibat keracunan gas CO. DiSingapura
kasus intoksikasi gas CO termasuk jarang. Di Rumah sakit TanTock SengSingapura
pernah dilaporkan 12 kasus intoksikasi gas CO dalam 4 tahun(1999-2003).
DiIndonesia belum didapatkan data berapa kasus keracunan gas COyang
terjadi pertahunyang dilaporkan.

Kelompok Resiko Tinggi.

(1) Kasus kematian akibat kebakana gedung ataubangunan disebabkan karena


keracunan CO, oleh karena itu petugas pemadam kebakaran merupakan
yang beresiko tinggi mendapat keracunan CO. (2)Pengecat yangmenggunakan cat ya
ng mengandung metilin klorida, asapnya mudah diserap melaluiparu-paru dan mudah
masuk ke peredaran darah, metilin klorida ditukar ke karbonmonokisida di
hati.(3)Perokok adalah salah satu kelompok yang beresiko keracunan COkarena asap
tembakau merupakan salah satu sumber CO dan mengandung 4% CO.(5)Bayi, anak-
anak dan mereka yang mengalami masalah kardiovaskuler lebih mudahberesiko
keracunan karbon monoksida, walaupun pada kepekatan yang rendah.
C. Struktur Kimia, Farmakokinetik, Farmakodinamik dan Patofisiologi

CO hanya diserap melalui paru dan sebagian besar diikat oleh hemoglobin
secarareversibel, membentuk karboksi-hemoglobin. Selebihnya mengikat diri dengan
mioglobin dan beberapa protein heme ekstraseluler lain. CO bukan merupakan racun
yang kumalatif. Ikatan CO dengan Hb tidak tetap (reversible) dan setelah CO
dilepaskan oleh Hb, sel darah merah tidak mengalami kerusakan. Nahaya utama
terhadap kesehatan adalah mengakibatkan gangguan pada darah. Batas pemaparan
karbon monogsida yang diperbolehkan oleh OSHA (Occupational Safety and Health
Administration) adalah 35 ppm
untuk waktu 8 jam/hari kerja, sedangkan yang diperbolehkan oleh ACGIH TLV-
TWV adalah 25 ppm untuk waktu 8 jam. Kadar yang dianggap langsung berbahaya
terhadap kehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm (0,15%). Paparan dari 1000
ppm (0,1%) selama beberapa menit dapat menyebabkan 50% kejenuhan dari
karboksi hemoglobin dan dapat berakibat fatal.

Gambar. Skema penyimpanan dan Transpor CO

Bila orang yang telah mengabsorbsi CO dipindahkan ke udara bersih dan


beradadalam keadaan istirahat, maka kadar COHb semula akan berkurang 50% dalam
waktu 4-5 jam. Dalam waktu 6-8 jam darahnya tidak mengandung COHb lagi.
Inhalasi O2 mempercepat ekskresi CO sehingga dalamwaktu 30 menit kadar COHb
telah berkurang setengahnya dari kadar semula. Umumnya kadar COHb akan
berkurang 50% bilapenderita CO akut dipindahkan ke udara bersih dan selanjutnya
sisa COHb akanberkurang 8-10% setiap jamnya. Hal ini penting untuk dapat
mengerti mengapa kadarCOHb dalam darah korban rendah atau negatif pada saat
diperiksa, sedangkan korban menunjukkan gejala dan atau kelainan histopatologis
yang lazim ditemukan padakeracunan CO akut.CO bereaksi dengan Fe dari porfirin
dan karena itu CO bersaing dengan O2 dalam mengikat protein heme yaitu
hemoglobin, mioglobin, sitokrom oksidase (sitokrom a, a3)dan sitokrom p-450,
peroksidase dan katalase

Gambar. Skema umum rangkaian monooksigenasi sitokrom p450

Yang terpenting adalah reaksi CO dengan Hb dan sitokrom a3. Dengan


diikatnyaHb menjadi COHb, mengakibatkan Hb menjadi inaktif sehingga darah
berkurangkemampuannyauntuk menganggkut O2. Selain itu, adanya COHb dalam
darah akanmenghambat disosiasi Oxi-Hb.Dengan demikian jaringan akan mengalami
hipoksia.Reaksi CO dengan sitokrom a3 yang merupakan link yang penting dalam
sistem enzimpernapasan sel yang terdapat dalam mitikondria akan menghambat
pernapasan sel danmengakibatkan hipoksia jaringan.Hipoksiajaringan ini
mempresipitasi sel endothelia dan platelet untuk melepaskan nitrit oxide yang
kemudian membentuk radikal bebas peroxynitrate. Lebih jauh pada otak kejadian ini
menyebabkan gangguan mitokondia,kebocoraan kapiler, sekuestrasi leukosit dan
apoptosis. Perubahan patologis lebih seringpada fase pemulihan (reperfusi) saat
peroksidasi lipid (degradasi unsaturated fatty acids)terjadi.Kejadian ini kemudian
menyebabkan dimielinisasi reversibel pada otak.Perubahan ini dapat dilihat dengan
jelas dengan menggunakan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Karbon monoksida
memiliki predileksi untuk membentuk daerah “batas pemisah” pada otak saat disana
terjadi kekurangan suplai darah. Ganglia basalis,dengan konsumsi oksigen yang
tinggi adalah bagian yang paling sering terkena. Daerah lain yang biasa terkena efek
gas CO adalah bagian putih dari otak, hipokampus dan serebelum. Konsentrasi CO
dalam udara lingkungan dan lamanya inhalasi menentukan kecepatan timbulnya
gejala-gejala atau bahkan kematian.50 ppm (0,005%) adalah TLV (Threshold Limit
Value, nilai ambang batas) gasCO yaitu konsentrasi CO dalam udara lingkungan
yang dianggap aman pada inhalasi selama 8 jam setiap hari dan 5 hari setiap minggu
untuk jumlah tahun yang tidak terbatas.Pada 200 ppm (0,02%), inhalasi 1-3 jam akan
mengakibatkan kadar COHb mencapai 15-20% saturasi dan gejala keracunan CO
mulai timbul.Pada 1000 ppm (0,1%), inhalasi 3 jam dapat menyebabkan kematian,
sedangkan pada 3000 ppm (0,3%), inhalasi 2 jam sudah dapat menyebabkan
kematian. Pada 10.000 ppm (1%) inhalasi 15 menit dapat menyebabkan kehilangan
kesadaran dengan COHb 50% saturasi, sedangkan inhalasi 20 menit menyebabkan
kematian dengan COHb 80% saturasi.Rumus Handerson dan Haggard berlaku bagi
orang dalam keadaan istirahat.Konsentrasi CO dalam udara dinyatakan dalam ppm
dan lamanya inhalasi dalam jam.Bila hasil perkalian (Waktu) dan (Konsentrasi) =
300, tidakada gejala yang muncul. Bilahasil perkalian adalah 900, telah timbul gejala
sakit kepala rasa lelah dan mual,sedangkan hasil 1500 menandakan bahaya dan dapat
berakibat fatal.Selain konsentrasi CO dalam udara, lamanya inhalasi, ventilasi paru
dan kadarCOHb sebelum terkena CO, terdapat faktor faktor lain yang turut
mempengaruh itoksisitas CO yakni aktivitas fisik, penyakit yang menyebabkan
gangguan oksigenasi jarungan seperti arteriosklerosis pembuluh darah otak dan
jantung, emfisema paru, asmabronchial,TB paru, dan penyakit hipermetabolik. Juga
adanya alkohol, barbiturate,morfin dan obat-obatan lain yang menyebabkan depresi
susunan saraf pusat.Saat konsentrasi CO meningkat dengan signifikan, akan terjadi
peningkatanventilasijuga akan menyebabkan peningkatan ambilan CO. Pada kasus
ini, mekanismekontrol pusat pernapasan berusaha untuk meningkatkan PaO2

sebagai respon untuk menurunnya pengantaran oksigen ke jaringan. Namun


mekanisme ini justrumenyebabkan lingkaran setan yang meningkatkan respirasi yang
mengakibatkan ambilanCO menjadi lebih besar. Kondisi ini kemudian menyebabkan
hipoksia yang lebih parah. Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada
trauma inhalasi, yaitu kerusakan jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-
paru danasfiksia. Hipoksia jaringan terjadi karena sebab sekunder dari beberapa
mekanisme. Proses pembakaran menyerap banyak oksigen, dimana di dalam ruangan
sempit seseorang akan menghirup udara dengan konsentrasi oksigen yang rendah
sekitar 10-13%.Penurunanfraksi oksigen yang diinspirasi (FiO2) akan menyebabkan
hipoksia. Keracunan karbonmonoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas
transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen ditingkat
seluler. Karbonmonoksidamempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh,organ
yang paling terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar,
seperti otak dan jantung.Hipoksia yangmemanjang akibat peningkatan kadar CO
dapat menyebabkan aritmia atau gagal jantungdan berbagai macam
sekuel neurologis.Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksiaensefalopati yang
terjadiakibat dari keracunan CO adalah karena injuri reperfusi dimana peroksidasi
lipid dan pembentukan radikal bebas yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas

Gambar. Dehalogenisasi reduksi karbon tetraklorida menjadi radikal


bebastriklorometil yang menginisiasi peroksidasi lipid

Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh
gangguan transportasi oksigen. CO mengikat hemoglobin secara reversibel,
yangmenyebabkan anemia relatif karena CO mengikat hemoglobn 230-270 kali lebih
kuat dari pada oksigen. Kadar HbCO 16% sudah dapat menimbulkan gejala klinis.
COyangterikat hemoglobin menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan
menurun. Peningkatan konsentrasi CO menyebabkan oksigen tidak memiliki tempat
dihemoglobin kemudian membuat kurva disosiasi oksihemoglobin bergeser ke
kirimenghasilkan penurunan PaO2 di setiap level kadar saturasi hemoglobin dan
inikemudian menyebabkan penurunan oksigen yang diantarkan ke jaringan
Gambar.Patofisiologi Keracunan CO
Ikatan antara CO dengan hemoglobin membuat perubahan alosterik padakompleks
oksihemoglobin dan menggeser kurva disosiasi oksigen ke kiri. Pergeseran ini
menyebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terhadap setiap oksigen yang terikat
yangkemudian menyebabkan penurunan desaturasi hemoglobin dan pelepasan
oksigen diperifer. Karena itu, hipoksia jaringan akibat keracunan CO lebih besar
daripada yang diharapkan pada penurunan PaO2 sederhana.

Gambar.Skema Patofisiologi Keracunan CO


Selain hemoglobin, protein yang mengandung heme lainnyajuga terpengaruholeh
CO. Terletak pada jaringan ekstravaskular, protein ini mengandung sekita 10%-
15%dari total CO yang terdapat di dalam tubuh. Di dalamnya termasuk adalah
sitokromoksidase dan mioglobin. Penghambatan respirasi selular akibat pengikatan
CO dengan sitokrom oksidase dianggap memainkan peran penting terhadap
kerusakan jaringan.Bagaimanapun, faktanya protein heme memiliki afinitas delapan
kali lebih tinggiterhadap oksigen daripada CO menimbulkan keraguan terhadap
hipotesis di atas. IkatanCO pada myoglobin tidak diragukan lagi
menyebabkanpenurunan persediaan oksigen diotot. Pada miokardium, ini dapat
menjadi bencana besar yang kemudian dapat berubahmenjadi aritmia dan gagal
jantung. Lebih jauh lagi, iskemik cerebral yang diakibatkanoleh penurunan fungsi
jantung mungkin menjadi penyebab beberapa sekuel neurologicdari intoksikasi
CO.CO mengikat myoglobin jantung lebih kuat daripada
mengikat hemoglobinyangmenyebabkan depresi miokard dan hipotensi yang
menyebabkan hipoksiajaringan.Keadaan klinis sering tidak sesuai dengan kadar
HbCO yang menyebabkankegagalanrespirasi di tingkat seluler.CO mengikat
cytochromes c dan P450 Yang mempunyai daya ikat lebih lemah dari oksigen yang
diduga menyebabkan deficit neuropsikiatris. Beberapa penelitian mengindikasikan
bila CO dapat menyebabkan peroksidasi lipid otak dan perubahan inflamasi di otak
yang dimediasi oleh lekosit. Proses tersebut dapat dihambat dengan terapi hiperbarik
oksigen. Pada intoksikasi berat,pasien menunjukkan gangguan sistem saraf
pusat termasuk demyelisasi substansia alba.Hal ini menyebabkan edema dan dan
nekrosis fokal.Penelitian terakhir menunjukkan adanya pelepasan radikal bebas nitric
oxide dari platelet dan lapisan endotheliumvaskuler pada keadaan keracunan CO
padakonsentrasi 100 ppm yang dapatmenyebabkan vasodilatasi dan edema
serebri.CO dieliminasi di paru-paru. Waktu paruhdari CO pada temperatur
ruanganadalah 3-4 jam. Seratus persen oksigen dapatmenurunkan waktu paruh
menjadi 30-90 menit,sedangkan dengan hiperbarik oksigenpada tekanan 2,5 atm
denganoksigen 100% dapat menurunkan waktu paruh samapai 15-23 menit.
D. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Presentasi klinis dari keracunan CO akut sangat bervariasi dapat ringan, sedang
dan berat,tetapi secara umum, keparahan dari gejala yang muncul berkorelasi
denganlevel COHb seperti pada tabel di bawah. Walaupun begitu, dalam
mendiagnosis, tidak adanya gejala yang sepsifik membuat diagnosis menjadi sulit.
Pada kasus keracunan kronik biasanya berbahaya dan seringkali salah diagnosis
dengan flu, depresi, keracunan makanan, atau gastroentritis pada anak oleh karena itu
perhatian khusus terhadap riwayat pasien menjadi sangat penting . jika tidak
diketahui riwayat paparan maka perlu mengenali gejala keracunan pada seluruh
sistem tubuh.

Fakta yang paling sering terekspos dimana terdapa kasus banyak orang
yangmemiliki gejala dan paparan lingkungan yang sama. Yang lainnya mengatakan
faktabahwa kejadian sakitnya hewan peliharaan terjadi bersamaan atau mendahului
kejadiansakit pemiliknya.Akibat dari ukurannyaa yang kecil dan metabolisme yang
tinggi, hewanpeliharaan akan lebih menampakkan gejala dan gejala yang muncul juga
lebih parahdaripada pemiliknya. Pada kasus pajanan seorang diri, riwayat pajanan
untuk mengetahuisumber dari CO dapat menunjukkan ke arah kemungkinan
intoksikasi CO. Banyak kasus ini yang terkait dengan pekerjaan.
Efek yang paling sering muncul dari keracunan CO adalah hipoksia jaringan.
Efek ini akan lebih signifikan pada daerah dengan aliran darah dan penggunaan
oksigen yangbanyak. Atas alasan ini, tidak terlalu mengejutkan jika manifestasi pada
sistem saraf dan kardivaskular menjadi gejala yang biasa muncul karena saraf,
jantung dan pembuluh darah adalah jaringan yang memiliki resiko terbesar pada
kasus intoksikasi CO

Gejala yang biasa muncul adalah kelelahan, sakit kepala, pusing,


kesulitanberpikir, mual, dipsneu, kelemahan dan konfusi. Diare, nyeri perut,
gangguan penglihatan, dan nyeri dada lebih jarang ditemukan. Darig ejala-gejala ini,
kita dapat melihat kenapa diagnosis influenza karena virus sering dibuat khususnya
pada saat ada riwayat angggota keluarga yang lain yang memiliki keluhan yang sama.
Perlu diketahui kejadian keracuanan CO cenderung meningkat saat bulan-bulan
musim dingin akibatpeningkatan penggunaan pemanas ruangan.Kesalahan diagnosis
sering terjadi karena beragamnya keluhan dan gejala pada pasien. Gejala-gejala yang
muncul sering mirip dengan gejala penyakit lain. Pada anamnesa secara spesifik
didapatkan riwayat paparan oleh gas CO. Gejala-gejala yang muncul sering tidak
sesuai dengan kadar HbCO dalam darah.Penderita trauma inhalasi atau penderita
luka bakar harus dicurigai kemungkinan terpapar dan keracunan gas CO. Pada
pemeriksaan tanda vital didapatkan takikardi, hipertensi atau hipotensi, hipertermia
takipnea. Pada kulit biasanya didapatkan warna kulit yang merah seperti buah
cherry, bisa juga didapatkan lesi di kulit berupa eritema dan bula. Gejala
keracunan CO berkaitan dengan kadar COHb di dalam darah.

COHb Gejala-gejala

1. 10% Tidak ada


2. 10-20% Rasa berat pada kening, mungkin
sakit kepala ringan, pelebaranpembuluh darah subkutan, dipsneu, gangguan
koordinasi,
3. 20-30% Sakit kepala, berdenyut pada pelipis, emosional
4. 30-40% Sakit kepalakeras, lemah, pusing, penglihatan buram, mual,muntah,
kolaps.
5. 40-50% Sama dengan yang tersebut di atas tetapi dengan kemungkinanbesar
untuk kolaps atau sinkop. Pernapasan dan nadi bertambahcepat, ataksia
6. 50-60% Sinkop, pernapasan dan nadi bertambahcepat, koma dengankejang
intermittent, pernapasan cheyne stokes.
7. 60-70% Koma dengan kejang, depresi jantung dan pernapasan, mungkitmati
8. 70-80% Nadi lemah, pernapasan lambat, gagal pernapasan dan mati

Pada pemeriksaan fisik, seperti gejala dapat membantu untuk menegakkaan


diagnosis.Takikardia dan takipneu biasa muncul sebagai cara sistem respirasi dankar
diovaskuler untuk mengkompensasi penurunan pengangkutan oksigen ke perifer.
Hipertensi ringan dapat muncul pada beberapa pasien, sedangkan pada pasien yang
laindapat muncul hipotensi akibat hipoksia miokardium. Pada manusia yang
sehat,peningkatan aliran darah akibat kompensasi dilatasi arteri koroner cukup
untuk memenuhi kebutuhan jantung. Pada pasien dengan
riwayat aterosklerosis mungkin tidak bisa memenuhi kebutuhan jantung, dan pada
pasien seperti ini aritmia dapat menjadi catatan. Edema pulmoner juga dapat muncul
pada pasien dengan keracunan CO.kelainan kardiovaskuler ini bisa mulai muncul
pada kadar CO 5% atau 45 ppm.Penemuan neurologis yang biasa ditemukan adalah
sakit kepala, mual, muntah,pusing, letargi dan kelemahan. Pada bayi,
mungkin muncul iritabilitas dan tidak mau makan, pingsan, dan kejang. Pada kasus
yang akut, abnormalitas yang biasamunculadalah

cogwheel rigidity, opistotonus, dan flasiditas atau spastisitas.Selain itu juga bisa
didapatkan abnormalitas audiovestibular. Tinnitus dan tulisensorineural dapat
ditemukan. Nistagmus dan ataaksia juga dapat muncul. Pada kasus keracunan yang
ekstrim dapat menyebabkan edema serebri. CT Scan dan MRI menunjukkaan bagian
putih lebih sensitif terhadap hipoksia serebral pada keracunan CO.meskipunbagian
abu-abu memiliki metabolisme oksigen yang lebih besar, bagian putihmemiliki
limit toleransi suplai vaskuler yang terbatas akibat penurunan tekanan oksigendan ini
meningkatkan kerantanan akan kerusakan selama terjadi hipoksia jaringan. Sekuel
yang terlambat, muncul pada lebih dari 45% pasien yang muncul secara perlahan dari
tigahari sampai tiga minggu setelah paparan awal dan terapi pada keracunan akut.
Pembentukan dari sekuelyang terlambat dapat diprediksikan dengan munculnya
perubahan neurologis yang dilihat dengan CT Scan dalam waktu 24 jam setelah
paparan. Hasilnya berupa gangguan neurologis berupa deteriorasi intelektual,
gangguan memori,dan perubahan kepribadian dengan manifestasi berupa peningkatan
iritabilitas, agresivitas dan kekerasan. Kejadian sekuel yang terlambat ini, biasa
terjadi pada pasien denganpenurunan level kesadaran saat terjadi paparan. Jika
diberikan terapi yang tepat, saatterapi awal, banyak dari sekuel ini dapat di
cegah.Warna merah (Cherry-red ) pada kulit menjadi tanda sepesifik pada
keracunanCO, tetapi ini jarang ditemukan. Perdarahan retina, jarang ditemui, namun
jika ada dapat menguatkan diagnosis. Penemuan tanda inhalasi asap seperti rambut
hidung yangterbakar, mucus yang hangus, atau trauma pada mukosa hidung dapat
menjadi perhatian.Jika tanda ini ditemukan, kemungkinan pasien menderita
keracunan CO yang berat.Pada korban koma dapat ditemukan sianosis dan pucat,
pernapasan cepat,mungkin pernapasan

cheyne-stokes menjelang kematian pernapasan menjadi lambat.Nadi cepat dan


lemah, tekanan darah rendah, pupil melebar, dan reaksi cahayamenghilang, suhu
badan di bawah normal, tetapi pada keadaan terminal mungkin malahterjadi
hipertermia.Pada elektrokardiogram mungkin ditemukan gelombang T mendatar atau
negatif,tanda insufisiensi koroner, ekstrasistole, dan fibrilasi atrium. Pada
pemeriksaanlaboratorium mungkin dijumpai leukositosis, hiperglikemia dengan
glukosuria,albuminuria dan peninggian SGOT, MDH dan SDH serum. Perubahan
kadargammaglobulin juga pernah dilaporkan.Peningkatan kreatin fosfokinase
mengikutinekrosis otot. Hipoksemia jaringan menyebabkan asidemia laktat.
Keracunan kronik padaibu hamil dapat menyebabkanretardasi pertumbuhan,

fetal distress, dan kematian. Bilabisa bertahan, mungkin dapat terjadi gangguan
perkembangan dan kerusakan otak. Keracunan kronik dalam arti penimbunan CO di
dalam tubuh tidak terjadi. Akantetapi pemaparan CO berulang-ulang yang
menyebabkan hipoksia berulang-ulang padasusunan saraf pusat akan menyebabkan
kerusakan yang berangsur-angsur bertambahberat. Gejala yang mungkin
ditemukan adalah anastesiapada jari-jari tangan, daya ingatberkurang,

Romberg

dan gangguan mental.Diagnosis kematian akibat keracunan gas CO ditegakkan


dengan bantuan hasilpemeriksaan di TKP (tempat kejadian perkara) atau gambaran
klinik saat korban barudirawat.

E. PemeriksaanPenunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium

Analisa kadar HbCO membutuhkan alat ukur spectrophotometric yang khusus. Kadar
HbCO yang meningkat menjadi signifikan terhadap paparan gas tersebut. Sedangkan
kadar yang rendah belum dapat menyingkirkan kemungkinan terpapar, khususnya
bila pasien telah mendapat terapi oksigen 100% sebelumnya atau jarak paparan
dengan pemeriksaan terlalu lama. Pada beberapa perokok,terjadi peningkatan ringan
kadar CO sampai 10%. Pemeriksaan gas darah
arteri juga diperlukan. Tingkat tekanano ksigen arteri (PaO2) harus tetap normal.
Walaupun begitu, PaO2 tidak akurat menggambar kanderajat keracunan CO atau
terjadinya hipoksia seluler. Saturasi oksigen hanyaakurat bila diperiksa langsung,
tidak melaui PaO2 yang sering dilakukan dengan analisa gas darah. PaO2
menggambarkan oksigen terlarut dalam darah yang tidak terganggu oleh hemoglobin
yang mengikat CO.

Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji dilusialkali.


Caranya adalah sebagai berikut :

1. Ambil 2 tabung reaksi, masukkanke dalam tabung pertama 1-2 tetes


darahkorban dan tabung kedua 1-2 tetes darah normal sebagai kontrol.
2. Encerkan masing-masing darah dengaan menambahkan 10 ml airsehingga
warna merah pada kedua tabung kurang lebih sama.
3. Tambahkan pada masing-masing tabung 5 tetes larutan NaOH 10-20%lalu
dikocok.
4. Darah normal segera berubah warna menjadi merah-hijau kecoklatankarena
segera terbentuk hematin alkali, sedangkan darah yang mnegandung COHb
tidak berubah warnanya selama beberapa waktu ,tergantung pada konsentrasi
COHb, karena COHb bersifat lebih resisten terhadap pengaruh alkali.
5. COHb dengan kadar saturasi 20% member warna merah muda yang bertahan
selama beberapa detik dan setelah 1 menit baru berubah warnamenjadi coklat
kehijauan.

Perlu diperhatikan bahwa darah yang dapat digunakan sebagai kontroldalam uji
dilusi alkali ini haruslah darah dengan Hb yang normal. Jangan gunakandarah fetus
karena juga resisten terhadap alkali.Selain dengan uji dilusi alkali seperti di atas,
dapat juga dengan menggunakan uji formalin (Eachlolz-Liebman) yakni dengan cara
darah yang akan diperiksa ditambahkan larutan formalin 40% sama banyaknya. Bila
darah mengandung COHb 25% saturasi maka akan terbentuk koagulat berwarna
merah yang mengendap pada dasar tabung reaksi. Semakin tinggi kadar COHb,
semakin merah warna koagulatnya, sedangkan pada darah normal akan terbentuk
koagulatyang berwarna cokelat.

Pemeriksaan adanya COHb dalam darah juga dapat melalui penentuansecara


spektroskopis. Pemeriksaan kuantitatif CO dapat dilakukan dengan cara Getler-
Freimuth, spektrofotometrik maupun kromatografi gas.
Cara Getler-Freimuth (Semi-kuantitatif) menggunakan prinsip sebagaiberikut :

Darah + Kalium ferisianida

CO + PdCl2+H2O Pd + CO2+ HCl

CO dibebaskan dari COHb Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring
berupa endapanberwarna hitam. Dengan membandingkan intensitas warna hitam
tersebut denganwarna hitam yang diperoleh dari pemeriksaan terhdap darah dengan
kadar COHb yang telah diketahui., maka dapat ditentukan konsentrasi COHb secara
semi-kuantitatif. Cara spektrofotometrik adalah cara terbaik untuk melakukan analisis
COatas darah segar korban keracunan CO yang masih hidup, karena hanya
dengancara ini dapat ditentukan rasio COHb : OxiHb. Darah mayat adalah darah yang
tidak segar, sehingga memberikan hasil yang tidak dapat dipercaya. Cara
kromatografi gas banyak dipakai untuk mengukur kadar CO darisampel darah mayat
(darah tidak segar) dan cukup dapat dipercaya

2) Pemeriksaan Pencitraan

X-foto thorax. Pemeriksaan x-foto thorax perlu dilakukan pada kasus-kasus


keracunan gas dan saat terapi oksigen hiperbarik diperlukan. Hasilpemeriksaan
xfotothorax biasanya dalam batas normal. Adanya gambaranground-glassappearance,
perkabutan parahiler, dan intra alveolar edema menunjukkan prognosisyang lebih
jelek.CT scan. Pemeriksaan CT Scan kepala perlu dilakukan pada kasuskeracunan
berat gas CO atau bila terdapat perubahan status mental yang tidak pulihdengan
cepat. Edema serebri dan lesi fokal dengan densitas rendah padabasalganglia bisa
didapatkan dan halo tersebut dapat memprediksi adanya komplikasineurologis.
Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan dengan CTScan untukmendeteksi lesi
fokal dan demyelinasi substansia alba dan MRI seringdigunakanuntuk follow up
pasien. Pemeriksaan CT Scan serial diperlukan jika Terjadi gangguan status mental
yang menetap. Pernah dilaporkan hasil CT Scan adanya hidrosefalus akut pada anak-
anak yang menderita keracunan gasCO.

3) Pemeriksaan Lain-lain

Elektrokardiogram. Sinus takikardi adalah ketidaknormalan yang sering didapatkan.


Adanya aritmia mungkin disebabkan oleh hipoksia iskemia atauinfark.
Bahkan pasien dengan kadar HbCO rendah dapat menyebabkan kerusakkan yang
serius pada pasien penderita penyakit kardiovaskuler Pulse oximetry. Cutaneus pulse
tidak akurat untuk mengukur saturasihemoglobin yang dapat naik secara semu karena
CO yang mengikat hemoglobin. Cooximetry (darah arteri) menggunakan tehnik
refraksi 4 panjang gelombangdapatsecara akurat mengukur kadarHbCO.

F. Komplikasi

Keracunan ringan karbon monoksida dapat meninggalkan sisa nyeri kepala


padakorban yang telah disembuhkan. Ini tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus
karenaakan hilang dengansendirinya.Penderita keracunan karbon monoksida yang
sempat mengalami koma, bilakemudian sembuh, mungkin akan menderita gejala sisa
akibat kerusakan yang terjadipada sel-sel susunan saraf pusat, yang dapat berupa
gejala disorientasi, amnesiaretrograde,parkinsonisme atau sindroma post-ensefalitis.

G. Penanganan dan Terapi

Penanganan pada kasus keracunan karbon monoksida diarahkan pada


perbaikanhipoksia jaringan dan menghilangkan karbon monoksida dari dalam tubuh.
Pemberian100% oksigen normobarik direkomendasikan pada banyak kasus,
sedangkan terapioksigen hiperbarikdigunakan untuk keracunan yang parah.

1). Perawatan Sebelum Tiba di Rumah Sakit

Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan terapi oksigendengan


masker nonrebreathing adalah hal yang penting. Intubasi diperlukan padapasien
dengan penurunan kesadaran dan untuk proteksi jalan nafas. Kecurigaan terhadap
peningkatan kadar HbCO diperlukan pada semuapasien korban kebakaran
dan inhalasi asa. Pemeriksaan dini darah dapa tmemberikan korelasi yang
lebih akurat antara kadar HbCO dan status klinis pasien.Walaupun
begitu jangan tunda pemberian oksigen untuk melakukanpemeriksaantersebut. Jikam
ungkin perkirakan berapa lama pasien mengalamipaparan gas CO. KeracunanCO
tidak hanya menjadi penyebab tersering kematian pasien sebelum sampai dirumah
sakit, tetapi juga menjadi penyebab utama dari kecacatan.

2). Perawatan Saat di Unit Gawat Darurat

Target terapi pada keracunan CO akut adalah mereduksi kadar COHb didalam
darahke level dasar denganpemberian oksigen dengan konsentrasi tinggimembantu
setiap sistem yang terpengaruh akibat hipoksia.Pemberian oksigen 100 % dilanjutkan
sampai pasien tidak menunjukkangejala dan tanda keracunan dan kadar HbCO turun
dibawah 10%. Pada pasienyang mengalami gangguan jantung dan paru sebaiknya
kadar HbCO dibawah 2%. Lamanya durasi pemberian oksigen berdasarkan waktu-
paruh HbCO dengan pemberian oksigen 100% yaitu 30-90 menit. Pertimbangkan
untuk segera merujuk pasien ke unit terapi oksigen hiperbarik, jika kadar HbCO
diatas 40% atau adanya gangguan kardiovaskuler dan neurologis. Apabila pasien
tidak membaik dalam waktu 4 jam setelah pemberian oksigen dengan tekanan
normobarik, sebaiknya dikirim ke unit hiperbarik.Edema serebri memerlukan
monitoring tekanan intra cranial dan tekanandarah yang ketat. Elevasi kepala,
pemberian manitol dan pemberian hiperventilasi sampai kadar PCO2 mencapai28-30
mmHg dapat dilakukan bila tidak tersedia alatdan tenaga untuk memonitor TIK.
Pada umumnya asidosis akan membaik dengan pemberian terapi oksigen.

3). Terapi Oksigen Hiperbarik

Terapi oksigen hiperbarik (HBO) masih menjadi kontroversi dalampenatalaksanaan


keracunan gas CO. Meningkatnya eliminasi HbCO jelas terjadi,pada
beberapa penelitian terbukti dapat mengurangi danmenunda defek neurologis,
edema serebri, perubahan patologis sistem saraf pusat.Secara teori HBO bermanfaat
untuk terapi keracunan CO karena oksigen bertekanan tinggi dapat mengurangi
dengan cepat kadar HbCO dalam darah,meningkatkan transportasi oksigen
intraseluler, mengurangi aktifitas-daya adhesineutrofil dan dapat mengurangi
peroksidase lipid
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keracunan karbon monoksida (CO) beberapa tahun ini menjadi penyebab kematian
terbanyak untuk keracunan di Amerika Serikat. Paparan sublethal sangat sulit untuk
dibedakan sehingga sering menyebabkan kesalahan dalam diagnosis pada
kasuskeracunan CO akut.Sumber dasar dari gas iniberasal dari pembakaran internal
dengan bahan bakar fosil. Gas CO meracuni manusia dengan berikatan dengan
hemoglobin yang kemudian menyebabkan hipoksia jaringan. Diagnosis keracunan
CO sangat sulit ditegakkan akibat tanda dan gejala yang tidak spesifik. Keparahan
dari paparan gas CO dapat dinilai dengan kadar CO yang ditemukan di darah.

B. Saran

Edukasi masyarakat tentang bahaya dari karbon monoksida dengan penekananpada


keamanan di rumah dan tempat kerja merupakan kunci untuk edukasi yang efektif.
Edukasi professional yang ditargetkan pada komunitas kerja juga diperlukan.
Pemikiranini dapat direalisasikan dengan optimalisasi media saat resiko terjadinya
keracunan gasCO meningkat seperti saat terjadi kebakaran hutan ataupun musibah
lain yang bisamenyebabkan keracunan gas CO. Karena insiden yang tinggi dari
keracunan yang diakibatkan oleh gas, harus ada peraturan yang ketat untukgas
industry di lingkungan masyarakat. Kerjasama antara dokter kesehatan masyarakat
dan pemilik dari gedung, gas dan industri pemanas ruangan merupakan prasyarat
untuk strategi pencegahan yang efektif. Kolaborasi ini memastikan keamanan yang
merata di semua lini
DAFTAR PUSTAKA

Benneto, L., Powter, L., & Neil, S. J. (2008). Accidental Carbon Monoxide Poisoning
PresentingWithout a History of Exposure : A Case Report. Journal of Medical Case
Report, UK , 1-4

Sampurna, B., Samsu, Z., & Siswaja, T. D. (2008). Peranan Ilmu Forensik Dalam
Penegakan Hukum; Sebuah Pengantar. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
KedokteranUniversitas Indonesia.

Weaver, L. K. (2009). Carbon Monoxide Poisoning. The New England Journal of


Medicine, UK , 1217-1225.

Wu, C. T., Huang, J. L., & Hsia, S. H. (2009). Acute Carbon Monoxide Poisoning
with SevereCardiopulmonary Compromise : a Case Report. Case Jurnal, Taiwan, 1-4

Klaassen, C. D. (2008). Toxicology, The Basic Science of Poisons Seventh Edition.

Kansas City,USA: McGraw-Hill.Lane, T. R., Williamson, W. J., & Brostoff, J. M.


(2008). Carbon Monoxide Poisoning in a

Patient with Carbon Dioxide Retention: a Therapeutic Challenge. Cases Journal, UK ,


1-4.Molina, D. (2010). Handbook of Forensic Toxicology for Medical Examiners.
Florida, USA:CRC Press

Brenner, J. C. (2004).Forensic Science. Florida, USA: CRC Press.Budiyanto, A.,


Widiatmaka, W., Sudiono, S., Mun`im, W. A., Sidhi, Hertian, S., et al. (1997).
Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
KedokteranUniversitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai