LATAR BELAKANG
Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki
kedudukan, peran serta fungsi yang sangat luas dalam konteks internasional, nasional,
regional dan lokal. Di samping itu, Jakarta sendiri sebagai suatu daerah dan sebagai
budaya bangsa Indonesia. Sebagai konsekuensi dari kedudukan ini maka disadari
bahwa kota Jakarta secara menerus mengalami perkembangan yang sangat dinamis
dalam bidang sosial, ekonomi dan politik. Perkembangan ini telah berpengaruh pula
kepada sistem dan struktur perekonomian, sosial dan politik yang berakibat kepada
perubahan fisik kotanya. Dari perkembangan ini telah muncul nilai-nilai baru serta
halnya di Indonesia, negara dituntut untuk berperan lebih jauh dalam melakukan
tanpa peran dan partisipasi sama sekali. Pemerintah sebagai pemegang otoritas
kebijakan publik yang harus memainkan peranan yang penting untuk memotivasi
1
Penjelasan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030
1
seluruh kegiatan dan partisipasi masyarakat, dengan melalui berbagai penyediaan
Pada dasarnya semua manusia bebas, sama dan merdeka, tak seorang pun
dapat ditempatkan diluar hak milik dan tunduk pada kekuasaan politik terhadap
perubahan pemanfaatan dan penggunaan ruang sehingga struktur dan pola ruang
Provinsi DKI Jakarta akan memerlukan penyesuaian dengan mengingat salah satu hal
utama yakni Sebagai Kota pada daerah delta dengan 13 aliran sungai dan dipengaruhi
kendala daerah delta melalui pengelolaan tata air, analisa resiko bencana, dan
perbaikan ekosistem. Dengan demikian, Jakarta adalah sebuah kota Delta (delta city).
Delta city sendiri dapat diartikan sebagai sebuah kota yang berada pada mulut sungai
(muara sungai) yang umumnya beberapa kawasannya berada dibawah permukaan laut
dan dengan adanya perubahan iklim akan semakin terancam. Walaupun demikian,
keberadaan sungai dan laut menyebabkan sebuah delta city memeiliki keunggulan
4
strategis karena kemudahan transportasinya.
3
John Locke, The Second Treatise Of Government (Indianapolis: The Liberal Art Press Inc, 1952), at 54-
73, Dalam Satya Arinanto, Politik Hukum 1, (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Edisi Pertama,
Jakarta: 2008), hal.3.
4
Penjelasan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030
2
adanya suatu perangkat perencanaan, yaitu RTRW DKI Jakarta 2030, yang dapat
Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengenai perlunya
a. keterpaduan;
c. keberlanjutan;
e. keterbukaan;
i. akuntabilitas.
atau konsep tata ruang atau yang sering disebut master plan. Konsep tersebut
5
Ibid, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030
6
Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, Bandung: Alumni, 1983, hlm. 10.
3
digunakan sebagai arahan dan pedoman dalam melaksanakan pembangunan sehingga
Salah satu bentuk pemanfaatan yang terkait tata ruang yaitu pemanfaatan
Tata guna lahan pertanhan terdiri dari tata guna sebagai suatu keadaan mengenai
penggunaan tanah dan tata guna tanah sebagai suatu rangkaian kegiatan. 7 Namun
seiring berjalannya waktu erjadi penyalahgunaan lahan yang tidak sesuai dengan
diperlukan kebijakan berupa norma hukum yang dapat mengatur perbuatan manusia.
Teori hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu teori hukum statis dan teori
hukum dinamis. Pembedaan ini tergantung pada penekanan pandangan apakah pada
perbuatan manusia yang diatur norma (the human bahvior regulated by norms) atau
pada norma yang mengatur perbuatan manusia (norm regulating human behavior).
Dalam teori statis, suatu norma adalah valid dan hal ini berarti kita mengasumsikan
bahwa indivudu yang perbuatannya diatur oleh norma harus berbuat sesuai dengan
yang ditentukan norma, yang berdasarkan nilai isinya merupakan suatu bukti yang
7
Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah dalam Konteks UUPA-UUPR-UUPLH,
Depok: PT. RajaGrafindo Persada, 2008, hlm. 28.
8
Hans Kelsen, General Theory Of Law and State (New York: Rusell & Rusell, 1961), at 110-161, dalam
Satya Arinanto, Politik Hukum 2, Part Two (Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Jakarta: 2008), hal 4.
4
Perubahan kebijakan penataan ruang di Provinsi DKI Jakarta berdampak pada
kondisi pemanfaatan ruang yang telah ada sebelumnya berdasarkan Peraturan Daerah
Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Tahun 1999-2010 disesuaikan dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Sehingga sebenarnya ”Siapa yang akan
lebih responsif ketika orang tidak setuju dan memiliki pilihan-pilihan yang berbeda.
Apakah satu jawabannya yaitu mayoritas orang? 9. Oleh karena itu, konsep penataan
pemeliharaan ruang di Provinsi DKI Jakarta. Dengan penataan ruang yang baik maka
Jakarta. Menurut Raharjo Adisasmita, adapun fungsi wilayah diantaranya fungsi tempat
tinggal, fungsi tempat pekerjaan, fungsi lalu lintas (transportasi), fungsi rekreasi. 10
Dalam tata ruang, sering kali menimbulkan suatu permasalahan bagi Jakarta
sebagai Ibukota Negara Indonesia. Meskipun telah terdapat aturan yang mengatur
mengenai tata ruang, pada kenyataannya banyak masalah yang masih timbul. Hal ini
ditegaskan dalam penulisan karya ilmiah mengenai ketentuan kebijakan tata ruang.
melalui karya ilmiah ini yang berjudul “POLITIK HUKUM PERENCANAAN PENATAAN
9
Arend Lijphart, Democracies: Pattern of Majoritarian and Consensus Government in Twenty-One
Centuries (New Haven, Yale University Pres, 1984), at 1-45 and 187-222, dalam Satya Arinanto, Politik
Hukum 1, (Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: 2008), hal.28.
10
Raharjo Adisasmita, Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006, hlm.
170.
5
RUANG DI PROVINSI DKI JAKARTA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH
B. Permasalahan
lain :
1. Bagaimana perkembangan kebijakan tata ruang di Provinsi DKI Jakarta ditinjau dari
politik hukum?
2. Bagaimana bentuk pengakuan hak masyarakat yang telah memiliki izin
C. Pembahasan
suatu proses perubahan yang sangat penting. Pemerintah tentunya memiliki tujuan
yang hendak dicapainya, yang mana tidak berbeda dengan organisasi pada umumnya
terutama dalam hal kegiatan yang akan diimplementasikan dalam rangka mencapai
tujuan, yakni dituangkan dalam bentuk rencana-rencana. 11 Wilayah Provinsi DKI Jakarta
terdiri dari 4 (empat) wilayah Kota Administrasi meliputi Kota Administrasi Jakarta
Pusat, Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kota Administrasi Jakarta Barat, Kota
Administrasi Jakarta Utara, dan Kota Administrasi Jakarta Timur serta 1 (satu)
11
Ridwan, HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII-Press, 2003, hlm. 142.
6
Kabupaten Administrasi yakni Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Mengingat
wilayah Kota dan Kabupaten di Provinsi DKI Jakarta bukan daerah otonom tetapi
merupakan wilayah administratif, maka RTRW DKI Jakarta 2030 meliputi Rencana Tata
Ruang Provinsi dan Rencana Tata Ruang Kota Administrasi dan Kabupaten
Administrasi yang ditetapkan dalam satu Peraturan Daerah. RTRW DKI Jakarta 2030
ini, merupakan rencana umum tata ruang, dimana selanjutnya perlu disusun Rencana
rinci tata ruang yaitu rencana detail tata ruang untuk tingkat kecamatan sebagai
operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan
“Ruang adalah wadah yang meliputi raung darat, ruang laut dan ruang udara
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
hidupnya.”
memiliki arti yang luas, yang mencakup tiga dimensi, yakni: darat, laut dan udara yang
disorot baik secara horizontal maupun vertikal. Dengan demikian, Penataan Ruang
(PR) juga menjangkau ketiga dimensi itu secara vertikal maupun horizontal dengan
12
Penjelasan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.
7
berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti: ekonomi, ekologi, sosial, dan budaya
dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam
melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas hidup yang layak. 14 Ruang
daya alam yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa khususnya bagi masyarakat
Kota Jakarta yang memiliki ruang yang luas dan tidak terbatas pada daratan saja
Kepulauan Seribu. Sehingga dapat dikatakan bahwa ruang wilayah di Provinsi DKI
Jakarta merupakan aset yang harus dimanfaatkan dan dinikmati oleh masyarakat
Provinsi DKI Jakarta secara baik dengan mempertimbangkan faktor ekonomi, sosial,
merupakan prasyarat agar terselenggaranya penataan ruang. Akan tetapi, rencana tata
ruang tersebut harus diimbangi dengan pengendalian pemanfaatan ruang yang tegas
dan konsisten untuk menjamin agar pemanfaatan ruang atau lahan dapat tetap sesuai
dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Terkait pengendalian, terdapat 3
13
A.M. Yunus Wahid,“Pengantar Hukum Tata Ruang”, Jakarta: Kencana, 2014, hlm. 2.
14
D.A. Tisnaamidjaja, dalam Asep Warlan Yusuf, Pranata Pembangunan, Bandung: Universitas
Parahyangan, 1997, hlm.6.
8
1. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
prinsip dasar. Pertama, rencana detail tata ruang harus langsung dapat diterapkan,
rencana detail tata ruang harus memiliki kekuatan hukum yang mengikat untuk itu
harus diamanatkan dalam Peraturan Daerah dan secara tegas dinyatakan sebagai
2. Peraturan Zonasi
ketentuan yang harus diterapkan pada setiap zona peruntukan. Peraturan zonasi
3. Mekanisme Insentif-Disinsentif
Saat ini, suatu rencana tidak dapat dihilangkan dalam hukum administrasi,
dimana rencana dapat dijumpai dalam berbagai bidang kegiatan pemerintah, misalnya
15
Sitnala Arsyad dan Ernan Rustiadi, Penyelamatan Tanah, Air dan Lingkungan.Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008, hlm. 41-42.
9
dalam hal pengaturan mengenai tata ruang. Menurut Saul M. Katz, terdapat alasan atau
dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui. Perkiraan tidak hanya dilakukan
yang dilihat dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan usahanya.
5. Dengan adanya rencana, maka akan ada suatu alat pengukur atau standar untuk
Lalu apa yang menjadi kaitannya antara hukum tata ruang dengan politik
hukum? Pada kenyataanya, politik dan hukum memiliki hubungan yang sangatlah erat.
Politik hukum memiliki tempat yang utama dalam hal berbicara mengenai
penyelenggaraan negara (pemerintahan) baik dalam tingkat pusat maupun daerah. Dan
untuk memahami politik hukum, yang dimaksud politik menurut Miriam Budiardjo adalah
16
Asep Warlan Yusuf, Pranata Pembangunan, Bandung: Universitas Parahyangan, 1997, hlm.34.
10
bermacam-macam kegiatan (seseorang, sekelompok orang, lembagalembaga politik)
dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-
tujuan dari sistem itu. pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah
yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa
mempunyai hubungannya yang erat (relevant) dengan bidang atau masalah yang
hendak merupakan suatu pengaturan hukum yang efektif. Melihat efektifnya suatu
Sebenarnya ini dilakukan dengan begitu saja setuju memasuki satu masyarakat politik
17
Bintan Regen Saragih, “Politik Hukum”, Bandung: CV. Utomo, 2006, hlm. 6.
18
Op.cit., Bintan Regen Saragih, hlm. 22.
19
John Locke,Op cit, hal 5
11
penting dalam penentuan politik hukum di Jakarta. Politik hukum pada masyarakat yang
relatif heterogen di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya cenderung berbeda
dengan politik hukum pada masyarakat yang majemuk. Pada Masyarakat yang
Sehingga dapat dikatakan bahwa politik hukum dalam hal penataan ruang
memperhatikan tata ruang agar terlaksananya tertib dalam pembangunan suatu daerah
tersebut sehingga supaya terlaksananya tertib tata ruang, harus adanya penerapan
ini dituangkan baik kedalam peraturan daerah maupun kedalam peraturan lainnya yang
bersifat mengikat dan berimplikasi kepada keberadaaan izin pemanfaatan ruang yang
telah ada sebelumnya berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999-2010.
Namun sebelum berbicara lebih lanjut terhadap implikasi tersebut, pertama kali
kita lihat konstitusi negara Republik Indonesia. Sebenarnya apakah konstitusi itu? Pada
awalnya konstitusi sebuah negara adalah dokumen atau teks tertulis yang
seperti hak kebebasan berbicara dan hak mendapatkan pengadilan yang jujur. 21 Selain
itu, konstitusionalisme lebih terkait dengan organisasi struktur politik untuk mencegah
penggunaan kekuasaan atoritatif baik secara individual, grup atau partai politik 22.
Negara kita bukanlah negara liberal yang dimana dalam konstitusi liberal ,
yudikatif, dan eksekutif dimana unsur masing-masing saling cek satu sama lain
mengadili (hakim), dan yang memberi pertimbangan pembuatan aturan dan keputusan
kepada raja, walaupun semua lembaga atau pejabat tersebut kedudukannya berada di
bawah raja. Hal ini sulit diterapkan di Indonesia karena majemuknya masyarakat
Indonesia dan adanya rezim yang otoriter selama ini di Indonesia sehingga ketiga unsur
21
Eric Barendt, An Introduction to Constitusional La, (Oxford: Oxford University Press, 1998), at 1-85,
hal. 107, dalam Satya Arinanto, Politik Hukum 1, (Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Jakarta: 2008), hal .107.
22
Ibid, hal.110.
23
Eric Barendt, Op Cit, hal 110
24
Geofrey Lindell, ed. Future Directions in Australian Constitutional Law, (Canberra: Federation Press,
1994) at. 1-46 dalam Satya Arinanto, Politik Hukum 3, Program Pascasarjana, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta: 2008), hal 172.
13
individunya sendiri.Pengakuan yuridis terhadap suatu masyarakat hukum adat
serta ”kasus dan kontroversi”, kematangan dan ”standing” adalah semua ”alat untuk
kasus-kasus tertentu, harus menerangkan dan menafsirkan aturan itu. Jika hukum
beroposisi pada konstitusi, pengadilan harus memutuskan kasus yang benar pada
Menurut Donald. P. Kommers, The Governing system created by the basic law
needs to be placed in a wider context of understansing” 28. Hal ini berarti sejalan dengan
konsep penyusunan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
materi muatan Peraturan Daerah Provinsi berisi materi muatan dalam rangka dalam
25
Pasal 51 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, masyarakat adat
dapat menjadi Pemohon dalam perkara konstitusional.Sebagai konsekuensinya, suatu komunitas adat
yang tidak atau belum memiliki legalitas akan menghadapi kendala dalam membela hak-haknya yang
memang sudah sering terjadi baik oleh aparatur Negara maupun oleh oleh pihak ketiga lainnya.
26
John Elster and Rune Stagstad, eds, Constitutionslism and Democracy, Gags Rules or Politics of
Omission (Cambridge: Cambridge University Press, 1997), at 19-353, dalam Satya Arinanto, Politik
Hukum 1, (Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: 2008), hal 194
27
William H. Rehnquist, The Supreme Court: How It Was, How It Is (New York: William Morrow, 1989), at
99-114 dalam Satya Arinanto, Politik Hukum 3, (Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Jakarta: 2008),hal 16.
28
Donald P. Kommers, “German Constitusionalism: A Prolegomenon,’ Emory Law Journal (Vol. 40, no. 3,
Summer 1991), at 837-873, dalam Satya Arinanto, Politik Hukum 1, (Program Pascasarjana, Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: 2008), hal 538
14
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung
yang lebih tinggi yakni didasarkan pada amanat dari ketentuan Pasal 23 ayat (6)
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
2030 dibentuk dalam rangka menjawab tantangan perkembangan zaman dan teknologi
sebagaimana kota-kota besar lain di dunia Provinsi DKI Jakarta yang sekaligus sebagai
khususnya pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim (climate change)
sehingga diperlukan aksi adaptasi maupun aksi mitigasi yang dituangkan dalam
juga melibatkan masyarakat. Peran masyarakat dalam penataan ruang antara lain,
melalui 30:
Hal ini seperti ciri penting dari doktrin Kelsen yaitu bahwa negara dipandang
sebagai sistem perilaku manusia dan tatanan keharusan manusia. Hukum adalah
tatanan normatif perilaku manusia yang didukung dengan kekuatan yang ”membuat
29
Konsideran Menimbang huruf c Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah 2030
30
Ketentuan Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
15
penggunaan kekuatan monopoli komunitas”. 31 Sehingga sudah tepat jika perumusan
ruang kekuatan monopoli komunitas juga masih melakukan intervensi terutama para
pengusaha properti.
Pada dasarnya tata tertib hukum tak hanya merupakan total hukum, tetapi
dan beroperasi dengan mempengaruhi aplikasi aturan. 32 Hal ini tentunya dapat
Pada dasarnya hukum diangkat ”diatas” politik, yaitu politik positif dilakukan
merepresentasikan standar yang disetujui publik, diaslikan dengan tradisi atau dengan
proses konstitusi, sudah hilang dari kontroversi aturan. Otorita untuk menafsirkan tradisi
legal harus dibuat tertutup dari perjuangan akan kekuasaan dan tidak ternoda dengan
pengaruh politik.34 Hal ini berarti setiap Peraturan Daerah mengenai penataan ruang
31
Hans Kelsen, General Theory Of Law and State (New York: Rusell & Rusell, 1961), at 110-161, dalam
Satya Arinanto, Politik Hukum 2, Part Two (Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Jakarta: 2008), hal 66.
32
R.M.W. Dias, Jurisprudence (London: Butterworths, 1985) at 358-374 dalam Satya Arinanto, Politik
Hukum 2, (Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: 2008), hal 67
33
M.P. Jain, Administrative Law Of Malaysia and Singapore ,(Kuala Lumpur: Malayan Law Jurnal Pte.
Ltd, 1989), at 38-74. Hukum Adinistrative of Malaysia dan Singapore, dalam Satya Arinanto, Politik Hukum 3,
(Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: 2008), hal.47
34
Phillippe Nonet and Phillip Selznick, Law and Society in Transition: Toward Responsive Law (New York:
Herper & Row, 1978), at 29-113 dalam Satya Arinanto, Politik Hukum 2, (Program Pascasarjana, Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: 2008), hal 101
16
harus bebas dari pengaruh politik karena hal-hal yang termasuk hak masyarakat yang
tahun 1945, diciptakan negara Republik modern berdasarkan prinsip demokratis dan
terlalu sederhana dan multitafsir untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
UUD 1945 yang terlalu sederhana dan multi tafsir kemudian menjadi sumber inspirasi
Evolusi konstitusi merupakan isu penting yang perlu dijawab karena prosedur
yang diikuti dalam mengadopsi konstitusi dapat menentukan tingkat legitimasi yang
perlu disenangi konstitusi dan ketetapan konstitusi yang ada perlu dimasukkan di
hubungan antar kelembagaan negara berdasarkan UUD 1945. DPR tunduk pada
prinsip HAM pada UUD 1945 pra-amandemen, karena pada dasarnya negara
Rechstaat, sebuah negara berdasarkan hukum, adalah rumah ideal bagi HAM, hanya
35
J. Soedjati Djiwandono, “Democratic Experiment in Indonesia: Between Achievements and
Expectations, The Indonesian Quartely (Vol.XV, No.4, 1987), at 661-669, dalam Satya Arinanto Politik
Hukum 2, Part Two, (Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: 2008), hal.
155.
36
Clive Napier, Africa’s Constitutionals Renaissance? Stocktakingin the ’90s, Africa Dialogue (Monograph
Series No.1, 200) at 77-94 dalam Satya Arinanto, Politik Hukum 3, (Program Pascasarjana, Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: 2008), hal.222
17
didalam Rechtstaat maka HAM menjamin seperti kemerdekaan Rechstaat, due proses
Selama orde baru memang dianggap sebagai era kediktatoran personal oleh
Bahkan tidak jarang pula musuh-musuh politiknya diberangus dan beliau akan
melakukan apa saja untuk memastikan bahwa militer disusupi dan dikontrol oleh kaki
Undangan) juga digunakan sebagai alat penguasa untuk mengontrol masyarakat (Law
as a tool of Social Engineering). Menurut Pound, Rule atau aturan adalah pengajaran
hukum yang melekat pada konsekuensi legal yang terinci secara definitif. Definisi
tersebut masih cukup akurat untuk definisi saat ini karena memasukan pernyataan-
peryataan doktrin common law serta statutory law, regulasi administratif, ordonansi,
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
terhadap Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
37
Todung Mulya Lubis, In Search of Human Rights: Legal Political Dilemmas og Indonesia’s New Order,
1966-1990, (S.J.D. Dissertation at Boalt Hall Law School University of Californis Berkeley, 1990), at 84-
153, dalam Satya Arinanto Politik Hukum 2, Part Three, (Program Pascasarjana, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta: 2008),hal. 169
38
Stewart Macaulay, Lawrence M Friedman, John Stookey,eds, Law and Society: Readings on the Sosial
Study Of Law (New York: W.W. Norton & Company, 1995) at 689-701, dalam Satya Arinanto, Politik
Hukum 3, (Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: 2008), hal.295.
18
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999-2010 menciptakan kondisi yang lebih
sebelumnya dan telah memiliki izin pemanfaatan ruang. Hal ini mengingatkan pada
awal tahun 2000, Indonesia menghadapi tantangan penting yang salah satunya
menekankan bahwa Pemerintah perlu menciptakan sistem politik yang stabil dan efektif
yang berbasis prinsip demokratis dan mampu mencegah kembalinya militer untuk
Otoriter ke rejim demokratis mungkin tidak terdiri atas satu tapi dua transisi: pertama
sebagaimana diatur dalam Pasal 226 huruf a Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 41, berarti Jakarta tengah bersiap dan
bahwa Pemerintah perlu menciptakan sistem politik yang stabil dan efektif. 42 Sehingga
tindakan apapun yang mempengaruhi orang badan apapun, properti atau hak apapun. 43
UUD 1945 sendiri memuat berbagai ketentuan yang masih harus diatur lebih
lanjut dalam undang-undang organik tanpa disertai arahan atau pedoman tertentu,
sehingga akibatnya dapat terjadi berbagai undang-undang organik dengan objek dan
yang fungsinya seharusnya dilepaskan oleh legislator sendiri, dan legislasi seharusnya
memuat kebijakan atau standar untuk panduan pendelegasi dalam membuat legislasi 45
berdasarkan konstitusi. Interpretasi konstitusi sangat sensitif pada teori tentang proses
legislatif dan ini adalah teori politik kontroversial dan tidak memberikan pijakan pasti
43
M.P. Jain, Op Cit, hal.19.
44
Peter M Brody, The First Amandement, Governmental Cencorship, and Sponsored Research, (The
Journal Of College and University Law (vol.19. No.3 Winter 1998). At 199-215.
(Amandemen Pertama, Pensensoran Pemerintahan, dan Sponsor Penelitian, “Jurnal Hukum Universitas
dan Perguruan Hal 133.
45
Du Xichuan dan Zhang Linyuan, China Legal System: A General Survey, (Beijing: New World Press,
1990), at 26-40, dalam Satya Arinanto, Politik Hukum 3, (Program Pascasarjana, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta: 2008), hal 59.
20
cenderung meletakkan ukuran pada indikasi mengenai bagaimana mayoritas legislatur
Melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah 2030 ini, diharapkan tidak lagi mengucilkan kelompok minoritas dan
D. Kesimpulan
Jakarta terus menerus melakukan rencana dalam pengaturan terhadap tata ruang.
dilakukan secara optimal, efisien, dan serasi. Serta tujuan untuk mengarahkan
struktur dan lokasi serta berhubungan fungsonalnya yang serasi dan seimbang
pembangunan yang optimal dan efisien bagi peningkatan kualitas manusia dan
rencana yang telah diatur untuk dijadikan sebagai patokan mencapai tujuan itu
sendiri. politik hukum dalam hal penataan ruang mempunyai keterkaitan dalam
46
Richard A Posner, The Problem Of Jurisprudence, (Cambridge: Harvard University Press, 1990) at 247-
309, Masalah Yurisprudensi, Bagaimana Memutuskan Kasus Konstitusi dan Undang-Undang hal. 316,
dalam Satya Arinanto, Politik Hukum 3, (Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Jakarta: 2008), hal.279
47
Ibid, hal 39
21
pembangunan nasional kaitannya sangatlah erat. Pelaksanaan suatu pembangunan
nasional tentunya harus memperhatikan tata ruang negara agar terlaksananya tertib
ruang di sini, harus adanya penerapan politik hukum sebagai kebijakan pemerintah
kedalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
meninggalkan masyarakat Jakarta untuk ikut berperan serta yakni pada proses
sebagai hak sebagaimana diatur dalam Pasal 226 huruf a Peraturan Daerah Nomor
22