PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Hipertensi didefinisikan sebagai pengukuran tekanan darah yang tinggi dengan batas140
untuk sistolik dan 90 untuk diastolic, sesuai dengan kriteria JNC 7 ( NIH, 2013).
Tingkat tekanan darah dan prevalensinya bervariasi tiap negara. Hipertensi diestimasikan akan
menyebabkan 6% kematian di seluruh dunia( Powers,2003). Di Indonesia, prevalensi nasional
untuk masyarakat berumur lebih dari 18 tahun adalah25,8%. Provinsi yang memilika prevalensi
hipertensi yang tinggi yaitu Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan
(30,8%),Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4 %).(Riskesdas 2013).
Hipertensi dikenal sebagai factor resiko penyakit kardiovaskular , yang merupakan
penyebab utama kematian dan disabilitas di seluruh dunia. Peconbaan klinis berskala besar telah
menunjukkan bahwa terapi farmakologi dapat menurunkanmorbiditas dan mortalitas akibat
penyakit kardiovaskuler dan terapi jangka panjang atau seumur hidup sering diindikasikan.
Menurut World Health Organization (WHO), ketidakpatuhan terhadap terapi jangka
panjang untuk hipertensi merupakan masalah umum yang menyebabkan konsekuensi kesehatan
dan ekonomi yang serius, dalam arti terbuangnya waktu,uang dan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan. Sebagai tambahan, sebuah editorial terbarumemberikan bukti untuk penurunan
morbiditas dan mortalitas drngan penggunaan terapi anti hipertensi dan menyebutkan bahwa hal
yang paling berperan dalam penigkatan control hipertensi bergantung pada kepatuhan pasien
(Baune,dkk,2004).
Berdasarkan Studi nasional NHANES III di Amerika Serikat , kurang darai seperempat
pasien hipertensi memiliki tekanan darah yang terkontrol dengan baik ( dibawah 140/90mmHg)
(Hyman dkk,2001). Ketidakpatuhan menjadi masala universal, yang dilaporkan menjadi salah
satu penyebab utama hipertensi yang sulit disembuhkan (Etaro dkk, 1992) Walaupun telah
dilakukan banyak studi tentang kepatuhan pasien selama 25 tahun terakhir , masih ditemukan
masalah ketidakpatuhan yang meninggalkan banyak pertanyaan yang tidak terjawab.
Salah satu syarat untuk keberhasilan terapi adalah motivasi pasien . Hal ini cukup jelas
bahwa jika pasien mengalami perburukan kualitas hidup setelah memulai pengobatan, akan
muncul masalah dalam mengikuti regimen pengobatan . Telah ditunjukkan sebelumnya bahwa
pasien hipertensi memodifikasi terapi obatnya sebagai respon terhadap masalah yang dirasakan.
(Enlund dkk,2001). Prevalensi modifikasi meningkat sesuai dengan jumlah masalah yang
diterima pasien, baik pria maupun wanita diseluruh kelompok umur. Disamping beberapa
kemajuan dalam terapi hipertensi, masih terdapat sejumlah pasien yang belum mendapatkan
keuntungan dari terapi obat karena control tekanan yang buruk.