Anda di halaman 1dari 21

FISIOLOGI NIFAS

Risna Kusumawaty, Lianawati

A. Pendahuluan

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya


plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu selama waktu tersebut
perubahan-perubahan fisiologik dan morfologik yang terjadi selama
kehamilan kembali ke keadaa tidak hamil.1
Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan yang dialami ibu
pascamelahirkan. Perubahan ini meliputi perubahan anatomi,fisiologis, dan
klinis pada sistem reproductive, sistem kardiovaskuler, sistem gastrointestinal,
sistem urinari, sistem musculoskeletal dan perubahan pada payudara dan
laktasi.2
Masa pascapersalinan adalah fase khusus dalam kehidupan ibu serta
bayi. Bagi ibu yang mengalami persalinan untuk pertama kalinya, ibu
menyadari terjadinya perubahan kehidupan yang sangat bermakna selama
hidupnya. Keadaan ini ditandai dengan perubahan emisional, perubahan fisik
secara dramatis, hubungan keluarga dan aturan serta penyesuan terhadap
aturan yang baru termasuk di dalamnya perubahan dari seorang perempuan
menjadi seorang ibu.1,2
B. Definisi

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya


plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu.1
Masa nifas adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama
setelah kelahiran. Lamanya “periode” ini tidak pasti, sebagian besar
menganggapnya antara 4 sampai 6 minggu.3
Masa puerperium normal adalah waktu yang diperlukan agar organ
genitalia interna ibu kembali menjadi normal secara anatomis dan fungsional,
yaitu sekitar 6 minggu.4

Nifas dibagi dalam 3 periode :

1
1. Puerperium dini, yaitu kepulihan saat ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan
karena atonia uteri.Oleh karena itu, harus dipantau kontraksi uterus,
pengeluaran lokia, tekanan darah, dan suhu.4

2. Puerperium intermediate, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia


yang lamanya 6-8minggu. Pada fase ini harus dipastikan involusi uteri
dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk,
tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat
menyusui dengan baik.4
3. Puerperium lanjut, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan kembali
sehat sempurna, terutama jika selama hamil atau sewaktu persalinan
timbul komplikasi. Waktu untuk mencapai kondisi sehat sempurna dapat
berminggu-minggu, bulanan, atau tahunan.4
C. Fisiologi Nifas
Masa nifas merupakan masa yang ditandai dengan banyak perubahan
fisiologis pada tubuh ibu.5
1. Sistem Reproduksi
Perubahan alat-alat genital baik interna maupun eksterna kembali
seperti semula seperti sebelum hamil disebut involusi. Adapun perubahan-
perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi ibu nifas adalah sebagai
berikut5:
a. Uterus
Involusi Uterus
Sesaat setelah pengeluaran plasenta, fundus uteri yang
berkontraksi terletak sedikit dibawah umbilikus. Bagian tersebut
sebagian besar terdiri dari miometrium yang ditutupi oleh serosa dan
dilapisi oleh desidua basalis. Dinding posterior dan anterior dalam
jarak yang terdekat, masing-masing tebalnya 4 sampai 5 cm. 3
Pengurangan ukuran uterus yang cepat disebabkan oleh:

2
 Pengurangan estrogen plasenta. Pengurangan hormon estrogen
saat pelepasan plasenta mengakibatkan terjadinya atrofi jaringan
uterus.5
 Iskemia miometrium. Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan
retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran
plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi. Iskemia
mengakibatkan atrofi serat-serat otot.5

 Otolisis miometrium. Selama kehamilan, estrogen meningkatkan


ukuran sel miometrium dan kandungan protein (aktin dan miosin).
Penurunan estrogen setelah melahirkan menstimulasi enzim
proteolitik dan makrofag untuk menurunkan dan mencerna (proses
otolisis) kelebihan protein dan sitoplasma intrasel, mengakibatkan
pengurangan ukuran sel secara menyeluruh.5
Sisa plasenta dengan cepat diinfiltrasi oleh leukosit untuk membentuk
barier pelindung yang melawan infeksi. Dalam 2 atau 3 hari setelah
persalinan, desidual yang tersisa di dalam uterus berdiferensiasi
menjadi dua lapisan. Lapisan superficial menjadi nekrotik dan terlepas
dalam bentuk lokia. Lapisan basal yang berdekatan dengan
miometrium yang berisi fundus kelenjar endometrium tetap utuh dan
merupakan sumber endometrium baru. Proses epitelisasi kembali ini
membutuhkan waktu hampir 14 hari.5
Lokasi fundus uterus membantu menentukan apakah evolusi
sedang berlangsung, biasanya segera setelah melahirkan, uterus
berukuran sebesar softball dan beratnya sekitar 1000 g. Fundus dapat
dipalpasi di pertengahan antara simfisis pubis dan umbilikus. Dalam
12 jam fundus naik ke tingkat umbilikus, atau sedikit di atas atau di
bawah umbilikus.3,6,7
Pada hari kedua, fundus turun sekitar 1 cm, atau satu jari
lebarnya, per hari. Biasanya fundus telah turun ke rongga pelvis pada
hari ke-14 dan tidak dapat dipalpasi secara abdominal. Proses ini
biasanya lebih lambat ketika rahim buncit selama kehamilan dengan

3
lebih dari satu janin, janin besar, atau hidramnion (cairan ketuban
berlebihan).3,6,7
Dalam 1minggu, berat rahim menurun hingga sekitar 500g,
pada minggu kedua beratnya berkisar 300g dan sudah masuk panggul,
minggu keempat beratnya berkisar 100g dan minggu keenam uterus
beratnya 60g hingga 80g, yang kira-kira adalah berat badan sebelum
hamil. Rahim multipara tetap sedikit lebih berat. Ketika proses
involusi tidak terjadi dengan benar, subinvolusi terjadi. Subinvolusi
dapat disebabkan oleh infeksi, terdapat sisa plasenta dan selaput
plasenta di dalam uterus atau perdarahan postpartum. Jika terjadi
subinvolusi dengan kecurigaan infeksi diberikan antibiotic. Untuk
memperbaiki kontraksi uterus dapat diberikan uterotonika (ergometrin
meleat).3,6,7
Jumlah sel otot tidak berkurang cukup besar. Akan tetapi
ukuran masing-masing sel menurun secara bermakna dari 500-800µm
kali 5-10 µm saat aterm menjadi 50-90 µm kali 2,5-5 µm
pascapartum.6

Gambar 1. Involusi uterus.


Ketinggian fundus uterus berkurang sekitar 1 cm per hari 6

Gambar 2. Pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri7

Tempat Implantasi Plasenta

4
Terjadi kontraksi uterusyang meningkat setelah bayi keluar. Hal ini
menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (plasenta site)
sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus
mengalami nekrosis dan lepas. Diameter rata-rata dari plasenta 18 cm,
dengan cepat uterus menurun diameternya menjadi 9 cm dari tempat
melekatnya plasenta.Plasental site, yang berukuran diameter 8-10 cm (3-
4 inci), mengalami penyembuhan melalui proses exfoliation (pelepasan
jaringan yang mati). Dalam 3 hari pertama, placental site diinfiltrasi oleh
granulosit dan sel mononuclear, sebuah reaksi yang sampai pada
endometrium dan superfisial myometrium. Pada hari ketujuh, ada bukti
dari regenerasi kelenjar endometrium, seting tampak atipikal, dengan
bentuk kromatin yang ireguler, bentuk yang berbeda-beda, dan
pembesaran nukleus, pleomorfik, dan peningkatan sitoplasma.
Endometrium baru biasanya dihasilkan pada tempat dari sisi-sisi dan dari
kelenjar-kelenjar dan jaringan yang tersisa pada lapisan dalam dari
desidua setelah pemisahan dari plasenta. Proses ini meninggalkan
lapisan halus dan spongi endometrium, seperti saat sebelum kehamilan
dan biasanya meninggalkan lapisan uterus yang bebas dari jaringan skar.
Skar pada lapisan uterus mungkin berhubungan dengan implantasi pada
kehamilan selanjutnya. Sesudah 2 minggu diameternya berkurang
menjadi 3,5 cm. Biasanya jaringan mengalami nekrosis dan lepas dalam
waktu ± 6 minggu setelah melahirkan.6,7
Kegagalan atau kelambatan penyembuhan dari tempat
menempelnya placenta disebut “sub involusi tempat menempelnya
plasenta” dapat menyebabkan pengeluaran lokia terus menerus,
perdarahan pervaginam tanpa nyeri.3,5,6

5
Gambar 3. Potongan melintang uterus setinggi tempat pelekatan plasenta
yang berinvolusi pada waktu yang berbeda – beda setelah pelahiran3
Rasa nyeri, yang disebut after pains, disebabkan oleh kontraksi
rahim setelah melahirkan yang terkadang menyakitkan dan tidak
menyenangkan. Keadaan ini lebih akut terjadi pada multipara karena
regangan berulang dari muscle fibers hingga kehilangan tonus otot yang
dapat mengakibatkan kontraksi dan relaksasi berulang pada uterus. Pada
primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap
kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara
dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepajang awal puerperium.3,5,6,7
Nyeri ini semakin terasa sesuai dengan peningkatan paritas dan
menjadi lebih buruk ketika bayi menyusui, kemungkinan besar
diakibatkan oleh pelepasan oksitosin. Oksitosin, yang dikeluarkan dari
hipofisis posterior untuk merangsang pengeluaran asi, merangsang
kontraksi otot uterus yang kuat. Untuk meredakan rasa nyeri, penggunaan
analgetik sering digunakan. Nyeri dapat menghilang sendiri dan menjadi
lebih ringan pada hari kedua hingga ketiga postpartum.3,5,7
b. Locia
Pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua
menyebabkan timbulnya duh vagina dalam jumlah yang beragam. Duh
tersebut dinamakan lokia, dan terdiri dari eritrosit, potongan jaringan
desidua, sel epitel, dan bakteri. Jenis-jenis lokia, yaitu:5,6,7
1. Lokia Rubra, berwarna merah karena adanya darah bercampur
degan sisa selaput ketuban,sel-sel desidua, lanugo dan mekonium.
Dalam beberapa hari pertama setelah pelahiran.
2. Lokia Sanguilenta, Kemudian 3-4 hari, berisi darah bercampur
lendir, warna menjadi merah kecoklatan.
3. Lokia serosa, setelah hari ke 4-10 warna lokia kekuningan, berisi
leukosit, eksudat, dan mikroorganisma (mengandung sedikit darah).
4. Lokia alba, setelah hari ke 11-21, karena campuran leukosit dan
peurunan kandungan cairan, lokia berwarna putih atau putih

6
kekuningan. Lokia alba mengandung leukosit, sel desidua, sel
epitel, lemak, lendir serviks, dan bakteri. Produksi lokia akan
bertahan hingga minggu ke 4-6, sekresi lokia sudah jauh berkurang
dan berhenti di minggu ke 8.
Volume total lokia bervariasi pada setiap wanita, tetapi
diperkirakan berjumlah 250-500ml, karena sulitnya menentukan
volume lokia, kita dapat memperkiran dengan cara melihat
pengeluaran lokia pada peripad (perineal pad) apakah volume
minimal, kurang, sedang, atau banyak.6
Minimal : noda <2,5cm (1 inci)
Kurang/ringan : noda 2,5 hingga 10cm (1 hingga 4 inci)
Sedang : noda 10 hingga 15cm (4 hingga 6 inci)
Banyak/berat : penuh dalam 1 jam

Gambar 4. Pedoman untuk menilai jumlah lokia pada peripad (perineal pad)6

Aliran lokia sering menjadi lebih banyak ketika ibu bangun


dari tempat tidur untuk pertama kalinya atau setelah tidur karena
gravitasi menyebabkan darah berkumpul di vagina selama beberapa
jam dan akan segera mengalir bila ibu berdiri.6
c. Perubahan pada Servik
Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti
corong, berwarna merah kehitaman. Konsistensi lunak , kadang-

7
kadang terdapat perlukaan kecil atau laserasi dan serviks sering
mengalami edema. Selama persalinan, batas serviks bagian luar, yang
berhubungan dengan ostium eksterna, biasanya mengalami laserasi,
terutama dilateral. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa dimasukkan
kedalam ronga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari, dan
setelah 7 hari hanya dapat dilalui oleh 1 jari. Diakhir minggu pertama,
pembukaan serviks menyempit, serviks menebal, dan canalis
endoservikal kembali terbentuk. Ostium eksterna tidak dapat kembali
sempurna kekeadaan setelah hamil. Bagian tersebut tetap agak sedikit
lebar dan secara khas cekungan dikedua sisi pada tempat laserasi
menjadi permanen. Bentuk serviks tetap sedikit terbuka dan tampak
seperti slit ketimbang bulat, seperti pada wanita nulipara.3,5,6,7,9

Gambar 5.Perubahan permanen yang terjadi pada serviks setelah persalinan. 6

d. Perubahan pada Vulva dan Vagina


Vagina dan introitus vagina sangat lebar selama kelahiran untuk
memungkinkan perjalanan janin.Segera setelah melahirkan dinding
vagina tampak edema, memar, dapat pula terjadi laserasi, rugae atau
lipatan-lipatan halus tidak ada lagi. Vagina dan vulva tampak
meregang selama persalinan.Pada minggu ketiga,vagina akan mengecil
dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Rugae
tampak pada vagina, dan labium kembali normal namun lebih besar
dibanding pada kondisi nulipara. Estrogen pascapartum yang menurun
berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina

8
yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hamil enam samapi 8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan
kembali terlihat pada sekitar minggu keempat walaupun tidak akan
semenonjol pada wanita nulipara. Pada umunya rugae akan memipih
secara permanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita yang menyusui
sekurang-kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan
mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan
estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan
penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat
koitus (dispareunia) menetap samapi fungsi ovarium kembali normal
dan menstruasi dimulai lagi.5,6,7
e. Perubahan pada perineum
Area diantara vagina dan rektum disebut perineum.Terjadinya
robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya.Robekan perineum umumnya
terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir
terlebih dahulu dan terlalu cepat,sudut arkus pubis lebih kecil dari pada
biasanya,kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran
yang lebih besar dari sirkumferensia suboksipito bregmatika.6
Pada daerah perineum akan tampak goresan akibat regangan
pada saat melahirkan. Biasanya setelah melahirkan, perineum menjadi
agak bengkak/edema/memar dan mungkin ada luka jahitan bekas
robekan atau episiotomi. Robekan perineum dan laserasi biasanya
pulih dalam waktu satu minggu setelah melahirkan, walaupun area
tersebut masih tetap sensitif dalam waktu yang lebih lama. 5 Bila
dilakukan episiotomi akan menyebabkan rasa tidak nyaman dan
pemulihan lebih lambat. Namun tanpa atau dengan dilakukannya
episiotomi, perineum akan tetap mengalami edema dan kelihatan
memar. Proses penyembuhan luka episiotomi secara sempurna akan
memakan waktu 4 hingga 6 minggu. Perhatikan tanda-tanda infeksi
pada luka episiotomi seperti nyeri, merah, panas, bengkak atau keluar

9
cairan tidak lazim. Penyembuhan luka biasanya berlangsung 2-3
minggu setelah melahirkan.6,7
2. Sistem Payudara
Pengeluaran prolaktin dirangsang oleh estrogen yang disintesis dari
sel hipofisis. Setelah plasenta lepas estrogen dalam darah, maka prolaktin
mengikuti semakin menurun.3
Dengan isapan bayi pada nipple dan areola mama, maka terjadi dua
refleks sekaligus, yaitu:3
1. Refleks untuk mengeluarkan ASI

2. Refleks untuk mengeluarkan prolaktin


Colostrum dikeluarkan dari papilla mammae pada hari kedua pasca
partum. Karakteristik colostrum adalah cairan berwarna kuning lemon tua,
mengandung lebih banyak mineral dan asam amino dibanding ASI,
mengandung lebih banyak protein, sebagian besar adalah globulin, namun
sedikit gula dan lemak. Sekresi berlanjut selama kira-kira 5 hari, dengan
berubah secara perlahan menjadi air susu matang selama 4 minggu
berikutnya. Kolestrum mengandung antibody dan immunoglobulin A
(IgA) yang dikandungnya memberikan perlindungan bagi neonatus
terhadap patogen enterik. Faktor pertahanan tubuh lainnya mencangkup
komplemen, magrofag, limfosit, laktoferin, laktoperoksidase, dan lisozim.3

Gambar 6.Perubahan permanen yang terjadi pada serviks setelah persalinan.

10
Dengan adanya sekresi air susu ibu, payudara menjadi lebih besar,
terasa sakit terutama pada saat bayi menghisap. Hal ini disebut breast
engorgement. Engorgement adalah suatu pembengkakan payudara akibat
peningkatan aliran darah, edema dan air susu. Hal ini sering menimbulkan
ketidaknyamanan pada ibu karena menimbulkan rasa nyeri, juga sering
menyebabkan terjadinya peningkatan suhu (puerperal fever).3,4
Oksitosin dibutuhkan untuk pengeluaran air susu. Hormon ini
disekresikan oleh kelenjar hopofisis posterior dan menyebabkan air susu
dikeluarkan dari alveoli ke duktus laktiferus selama proses
menghisap.Pengeluaran air susu ke duktus lactiferus terjadi karena
kontraksi sel-sel mioepitel. Proses ini bergantung pada sekresi oksitosin
dan rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi.4

Isapan bayi menimbulkan rangsangan reflex pengeluaran prolaktin.


Dimana pengeluaran prolaktin dikendalikan oleh neuro hypothalamus
dopaminergik yang mengeluarkan rangsangannya melalui sistem partel,
menuju lobus anterior hipofisis. Dopamin sebenarnya menghambat
pengeluaran prolaktin, tetapi isapan bayi dapat mengatasi hambatan
sehingga pengeluaran prolaktin dapat berlanjut. Isapan bayi dengan cepat
dapat meningkatkan konsentrasi prolaktin dengan puncaknya tercapai
dalam waktu 20-40 menit.4
Isapan terus menerus akan menjamin pembentukan ASI yang
berkelanjutan. Bila terlambat memberikan isapan bayi dapat
menimbulkan kelambatan juga untuk mencapai puncak konsentrasi
prolaktin. Bila segera setelah persalinan ibu tidak memberikan ASI
selama 1-2 hari, respon pengeluaran prolaktin akan sangat menurun.
Situasi ini terjadi pada persalinan dengan seksio sesaria. Untuk
menghindari kemungkinan, lambatnya pengeluaran prolaktin, pompa ASI
dapat dicoba, yang dapat memberikan rangsangan pengeluaran prolaktin
dan oksitosin yang sama nilainya. Demam yang mungkin diakibatkan
infeksi bukan merupakan halangan untuk memberikan ASI, bila itu sudah
mendapatkan antibiotik. Isapan akan meningkatkan konsentrasi prolaktin,

11
khususnya pada malam hari sehingga perlu diteruskan untuk memberikan
ASI malam hari agar pengeluaran prolaktin dapat dipertahankan.4
3. Sistem Kardiovaskuler

Sistem kardiovaskular pulih kembali ke keadaan tidak hamil dalam


waktu 2 minggu pertama pasca nifas. Dalam 24 jam pertama, beban
tambahan pada jantung yang disebabkan oleh keadaan hipovolemik masih
ada, setelah itu volume darah dan plasma kembali kekeadaan tidak hamil.
Hipervolemia terjadi akibat adanya pergeseran cairan ekstravaskular
kedalam ruang intravaskular. Hal ini terjadi pada minggu kedua masa
nifas.2,7
Hipervolemia yang menimbulkan 30%-45% peningkatan volume
darah, membiarkan wanita untuk mentoleransi kehilangan darah yang
terjadi selama persalinan tanpa efek sakit. Lebih dari 500 ml darah yang
hilang pada persalinan pervaginam dan lebih dari 1000 ml kehilangan
darah pada kelahiran sesar.6
Cardiac Output
Cardiac Output mencapai puncaknya segera setelah persalinan
pada 80% pasien. Hal ini diikuti dengan peningkatan tekanan vena dan
peningkatan stroke volume. Segera setelah ibu melahirkan, keadaan
tersebut dapat meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit.
Peningkatan ini disebabkan karena (1) peningkatan aliran darah
balik ke jantung ketika darah dari uteroplasenta kembali ke sirkulasi
sentral, (2) penurunan tekanan pada pembuluh darah akibat uterus yang
membesar karena hamil, dan (3) mobilisasi dari cairan ekstraseluler yang
belebih ke kompartemen vaskuler.6
Peningkatan cardiac output, disebabkan oleh peningkatan stroke
volume, menetap kira-kira 48 jam setelah kelahiran bayi. Berangsur-
angsur, cardiac output kembali ke level normal pada sebagian wanita
dalam 6-12 minggu setelah kelahiran bayi.6
Volume Plasma

12
Tubuh mengalami diuresis dan diaforesis untuk mengeluarkan
kelebihan plasma.Volume plasma lebih banyak hilang pada 72 jam
pertama selama masa persalinan.6

 Diuresis (meningkatnya eksresi urine) terjadi karena penurunan


hormon adrenal aldosteron, yang meningkat selama hamil untuk
menetralkan efek pembuangan garam dari progesteron. Penurunan
kadar oksitosin, yang menaikkan penyerapan cairan, juga berkontribusi
tehadap terjadinya diuresis. Output urine 3000 ml per hari, terutama
pada hari 2-5 postpartum.6
 Diaforesis (berkeringat) terjadi juga untuk mengurangi cairan tubuh.
Meskipun tidak secara signifikan, diaforesis dapat menjadi tidak
nyaman bagi ibu dan dapat ditangani dengan mandi dan mengenakan
pakaian kering.6
Pembekuan
Perubahan signifikan yang terjadi pada masa kehamilan juga
berpengaruh pada kemampuan tubuh untuk koagulasi darah dan
membentuk gumpalan. Selama hamil, kadar plasma fibrinogen dan faktor
lainnya yang dibutuhkan untuk koagulasi meningkat. Hai ini terjadi
sebagai proteksi dari perdarahan postpartum. Akibatnya, tubuh ibu
memiliki kemampuan untuk membentuk bekuan atau gumpalan dan
mencegah terjadinya perdarahan hebat. Aktifitas fibrinolitik (mampu untuk
menghancurkan bekuan atau gumpalan) akan menurun selama kehamilan.
Meskipun fibrinolisis meningkat sesaat setelah persalinan pada masa
puerperium, peningkatan faktor pembekuan berlanjut hingga beberapa
hari, yang menyebabkan resiko terjadinya trombus. Hal ini memerlukan
waktu 4-6 minggu sebelum hemostasis kembali ke keadaan normal ketika
sebelum hamil.6
Dalam 10 hari pertama setelah melahirkan, peningkatan faktor
pembekuan yang terjadi selama kehamilan masih menetap namun
diimbangi oleh peningkatan aktivitas fibrinolitik.2

13
Meskipun insidensi tromboflebitis menurun dengan dilakukannya
ambulasi pada masa postpartum, ibu juga mengalami peningkatan resiko
terbentuknya trombus. Wanita yang memiliki vena varises, riwayat
tromboflebitis, atau riwayat sesar merupakan resiko tahap lanjut dan
ekstremitas bawah harus dimonitor.6
Di samping faktor pembekuan, komponen lain dari darah juga
berubah selama masa postpartum. Leukositosis sering terjadi, dengan
WBC meningkat hingga 30.000/mm3 selama persalinan dan sesaat pada
periode postpartum. Rata-rata meningkat 14.000-16.000/mm3. Peningkatan
tersebut terutama terjadi karena granulositosis. WBC turun kembali hingga
nilai normal dalam waktu 6 hari setelah melahirkan. Neutrofil merupakan
sel darah putih yang paling banyak, yang meningkat sebagai respon
inflamasi, nyeri dan stres untuk memproteksi diri. Normalnya, selama
beberapa hari pertama pascapartum, konsentrasi hemoglobin dan
hematokrit berfluktuasi sedang. Jika jumlahnya turun jauh dibawah level
tepat sebelum persalinan, maka telah terjadi kehilangan darah yang cukup
banyak.6
Hematokrit akan rendah kadarnya jika plasma meningkat dan
mengalami dilusi. Hematokrit seharusnya kembali pada keadaan normal
dalam 4-6 minggu kecuali jika kehilangan darah terjadi sangat banya.6
4. Sistem Gastroentestinal

Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh


beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat
mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah,
dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar
progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan
waktu 3-4 hari untuk kembali normal.5
Segera setelah melahirkan, sistem pencernaan menjadi sangat aktif.
Ibu akan segera merasa lapar karena kehilangan energi selama persalinan.
Ibu akan merasa haus karena kurangnya intake oral selama persalinan dan

14
kehilangan cairan dari usaha ibu saat persalinan, pernapasan mulut, dan
diaforesis dini. Jadi sebaiknya segera diberikan makan dan minum setelah
ibu melahirkan.6
Motilitas dan tonus usus besar didapatkan kembali karena efek
progesterone pada otot halus sangat berkurang. Motilitas dari
gastrointestinal yang menurun terjadi karena nyeri pada perineum dan
mobilisasi cairan, sehingga mengakibatkan terjadinya konstipasi.
Penyebab lain terjadinya konstipasi adalah dehidrasi yang terjadi selama
proses persalinan, hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat
pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong,
selain itu mempengaruhi peristaltik usus.5,6
Beberapa kasus wanita yang mengalami defekasi dapat sembuh
secara spontan, Defekasi terjadi 2-3 hari post partum dan mulai normal
kembali pada hari ke-8 sampai hari ke 14 postpartum, jika tidak dapat
disarankan untuk diet tinggi serat atau pemberin supositoria biskodil per
rectal untuk melunakkan tinja.2,6
5. System Urogenital
Ginjal kembali ke keadaan normal dalam waktu 2-3 bulan setelah
persalinan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu
12-36 jam sesudah melahirkan. Ibu post partum dianjurkan segera buang
air kecil, agar tidak mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa
nyaman. Dilatasi dari renal pelvis, calyx, dan ureter berakhir pada minggu
keenam dan kedelapan untuk sebagian besar wanita meskipun itu dapat
berlanjut sampai 16 minggu untuk beberapa wanita.2,5,6
Protein dan aseton mungkin ada pada urine pada beberapa hari
pertama kelahiran. Kira-kira 40 % wanita post partum mempunyai
proteinuria fisiologis (dalam 1-2 hari). Demi pemeriksaan laboratorium
yang akurat, specimen diambil langsung dari kateter agar tidak
terkontaminasi dengan lokia. Aseton menandakan dehidrasi yang sering
tejadi pada saat persalinan terutama pada persalinan yang lama.
Proteinuria biasanya merupakan hasil proses katabolisme dari involusi

15
uterus. Gula pada laktosa kadang juga ditemukan. Hematuria yang terjadi
menandakan adanya trauma pada kandung kemih waktu persalinan.6

Gambar 7. Kandung kemih yang penuh dan fundus6

Beberapa wanita mengalami kesulitan dalam pengeluaran urine


selama 24 jam postpartum.Perubahan selama kehamilan menyebabkan
vesika urinaria dari wanita postpartum mengalami peningkatan kapasitas
dan penurunan tonus otot, selain itu dapat pula karena penekanan
aktivitas detrusor yang disebabkan oleh tekanan pada basis kandung
kemih selama melahirkan.2,6 Kapasitas menahan kandung kemih
meningkat karena tiba-tiba kandung kemih punya banyak ruang untuk
mengembang, sehingga kebutuhan untuk berkemih menjadi jarang.6
Selama persalinan, uretra, vesika urinaria, dan jaringan di sekitar
meatus urinaria mungkin menjadi edema dan mengalami trauma karena
kepala janin berada di bawah kandung kemih. Akibatnya, sensitifitas
kandung kemih akan berkurang terhadap tekanan cairan dan beberapa ibu
memiliki sedikit atau tidak sama sekali sensasi miksi ketika kandung
kemih mengalami distensi dan dapat terjadi retensi terhadap urine residu.6
Retensi urine dan distensi berlebihan dari kandung kemih dapat
menyebabkan dua komplikasi, yaitu infeksi traktus urinarius dan
perdarahan postpartum. Infeksi traktus urinarius terjadi ketika urine statis
dalam waktu yang lama sehingga bakteri dapat menginfeksi. Resiko
perdarahan postpartum meningkat karena ligamen uterus, yang meregang
selama kehamilan, menyebabkan uterus yang berpindah ke atas dan ke

16
samping karena kandung kemih yang penuh. Hal ini mengakibatkan
ketidakmampuan otot uterus untuk berkontraksi (atonia uteri), dan
akhirnya menyebabkan perdarahan hebat. Dilatasi kandung kemih, ureter,
dan ginjal meningkat pada minggu pertama setelah melahirkan dan
kembali pada keadaan sebelum hamil dalamwaktu 4-8 minggu
kemudian.6
Inkontinensia stres terjadi selama kehamilan biasanya meningkat
dalam 3 bulan setelah melahirkan. Untuk beberapa wanita, masalahini
dapat diselesaikan dengan latihan (Kegel exercise).2,6

6. Sistem Musculoskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal terjadi postpartum:
a. Otot dan Sendi
Selama beberapa hari pertama, kadar hormon relaksasi
berangsur-angsur berkurang, ligamen dan kartilago dari pelvis kembali
pada posisi sebelum kehamilan. Perubahan ini dapat menyebabkan
banyak wanita mengalami kelemahan dan nyeri otot, terutama pada
bahu, leher, dan lengan. Hal ini terjadi akibat penggunaan tenaga
selama proses persalinan. Masase akan meningkatkan sirkulasi pada
area tersebut dan memberikan rasa nyaman dan relaksasi. Otot panggul
juga mengalami perubahan. Struktur dan penopang otot uterus dan
vagina dapat mengalami cedera selama waktu melahirkan. Hal ini
dapat meyebabkan relaksasi panggul, yang berhubungan dan
pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul
yang menopang uterus, dinding vagina, rektum, uretra dan kandung
kemih. Jaringan penopang dasar panggul yang teregang saat ibu
melahirkan akan kembali ke tonus semula setelah 6 bulan.6
b. Dinding Abdomen
Selama hamil, dinding abdomen meregang untuk menyediakan
tempat pertumbuhan janin, tonus otot juga menurun. Banyak wanita
mengharapkan otot-otot abdomen kembali ke keadaan sebelum

17
kehamilan segera setelah bayi lahir. Hal yang ditakutkan adalah
menemukan dinding abdomen lemah, halus, dan kendur.Dinding
abdomen menjadi kendur karena distensi yang berlangsung lama
akibat pembesaran uterus selama hamil dan ruptur serat-serat elastis
kulit. Hal ini akan kembali ke keadaan sebelum hamil dalam 6 minggu,
olahraga mempercepat proses ini. Stria/ garis regangan akan makin
samar, tapi tidak seluruhnya hilang.Pemulihan dapat dilakukan dengan
latihan.6,7,10
Otot-otot longitudinal dari abdomen mungkin mengalami
pemisahan (diastasis recti) selama hamil. Pemisahan yang terjadi bisa
minimal atau ekstensif.6,7

Gambar 8.Diastasis recti terjadi ketika otot longitudinal perut terpisah selama kehamilan 6.

Pada keadaan ini, dinding tengah abdomen dibentuk oleh


peritonium, fasia yang tipis, lemak subkutaneus, dan kulit. Latihan
diperlukan untuk mengembalikan tonus otot dan mempertahankan
aliran vena pada tungkai dan pelvis.6

18
Gambar 9. Latihan perut untuk diastasis recti. A, Wanita menghirup dan memegang
dinding perut dengan tangan. B.Buang napas, mengangkat kepalanya saat dia menarik
otot perut.6

7. Sistem Endokrin
Perubahan sistem endokrin yang terjadi selama kehamilan pulih kembali
dengan cepat.
Estrogen dan Progesteron
Estrogen merupakan hormon wanita utama dan merupakan hormon
utama selama masa kehamilan. Selama hamil, sumber utama estrogen
adalah plasenta dan juga janin. Setelah kelahiran bayi, sumber estrogen
menurun sangat drastis. Dalam waktu tiga jam postpartum, kadar estrogen
menurun hingga 10% dari nilai prenatal.2,7
Progesteron merupakan hormon kehamilan kedua. Progesteron juga
menurun secara drastis setelah kelahiran bayi dan tidak dapat dideteksi
dalam 72 jam setelah persalinan. Progesteron menjadi stabil kembalipada
siklus menstruasi pertama.2,7
Kadar estrogen dan progesteronserum mengalami penurunan dengan
segera sejak tiga hari postpartum dan mencapai nilai pra-kehamilan pada
hari ketujuh. Nilai tersebut akan menetap bila pasien memberikan ASI
pada bayinya, bila tidak memberikan ASI estradiol akan mulai meningkat
dan menyebabkan pertumbuhan folikel.2
 hPL
Human Placental Lactogen beberapa jam setelah melahirkan
menurun dengan sangat cepat dan dalam 2 hari hPL sudah tidak
terdeteksi dalam serum.2,7
 hCG

19
Human Chorionic Gonadotropin beberapa jam setelah
melahirkan menurun dengan sangat cepat dan pada hari ke 10 setelah
melahirkan, hCG sudah tidak terdeteksi lagi.2,7
 hPr
Human Prolactine merupakan hormon lainnya yang berperan
dalam proses menyusui. Selama hamil, massa payudara meningkat
karena efek prolaktin. Meskipun begitu, estrogen dan progesteron juga
berperan dalam proses ini. Pada periode pascapersalinan, prolaktin
merupakan hormon dari produksi susu. Kadar hormon ini meningkat
dan menurun bergantung pada stimulasi puting susu ibu. Selama
minggu pertama pascapersalinan, kadar prolaktin menurun hingga 50%
dan meningkat seluruhnya jika ibu menyusui. Untuk ibu yang memilih
botol susu dan tidak menyusui langsung, kadar prolaktin kembali
normal pada hari ketujuh pascapersalinan. Hormon prolaktin dapat
diidentifikasi pada susu dari payudara ibu. Prolaktin diserap oleh bayi,
mempengaruhi pengangkutan cairan, sodium, potassium, dan
kalsium.2,7
8. Sistem Integumenter
Terdapat banyak perubahan pada kulit yang muncul selama
kehamilan. Hal ini disebabkan karena peningkatan kadar hormon. Ketika
kadar hormon menurun setelah persalinan, kulit berangsung-angsur
kembali pada keadaan sebelum hamil. Sebagai contoh, kadar estrogen,
progesteron dan melanosit stimulating hormone, yang menyebabkan
terjadinya hiperpigmentasi selama kehamilan, menurun segera setelah
kelahiran bayi, dan pigmentasi menyusut. Perubahan ini tampak nyata
ketika melasma, the mask of pregnancy, dan linea nigra menghilang untuk
kebanyakan wanita. Spider nevi dan eritema palmaris, yang juga terjadi
pada masa kehamilan sebagai hasil kadar estrogen, berangsur-angsur
menghilang.6
Striae gravidarum (stretch marks), yang sering terjadi selama masa
kehamilan ketika jaringan parut pada abdomen dan dada meregang,

20
berangsur-angsur pudar hingga menjadi garis silver tetapi tidak
menghilang.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: P.T Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.
2. Jones D.L. 2001. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6. Jakarta:
Hipokrates
3. Cunningham F.G. 2012. Obstetri Williams. Edisi 23. Jakarta: EGC.
4. Manuaba I.B.G, Manuaba I.A.C, Manuaba I.B.G. 2007. Pengantar Kuliah
Obstetri. Jakarta: EGC.
5. Henderson C. Jones K. 2005. Kesehatan Setelah Melahirkan. Buju Ajar
Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.
6. Crum K.2011. Postpartum Physiologic Adaptations. Lowdermik Maternity.
7. Crum K. 2012. Maternal Psysiologic Changes. Lowdermik Maternity.
8. Simkin P. whalley J. Keppler A. 2007. Panduan Lengkap Kehamilan
Melahirkan dan Bayi. Jakarta: Surya Satyanegara. Arcan.
9. Mochtar R.2011. Sinopsis Obstetri. Edisi 3. Jakarta: EGC.
10. Brayshaw E.2007. Senam Hamil dan Nifas. Jakarta: EGC.

21

Anda mungkin juga menyukai