Anda di halaman 1dari 22

SERTIPIKASI PRONA

Nama kegiatan legalisasi asset yang umum dikenal dengan PRONA, adalah singkatan dari
Proyek Operasi Nasional Agraria. PRONA adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi asset
dan pada hakekatnya merupakan proses administrasi pertanahan yang meliputi; adjudikasi,
pendaftaran tanah sampai dengan penerbitan sertipikat/tanda bukti hak atas tanah dan
diselenggarakan secara massal. PRONA dimulai sejak tahun 1981 berdasarkan Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria.
Berdasarkan keputusan tersebut, Penyelenggara PRONA bertugas memproses pensertipikatan
tanah secara masal sebagai perwujudan daripada program Catur Tertib di Bidang Pertanahan.
Kegiatan PRONA pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali.
PRONA dilaksanakan secara terpadu dan ditujukan bagi segenap lapisan masyarakat terutama
bagi golongan ekonomi lemah dan menyeselaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa
tanah yang bersifat strategis. Tujuan PRONA adalah memberikan pelayanan pendaftaran
pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat dan murah dalam rangka percepatan
pendaftaran tanah diseluruh indonesia dengan mengutamakan desa miskin/tertinggal, daerah
pertanian subur atau berkembang, daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah miskin
kota, daerah pengembangan ekonomi rakyat.
PRONA merupakan salah satu wujud upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat golongan ekonomi lemah sampai dengan menengah. Biaya
pengelolaan penyelenggaraan PRONA, seluruhnya dibebankan kepada rupiah murni di dalam
APBN pada alokasi DIPA BPN RI. Sedangkan biaya-biaya yang berkaitan dengan alas
hak/alat bukti perolehan/penguasaan tanah, patok batas, materai dan BPHTB/PPh menjadi
tanggung jawab Peserta PRONA.
Peserta PRONA berkewajiban untuk:
1. Menyediakan/menyiapkan Alas hak/alat bukti perolehan/penguasaan tanah yang akan
dijadikan dasar pendaftaran tanah sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Menunjukkan letak dan batas-batas tanah yang dimohon (dapat dengan kuasa).
3. Menyerahkan Bukti Setor Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan
Bukti Setor Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh) bagi
peserta yang terkena ketentuan tersebut.
4. Memasang patok batas tanah sesuai ketentuan yang berlaku.
KRITERIA SUBYEK PRONA
Subyek atau peserta PRONA adalah masyarakat golongan ekonomi lemah sampai dengan
menengah. Masyarakat golongan ekonomi lemah sampai dengan menengah yang memenuhi
persyaratan sebagai subyek/peserta PRONA yaitu pekerja dengan penghasilan tidak tetap
antara lain petani, nelayan, pedagang, peternak, pengrajin, pelukis, buruh musiman dan lain-
lain pekerja dengan penghasilan tetap:
1. pegawai perusahaan baik swasta maupun BUMN/BUMD dengan penghasilan per bulan
sama atau di bawah Upah Minimum Regional (UMR) yang ditetapkan oleh masing-
masing kabupaten/kota, yang dibuktikan dengan penetapan Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) dan surat keterangan penghasilan dari perusahaan;
2. veteran, Pegawai Negeri Sipil pangkat sampai dengan Penata Muda Tk.I (III/d), prajurit
Tentara Nasional Indonesia pangkat sampai dengan Kapten dan anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia pangkat sampai dengan Komisaris Polisi, dibuktikan dengan
foto copy Surat Keputusan pangkat terakhir;
3. istri/suami veteran, istri/suami Pegawai Negeri Sipil, istri/suami prajurit Tentara
Nasional Indonesia, istri/suami anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam huruf b), dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan
pangkat terakhir dan akta nikah;
4. pensiunan Pegawai Negeri Sipil, pensiunan Tentara Nasional Indonesia dan pensiunan
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dibuktikan dengan foto copy Surat
Keputusan pensiun;
5. janda/duda pensiunan Pegawai Negeri Sipil, janda/duda pensiunan Tentara Nasional
Indonesia, janda/duda pensiunan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,
dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pensiun janda/duda dan akta nikah.
KRITERIA PENETAPAN LOKASI
Di dalam penetapan lokasi PRONA perlu memperhatikan kondisi wilayah dan infrastruktur
pertanahanan yang tersedia.
1. Kondisi Wilayah:
Lokasi Kegiatan PRONA diarahkan pada wilayah-Wilayah sebagai berikut:
 desa miskin/tertinggal;
 daerah pertanian subur atau berkembang;
 daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah miskin kota;
 daerah pengembangan ekonomi rakyat;
 daerah lokasi bencana alam;
 daerah permukiman padat penduduk serta mempunyai potensi cukup besar untuk
dikembangkan;
 daerah diluar sekeliling transmigrasi;
 daerah penyangga daerah Taman Nasional;
 daerah permukiman baru yang terkena pengembangan prasarana umum atau relokasi
akibat bencana alam.
2. Infrastruktur Pertanahan
Penetapan lokasi wilayah desa/kelurahan PRONA, hendaknya memperhatikan ketersediaan
infrastruktur pertanahan, antara lain:
i. Rencana Umum Tata Ruang Wilayah;
ii. Inventarisasi Pengaturan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T);
iii. Peta Penatagunaan Tanah;
iv. Peta Pengukuran dan Pendaftaran Tanah (Fotogrametis);
v. Infrastruktur Titik Dasar Teknik dan Peta Dasar Pendaftaran;
vi. Teknologi Informasi dan Komunikasi;
vi. Mobil dan peralatan Larasita; dan
vii. Infrastruktur lainnya.
KRITERIA OBYEK PRONA
1. Tanah sudah dikuasai secara fisik
2. Mempunyai alas hak (bukti kepemilikan)
3. Bukan tanah warisan yang belum dibagi
4. Tanah tidak dalam keadaan sengketa
5. Lokasi tanah berada dalam wilayah kabupaten lokasi peserta program yang
dibuktikan dengan KTP
6. Memenuhi ketentuan tentang luas tanah maksimal obyek PRONA.
LUAS dan JUMLAH TANAH OBYEK PRONA
1. Tanah Negara:
 Tanah non pertanian dengan luas sampai dengan 2.000 m2 (dua ribu meter persegi),
kecuali obyek PRONA yang berlokasi wilayah Kab/Kota Kantor Pertanahan tipe A
sampai dengan luas 500 m2 (lima ratus meter persegi); dan
 Tanah pertanian dengan luas sampai 2 ha (dua hektar).
2. Penegasan konversi/pengakuan hak :
 Tanah non pertanian dengan luas sampai dengan 5.000 m2 (lima ribu meter persegi),
kecuali obyek PRONA yang berlokasi wilayah Kab/Kota Kantor Pertanahan tipe A
sampai dengan luas 1.000 m2 (seribu meter persegi); dan
 Tanah pertanian dengan luas sampai 5 ha (lima hektar).
3. Jumlah bidang tanah:
Bidang tanah yang dapat didaftarkan atas nama seseorang atau 1 (satu) peserta dalam kegiatan
PRONA paling banyak 2 (dua) bidang tanah
TAHAPAN PELAKSANAAN PRONA
1. Penyerahan DIPA
2. Penetapan Lokasi
3. Penyuluhan
4. Pengumpulan data (alat bukti/alas hak, Penetapan Peserta)
5. Pengukuran dan Pemetaan
6. Pemeriksaan Tanah
7. Pengumuman
8. Penerbitan SK Hak/Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis (Penetapan Hak)
9. Penerbitan sertipikat/Pembukuan Hak
10.Penyerahan Sertipikat
SUMBER BIAYA PRONA
Biaya untuk pelaksanaan pengelolaan kegiatan PRONA bersumber dari rupiah murni pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang dialokasikan ke DIPA-BPN RI.
Anggaran dimaksud meliputi biaya untuk:
1. Penyuluhan;
2. Pengumpulan Data (alat bukti/alas hak);
3. Pengukuran Bidang Tanah;
4. Pemeriksaan Tanah;
5. Penerbitan SK Hak/Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis;
6. Penerbitan Sertipikat;
7. Supervisi dan Pelaporan.
Sedangkan biaya materai, pembuatan dan pemasanagan patok tanda batas, Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah
dan Bangunan (PPh) bagi yang terkena ketentuan perpajakan menjadi beban kewajiban peserta
program.

Tandatangan Dulu atau Transfer Dulu?

Pertanyaan diatas merupakan sebuah kisah nyata. Silahkan lanjut dibaca…


Jual beli atas benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan harus dibuat dengan akta yang
dibuat oleh pejabat publik yang dikenal dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Prosesnya adalah setelah para pihak memberikan kelengkapan formal seperti data-data
mengenai subjek dan objek jual beli, PPAT akan menyiapkan Akta Jual Beli (AJB).
Jadi ketika hari yang disepakati tiba para pihak akan datang ke kantor PPAT untuk
menandatangani AJB tersebut. Akan sangat mudah kalau penjual dan pembeli sudah saling
kenal dan objek jual belipun sudah sama-sama diketahui sehingga tidak ada lagi kemungkinan
masalah mengenai objek jual beli tersebut.
Halnya pembayaranpun, karena sudah saling kenal dan saling percaya, mungkin saja sudah
lunas diterima oleh penjual sehingga keperluan ke kantor PPAT hanya mensyahkan proses jual
beli sehingga bisa dilakukan balik nama atas sertifikatnya. Karena balik nama sertifikat hanya
bisa dilakukan berdasarkan akta-akta yang dibuat oleh PPAT, seperti akta jual beli, akta hibah,
akta pembagian hak bersama dan lain-lain, begitulah Undang-undang mengatur.
Lain halnya jika penjual dan pembeli belum saling mengenal, dimana pembeli memperoleh
informasi rumah atau tanah dijual ini dari iklan koran atau internet atau melalui jasa broker
property. Proses pembayaran harus betul-betul membuat para pihak merasa aman bin nyaman.
Masalah tidak akan timbul kalau saja para pihak melek hukum, mengerti proses jual beli,
mengerti fungsi Notaris/PPAT. Nah jika para pihak ini tidak mengerti tentang proses jual beli,
maka akan menimbulkan kesulitan tersendiri dalam proses penandatanganan AJB dan
pembayaran harga jual beli.
Jika pembayaran jual beli bisa dilakukan dengan uang tunai atau pembeli sanggup membayar
secara tunai di kantor Notaris pada saat penandatangan AJB maka proses jual beli akan lancar
jaya. Begitu tandatangan AJB selesai pembeli membayar kepada penjual.
Akan tetapi jika pembayaran tidak bisa dilakukan secara tunai di kantor Notaris karena hal
tertentu, misalnya jumlahnya yang besar sehingga tidak efektif jika membawa uang tunai
maka pembayaran harus dilakukan melalui proses perbankan. Dimana proses perbankan ini
memerlukan jeda waktu antara penandatanganan AJB dengan proses pembayaran di bank.
Tandatangan dulu atau transfer dulu?
Pertanyaan dan kondisi ini merupakan situasi yang pernah terjadi di kantor seorang teman
pada saat mentransaksikan objek yang bernilai cukup besar, sehingga pembayaran tidak
memungkinkan dengan pembayaran uang tunai, pola pembayaran yang disepakati adalah
dengan proses transfer rekening. Dan para pihak belum saling mengenai secara baik, sehingga
belum timbul rasa saling percaya diantara mereka… weleh weleh…
Kondisinya adalah, penjual tidak mau menandatangani AJB sebelum uang pembayaran
masuk ke rekeningnya sementara pembeli sudah siap-siap akan mentransfer uang jika penjual
sudah menandatangani AJB. Keduanya sama-sama ngotot. Keduanya sama-sama tidak mau
mengalah dan saling merasa paling benar. Kenapa?
Penjual sangat khawatir jika setelah ia menandatangani AJB, pembeli tidak mentransfer
uangnya. Sebaliknya pembeli juga memiliki kekhawatiran yang tidak kalah hebatnya jika
setelah uang ditransfer penjual tidak mau menandatangani AJB. Ketakutan yang berlebihan
memang…
Untuk mengatasi masalah ini, Notaris/PPAT harus mampu memberikan pengertian kepada
masing-masing pihak terutama kepada penjual bahwa AJB yang ditandatangani oleh para
pihak tidak akan ada artinya jika belum ditandatangani oleh PPAT dan diberi nomer akta.
PPAT yang merupakan pejabat publik harus berdiri di kedua belah pihak, tidak boleh
memihak ke salah satu pihak. Dalam kasus ini PPAT akan menandatangani AJB dan memberi
nomer akta sehingga AJB dianggap sah apabila penjual sudah menerima pembayaran harga
seluruhnya, hal ini harus disampaikan kepada penjual sehingga doi tidak ada keraguan lagi
untuk menandatangani AJB terlebih dahulu sebelum menerima uang pembayaran dari
pembeli.
Begitu juga kepada pembeli bahwa pembayaran dilakukan setelah dipersilahkan dibayar oleh
PPAT. Dia harus percaya bahwa jika PPAT sudah mempersilahkan membayar berarti segala
sesuatunya mengenai proses jual beli sudah tidak ada kendala. Legalitas sudah ok dan penjual
sudah menandatangani AJB secara sempurna.
Jadi bagi anda yang akan menjual dan membeli property, harus mempercayakan segala
sesuatunya kepada PPAT. Untuk penjual, jika PPAT sudah mempersilahkan tandatangan ya
anda harus tandatangan. Begitu juga bagi anda sebagai pembeli, jika diminta PPAT untuk
membayar ya silahkan dibayar…
Dengan demikian akhir bahagia lagi tho?
Penjual dapat uang, pembeli dapat rumah atau tanah, PPAT mendapat uang jasa dan negara
mendapatkan uang dari PPh danBPHTB… hehehehehe…

Apa Itu Girik ?


Tanah girik merupakan istilah populer dari tanah adat atau tanah-tanah lain yang belum di
konversi menjadi salah satu tanah hak tertentu (seperti hak milik, hak guna bangunan, hak
pakai, hak guna usaha) dan belum didaftarkan atau disertifikatkan pada Kantor Pertanahan
setempat. Tanah girik atau tanah bekas hak milik adat ini merupakan tanah yang dikuasai
masyarakat dalam keadaan belum bersertifikat, oleh karenanya ditandai dengan surat girik. Di
desa, bukti kepemilikan hak atas tanah tersebut dikenal dengan petuk pajak, yakni seperti
dalam bentuk girik, ketitir, pipil, petok D, rincik, dan lain-lain. Sedangkan untuk tanah hak
milik adat yang berada di kota besar disebut dengan verponding Indonesia. Meskipun
demikian, surat-surat tersebut bukanlah merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah
melainkan hanya sebagai bukti pembayaran pajak atas tanah, yang saat ini dikenal dengan
sebutan bukti pembayaran pajak.
Peralihan hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan dari tangan ke tangan, dimana
semula bisa berbentuk tanah yang sangat luas, dan kemudian di bagi-bagi atau dipecah-pecah
menjadi beberapa bidang tanah yang lebih kecil. Peralihan hak atas tanah girik tersebut
biasanya dilakukan di hadapan Lurah atau kepala desa. Namun demikian, banyak juga yang
hanya dilakukan berdasarkan kepercayaan dari para pihak saja, sehingga tidak ada surat-surat
apapun yang dapat digunakan untuk menelusuri kepemilikannya. Terhadap tanah-tanah
tersebut pun masih dapat dilakukan jual beli, yakni melalui jual beli yang dilakukan dihadapan
PPAT dengan penadatanganan Akta Jual Beli (AJB) atau melalui permohonan pendaftaran
tanah untuk pertama kali ke kantor pertanahan kabupaten/kotamadya. Adapun syarat-syarat
dalam melakukan permohonan pendaftaran sertifikat akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Bukti pembayaran pajak atas surat girik, petuk pajak bumi, pipil atau ketitir;
2. Surat perolehan tanah, seperti Akta Jual Beli (AJB) bilamana terjadi jual beli tanah,
keterangan waris, ataupun hibah;
3. Kuitansi jual beli;
4. Surat keterangan riwayat tanah;
5. Surat pernyataan bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa;
6. Identitas pemohon hak atas tanah, seperti KTP, Kartu Keluarga, Akta Pendirian
Badan Hukum;
7. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Tanda Terima Setoran Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB), biasanya sepuluh tahun terakhir;
8. Bukti bayar Bea Perolehan Hak atas Tanah/Bangunan (BPHTB);
9. Surat permohonan pengukuran tanah, dan formulir ini dapat diperoleh di kantor
pertanahan setempat;
10. Surat Kuasa bermaterai jika pengurusan sertifikat dikuasakan kepada orang lain;
11. Surat pernyataan pemasangan tanda batan, dan formulir ini dapat diperoleh di kantor
pertanahan setempat.
Dalam waktu 60 (enam puluh) hari, maka kantor pertanahan setempat akan mempublikasikan
data fisik dan data yuridis tanah yang bersangkutan di kantor pertanahan dan kantor
desa/kelurahan setempat.
Pertanyaan :
Jual Beli Tanah Girik
Bagaimana cara pengurusan pembelian tanah girik (tanpa sertifikat hak milik) sesuai
peraturan?

Jawaban :
Girik bukan merupakan tanda bukti atas tanah, tetapi bukti bahwa pemilik girik menguasai
tanah milik adat dan sebagai pembayar pajak atas bidang tanah tersebut beserta dengan
bangunan yang ada di atasnya (apabila ada). Jadi, girik tidak dapat dipersamakan dengan
sertifikat hak atas tanah seperti ada yang ada sekarang.
Cara pengurusan pembelian tanah girik:
1. Pastikan dulu bahwa girik yang dipakai adalah girik asli;
2. Minta bukti pembayaran PBB dari si pemilik girik;
3. Surat keterangan bahwa tanah tersebut tidak berada di dalam sengketa dari
Kelurahan/Kecamatan atau kepala desa;
4. Surat keterangan riwayat tanah dari Kelurahan/Kecamatan atau kepala desa (dari mana dan
siapa saja pemilik tanah tersebut sebelumnya sampai saat ini);
5. Surat keterangan dari Kelurahan/Kecamatan atau kepala desa bahwa tanah tersebut tidak
diperjualbelikan kepada siapapun;
6. Tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain.
Cara mengajukan permohonan hak:
1. Minta girik asli dari penjual dan pastikan nama penjual yang tercantum dalam girik tersebut
adalah nama yang akan tercantum dalam Akta Jual Beli nantinya.
2. Pastikan bahwa objek yang termasuk di dalam tanah girik, kemudian dikuasai secara fisik
3. Melakukan permohonan hak dengan mengajukannya ke kantor Badan Pertanahan Nasional
(BPN) Wilayah dengan tahapan secara umum;
a. Pengakuan fisik tanah dilanjutkan dengan pembuatan gambar situasi;
b. Penelitian dan pembahasan panitia Ajudikasi;
c. Pengumuman surat permohonan tersebut;
d. Penerbitan surat keputusan pemberian hak;
e. Pencetakan sertifikat tanah.
Mengurus girik ke akta jual beli dan sertifikat
By admin on November 15,2013
Menyambung dengan artikal sebelumnya mengenai cara mengurus surat tanah, kali ini akan
sedikit mengulas cara mengurus girik ke akta jual beli dan sertifikat. Mungkin sebagian
dari Anda masih bertanya-tanya apa itu tanah girik. Tanah girik adalah sebutan lain untuk
tanah adat atau tanah yang belum dikonversi menjadi salah satu tanah dengan hak tertentu.
Tanah ini belum pernah didaftarkan pada kantor pertanahan setempat. Istilah tanah kategori ini
bisa bermacam-macam. Tanah girik biasa disebut petok D, rincik, atau ketitir. Pada umumnya
tanah girik berupa satu petak luas yang kemudian dapat dibagi-bagi menjadi beberapa bidang
tanah yang lebih kecil, biasanya dilakukan langsung dari tangan ke tangan dan berdasarkan
kesepakatan dari pihak saja dan tidak ada surat tertentu untuk menelusuri kepemilikannya.
Proses dari girik ke Akta jual beli dan sertifikat
Kelebihannya umumnya tanah girik cenderung lebih murah harganya dibanding dengan tanah
bersetifikat. Kekurangannya Anda hanya perlu mengurus proses pensertifikatan tanah (istilah
untuk pendaftaran tanah pertama kali). Namun jangan khawatir berikut akan saya share
langkah-langkah yang perlu Anda cermati, selamat menyimak
1. Pastikan Anda meminta surat rekomendasi dari lurah/camat
2. Meminta surat tanah tidak dalam sengketa dari RT/RW/Lurah
3. Peninjauan dan pengukuran tanah oleh pihak kantor pertanahan
4. Pembuatan denah terbaru
5. Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sesuai luas pada denah terbaru
6. Penerbitan SK pemilikan tanah (SKPT)
7. Pembayaran Uang pemasukan ke negara (SPS)
8. Pembuatan akta jual beli
9. Penerbitan sertifikat tanah
Apabila semua tahapan telah dipenuhi dalam pengurusan tanah girik tersebut selanjutnya
proses penerbitan sertifikat dapat diterbitkan melalui notaris, biasanya memakan waktu antara
6 sampai 12 bulan, agak lama memang.
Jadi investasi tanah melalui tanah girik juga dapat dijadikan salah satu alternatif dalam
investasi tanah, cermat sebelum membeli
BAGAIMANA CARA MENSERTIFIKATKAN
TANAH GIRIK?
by Irma Devita / 31/08/2012
Sebelum kita membahas mengenai tata cara pensertifikatan tanah girik, saya merasa perlu
untuk menjelaskan, apa itu tanah girik. Secara awam, tanah girik adalah istilah populer dari
tanah-tanah yang belum bersertifikat. Walaupun itu berbentuk tanah bekas hak milik adat atau
tanah-tanah hak lain (seperti Eigendom, Verponding, dll) yang belum di konversi menjadi
salah satu tanah hak tertentu (Hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak guna usaha).
Tanah bekas hak milik adat yang belum didaftarkan atau di sertifikat kan pada Kantor
Pertanahan setempat di lingkungan masyarakat sebutannya bisa bermacam2, antara lain: girik,
petok D, rincik, ketitir, dll. Selain tanah bekas hak milik adat, masih terdapat beberapa jenis
tanah lainnya, yaitu: tanah garapan, tanah verdedaal (milik tuan tanah), tanah hak sewa jaman
belanda, serta tanah-tanah verponding lainnya. Berbeda dengan “Tanah Girik” yang
merupakan tanah bekas hak milik adat, tanah-tanah hak barat seperti Verponding Indonesia,
Eigendom Verponding, erfpacht, opstaal, vruchtgebruik, dll. Tanah-tanah hak barat tersebut
seharus nya pada tahun 1960 pada saat lakukannya unifikasi Hukum Tanah dengan lahirnya
Undang-Undang Pokok Agraria, maka seluruh tanah-tanah hak barat dan tanah adat dilakukan
konversi secara serentak. Namun demikian, di lapangan masih banyak rakyat yang karena
ketidak fahamannya, belum mengajukan permohonan konversi hak atas tanah yang
dimilikinya. Untuk penjelasan tentang hak-hak barat tersebut bisa di baca di Berhubung
terdapat begitu banyaknya jenis hak atas tanah yang belum bersertifikat, dengan metode
pendaftaran (pensertifikatan) yang berbeda-beda, maka perlu saya buat disclaimer di sini,
bahwa dalam pembahasan kita kali ini adalah metode pendaftaran/pensertifikatan atas tanah
girik yang merupakan tanah bekas hak milik adat. Karena dalam praktik jenis tanah hak inilah
yang paling banyak terjadi di lapangan. Pensertifikatan untuk tanah-tanah jenis hak lainnya
maupun permohonan konversi atas tanah-tanah hak barat akan saya bahas kemudian secara
tersendiri. Insya Allah! Peralihan hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan dari tangan
ke tangan, dimana semula bisa berbentuk tanah yang sangat luas, dan kemudian di bagi2 atau
dipecah2 menjadi beberapa bidang tanah yang lebih kecil. Peralihan hak atas tanah girik
tersebut biasanya dilakukan di hadapan Lurah atau kepala desa. Namun demikian, banyak juga
yang hanya dilakukan berdasarkan kepercayaan dari para pihak saja, sehingga tidak ada surat-
surat apapun yang dapat digunakan untuk menelusui kepemilikannya. Pensertifikatan tanah
girik tersebut dalam istilah Hukum tanah disebut sebagai Pendaftaran Tanah Pertama kali .
Pendaftaran tanah untuk pertama kalinya untuk tanah bekas hak milik adat dan tanah garapan,
dalam prakteknya prosesnya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mendapatkan surat rekomendasi dari lurah/camat perihal tanah yang bersangkutan, yang
menyatakan bahwa atas tanah tersebut belum pernah disertifikatkan serta riwayat
pemilikan tanah dimaksud yang dilampirkan dengan surat RIWAYAT TANAH.
2. Pembuatan surat yang menyatakan bahwa tanah tersebut tidak dalam keadaan sengketa
dari RT/RW/LURAH
3. Dilakukan tinjau lokasi dan pengukuran tanah oleh kantor pertanahan
4. Penerbitan Gambar Situasi atau Surat Ukur, yang dilanjutkan dengan pengesahannya
5. Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas tanah dan bangunan sesuai dengan luas yang
tercantum dalam Gambar Situasi atau Surat Ukur. Pembayaran BPHTB tersebut
dilakukan apabila tanah yang dimohon berasal dari tanah negara atau tanah garapan.
Atau dalam hal pada waktu proses pelaksanaan AJBnya dulu, BPHTB tersebut belum
dibayarkan. Jika berasal dari tanah bekas hak milik adat, tidak ada biaya BPHTB
tersebut.
6. Proses pertimbangan pada panitia A
7. Pengumuman di Kantor Pertanahan dan Kantor Kelurahan/Kecamatan letak tanah
setempat selama lebih kurang 2 bulan
8. Pengesahan pengumuman
9. Penerbitan Sertifikat tanah.
Untuk proses pensertifikatan tanah tersebut hanya dapat dilakukan jika pada waktu
pengecekan di kantor kelurahan setempat dan kantor pertanahan terbukti bahwa tanah tersebut
memang belum pernah disertifikatkan dan selama proses tersebut tidak ada pihak-pihak yang
mengajukan keberatan (perihal pemilikan tanah tersebut).
Pertanyaan yang paling sering ditanyakan sehubungan dengan hal ini adalah:
1. Berapa biaya yang diperlukan untuk mensertifikatkan tanah bekas hak milik adat
tersebut?
Hal ini sangat variatif, tergantung dari 3 hal, yaitu: lokasi tanah, nilai jual objek pajak (NJOP)
dan luas tanah dimaksud. Untuk itu bisa di konfirmasikan ke notaris ataupun kantor
pertanahan setempat. Jika di lokasi sekitar anda ada program PRONA atau pendaftaran tanah
secara sistematik secara serentak, ataupun program LARASITA, sebaiknya anda mengikuti.
Karena itu merupakan program dari pemerintah, sehingga tentunya biaya akan menjadi jauh
lebih ringan dan prosesnya akan menjadi lebih mudah dibandingkan jika anda
mendaftarkan/mensertifikatkan tanah tersebut dengan inisiatif sendiri (baca:Pensertifikatan
Tanah Secara Sporadik dan Baca juga: LARASITA)
2. Berapa lama prosesnya?
Apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi, dan tidak ada keberatan dari pihak-pihak tertentu,
maka proses pensertifikatan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 6 bulan sampai dengan 1
tahun. Namun, jika terjadi suatu kendala di lapangan, seperti pemekaran wilayah, tuntutan dari
pihak yang merasa berhak, atau sengketa, proses tersebut bisa memakan waktu lebih lama dari
yang diperkirakan. Bahkan hal-hal yang tidak berhubungan juga bisa menghambat proses
tersebut, misalnya karena pergantian kepala kantor pertanahan, kesalahan penunjukan batas
atau gambar atau human error lainnya, juga bisa menghambat proses tersebut di lapangan.
3. Siapakah yang berhak untuk mengajukan pendaftaran/pensertifikatan tersebut?
Tentu saja yang berhak adalah pemilik yang sah ataupun ahli waris yang sah dari tanah
dimaksud ataupun kuasa dari mereka. Sehingga, jika kepemilikan tanah tersebut masih
terdaftar atas nama nenek dari pihak yang akan mengajukan permohonan, harus diurus dulu
surat-surat waris (keterangan waris) yang menunjukkan bahwa pemohon adalah ahli waris
yang sah dari orang yang bersangkutan. Jika pemohon adalah pembeli akhir dari tanah
dimaksud, maka pemohon harus membuktikannya dengan melampirkan asli akta jual beli
tanah yang berkenaan.
4. Mengapa setelah terbit sertifikat tanahnya, asli akta jual beli dan asli surat-surat tidak
dikembalikan ke kami?
Surat-surat tanah yang asli beserta akta jual beli tersebut digunakan sebagai bukti pendaftaran
tanah, dan juga dasar penerbitan sertifikat tanah yang anda terima. Hal ini juga mencegah agar
asli surat-surat tanah dan akta jual beli tersebut tidak beredar lagi di masyarakat untuk
diperjual belikan. Sehingga tidak terjadi potensi konflik di kemudian hari.
TATA CARA JUAL BELI TANAH
11/04/08 08:12
Saya dapat dari milis dan di Internet, Bila ada yang berpengalaman/ pernah melakukan
transaksi jual-beli tanah bisa menambah/koreksi.
Jual beli tanah merupakan hal yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Apabila antara penjual dan pembeli sudah bersepakat untuk melakukan jual beli tanah
terhadap tanah yang sudah bersertifikat maka beberapa langkah yang harus ditempuh adalah :
1. Akta Jual Beli (AJB)
Si penjual dan si pembeli harus datang ke Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
untuk membuat akta jual beli tanah. PPAT adalah Pejabat umum yang diangkat oleh
Kepala Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kewenangan membuat akta jual
beli dimaksud. Sedangkan untuk daerah-daerah yang belum cukup jumlah PPAT-nya,
Camat karena jabatannya dapat melaksanakan tugas PPAT membuat akta jual beli
tanah.
2. Persyaratan AJB
yang diperlukan untuk membuat Akta Jual Beli Tanah di Kantor Pembuat Akta Tanah
adalah :
1. Penjual membawa :
 Asli Sertifikat hak atas tanah yang akan dijual.
 Kartu Tanda Penduduk.
 Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
 Surat Persetujuan Suami/Isteri bagi yang sudah berkeluarga.
 Kartu Keluarga.
2. Sedangkan calon pembeli membawa :
 Kartu Tanda Penduduk.
 Kartu Keluarga.
3. Proses pembuatan akta jual beli di Kantor PPAT.
1. Persiapan Pembuatan Akta Jual Beli.
 Sebelum membuat akta Jual Beli Pejabat pembuat Akta Tanah
melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertifikat ke kantor
Pertanahan.
 Pejual harus membayar Pajak Penghasilan (PPh) apabila harga jual
tanah di atas enam puluh juta rupiah di Bank atau Kantor Pos.
 Calon pembeli dapat membuat pernyataan bahwa dengan membeli tanah
tersebut ia tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi
ketentuan batas luas maksimum.
 Surat pernyataan dari penjual bahwa tanah yang dimiliki tidak dalam
sengketa.
 PPAT menolak pembuatan Akta jual Beli apabila tanah yang akan dijual
sedang dalam sengketa.
2. Pembuatan Akta Jual Beli
 Pembuatan akta harus dihadiri oleh penjual dan calon pembeli atau
orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis.
 Pembuatan akta harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang
saksi.
 Pejabat pembuat Akta Tanah membacakan akta dan menjelaskan
mengenai isi dan maksud pembuatan akta.
 Bila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli maka akta
ditandatangani oleh penjual, calon pembeli, saksi-saksi dan Pejabat
Pembuat Akte Tanah.
 Akta dibuat dua lembar asli, satu lembar disimpan di Kantor PPAT dan
satu lembar lainnya disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk keperluan
pendaftaran (balik nama).
 Kepada penjual dan pembeli masing-masing diberikan salinannya.
Bagaimana langkah selanjutnya setelah selesai pembuatan Akta Jual Beli ?
 Setelah selesai pembuatan Akta Jual Beli, PPAT kemudian
menyerahkan berkas
Akta Jual Beli ke Kantor Pertanahan untuk keperluan balik nama
sertifikat.
 Penyerahan harus dilaksanakan selambat-lambatnya tujuh hari kerja
sejak
ditandatanganinya akta tersebut.
Berkas yang diserahkan itu apa saja ?
 Surat permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli.
 Akta jual beli PPAT.
 Sertifikat hak atas tanah.
 Kartu Tanda Penduduk (KTP) pembeli dan penjual.
 Bukti pelunasan pembayaraan Pajak Penghasilan (PPh).
 Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan.
Bagaimana prosesnya di Kantor Pertanahan ?
 Setelah berkas disampaikan ke Kantor Pertanahan, Kantor Pertanahan
memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama
kepada PPAT, selanjutnya oleh PPAT tanda bukti penerimaan ini
diserahkan kepada Pembeli.
 Nama pemegang hak lama (penjual) di dalam buku tanah dan sertifikat
dicoret dengan tinta hitam dan diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan
atau Pejabat yang ditunjuk.
 Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan
kolom yang ada pada buku tanah dan sertifikat dengan bibubuhi tanggal
pencatatan dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau
pejabat yang ditunjuk.
 Dalam waktu 14 (empat belas hari) pembeli sudah dapat mengambil
sertifikat yang sudah atas nama pembeli di kantor pertanahan
Pemisahan / Pemecahan SPPT PBB
Pertanyaan :
Saya membeli sebidang tanah girik seluas 250m status AJB dengan PBB masih gabung
dengan PBB induk dengan luas misal 2000 m. rencananya luas tanah yang 250 m saya
mengajukan ke Kantor Pajak supaya mempunyai PBB tersendiri dan pecah dari induk atas
nama sendiri.
Ada beberapa pertanyaan sehubungan dengan hal tersebut diatas dan mohon info:
1. Syaratnya apa jika tanah yang 250 m PPBnya diajukan pisah dari PBB induk?
2. Kira-kira biayanya dan berapa lama proses pengurusannya?
3. PBB induk dari tahun 2000-2005 belum dibayar sesuai data di kantor pajak. Apakah akan
menjadi hambatan pada pengurusan PPB terhadap tanah yang 250m ?
4. Kalau terpaksa harus dibayar apakah boleh jika hanya pajak PBB yang luas tanahnya 250 m
saja yang dibayar ?
Demikian dan terima kasih kepada TTM semuanya.
Thx
Jawaban :
akan mencoba menjawab dari pertanyaan mengenai PBB tanah yang Bapak beli.
1. untuk proses pemisahan PBB atau biasa di sebut “Pemecahan/Pecah PBB” untuk status
tanah girik adalah :
– Mengisi SPOP(Surat Pemberitahuan Objek Pajak) dengan benar,jelas dan lengkap,jangan
lupa untuk di tandatangani juga antara kedua pelah pihak. Bapak selaku pembeli,dan juga
penjual pun harus mengisi SPOP dan menandatangani.
untuk SPOP yang untuk Bapak,silahkan masukan luas tanah seluas yang Bapak peroleh pada
jual beli,untuk pembeli masukan luas sisa-nya.misalkan sebelumnya ada 2000 meter,berarti
tinggal dikurangi 250 meter.
Kalau lokasi objek yang Bapak beli masih tanah kosong tanpa bangunan,tidak perlu mengisi
lembar LSPOP (Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak),tetapi kalau dalam kenyataannya
ada bangunan yang melekat diatasnya,semi atau permanen silahkan lembar LSPOP diisi sesuai
dengan data yang ada di lapangan, mengisi luas bangunan berlaku juga untuk LSPOP dari
tanah yang dimiliki penjual.
– Copy KTP dan KK (Penjual dan Pembeli)
– Copy surat girik global (misalkan 2000meter) atau surat girik/surat kepemilikan yang
melekat dengan lokasi yang Bapak beli.
– Copy Akte jual beli dari tanah yang Bapak beli,biasanya kalau girik surat jual beli di
tandatangani oleh Kecamatan,yang mana Camat adalah PPAT Sementara yang diangkat oleh
Kanwil BPN(Badan Pertanahan Nasional).
– Copy STTS/Bukti Pembaran PBB dan SPPT Tahun terakhir,misalkan tahun 2009-atau-
– SPPT PBB Tahun 2009 Asli(kalau mau dipecah tahun ini juga,dan kondisi pembayaran
tahun 2009 blm dibayarkan),hasil proses pecah PBB bisa diterima tahun ini juga dan bisa
dilunasi sesuai dengan penguasaan/kepemilikan tanah yang Bapak miliki, tapi kalau ternyata
sudah dibayar,tahun depan SPPT Bapak baru akan diterima.
– Tidak ada tunggakan PBB
– Surat PM1 (Pengantar Masyarakat 1) dari kelurahan setempat,yang isinya menyatakan
bahwa lokasi/tanah tersebut adalah milik Bapak,sesuai dengan AJB No. XXX dan akan di urus
proses pemecahan/pemisahan SPPT PBB-nya di KPP Pratama xxxxx.
sebelumnya silahkan Bapak minta pengantar dari RT/RW setempat untuk membuat PM1 ke
Kecamatan.
2. Biaya proses pemisahan/pemecahan PBB tidak ada Pak,alias Gratis, yang penting tidak ada
tunggakan tahun2-tahun sebelumnya. Untuk lama proses-nya maksimal 30 hari kerja,tp untuk
lebih jelasnya ada di papan pengumuman yang ada di Kantor Pajak atau bisa ditanyakan
kepada petugas penerima berkas, jangan lupa untuk meminta dan menyimpan tanda terima
berkas untuk kontrol Bapak apakah pengurusan sudah selesai atau belum,bisa ditanyakan by
phone ke KPP Pratama dan menghubungi Seksi Ekstensifikasi.
3. status pembayaran tahun 2000-2005 tentunya akan menjadi hambatan Pak,sesuai syarat
tadi..harus bebas dari tunggakan,saran saya coba hubungi penjual saja Pak,mohon untuk
kiranya dilunasi PBB tahun dimaksud.
4. Tidak bisa,Pak… karena ada tunggakan dari objek pajak tersebut untuk tahun terdahulu,ada
denda didalamnya yang harus dilunasi dan untuk selanjutnya baru bisa di proses
pemecahan/pemisahan SPPT PBB-nya.
Poin Apa Saja yang Jadi Penentu Besaran Honor Jasa
Notaris dan PPAT?
Rabu, 16 September 2015

Suka enggak suka, perkara jual beli tanah atau properti pasti bakal berurusan dengan notaris
atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Itu sudah wajib hukumnya. Merekalah yang
berwenang dalam pengurusan dokumen dan legalitas dari transaksi. Kadang bagi yang awam,
bakal merasa bingung mau mengurus legalitas tanah atau properti ini ke notaris atau PPAT.
Hal ini wajar karena sering menemukan penggabungan kantor notaris/PPAT. Lalu pertanyaan
berikutnya, mana yang lebih murah mengurus dokumen ke notaris atau PPAT?
Oke, mari dibahas satu-satu.
Notaris
Notaris sendiri adalah pejabat umum yang bertugas membuat akta otentik atau tugas lain yang
ditentukan perundang-undangan. Notaris diatur dalam UU No 30/2004 tentang Jabatan Notaris
(UUJN). Di situ dijabarkan kewenangan notaris antara lain:
- Bikin akta otentik tentang perjanjian atau pun ketetapan
- Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat
- Mencatat surat-surat yang dibuat di bawah tangan
- Bikin sallinan dari surat-surat asli
- Melakukan pencocokan salinan dengan surat asli
- Bikin akta jual beli dan sertifikat tanah
Dari situ terlihat jelas area tugas notaris di ranah hukum privat, membuat akta atau perjanjian
antarwarga, warga dengan lembaga, maupun dengan pemerintah. Perjanjian itu bisa di bidang
kekeluargaan, perkawinan, maupun pertanahan.
PPAT
PPAT yang kependekan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah memang areanya bersinggungan
dengan notaris. Perlu ditekankan, seorang PPAT belum tentu notaris dan begitu pun
sebaliknya. Pihak yang mengangkat notaris dan PPAT pun beda.
Notaris diangkat Menteri Hukum dan HAM, sedangkan PPAT diangkat Kepala Badan
Pertanahan Nasional. Payung hukum PPAT adalah Peraturan Pemerintah No 37 tahun 1998
tentang Jabatan PPAT.
Di situ disebutkan PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta mengenai
perbuatan hukum tertentu atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.
Pendek kata, kewenangan PPAT lebih sempit dibanding notaris. Meski begitu, notaris juga
punya kewenangan membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.
Pilih Notaris atau PPAT?
Masalahnya, mana yang lebih ekonomis mengurus pembuatan Akta Jual Beli (AJB) dan
dokumen pertanahan lainnya ke notaris atau PPAT?
Sebenarnya tak ada bedanya mengurus tanah ke notaris atau PPAT. Negara sudah menunjuk
keduanya sebagai pihak yang berwenang dalam pengurusan transkasi jual beli tanah maupu
pembuatan akta.
Lalu apa yang dijadikan dasar dalam penentuan honor jasa notaris/PPAT itu? Berikut
rinciannya.
1. Lokasi tanah karena terkait dengan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). NJOP di Jakarta pasti
lebih tinggi daripada di Bogor.
2. Besaran pajak yang harus dibayarkan karena dalam penerbitan akta mesti dilunasi dulu
BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) dan PPh (Pajak Penghasilan)
3. Tarif pengurusan di kantor pertanahan yang bisa berbeda-beda di satu wilayah dengan
wilayah lain. Maksudnya, bisa jadi ada biaya-biaya non resmi yang mesti dibayarkan.
4. Tarif jasa notaris/PPAT bisa berbeda-beda tergantung dari domisili. Kalau domisili di kota
besar bakal lebih tinggi dari yang domisilinya di kota kecil. Selain itu, fee notaris/PPAT yang
senior bisa jadi lebih tinggi dari notaris/PPAT yang baru.
5. Lama waktu pengurusan. Rata-rata sekarang ini pengurusan pembuatan akta itu dalam
rentang 1-2 bulan. Notaris/PPAT bakal berusaha keras memenuhi target ini karena bila mereka
meleset bakal kena sanksi atau teguran.
Lima hal itu yang menjadi pertimbangan dari penentuan honor jasa notaris/PPAT. Meski
begitu, rata-rata honor pembuatan akta itu lazimnya 1,5% dari nilai transaksi jika tanahnya
belum dilengkapi sertifikat. Lain halnya tanah sudah bersertifikat bakal lebih murah hanya
0,5% dari
nilai transaksi
Tapi hati-hati ya, kalau ada yang nakal, minta honor di bawah tangan, tinggalin aja
Meski begitu dalam praktiknya tetap ada peluang notaris/PPAT yang memungut honor di atas
itu. Kenapa? Ya itu tergantung dari lima poin yang disebutkan di atas.
Bahkan bila di suatu daerah jumlah notaris/PPAT sangat sedikit, bisa jadi mereka akan ‘jual
mahal’. Kasusnya jadi berbeda jika banyak notaris/PPAT yang praktik di suatu wilayah, kita
bisa leluasa memilih mana yang lebih murah.
Sebagai saran, sebelum menentukan memilih jasa notaris dan PPAT, ada baiknya meminta
penjelasan secara rinci biaya yang dikeluarkan apa saja. Bila perlu penjelasan itu dalam bentuk
tertulis sebagai bukti tidak ada biaya siluman di kemudian hari.
Kemudian yang tak kalah penting, minta tanda terima surat-surat apa saja yang telah
diserahkan ke notaris/PPAT. Misalnya saja kuitansi, tanda terima, permohonan, surat
keterangan saksi, dan sebagainya.
Langkah ini dimaksudkan menjadi bukti sahih kalau dokumen itu sudah diserahkan ke
notaris/PPAT. Selain itu, jangan lupa untuk memeriksa dengan teliti isi dokumen yang hendak
ditandatangani. Jangan asal tanda tangan saja.
Kesimpulannya, transaksi jual beli tanah memang bukan perkara sederhana. Ada pihak ketiga
dalam hal ini notaris/PPAT yang terlibat untuk menerbitkan keabsahan dari transaksi itu. Agar
lebih aman, lebih baik carilah notaris/PPAT yang direkomendasikan kawan atau kerabat.

Anda mungkin juga menyukai