1. Visum pemeriksaan kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang dilakukan terhadap korban
hidup, korban mati, benda tubuh, atau yang berasal dari tubuh, yang hasil pemeriksaan tersebut nantinya
berfungsi sebagai bukti di pengadilan.
2. DOA Death On Arrival, sebuah kondisi yang digunakan untuk menjelaskan keadaan pasien yang
ditemukan telah meninggal secara klinis ketika datang ke RS dan belum sempat dilayani oleh tenaga medis.
HIPOTESIS
1. Mengapa dilakukan visum pada perempuan yang mengaku diperkosa tersebut dan apa saja yang
diperiksa?
2. Mengapa dilakukan visum pada kasus usaha pembunuhan?
3. Bagaimana cara menentukan derajat luka dari luka-luka yang terdapat pada korban menurut KUHP?
3. Apa jenis luka yang diperiksa pada tubuh pasien tersebut dan apa saja jenis luka lainnya?
4. Bagaimana mendiagnosis pasien meninggal karena keracunan?
5. Mengapa dilakukan pemeriksaan pada korban tenggelam dan apa saja tanda-tanda yang dapat ditemukan
pada pasien tenggelam?
6. Apa saja jenis VeR dan apa landasan hukum pembuatannya?
7. Mengapa dikeluarkan surat keterangan kematian dengan status DOA pada pasien tersebut?
8. Apa saja tanda-tanda kematian tak wajar yang ditemukan?
9. Mengapa dilakukan penggalian kubur dan apakah hal tersebut diperbolehkan?
10. Bagaimana cara melakukan identifikasi melalui pemeriksaan DNA?
11. Bagaimana cara membuat dan mengeluarkan surat keterangan kematian?
RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa dilakukan visum pada perempuan yang mengaku diperkosa tersebut dan apa saja yang
diperiksa?
VeR terdiri atas 4 macam:
1. VeR perlukaan (termasuk keracunan)
2. VeR kejahatan susila
3. VeR jenazah
4. VeR psikiatrik
Visum yang dilakukan pada perempuan yang mengaku diperkosa tersebut adalah VeR kejahatan susila.
Umumnya, korban kejahatan susila yang dimintakan VeR kepada dokter adalah kasus dugaan adanya
persetubuhan yang diancam hukuman oleh KUHP. Persetubuhan yang diancam hukuman oleh KUHP
meliputi pemerkosaan, persetubuhan pada wanita yang tidak berdaya, dan persetubuhan pada wanita
yang belum cukup umur.
Tujuan VeR tersebut adalah untuk membuktikan adanya persetubuhan, adanya kekerasan (termasuk
pemberian racun/obat/zat agar menjadi tidak berdaya), serta usia korban.
Pembuktian adanya persetubuhan pemeriksaan fisik terhadap kemungkinan adanya deflorasi himen,
laerasi vulva atau vagina, serta adanya cairan mani dan sperma dalam vagina terutama dalam forniks
posterior.
3. Bagaimana cara menentukan derajat luka dari luka-luka yang terdapat pada korban menurut
KUHP?
Penganiayaan ringan (pasal 352 KUHP) didalam ilmu kedokteran forensik diterjemahkan menjadi
luka derajat pertama yaitu luka yang tidak berakibat penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencaharian.
Penganiayaan (pasal 351 KUHP) diterjemahkan menjadi luka derajat kedua yaitu luka yang
menimbulkan penyakit atau halangan dalam melakukan pekerjaan jabatan atau pencaharin untuk
sementara waktu.
Apabila penganiayaan tersebut mengakibatkan luka berat, maka seperti yang dimaksud dalam
pasal 90 KUHP maka disebut luka derajat tiga. Luka berat berarti :
1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh kembali, atau yang
menimbulkan bahaya maut
2. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian
3. Kehilangan salah satu panca indera
4. Mendapat cacat berat (kudung)
5. Menderita sakit lumpuh
6. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan
3. Apa jenis luka yang diperiksa pada tubuh pasien tersebut dan apa saja jenis luka lainnya?
luka yang memanjang luka sayat,
luka yang dalam luka tusuk
serta luka di bagian perut yang memerlukan laparotomi.
Klasifikasi kekerasan menurut penyebab:
1. Mekanik:
a. Kekerasan tumpul: memar, luka lecet tekan, luka lecet geser, luka robek (luka terbuka dengan ciri tepi
luka tidak rata, terdapat jembatan jaringan, terdapat sudut luka yang tumpul)
b. Kekerasan tajam: luka terbuka dengan ciri tepi luka rata, sudut luka lancip atau salah satu sudut luka
lancip, sudut lainnya tumpul, misalnya luka sayat, luka tusuk, luka bacok
c. Senjata api: luka tembak
2. Fisika:
a. Suhu: luka akibat suhu tinggi (luka bakar), luka akibat suhu rendah
b. Listrik dan petir
3. Kimia:
a. Asam kuat
b. Basa kuat
4. Bagaimana mendiagnosis pasien meninggal karena keracunan?
1. Anamnesa kontak dgn racun
2. Sisa barang bukti
3. Gejala klinis yang sesuai
4. Kelainan yang sesuai pada pemeriksaan korban
5. Analisa kimia/pem. lab.toksik. ditemukan racun/metabolit/ limbah secara sistemik dlm tubuh korban.
5. Mengapa dilakukan pemeriksaan pada korban tenggelam dan apa saja tanda-tanda yang dapat
ditemukan pada pasien tenggelam?
Pemeriksaan Luar Jenazah
Pemeriksaan luar jenazah yang dapat dijadikan petunjuk pada mati tenggelam di air laut maupun
air tawar adalah (Abraham et al, 2009).
a. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan benda-benda asing lain yang
terdapat di dalam air, kalau seluruh tubuh terbenam dalam air.
b. Schaumfilz froth merupakan busa halus pada hidung dan mulut. Teori intravital menyebutkan
Schaumfilz sebagai bagian dari reaksi intravital. Pada waktu air memasuki trakea, bronkus, dan saluran
pernapasan lainnya, maka terjadi pengeluaran sekret oleh saluran tersebut. Sekret ini akan terdorong
keluar oleh udara pernapasan sehingga berbentuk busa mukosa
c. Mata setengah terbuka atau tertutup. Jarang terjadi perdarahan atau bendungan.
d. Kutis anserina atau goose flesh merupakan reaksi intravital, jika kedinginan, maka muskulus erektor
pili akan berkontraksi dan pori-pori tampak lebih jelas. Kutis anserina biasanya ditemukan pada kulit
anterior tubuh terutama ekstremitas. Gambaran seperti kutis anserina dapat juga terjadi karena rigor
mortis pada otot tersebut.
e. Washer woman’s hand. Telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan berkeriput yang disebabkan
karena imbibisi cairan ke dalam kutis dan biasanya membutuhkan waktu yang lama. Tanda ini tidak
patognomomik karena mayat yang lama dibuang ke dalam air akan terjadi keriput juga.
f. Cadaveric spasm, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu korban berusaha
menyelamatkan diri dengan cara memegang apa saja yang terdapat dalam air.
g. Luka lecet akibat gesekan benda-benda dalam air. Luka lecet biasanya dijumpai pada bagian menonjol,
seperti kening, siku, lutut, punggung kaki atau tangan. Puncak kepala mungkin terbentur pada dasar
ketika terbenam, tetapi dapat pula terjadi luka post-mortal akibat benda-benda atau binatang dalam air.
h. Dapat ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia seperti sianosis, Tardieu spot. Petekie dapat muncul pada
kasus tenggelam, tetapi lebih sedikit daripada gantung diri karena pada tenggelam tidak terjadi
kematian secara mendadak sehingga pecahnya kapiler tidak secara tiba-tiba atau hanya sedikit.
Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan bedah jenazah dapat ditemukan busa halus dan benda asing, seperti pasir atau
tumbuhan air, dalam saluran pernapasan (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997).
Bila terdapat kecurigaan kematian akibat keracunan logam berat maka sampel tanah sekitar hrs
diambil untuk pemeriksaan toksikologi
Perlu diketahui bahwa sumber logam berat adalah tanah,shg dokter hrs yakin bahwa kadar logam
berat yg ditemukan benar berasal dari tubuh korban,bukan dari tanah sekitar
Menurut peraturan bersama Mendagri dan Menkes No. 15 Tahun 2010, nomor 162/MENKES/PB/I/2010,
tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab Kematian, menyebutkan :
BAB I Pasal 7 KODEKI, “Setiap dokter hanya memberikan keterangan dan pendapat yang telah diperiksa
sendiri kebenarannya.”
BAB II Pasal 12 KODEKI, “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu ang diketahuinya tentang
seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia.”
Pasal 267 KUHP : Ancaman pidana untuk surat keterangan palsu.
Pasal 179 KUHAP : Wajib memberikan keterangan ahli demi pengadilan, keterangan yang diberikan
didahului dengan sumpah jabatan atau janji.
Yang berhubungan dengan kematian dan adanya keterangan dokter secara terperinci, yaitu nama, usia,
tempat dan tanggal kematian.
Bagian yang menyatakan pelaporan penyebab kematian, yaitu :
Sebab primer, yaitu Immediate cause of death (Sebab kematian segera) dan Countributery cause of
death (Sebab kematian tambahan). Surat keterangan primer berisi tentang sebab utama yang menyebabkan
kematian. Sebab kematian segera adalah komplikasi fatal yang dapat membunuh penderita yang berasal
dari sebab utama. Sedangkan sebab kematian tambahan merupakan proses yang tidak ada hubungannya
dengan sebab utama dan sebab segera dari kematian, tetapi mempunyai tambahan resiko yang
menyebabkan kematian.
Bagian terakhir dari surat keterangan kematian berisi tentang :
Kehadiran dokter saat melihat keadaan kritis penyakit penderita.
Penyebab kematian tersebut ditulis dengan benar, berdasarkan keyakinan dan keilmuannya.
Surat keterangan kematian dibuat atas dasar pemeriksaan jenazah, minimal pemeriksaan luar.
Dalam hal kematian berkaitan dengan tindak pidana, pastikan bahwa prosedur hukum telah
dilakukan sebelum dikeluarkannya surat keterangan kematian. Suatu surat keterangan kematian
tidak boleh dikeluarkan atas seseorang yang meninggal diduga akibat suatu peristiwa pidana/mati
tidak wajar, tanpa pemeriksaan kedokteran forensik terlebih dahulu. Pembuatan surat keterangan
kematian harus dibuat secara hati-hati, mengingat aspek hukum yang luas, mulai dari urusan
pensiun, administrasi sipil, warisan santunan asuransi, hingga adanya kemungkinan pidana sebagai
penyebab kematian.
Surat keterangan kematian minimal berisi identitas korban, tanggal kematian, jenis pemeriksaan
dan sebab kematian. Pada rumah sakit yang sudah terdapat dokter spesialis Forensik dan sistem
pengeluaran jenazah satu pintu ke Bagian Forensik, maka surat keterangan kematian untuk seluruh
jenazah yang meninggal dirumah sakit dikeluarkan oleh dokter spesialis Forensik. Jika kematian
korban akibat suatu tindakan pidana, maka surat keterangan kematian boleh dikeluarkan setelah
dilakukan pemeriksaan forensik terhadap jenazah.