Achmad Qosjim
Staf Pengajar Jurusan IESP Fakultas Ekonomi Universitas Jember
Abstract
Based on the analysis it can be concluded that the ability of local revenue to total
revenue is still very small. It can be caused by the high contribution of the central
government to Jember. So it can be said Jember still not independent.
1. Pendahuluan
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah beserta
masyarakat bersama untuk mengelola dan memanfaatkan segala sumber daya yang ada
dimana kelanjutannya terciptanya integritas antara pemerintah daerah dengan swasta untuk
membuka lapangan kerja baru sehingga pada akhirnya pertumbuhan ekonomi daerah dapat
tercapai. Ciri pembangunan suatu daerah atau wilayah ditunjukan oleh sumbangan masing-
masing sektor ekonomi secara utuh.
Penyerahan kewenangan pemerintahan pusat kepada daerah disertai dengan
kewenangan pengelolaan keuangan. Pemerintah daerah harus memiliki sumber-sumber
penerimaan sendiri untuk membiayai pengeluaran (Simanjuntak dalam Prosoding, 1999:20).
Penerimaan daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah, sedangkan
pendapatan daerah merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih. Penerimaan daerah ditunjukan dengan besaran Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang dimiliki masing-masing daerah. Pendapatan asli daerah merupakan salah satu
kriteria penting untuk mengetahui dan mengukur secara nyata kemampuan daerah dalam
pelaksanaan otonomi daerah.
Kenyataannya pelaksanaan otonomi daerah masih tidak sesuai dengan konsep.
Pelaksanaan dan pengembangan jasa publik masih mengandalkan subsidi dari pemerintah
pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU). Hal ini seharusnya dibiayai oleh pemerintah
daerah melalui pendapatan asli daerah (PAD). Salah satu Pemerintah Daerah yang
mengandalkan Dana Alokasi Umum untuk pembangunan daerahnya adalah Kabupaten
Jember. Hal ini dikarenakan kontribusi Pendapatan Asli Daerah Terhadap PDRB masih
sangat rendah.
Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Jember terhadap PDRB masih sangat rendah. Pada
tahun 2006 kontribusi PAD terhadap PDRB Kabupaten Jember hanya 6,5% dan meningkat
menjadi 8% pada tahun 2007. Kontribusi PAD Kabupaten Jember terhadap PDRB semakin
249
Achmad Qosjim dan Ahmad Kholil Nurhadi. Analisis Pad dan Tingkat Kemandirian
meningkat pada tahun 2008 mencapai 9,8%. Hal ini mengisyaratkan bahwa pendapatan asli
daerah berpotensi untuk meningkat. Peningkatan pendapatan asli daerah yang terus-menerus
dapat menjadikan Kabupaten Jember mandiri dari sisi keuangan.
Potensi untuk menjadi kabupaten yang mandiri merupakan target realistis Kabupaten
Jember. Hal ini didukung oleh posisi Kabupaten Jember sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
kawasan timur Propinsi Jawa Timur. Secara sosial ekonomi Kabupaten Jember menjadi pusat
pelayanan jasa-jasa terutama jasa pemerintahan (government services), secara ekonomi-
demografi menjadi pusat kegiatan ekonomi atau aglomerasi dan pusat konsentrasi penduduk
yang mempunyai potensi pasar yang kuat bagi hasil-hasil produksi terutama bahan mentah
dari sektor pertanian. Peran PAD yang masih sangat kecil berpengaruh terhadap pendapatan
total Kabupaten Jember.
Pendapatan total yang besar akan menjadi kecil dengan melihat pendapatan per kapita
kabupaten Jember. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat.
Pada tahun 2007 jumlah penduduk kabupaten Jember mencapai 2.313.100 jiwa dengan
pendapatan per kapita Rp. 5537640.9 dan mengalami peningkatan pada tahun 2008 sebesar
2.320.844 jiwa dengan pendapatan per kapita Rp. 5798232.9.
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui kemampuan
Pendapatan Asli Daerah dan tingkat kemandirian Kabupaten Jember di era otonomi.
2. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian dengan pendekatan analisis
diskriptif komparatif-kuantitatif yaitu metode penelitian yang dilakukan untuk memecahkan
masalah yang terjadi saat ini melalui analisa tentang hubungan sebab akibat yakni yang
memiliki faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang
diselidiki dan membandingkan satu faktor dengan faktor lainya (Surakhmad, 1990: 139).
Penelitian ini juga bertujuan menghasilkan suatu generalisasi dari realita yang berkembang
melalui suatu metode pemikiran (Sumanto, 1995: 12).
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dinamika pendapatan asli
daerah, penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah kabupaten Jember sejak
dilaksanakanya otonomi daerah yaitu pada tahun 2000- 2009.
Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Jember dengan pertimbangan
Kabupaten Jember memiliki struktur perekonomian hampir sama dengan struktur
perekonomian dikebanyakan Kabupaten-kabupaten di Indonesia yaitu struktur ekonomi
agraris. Disamping itu sebagai pusat pengembangan wilayah Jawa Timur bagian timur,
dengan potensi sumber daya alam yang cukup melimpah.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tentang penerimaan dan
pengeluaran daerah pada tahun 2000/2001 - 2008/2009. Data tersebut diperoleh dari berbagai
instansi yang terdapat di wilayah Kabupaten Jember seperti Bappeda Kabupaten Jember,
Kantor BPS, Kantor Kas, Perbendaharaan Negara (KPKN) dan Kantor Pelayanan PBB.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a) Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah dalam menjalankan otonomi daerah,
salah satunya bisa di ukur melalui kinerja / kemampuan keuangan daerah. Dengan
menggunakan metode Rasio Keuangan Daerah sebagai berikut :
b) Derajat desentralisasi fiskal
Kemandirian daerah disini dimaksud adalah kemampuan pendapatan daerah seperti
PAD, dalam membiayai pengeluaran daerah seperti pengeluaran rutin dan pengeluaran
250
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 2, Mei 2013
c) Kebutuhan fiskal
Yaitu untuk mengukur kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi
pelayanan dasar umum. Semakin tinggi indeks, maka kebutuhan fiskal suatu daerah
semakin besar. Pengukuran dengan menghitung rata-rata kebutuhan fiskal standar se
propinsi, dengan formula sebagai berikut :
SKF =Jumlah pengeluaran daerah / jumlah penduduk/ Jumlah kabupaten
Kemudian menghitung Indeks Pelayanan Publik per kapita(IPP) masing masing
pemerintah kota : dengan formula sebagai berikut:
251
Achmad Qosjim dan Ahmad Kholil Nurhadi. Analisis Pad dan Tingkat Kemandirian
Berdasarkan tabel 1 diketahui PDRB Kabupaten Jember cukup bagus nilainya. Sektor
pertanian merupakan penyumbang utama PDRB Kabupaten Jember. Hal ini dapat dilihat dari
besarnya pendapatan sektor pertanian paling besar yaitu sebesar 45,63% dari total
keseluruhan PDRB. Penyumbang terbesar setelah sektor pertanian adalah sektor perdagangan,
hotel dan restoran yaitu sebesar 19,02% dari total keseluruhan PDRB. Penyumbang terkecil
PDRB Kabupaten Jember adalah sektor Listrik,Gas dan Air bersih yang besarnya adalah
0,79% dari seluruh jumlah PDRB. Sektor pertanian menjadi penyumbang utama PDRB
Kabupaten Jember karena penduduk Kabupaten Jember lebih banyak bekerja di sektor
pertanian, selain itu juga Kabupaten Jember mempunyai areal sawah yang cukup luas dan
subur terutama diwilayah Kabubapen Jember bagian selatan. Sedangkan sector perdagangan,
hotel dan restoran menjadi penyumbang kedua karena Kabupaten Jember mempunyai banyak
tempat-tempat wisata yang bagus sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang ke
Kabupaten Jember sehingga dapat meningkatkan pendapatan Kabupaten Jember.
252
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 2, Mei 2013
253
Achmad Qosjim dan Ahmad Kholil Nurhadi. Analisis Pad dan Tingkat Kemandirian
Pajak merupakan hak prerogatif pemerintah berupa pungutan yang didasarkan pada
undang-undang dan dapat dipaksakan kepada subyeknya tanpa batas yang langsung dapat
ditunjukkan (Guritno, 2001, 181). Hal terpenting Menurut Guritno, belum tentu si pembayar
pajak adalah pihak yang akhirnya menderita beban pajak tersebut. Karena ada kemungkinan
pajak tersebut dapat dilimpahkan kepada Pihak lain. Sedangkan pihak yang menderita karena
membayar pajak disebut tax impact.
Seiring dengan perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dari tahun
ke tahun, maka dibutuhkan toleransi masyarakat dalam membayar pajak untuk membiayai
pengeluaran pemerintah tersebut. Tingkat toleransi tersebut merupakan kendala bagi
pemerintah untuk menarik pungutan pajak. Dalam teorinya. Peacock dan Wiseman (Guritno,
2001, 173) mengatakan bahwa "perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak yang
semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah; dan meningkatnya penerimaan pajak
menyebabkan pengeluaran pemerintah juga meningkat. Oleh karena itu dalam keadaan
normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah juga semakin besar, begitu
pula pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar". Besarnya pengeluaran pemerintah tidak
sebanding dengan pendapatan dari sektor pajak. Rasio Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
Terhadap Total Penerimaan Daerah Jember ditunjukkan tabel 3
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui dana bagi hasil yang diterima oleh pemerintah
daerah dari pemerintah pusat sangat sedikit. Untuk Kabupaten Jember, kisaran dana bagi hasil
pajak dan bukan pajak berkisar antara 4%-7%. Nilai ini sangat sedikit sekali apabila
dibandingkan dengan pendapatan total daerah. Disisi lain pengeluaran untuk pembangunan
dan untuk pengeluaran rutin semakin meningkat. Hal ini menjadi indikasi bahwa dana bagi
hasil tidak memiliki potensi meningkatkan kemandirian daerah Jember.
Perubahan dalam bentuk hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan
implikasinya terhadap pengelolaan keuangan daerah telah melahirkan berbagai persepsi.
Sementara pihak meragukan kemampuan daerah, baik dari segi kesiapan sumberdaya manusia
maupun perangkat pendukungnya, sementara yang lain berpandangan bahwa saat pemerintah
daerah bisa menunjukan kemampuannya sebagai pelayan masyarakat dengan lebih baik
254
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 2, Mei 2013
dibanding sebelumnya. Ekses lain adalah keterbukaan atas informasi yang semakin luas
sehingga kebijakan yang dikeluarkan oleh pernerintah daerah dapat diamati oleh masyarakat,
terutama melalui peran media masa dan LSM (Halirn, 2004).
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tugas pemerintah adalah menyediakan
barang publik yang pembiayaannya melalui berbagai sumber, khususnya pajak. Dengan
kondisi kemampuan keuangan antar daerah berbeda, maka adanya sistem keuangan negara
yang dapat menjamin kelancaran pemerintahan dan pembangunan secara menyeluruh.
Alokasi tugas tersebut membawa konsekuensi pada perimbangan keuangan pemerintah pusat
dan daerah, terkait dengan kenyataan pada derajat otonomi yang tinggi (Suparmoko, 2002).
Berhubungan dengan pembiayaan pemerintahan di daerah, maka perlu diketahui
pendapatan yang pasti agar ada kepastian mengenai pelaksanaan dan keinginan kegiatan
pemerintahan di daerah. Perimbangan keuangan ini merupakan suatu sistem pembiayaan
dalam kerangka negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan pemerintah pusat dan
daerah. Selain itu juga merupakan pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis,
adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah sejalan
dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelengaraan kewenangan
tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Melalui dana perimbangan,
pemerintah daerah akan memperoleh alokasi dana besar sebagai konsekuensi otonomi daerah.
Tugas-tugas yang selarna ini secara sentralistik menjadi tugas pemerintah pusat kini menjadi
tugas pemerintah daerah. Oleh karena itu pembiayaan untuk pelaksanaan tugas-tugas tersebut
harus juga dialokasikan ke daerah melalui mekanisme perimbangan keuangan tersebut.
Artinya pemerintah daerah harus meningkatkan mutu pengelolaan keuangan. Rasio
Sumbangan Pemerintah Pusat Terhadap Total Pendapatan Daerah Jember ditunjukkan tabel 4.
255
Achmad Qosjim dan Ahmad Kholil Nurhadi. Analisis Pad dan Tingkat Kemandirian
suatu daerah semakin besar. Pengukuran dengan menghitung rata-rata kebutuhan fiskal
standar se propinsi. Kebutuhan Fiskal Kabupaten Jember ditunjukkanh tabel 5.
256
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 2, Mei 2013
Di lain sisi, laju inflasi di Jember dalam kurun waktu 2008-2011 cenderung turun.
Tahun 2008, inflasi Jember 11,10 persen, dan 2011 tinggal 4,93 persen. "Bila dibandingkan
dengan tren pendapatan per kapita yang mencapai 11,74 persen, maka dapat diartikan bahwa
rata-rata pertambahan pendapatan masyarakat Jember selalu lebih tinggi daripada rata-rata.
Pembangunan di Kabupaten Jember mengalami kemajuan signifikan. Terutama dalam bidang
ekonomi. Majunya pertumbuhan ekonomi di Jember ini, berdasarkan data dari Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemprov Jawa Timur, yang menyebutkan
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jember , pada tahun 2012 melebihi pertumbuhan yang
ada di Jawa Timur.
Pemkab Jember sangat mengharapkan sekali adanya masukan dari masyarakat luas,
guna menentukan arah pembangunan Kabupaten Jember pada tahun 2014 mendatang. Hasil
dari musrenbang nantinya akan kami masukan dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah
(RKPD), guna dijadikan landasan dalam menyusun Rencana Anggran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) tahun 2014 mentang, Sejak tahun 2008-2009, kemajuan perekonomian
Kabupaten. Jember mulai merangkak naik. Bakan pada tahun 2009-2013, pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Jember, telah melampaui Provinsi Jawa Timur. “Utamanya yang ada di
wilayah perkotaan, sehingga rencana pertubuhan ekonomi pada tahun 2014, bisa dituangkan
dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2014. Kondisi perekonomian global
dunia yang semakin hari semangkin tidak menentu. Namun dengan adanya stabilitas
pertembuhunan ekonomi yang cukup baik, maka Indonesia masih dianggap pertumbuhan
ekonominya cukup bagus , stabil dan tumbuh di atas enam persen di tengah kelesuan
perekonomian global khususnya yang ada di Asia.
Pada tahun 2014 yang akan datang, ada 12 isu strategi nasional di Jatim yang harus
kita lakukan ,dan ini kami nilai cukup tinggi. Yaitu salah satunya penanganan kemiskinan dan
pengangguran, setelah itu, Peningkatan produktifitas sektor pertanian dalam pencapian
ketahanan pangan, industrialisasi dan pengembangan lapangan pekerjaan yang berkualitas
serta peningkatan investasi daerah.
Pertumbuhan ekonomi di Jember pada tahun 2012 cukup tinggi yakni mencapai 7
persen, bahkan sudah melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6 persen.
Pertumbuhan ekonomi di Jember terus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya
seiring dengan meningkatnya produktivitas dari sektor perdagangan, pembangunan hotel dan
restoran, Beberapa faktor penyumbang angka produktivitas pertumbuhan ekonomi di Jember
antara lain perdagangan, hotel dan restoran, kemudian industri pengolahan, pengangkutan dan
komunikasi, listrik gas dan air bersih, jasa-jasa perusahaan, pertambangan dan galian, serta
pertanian.
Pergerakan bisnis di kawasan kota seperti Jalan Hayam Wuruk, Jalan Gajah Mada,
Jalan Sultan Agung, dan Jalan PB Sudirman terus melaju pesat dengan berdirinya beragam
usaha di jalan protokol itu. Pertumbuhan hotel di Jember, lanjut dia, angka produk domestik
regional brutonya (PDRB) tahun 2009 sebesar 4 persen, kemudian tahun 2010 meningkat
sekitar 7 persen, dan tahun 2011 meningkat tajam mencapai angka 15 persen. Dengan
semakin berkembangnya produktivitas dan seiring pertumbuhan beberapa pertokoan modern,
serta perhotelan maka diprediksi angka pertumbuhan ekonomi di Jember tahun depan akan
meningkat,
257
Achmad Qosjim dan Ahmad Kholil Nurhadi. Analisis Pad dan Tingkat Kemandirian
4. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan pendapatan asli
daerah terhadap total pendapatan daerah masih sangat kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh
tingginya sumbangan pemerintah pusat kepada Kabupaten Jember. Sehingga dapat dikatakan
Kabupaten Jember masih belum mandiri.
Daftar Pustaka
Halim, Abdul. 2001. Analisis Diskriptif Pengaruh Fiscal Stress pada APBD Pemerintah
Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah. KOMPAK. STIE YO. Yogyakarta. Hal:127-
146
Irawan, dan Suparmoko. 1987. Ekonomi Pembangunan. Yogya : Liberty.
Jhingan , ML. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
258
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 2, Mei 2013
Kaho, J.R. 2001. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia : Identifikasi
beberapa faktor yang mempengaruhi penyelenggaraannya. Jakarta. Raja Grafindo
Persada.
Lin, Justin Yifu dan Zhiqiang Liu. Fiscal Decentralization and Economic Grwoth in China.
Economic Development and Cultural Change. Chicago. Vol 49. Hal : 1-21.
Nuryasman. 1996. Pengembangan Konsep Pusat Pertumbuhan Terhadap Wilayah Kepulauan
Indonesia. Jakarta. Media Ekonomi Trisakti
Syamsi, ibnu. 1984. Dasar-Dasar Kebijakan Keuangan Negara. Yogyakarta. Rineka Cipta
259
Achmad Qosjim dan Ahmad Kholil Nurhadi. Analisis Pad dan Tingkat Kemandirian
260