Anda di halaman 1dari 10

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

VAKSIN TANAMAN

Disusun oleh:
Arga Bramantyo Ajie (134160104)
Nurie Bhaktiani (134160108)
Vira Putri Pramesti (134160109)
Prayoga Nugraha (134160110)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Vaksin untuk tanaman adalah vaksin yang digunakan untuk tanaman
sehingga tanaman tersebut menjadi tahan terhadap serangan virus. Virus
tumbuhan adalah virus yang menginfeksi tumbuhan. Virus tumbuhan berbeda
dengan patogen tumbuhan lainnya, perbedaan tersebut terdapat pada metode
infeksi, translokasi di dalam inang, perbanyakan diri, penyebaran, dan gejala
yang dihasilkan pada inang. Contoh vaksin untuk tanaman ialah, vaksin carna-5
yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan CMV dengan cara
disemprotkan pada tanaman cabai yang telah mempunyai 3—4 daun sejati.
Caranya, 1 g carna-5 dilarutkan dalam 10 ml air, lantas disemprotkan merata ke
seluruh tanaman. Tujuannya merangsang cabai membentuk ketahanan sistemik
terhadap virus. Mafhum dalam tanaman carna-5 akan terus diproduksi seiring
multiplikasi virus itu sendiri. Carna-5 dapat diperbanyak terlebih dahulu pada
tanaman tembakau varietas Xanthi nc.
Sampai sekarang, semua vaksin yang dipergunakan adalah dibuat dari bahan
protein kuman atau virus penyebab penyakit dikembangkan dalam bahan
medium sel mamalia yang telah diolah dengan teknologi pembuatan vaksin
yang modern, sehingga tersedia jenis dan macam vaksin yang kita kenal saat
ini. Sampai detik ini, belum ada satupun vaksin yang dikembangkan dan dibuat
dari bahan tanaman atau tumbuh tumbuhan seperti halnya pembuatan obat-
obtan dan antibiotika, yang sudah banyak bahan bakunya berasal dari tanaman
dan tumbuh tumbuhan.
Dasar pemikiran ilmuwan untuk mencari bahan tumbuhan yang dapat
dikembangkan menjadi bahan baku untuk pembuatan vaksin. Saat ini dunia
memerlukan vaksin yang efisien dan terjangkau harganya karena diproduksi
dengan kebutuhan yang minimal dalam proses pembuatannya dan
pengembangannya, berkat kemajuan dan pencapaian dalam bidang
bioteknologi. Tanaman memberikan alternatif kemungkinan dalam pembuatan
dan pengembangan vaksin. Banyak antigen penyakit yang bisa dipergunakan
untuk pembuatan vaksin telah bisa dikembangkan dalam sejumlah besar
tanaman, sehingga hal ini memungkinkan pembuatan vaksin dari bahan
tanaman dimasa depan, meskipun aplikasi teknologi ini masih berada beberapa
dekade yang akan datang, karena masih terhambat oleh masalah tehnis yang
harus dicarikan jawaban dan pemecahannya. Namun vaksin dari bahan tanaman
bukan suatu ilusi lagi bagi bidang ilmu pencegahan penyakit dalam dunia
kedokteran yang akan datang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan vaksin untuk tanaman ?
2. Apa yang dimaksud dengan vaksin dari tanaman ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui serta memahami vaksin dari tanaman.
2. Untuk mengetahui serta memahami vaksin yang terbuat dari tanaman
Transgenik.
BAB II
ISI
A. VAKSIN UNTUK TANAMAN
Vaksin untuk tanaman adalah vaksin yang digunakan untuk tanaman
sehingga tanaman tersebut menjadi tahan terhadap serangan virus. Virus
tumbuhan adalah virus yang menginfeksi tumbuhan. Virus tumbuhan berbeda
dengan patogen tumbuhan lainnya, perbedaan tersebut terdapat pada metode
infeksi, translokasi di dalam inang, perbanyakan diri, penyebaran, dan gejala yang
dihasilkan pada inang. Penyakit yang disebabkan oleh virus merupakan salah satu
kendala utama pada budidaya cabai.
Salah satu jenis virus yang banyak menyerang tanaman cabai adalah
Cucumber Mosaic Virus (CMV). Infeksi CMV biasanya sudah terjadi sejak di
pembenihan dengan gejala lesi lokal lalu berkembang secara sistemik dalam
tanaman tembakau. Gejala serangan CMV pada daun adalah terjadinya perubahan
warna secara nyata seperti pola mosaik, khlorosis hijau pucat, jaringan daun
mengalami chlorosis, dan nekrosis, perubahan bentuk daun, menyempit dan
mengalami distorsi. Selain itu, CMV juga memiliki satelit RNA-5 (Carna-5) yang
multiplikasinya tergantung pada virus penolongnya (induk). Molekul Carna-5
berukuran antara 300–1500 nukleotida dan merupakan parasit molekuler dari virus
tumbuhan. Oleh karena itu, keberadaan Carna-5 dapat menghambat proses replikasi
virus dalam sel tanaman inang sehingga dapat digunakan sebagai salah satu cara
untuk mengendalikan virus patogen. Replikasi Carna-5 lebih cepat dan lebih
banyak pada tembakau dibanding RNA 1–4 CMV. Akibatnya, gejala serangan
CMV yang sesungguhnya melemah atau tidak terlihat. Kondisi inilah yang
digunakan sebagai dasar Carna-5 untuk melindungi tanaman dari serangan strain
CMV yang ganas. Strain CMV yang memiliki satelit RNA dapat digunakan sebagai
vaksin penginduksi ketahanan tanaman cabai terhadap infeksi strain ganas CMV.
Vaksin Carna-5 pada tanaman cabe mampu menahan serangan CMV dan produksi
cabai tidak terpengaruh. Bahkan perpaduan vaksin Carna-5 dengan aplikasi mulsa
jerami dapat menekan perkembangan penyakit mosaik pada tanaman cabai.
Pengaplikasian vaksin Carna-5 dapat dilakukan dengan cara
menyemprotkan pada tanaman cabai yang telah mempunyai 3—4 daun sejati.
Caranya yaitu, 1 g carna-5 dilarutkan dalam 10 ml air, lantas disemprotkan merata
ke seluruh tanaman. Tujuannya merangsang cabai membentuk ketahanan sistemik
terhadap virus

B. VAKSIN DARI TANAMAN TRANSGENIK


1. Pengertian Vaksin Tanaman (Edible vaccine)
Edible vaccine adalah tanaman yang di rekayasa secara genetik untuk
memproduksi vaksin sebagai produk pertanian dalam bentuk buah dan sayuran.
Tanaman ini disisipi gen yang memproduksi protein sebagai epitop suatu
penyakit yang bila masuk ke dalam tubuh kita dapat berfungsi sebagai vaksin.
Dengan model ini tanaman berfungsi sebagai bioreaktor atau pabrik yang
memproduksi vaksin berupa buah atau sayur yang dapat dikonsumsi langsung.
Untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam ketersediaan vaksin
terutama bagi para balita yang tinggal di negara-negara yang sedang
berkembang, pada awal tahun 1990-an telah dikembangkan suatu teknologi
tanaman transgenik dimana tanaman tersebut mengandung fragmen DNA yang
berasal dari bakteri atau virus. Fragmen DNA bakteri atau virus yang dikloning
ke dalam suatu tanaman ini merupakan gen yang akan mengkode pembentukan
protein, yang biasanya dipilih protein yang terletak dipermukaan sel bakteri
atau virus, sehingga bila tanaman tersebut dikonsumsi akan menghasilkan
respon imun. Sistem kekebalan tubuh yang terbentuk akan dapat mengenali
epitop spesifik pada permukaan sel bakteri dan virus, yang masuk ke dalam
tubuh, sehingga akan terhindar dari infeksi bakteri atau virus tersebut (Haq, et
al. 1995; Hood, et al.,1999). Teknologi tanaman transgenik memiliki beberapa
keuntungan yang antara lain adalah tanaman inang dapat dipilih dari jenis
tanaman lokal, murah, dan dapat ditanam dengan teknologi sederhana sesuai
dengan daerah tumbuhnya, dan dapat diproduksi sebanyak mungkin sesuai
dengan kebutuhan. Beberapa jenis tanaman yang dipakai sebagai tanaman inang
adalah pisang, tomat, kentang, padi, kedelai, wortel, jagung, kacang-kacangan
dan tembakau (Haq, et al. 1995; Carrillo, et al., 2001; Daniell et al., 2001 Haq,
et al., 1995; Mason et al., 1992; Tacket and Mason, 1999).
Temuan ini memberikan kabar baik bagi dunia kesehatan, karena dapat
menyelesaikan beberapa masalah di lapang berkaitan dengan vaksinasi penyakit
endemik. Edible vaccine muncul sebagai jawaban atas keterbatasan yang
dimiliki oleh vaksin konvensional. Sejauh ini vaksinasi belum mampu
menjangkau seluruh bayi, khususnya di negara-negara berkembang dan dunia
ketiga disebabkan oleh keterbatasan produksi, distribusi, dan penanganannya
sampai siap ke pengguna. Walaupun masih baru tahap uji coba praklinikal,
tentu teknologi edible vaccine ini akan membuka peluang baru bagi penanganan
berbagai penyakit dengan lebih mudah dan terjangkau. Anak-anak tidak perlu
lagi takut untuk divaksin karena melalui teknologi ini nantinya vaksinasi tidak
menggunakan jarum suntik.
Sebaliknya, produk ini juga menimbulkan suatu kekhawatiran bagi
beberapa pihak. Sebagai produk tanaman transgenik, maka edible vaccine tentu
akan memiliki permasalahan yang sama sebagaimana tanaman sebelumnya,
yaitu adanya ketakutan terhadap efek samping maupun penggunaan bahan yang
tidak dapat diterima. Diantara ketakutan yang muncul antara lain masuknya
allergen dari organisme yang disisipkan serta pencemaran gen pada lingkungan
melalui persarian silang (cross-pollination).
Pisang transgenik yang mengandung protein yang bersifat sebagai
vaksin yang mengandung protein yang berasal bakteri atau virus merupakan
buah transgenik yang sangat diminati. Pohon pisang yang dapat tumbuh di
seluruh dunia terutama di negara-negara tropis ini banyak dikonsumsi oleh
penduduk. Buah pisang dapat langsung dimakan tanpa perlu dimasak terlebih
dahulu, sehingga protein (vaksin) yang dikandungnya tidak mengalami
degradasi oleh pemanasan. Jika balita diberi makan pisang transgenik ini, di
dalam tubuhnya akan diproduksi imunoglobulin yang dapat melindungi mereka
dari penyakit infeksi. (Haq, et al., 1995). Sejak saat itu, dalam 10 tahun terakhir
ini berbagai penelitian untuk memproduksi beberapa jenis protein dan
imunogen untuk kebutuhan farmasi dan kedokteran telah berkembang pesat
(Carrillo, et al., 2001; Daniell et al., 2001; Mor, et al., 1998; Tacket and Mason,
1999). Vaksin yang diproduksinya akan sangat ekonomis karena tidak
memerlukan sarana distribusi khusus, dan ruang pendingin seperti vaksin
konvensional. Vaksin ini dikonsumsi secara oral sehingga tidak memerlukan
bantuan petugas kesehatan untuk menyuntikkannya. Dibandingkan dengan
vaksin konvensional, vaksin yang dapat dimakan (edible vaccine) ini sangat
aman karena kemungkinan untuk reversi menjadi patogen sebagaimana yang
terjadi pada vaksin konvensional, yang pembuatannya dengan cara mematikan
atau melemahkan sifat virulensi dari mikroorganisme yang dipakai, tidak akan
terjadi. Dalam tanaman transgenik tidak terdapat bakteri atau virus utuh
melainkan hanya protein permukaan atau protein spesifik dari bakteri atau virus
tersebut. Sebagai vaksin dalam bentuk yang dapat dimakan, tidak memerlukan
proses pemurnian sebagaimana yang biasa dilakukan pada produksi sub-unit
vaksin dengan menggunakan bakteri atau sel binatang sebagai inangnya.

2. Kelebihan Vaksin Edible


Adanya teknologi vaksin edibel menjawab sebagian persoalan yang
dihadapi dalam penggunaan vaksin konvensional. Sebagaimana diketahui,
produksi vaksin selama ini dianggap sangat mahal dan berteknologi tinggi,
memerlukan pemurnian dan penyimpanan dalam suhu dingin, sehingga
menghambat dalam produksi dan pendistribusiannya di negara-negara
berkembang. Dalam aplikasinya yang menggunakan jarum suntik telah
memberikan kesulitan tersendiri terutama di tempat-tempat yang kekurangan
tenaga medis, juga karena jarum suntik menjadikan anak-anak takut
diimunisasi.
Dengan pendekatan vaksin edibel ini, diharapkan akan meningkatkan
keberhasilan imunisasi karena produksi yang lebih efisien, tidak memerlukan
pabrik farmasi, mudah diproduksi secara besar-besaran tanpa teknologi tinggi,
lebih murah karena tidak perlu proses purifikasi, lebih mudah didistribusikan
karena lokasi produksi (penanaman) lebih dekat, tidak memerlukan
penyimpanan pada suhu dingin, dan bagi negara-negara berkembang tidak lagi
bergantung dengan negara maju dan aplikasi di lapang lebih mudah khususnya
untuk anak-anak karena cukup dengan makan makanan yang biasa, dan tidak
perlu melatih tenaga paramedis untuk melakukan imunisasi. Disamping itu,
tanaman vaksin edibel ini juga disebutkan memiliki stabilitas genetik yang
tinggi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan semakin meningkatkan pergerakan manusia di dunia ini maka
penyebaran penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme akan semakin
cepat. Merebaknya kejadian-kejadian penyakit infeksi yang melanda dunia
akhirakhir ini menyadarkan kita bahwa faktor perlindungan tubuh terhadap infeksi
merupakan hal yang sangat penting.
Teknologi pengembangan vaksin telah berkembang sangat pesat namun
tidak seluruhnya memuaskan, akibat ketersediaannya yang sangat terbatas terutama
di negara miskin dan negara-negara yang sedang berkembang. Walaupun masih
perlu untuk terus dikembangkan, namun hasil penelitian yang telah diperoleh dalam
tehnologi tanaman transgenik dimana kita dapat memproduksi vaksin yang dapat
dimakan (edible vaccines) diharapkan dapat menjadi salah satu komponen penting
dalam upaya manusia untuk mempertahankan dirinya dari penyakit infeksi.
Daftar Pustaka
Abalua, A.O. 2009. Transgenic Plants: Successes and Controversies. Biotechnol.
and Mol. Biol. Reviews. 4 (6):118-127.

Ball, J.J. Shi, X. Jiang, M.K. Estes, and C.J. Arntzen. 1996. Expression of Norwalk
Virus Capsid Protein in Transgenic Tobacco and Protein and Its Oral
Immunogenicity in Mice. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 93:5335-5340.

Daniell, H., S.J. Streatfield, and K. Wycoff. 2001. Medical Molecular Farming:
Production of Antibodies, Biopharmaceuticals, and Edible Vaccines in
Plants. Trend Plant Sci. 6:219-226.

Gupta, Varsa. 2009. Edible vaccines.ppt

Anda mungkin juga menyukai