Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku sebagai respon marah yang
diekspresikan dengan melakukan ancaman, menciderai orang lain dan atau merusak
lingkungan secara fisik maupun psikologis.
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon yang dihadapi oleh seseorang.
Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik kepada diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan. Melihat dampak dari kerugian yang ditimbulkan, maka
penanganan pasien dengan perilaku kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan
tepat oleh tenaga-tenaga profesional.

B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Biologis
1) Genetik
a) Diturunkan melalui kromosom orangtua diduga kromosom 4, 8, 15
dan 22.
b) Perubahan pada kromosom 5 dan 6 (Copel, 2007).
c) Kembar identik kemungkinan 40 - 55 %, dan kembar nonidentik 10 –
15 % (Copel, 2007).
2) Status nutrisi
a) Sering mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapt merusak
metabolism tubuh dan menggangu peedaran darah seperti junk food /
pola hidup tidak sehat.
b) Riwayat malnutrisi
3) Kondisi kesehatan secara umum
a) Menderita Skizofrenia tipe paranoid (Copel, 2007).
b) Kelemahan fisik / penyakit fisik swperti adanya tumor otak
c) Gangguan fungsi pancaindera
d) Adanya riwayat penyakit yang mempengaruhi fungsi wicara.
e) Faktor perkembangan terlambat
f) Adanya riwayat hospitalisasi, pembedahan dan tindakan medic
g) Tidak melaksnakan pemeriksaan rutin / general check up terhadap
kesehatan secara umum.
h) Pemeriksaan Magnetik resonance Imaging (MRI), Positif Emission
Tomography (PET) dan Tomografi terkomputerisasi (CT)
memperlihatkan abnormalitas simetrisitas, kepadatan jaringan, atrofi
sebagian serebral, dan pelebaran ventrikel serebral lateral.
i) Scanning PET menunjukkan penurunan aliran darah dan penurunan
metabolism glukosa di lobus frontal.
4) Sensivitas Biologi
a) Kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmitter
(1) Lymbik system : Gangguan ekspresi emosi dan perilaku
(2) Lobus frontal : Kerusakan pada penilaian, kepribadian,
pengambilan keputusan, perilaku tidak sesuai, agresif
(3) Lobus temporal : Gangguan pada kedua lobus temporal maka akan
terjadi syndrome Kluver Bucy yaitu gangguan emosi, hiperseks,
hipermetamorfosis, oral tendencies dan kebutaan psikis (Suliswati
dkk, 2005).
(4) Neurotransmitter : GABA, Benzodiazepim, Norefinefrin, Lithium
carbonat, Propanolol, Monoanim serotonin.
b) Faktor hormonal
(1) Siklus pria pada pertengahan bulan dimulai dari tanggal 17 – 23
perbulan. Dimana seorang pria tengah puncak-puncaknya
mengalami kelelahan dan keletihan atau dalam psikologisnya burn
out (Bondan Seno Prasetyadi, 2008).
(2) Perilaku yang berhubungan dengan hipersekresi hormone
prolaktin adalah penurunan libido, ansietas dan mudah marah (
Reus dalam Suliswati, 2005).
(3) Peningkatan kadar hormone testoteron dan progesterone
mengakibatkan penurunan norepinefrin sehingga menstimulasi
perilaku agresif (Ernawati dkk, 2009).
5) Paparan terhadap Racun
a) Penyalahgunaan zat
b) Perokok berat
c) Polusi udara tinggi
d) Riwayat keracunan, terpapar mercury, insectisida dll.

b. Faktor Psikologis
1) Intelegensi
a) Kurang kosentrasi
b) Prestasi akademik menurun (Hefler, 1976 dalam Patilimo, 2003)
2) Ketrampilan verbal
a) Ketidakmampuan Berkomunikasi secara optimal, komunikasi
cenderung dibesar-besarkan.
b) Kesulitan mengungkapkan / mengkronfotasikan kemarahan secara
verbal.
3) Moral
a) Moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan
b) Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan denngan moral dan
rasa tidak berdosa.
4) Kepribadian
a) Mudah putus asa / pesimis
b) Pemurung
c) Tertutup
d) Agresif
e) Mudah tersinggung
5) Pengalaman masa lalu
a) Masa kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasan ditolak, dhina
dan dianiaya atau saksi penganiayaan
b) Pernah melihat orangtua melakukan hal yang serupa, sehingga ada
proses copying (meniru) atau modeling (mengidolakan) / sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau diluar rumah.
c) Kelalaian orangtua dalam mendidik , sebagian muncul dari niat baik,
namun tetap salah karena ketidaktauan cara menididk dan sebagian
lagi timbul dari sikap orangtua yang ditaktor, otoriter dan lain-lain
(Dimas 2005 dalam Spesialis keperawatan jiwa FIK UI).
d) Keluarga yang penuh konflik, tidak bahagia.
e) Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna di masa
kanak-kanak.
f) Riwayat ditipu ( Madden dalam ernawati, 2007).
6) Konsep diri
a) Percaya diri kurang
b) Hilangnya harga diri
c) Peran tidak dapat dilakukan, kehilangan peran dalam keluarga
d) Kehilangan fungsi seksualitas sehingga gambaran diri terganggu.
e) Kebutuhan akan status dan pretise yang tidak terpenuhi.
f) Kebutuhan aktualisasi diri tidak tercapai sehingga menimbulkan
ketegangan dan membuat individu cepat tersinggung
7) Motivasi
a) Ketidakpedulian
b) Sikap meremehkan
c) Pesimis dalam menghadapi permasalahan.
8) Pertahanan Psikologi
a) Sangat peka terhadap situasi kehilangan
b) Kebiasaan koping maladaftif
c) Sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi
permasalahan.
9) Self Kontrol
a) Fungsi control diri terganggu, individu tidak mampu menahan diri
terhadap negative.
b) Kontrol diri yang diambil orang lain akibat menderita sakit.
10) Pencapaian tujuan terhambat
a) Frustasi akibat tujuan tidak tercapai atau terhambat sehingga individu
merasa cemas dan terancam.

c. Faktor Sosial Budaya


1) Latar Belakang Budaya
a) Budaya permissive : Kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
2) Agama dan Kenyakinan
a) Keluarga yang tidak solid antara nilai kenyakinan dan praktek, serta
tidak kuat terhadap nilai-nilai baru yang rusak.
b) Kenyakinan yang salah terhadap nilai dan kepercayaan tentang marah
dalam kehidupan. Misal Yakin bahwa penyakit merupakan hukuman
dari Tuhan.
3) Keikutsertaan dalam Politik
a) Terlibat dalam politik yang tidak sehat
b) Tidak siap menerima kekalahan dalam pertarungan politik.
4) Pengalaman sosial
a) Sering mengalami kritikan yang mengarah pada penghinaan.
b) Kehilangan sesuatu yang dicintai ( orang atau pekerjaan ).
c) Interaksi sosial yang provaktif dan konflik
d) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
e) Sulit memperhatikan hubungan interpersonal.
5) Peran sosial
a) Jarang beradaptasi dan bersosialisasi.
b) Perasaan tidak berarti di masyarakat.
c) Perubahan status dari mandiri ketergantungan (pada lansia)
d) Praduga negatif.
6) Adanya budaya atau norma yang menerima suatu ekspresi marah.

2. Faktor Presipitasi
Ancaman terhadap biologis, psikologis dan sosial budaya yang terjadi pada saat
ini, seperti :
a. Ancaman terhadap fisik : pemukulan, penyakit fisik.
b. Ancaman terhadap konsep diri ; frustasi, harga diri rendah, kegagalan
c. Ancaman terhadap psikologi : kehilangan perhatian dan kasih sayang
d. Ancaman sosial ; Kehilangan orang/benda yang berarti

C. Proses Terjadi
Faktor Predisposisi
Faktor presipitasi
Respon terhadap stressor
Sumber koping
Mekanisme koping

Respon Marah
Adaftif
Maladaftif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/PK

Keterangan
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis/ terhambat
Pasif : Respon lanjutan dimana klien tidak mampu mengungkapkan
perasaannya
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol
Amuk : Perilaku destruktif dan tidak terkontrol

Perbandingan Perilaku Pasif, Asertif dan Agresif


Pasif Asertif Agresif
Isi bicara  negatif  positif  berlebihan
 menghina  menghargai diri  menghina orang lain
 dapatkah saya lakukan sendiri  anda selalu/ tidak pernah
 dapatkah ia lakukan  saya dapat/akan
lakukan
Nada suara  diam  diatur  tinggi
 lemah  menuntut
 merengek
Posture/  melotot  tegak  tenang
sikap tubuh  menundukkan kepala  rileks  bersandar ke depan
Personal  orang lain dapat masuk  Menjag jarak yang  Memasuki teritorial
space pada teritorial mneyenangkan orang lain
pribadinya  Mempertahankan
hak tempat/
teritorial
Gerakan  Minimal  Memperlihatkan  Mengancam, ekspansi
 Lemah gerakan yang gerakan
 Resah sesuai
Kontak mata  Sedikit atau tidak  Sekali-sekali  Melotot
(intermiten)
 Sesuai dengan
kebutuhan
interaksi

D. Tanda Gejala
1. Kognitif
a) Mempunyai pikiran yang negative dalam menghadapi stressor
b) Mendominasi
c) Bawel
d) Sarkasme
e) Berdebat
f) Meremehkan keputusan
g) Flight of idea
h) Gangguan berbicara
i) Perubahan isi pikir
j) Kosentrasi menurun
k) Persuasif
2. Afektif
a) Mudah tersinggung
b) Tidak sabar
c) Frustasi
d) Ekspresi wajah Nampak tegang
e) Merasa tidak nyaman
f) Merasa tidak berdaya
g) Jengkel
h) Dendam
i) Ingin memukul orang lain
j) Menyalahkan dan menuntut
3. Fisiologis
a) Tekanan darah meningkat
b) Denyut nadi dan pernapasan meningkat
c) Pupil dilatasi
d) Tonus otot meningkat
e) Mual
f) Frekuensi buang air besar meningkat
g) Kadang-kadang konstipasi Reflek tendon meningkat
h) Peristaltik gaster menurun
i) Pengeluaran urine dan saliva meningkat
j) Kewaspadaan juga meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
4. Behaviour
a) Agresif pasif
b) Bermusuhan
c) Sinis
d) Curiga
e) Mengamuk
f) Nada suara keras dan kasar
g) Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain: Menyerang,
menghindar (fight of flight). Menyatakan secara asertif (assertiveness).
Memberontak (acting out). Perilaku kekerasan.
5. Sosial
a) Menarik diri
b) Pengasingan
c) Penolakan
d) Kekerasan
e) Ejekan
f) Humor

E. Sumber Koping
1) Personal Ability
a) Kemampuan untuk mencari informasi terkait masalah
b) Kemampuan mengidentifikasi masalah
c) Pertimbangan alternative
d) Kemampuan mengungkapkan / konfrontasi perasaan marah.
e) Tidak semangat untuk menyelesaikan masalah
f) Kemampuan mempertahankan hubungan interpersonal.
g) Mempunyai pegetahuan dalam pemecahan masalah secara asertif.
h) Intelegensi kurang dalam menghadapi stressor.
i) Identitas ego tidak adekuat.
2) Sosial Support
a) Dukungan dari keluarga dan masyarakat
b) Keterlibatan atau perkumpulan di masyarakat.
c) Pertentangan nilai budaya
3) Material Assets
a) Penghasilan yang layak
b) Tidak ada benda atau barang yang biasa dijadikan asset.
c) Tidak mempunyai tabungan untuk mengantisipasi hidup.
d) Tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan.
4) Positive Belief
a) Distress spiritual
b) Adanya Motivasi
c) Penilaian terhadap pelayanan kesehatan.

TINDAKAN
Rentang Tindakan Keperawatan dalam manajemen Agresif

Strategi Prevensi Strategi antisipasi Strategi Pembatasan gerak

1. Kesadaran diri 4. Komunikasi 8. Manajemen krisis


2. Pendidikan kesehatan/ 5. Perubahan lingkungan 9. Pengasingan
Manajemen perilaku 6. Tindakan perilaku 10. Pengekangan
Kekerasan 7. Psikofarmaka
3. Latihan asertif

1) Kesiapan Perawat
1. Sadar perasaan sendiri
2. Yakin klien dapat belajar ungkapan marah yang benar
3. Hangat, tegas, menerima, tetap tenang dan kalem
4. Sikap dan suasana hubungan kerja yang akrab
2) Pendidikan kesehatan/ manajemen perilaku kekerasan
1. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2. Mengidentifikasi tanda/ gejala perilaku kekerasan/ marah
3. Memperagakan/ demontrasi cara lama jika marah
4. Mengidentifikasi cara baru yang konstruktif
5. Mendemonstrasikan cara baru yang konstruktif
6. Melatih cara baru pada situasi yang nyata
3) Latihan asertif
Prinsip
1. Berkomukasi langsung pada orang lain
2. Mengatakan tidak untuk hal yang tidak beralasan (logis)
3. Mampu mengungkapkan keluhan
4. Mengungkapkan penghargaan/ pujian
Pelaksanaan Asertif
1. Bahasa tubuh
 Mempertahankan kontak mata
 Mempertahankan posisi tubuh (berhadapan dan tegak)
 Berbicara dengan tegas
 Nada suara tegas
 Ekspresi wajah dan sikap tubuh untuk penekanan
2. Pendengar
 Mempersiapkan diri
 Mendengarkan
 Mengklarifikasi
 Mengakui
3. Percakapan
 Atur lingkungan bicara
 Menetapkan topik pembicaraan
 Mengekspresikan perasaan
 Mengekspresikan permintaan
 Membuat orang lain melakukan kebutuhan kita
4) Tindakan komunikasi
1. Bicara dengan lembut
2. Nada rendah
3. Tidak membalas suara keras
4. Gunakan kalimat pendek dan simpel
5. Hindarkan tertawa dan senyum tidak pada tempatnya
6. Katakan anda siap membantu
7. Beri kesempatan untuk ventilasi
8. Sikap rilek dan terapeutik
9. Gerakan tidak tergesa-gesa
10. Jaga jarak 1-3 langkah dari klien (personal space violence people 4 kali orang
normal)
5) Tindakan atau strategi perilaku
1. Limit Setting
Pada saat melakukan interaksi sepakati perilaku yang diijinkan, perilaku yang
tidak diijinkan dan konsekuensi dari perilaku yang tidak diijinkan. Perawat dan
klien mengetahui kesepakatan yang telah dibuat bersama
2. Kontrak perilaku unytuk kontrol perilaku
Ketika perawat akan mengajak klien melakukan aktivitas misalnya keluar
ruangan maka perlu dibuat kontrak terlebih dahulu tentang perilaku yang
diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan.
6) Manajemen krisis
1. Identifikasi leader tim krisis
2. Susun dan kumpulkan tim krisis
3. Beri tahu petugas keamanan jika perlu
4. Pindahkan semua klien dari area tersebut
5. Siapkan/ dapatkan alat pengekang (restrain)
6. Susun strategi dan beritahu anggota tim
7. Jelaskan setiap tindakan pada klien
8. Ikat/ kekang klien sesuai instruksi leader (posisi yang nyaman)
9. Berikan obat psikofarmaka sesuai instruksi
10. Jaga tetap kalem dan konsisten
11. Evaluasi tindakan dengan tim
12. Jelaskan kejadian pada klien lain dan staf seperlunya
13. Secara bertahap integrasikan klien pada lingkungan
7) Pengasingan
Tujuan: melindungi pasien, orang lain dan staf dari bahaya
Prinsip:
1. pembatasan gerak
pembatasan gerak dilakukan tanpa melakukan pengikatan. Yang perlu
diperhatikan dalam pembatasan gerak adalah aman dari mencederai diri dan
lingkungan aman dari perilaku klien

2. isolasi
Pada kasus paranoid biasanya klien perlu dibatasi dalam berinteraksi dengan
orang lain. Area yang terbatas dilakukan dengan tujuan adaptasi dan
nantinya ditingkatkan secara bertahap.
3. pembatasan input sensoris
Ruangan yang sepi akan menurunkan/ mengurangi stimulus bagi klien untuk
melakukan perilaku kekerasan.
8) Pengekangan
Tujuan: mengurangi gerak fisik klien dan melindungi klien dan orang lain dari
cedera.
Indikasi:
1. ketidakmampuan mengontrol perilaku
2. perilaku tidak dapat dikontrol oleh obat atau teknik psikososial
3. hiperaktif, agitasi
Tindakan:
1. jelaskan pada klien alasan pengekangan
2. lakukan dengan hati-hati dan tidak melukai
3. Ada perawat yang ditugaskan untuk mengontrol tanda vita, sirkulasi, dan
membuka ikatan untuk latihan gerak
4. Penuhi kebutuhan fisik: makan, minum, eliminasi dan perawatan diri

F. Diagnosa Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan

G. Intervensi

Rencana tindakan keperawatan menurut Keliat (2006) untuk diagnosa


keperawatan resiko perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan Keperawatan pada Perilaku Kekerasan
Rencana tindakan keperawatan dari diagnosa perilaku kekerasan menurut Keliat
(2006) adalah sebagai berikut :
TUM : Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasan.
TUK 1 : Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi:
a. Pasien menunjukkkan tanda-tanda percaya pada perawat:
1) Wajah cerah, tersenyum.
2) Mau berkenalan.
3) Ada kontak mata.
4) Bersedia menceritakan perasaan.
Intervensi:
a. Bina hubungan saling percaya dengan:
1) Beri salam setiap berinteraksi.
2) Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
berinteraksi.
3) Tanyakan dan panggil nama kesukaan pasien.
4) Tunjukkan sifat empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
5) Tanyakan perasaan pasien dan masalah yang dihadapi pasien
6) Buat kontrak interaksi yang jelas
7) Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan pasien
TUK 2 : Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukannya.
Kriteria Evaluasi:
a. Pasien menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya:
1) Menceritakan penyebab perasaan jengkel/ kesal baik dari diri sendiri
maupun lingkungannya
Intervensi:
a. Bantu pasien mengungkapkan perasaan marahnya:
1) Motivasi pasien untuk menceritakan penyebab rasa kesalatau jengkelnya
2) Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan
perasaan pasien.
TUK 3 : Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi:
a. Pasien menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan
1) Tanda fisik: mata merah, tangan mengepal, ekspresi tegang, dan lain-lain.
2) Tanda emosional: perasaan marah, jengkel, bicara kasar.
3) Tanda sosial: bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku kekerasan.
Intervensi:
a. Bantu pasien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya:
1) Motivasi pasien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku
kekerasan terjadi.
2) Motivasi pasien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda emosinya) saat
terjadi perilaku kekerasan.
3) Motivasi pasien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain (tanda-
tanda sosial) saat terjadi perilaku kekerasan.
TUK 4 : Pasien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.
Kriteria Evaluasi:
a. Pasien menjelaskan:
1) Jenis-jenis ekspresi kemarahan yang selama ini telah dilakukannya
2) Perasaan saat melakukan kekerasan
3) Evektifitas cara yang dipakai dalam menyelesaikan masalah
Intervensi:
a. Diskusikan dengan pasien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini:
1) Motivasi pasien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama
ini pernah dilakukannya.
2) Motivasi pasien menceritakan perasaan pasien setelah tindak kekerasan
tersebut terjadi.
3) Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukannya masalah
yang dialami teratasi.
TUK 5 : Pasien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Kriteria Evaluasi:
a. Pasien menjelaskan akibat tindak kekerasan yang dilakukannya:
1) Diri sendiri: luka, dijauhi teman, dan lain-lain.
2) Orang lain/ keluarga : luka, tersinggung, ketakutan dan lain-lain.
3) Lingkungan: barang atau benda rusak, dan lain-lain.
Intervensi:
a. Diskusikan dengan pasien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada:
1) Diri sendiri
2) Orang lain/ keluarga
3) Lingkungan
4) Libatkan pasien dalam Terapi Aktifitas Kelompok sesi I.
TUK 6 : Pasien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan
kemarahan.
Kriteria Evaluasi:
a. Pasien menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan marah
Intervensi:
a. Diskusikan dengan pasien:
1) Apakah pasien mau mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang
sehat.
2) Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain
perilaku kekerasan yang diketahui pasien.
3) Jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah:
a. Cara fisik: nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah raga.
b. Verbal: mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal kepada orang
lain.
c. Sosial: latihan asertif dengan orang lain.
d. Spiritual: sembahyang/ doa, zikir, meditasi dan sebagainya sesuai
keyakinan agamanya masing-masing.
4) Libatkan pasien dalam terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi
mengontrol perilaku kekerasan sesi 2,3 dan 4.
TUK 7 : Pasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
Kriteria Evaluasi:
a. Pasien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan:
1) Fisik: tarik napas dalam, memukul bantal atau kasur.
2) Verbal: mengungkapkan perasaan kesal/ jengkel pada orang lain tanpa
menyakiti.
3) Spiritual: zikir/ do’a, meditasi sesuai agamanya.
Intervensi:
a. Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan pasien memilih cara yang
mungkin untuk mengungkapkan kemarahan.
b. Latih pasien memperagakan cara yang dipilih:
1) Peragakan cara melaksanakan cara yang dipilih.
2) Jelaskan manfaat cara tersebut.
3) Anjurkan pasien menirukan peragaan yang sudah dilakukan.
4) Beri penguatan pada pasien, perbaiki cara yang masihbelum sempurna.
c. Anjurkan pasien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah/ jengkel.
TUK 8 : Pasien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku
kekerasan.
Kriteria Evaluasi:
a. Keluarga mampu:
1) Menjelaskan cara merawat pasien dengan perilaku kekerasan
2) Mengungkapkan rasa puas dalam merawat pasien
Intervensi:
a. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung pasien untuk
mengatasi perilaku kekerasan.
b. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu pasien mengatasi perilaku
kekerasan.
c. Jelaskan pengertian, penyebab, akibat dan cara merawat pasien perilaku
kekerasan yang dapat dilaksanakan oleh keluarga.
d. Peragakan cara merawat pasien (menangani perilaku kekerasan).
e. Beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang.
f.Beri pujian pada keluarga setelah peragaan.
g. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatih
TUK 9 : Pasien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan.
Kriteria Evaluasi:
a. Pasien menjelaskan:
1) Manfaat minum obat.
2) Kerugian tidak minum obat.
3) Nama obat.
4) Bentuk dan warna obat.
5) Dosis yang diberikan kepadanya.
6) Cara pemakaian.
7) Efek yang dirasakan.
b. Pasien menggunakan obat sesuai program.
Intervensi:
a. Jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak
menggunakan obat.
b. Jelaskan pada pasien:
1) Jenis obat (nama, warna dan bentuk obat).
2) Dosis yang tepat untuk pasien.
3) Waktu pemakaian.
4) Cara pemakaian.
5) Efek yang akan dirasakan pasien.
c. Anjurkan pasien:
1) Minta dan menggunakan obat tepat waktu.
2) Lapor ke perawat/ dokter jika mengalami efek yang tidak biasa.
3) Beri pujian terhadap kedisiplinan pasien menggunakan obat.
4) Libatkan pasien dalam terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi
mengontrol perilaku kekerasan sesi 5.

H. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan standar dari standar asuhan yang


berhubungan dengan akitivitas keperawatan yang profesional yang dilakukan oleh
perawat, dimana implementasi dilakukan pada pasien dan keluarga berdasarkan rencana
keperawatan yang dibuat.
Dalam mengimplementasikan intervensi, perawat kesehatan jiwa menggunakan
intervensi yang luas yang dirancang untuk mencegah penyakit yang meningkat,
memulihkan, dan mempertahankan kesehatan fisik dan mental. Kebutuhan pasien
terhadap pelayanan keperawatan dan dirancang pemenuhan kebutuhannnya melalui
standar pelayanan dan asuhan keperawatan. Pedoman tindakan keperawatan dibuat
untuk tindakan kepada pasien secara individual, kelompok maupun yang terkait dengan
ADL (activity daily living). Dengan adanya perincian kebutuhan waktu, diharapkan
setiap perawat memiliki jadwal harian untuk masing-masing pasien sehingga waktu
kerja perawat menjadi lebih efektif dan efisien (Keliat dan Akemat, 2009 dalam
Damaiyanti, 2012).
Menurut Damaiyanti & Iskandar (2012) Implementasi merupakan pelaksanaan
rencana keperawatan yang diberikan kepada pasien yang telah ditetapkan sesuai situasi
dan kondisi pasien.
Pada pasien dengan perilaku kekerasan dapat dilakukan tindakan keperawatan dengan
melakukan SP 1 sampai 5 yaitu:
1. Tindakan Keperawatan pada pasien.
a. Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1)
1) Membina hubungan saling percaya.
2) Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3) Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
4) Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan.
5) Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6) Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan.
b. Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2)
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat.
3) Menganjurkan pasien memasukkan kedalam kegiatan harian.
c. Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3)
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik.
3) Menganjurkan pasien memasukkan kedalam kegiatan harian.
d. Strategi Pelaksanaan 4 (SP 4)
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara sosial atau
verbal.
3) Menganjurkan pasien memasukkan kedalam kegiatan harian.
e. Strategi Pelaksanaan 5 (SP 5)
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual.
3) Menganjurkan pasien memasukkan kedalam kegiatan harian.
2. Tindakan Keperawatan pada keluarga
a. Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1)
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2) Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala perilaku
kekerasan, serta proses terjadinya perilaku kekerasan.
b. Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2)
1) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan perilaku
kekerasan.
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien perilaku
kekerasan.
c. Strategi Pelaksaan 3 (SP 3)
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum
obat (discharge planning).
2) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
3)
3. Strategi pelaksanaan dan orientasi pada pasien
Menurut Fitria (2010) adalah sebagai berikut :
SP 1 : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan, mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, mengidentifikasi
perilaku kekerasan yang dilakukan, mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan,
menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Orientasi :
“assalamualaikum pak, perkenalkan nama saya A, saya perawat dari puskesmas..., saya
yang akan merawat bapak hari ini. Nama bapak siapa?, senangnya dipanggil apa?, bisa
kita berbincang-bincang sekarang tentang apa yang menyebabkan bapak marah? Berapa
lama bapak mau kita berbincang-bincang? Dimana enaknya kita berbincang-bincang
pak?”
Kerja :
“apa yang menyebabkan bapak memukul istri bapak dan memecahkan perabotan di
rumah? Apa yang bapak rasakan sebelum bapak memukul ibu dan memecahkan barang-
barang di rumah? Apa perubahan yang terjadi pada diri bapak sebelum memukul ibu dan
memecahkan barang-barang di rumah? Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada
bapak berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan terkepal sebelum
bapak memukul istri dan memecahkan barang-barang? Apakah ada tanda/hal lain yang
bapak rasakan sebelum bapak memukul dan memecahkan barang? Apa yang bapak
rasakan ketika bapak marah? Apakah merasakan dada berdebar-debar, atau mata melotot?
Setelah bapak memukul istri dan merusak perabotan rumah tangga, apa yang bapak
rasakan? Menurut bapak apa kerugiannya bila bapak memukul istri dan merusak
perabotan rumah tangga? Menurut bapak apakah ada cara lain yang lebih baik untuk
mengungkapkan kemarahan bapak agar tidak menimbulkan kerugian? Maukah bapak
belajar cara marah yang baik agar rasa jengkel bapak tersalurkan tetapi tidak menimbulkan
kerugian?
Terminasi :
“bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau
saya datang kembali ke rumah bapak dua hari yang akan datang? Jam berapa sebaiknya
saya datang kembali? Dimana enaknya kita bercakap-cakap nanti? Bagaimana nanti kalau
kita bicarakan tentang cara mengontrol marah dengan minum obat?.
SP 2: Melatih pasien mengontrol marah dengan minum obat, menganjurkan pasien
memasukkan dalam kegiatan harian.
Orientasi :
“assalamualaikum pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang saya datang
lagi. Bagaimana kalau sekarang kita berbicara dan latihan tentang cara minum obat yang
benar? Dimana enaknya kita berbincang bincang tentang hal tersebut? Berapa lama bapak
mau kita berbincang-bincang tentang hal tersebut? Sekarang saya kan jelaskan tentang
pentingnya minum obat”.
Kerja :
“bapak perlu minum obat ini secara teratur agar pikirannya lebih tenang dan tidurnya juga
tenang. Obatnya ada tiga macam pak yang warna oranye namanya CPZ, yang putih
namanya THP, dan yang merah jambu namanya HLP. Semuanya ini harus bapak minum
3 kali sehari, pada jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam. Bila nanti setelah minum
obat mulut bapak terasa kering bapak bisa menagtasinya dengan mengisap-isap es batu.
Bila terasa berkunang-kunang sebaiknya bapak istirahat dan jangan beraktivitas dulu.
Sebelum minum obat bapak harus melihat dulu label dikotak obat apakah benar nama
bapak yang tertulis disana, berapa dosis yang harus diminum dan obat diminum pada jam
berapa saja. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar?”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang
benar?”
“Coba bapak sebutkan lagi jenis obat yang bapak minum! Bagaimana cara minum obat
yang benar?”
“Baik, besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauh mana bapak melaksanakan
kegiatan dan dapat mencegah rasa marah”.
SP 3 : Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih pasien mengontrol
perilaku kekerasan secara fisik, menganjurkan pasien memasukkannya dalam
kegiatan harian.
Orientasi :
“assalamualikum pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang saya datang
lagi. Apakah bapak sudah minum obat secara teratur untuk mengontrol marah bapak?
Bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang cara menyalurkan marah secara fisik?
Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hal tersebut? Berapa lama bapak mau
kita berbincang-bincang tentang hal tersebut?”

Kerja :
“kalau tanda-tanda marah yang bapak sebutkan dua hari yang lalu seperti mata melotot,
dada berdebar-debar, dan perasaan kesal, hal pertama yang bisa bapak lakukan adalah
memukul kasur dan bantal. Kedua, bapak bisa menarik nafas dalam untuk menyalurkan
perasaan-perasaan tadi. Nah ... coba sekarang kita ke kamar, disana nanti akan saya
peragakan cara memukul kasur dan bantal. Begini caranya pak!”(perawat memperagakan
cara memukul kasur dan bantal).
“coba bapak ulangi! Ya.. bagus sekali cara bapak memukul kasur dan bantal. Sekarang
saya ajarkan caranya menarik napas dalam. Begini pak, tarik napas melalui hidung, tahan
sampai hitungan ketiga lalu hembuskanlah perlahan-lahan melalui mulut. Lakukan
berulang-ulang sampai perasaan kesal dan dada berdebar-debar tadi hilang atau berkurang,
kurang lebih selama lima kali pak. Sekarang kita buat jadwal ya pak, berapa kali dalam
sehari bapak mau melakukan latihan memukul kasur dan bantal serta tarik napas dalam
ini?.”
Terminasi:
“bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara menyalurkan marah
secara fisik? Coba bapak sebutkan lagi cara memukul kasur dan bantal serta tarik nafas
dalam tadi! Setelah ini coba bapak lakukan latihan memukul kasur dan bantal serta tarik
nafas dalam tadi sesuai dengan jadwal yang telah kita buat tadi. Dua hari lagi saya akan
datang mengunjungi bapak ya? Nanti kita akan membicarakan tentang cara bicara yang
baik bila sedang marah, setuju?”.
SP 4 : Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih pasien mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara sosial/verbal , menganjurkan pasien memasukkan
dalam kegiatan harian.
Orientasi :
“assalamualaikum pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang saya datang
lagi. Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul bantal kasur? Apa
yang dilakukan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“bagaimana kalau sekarang kita lakukan cara lain untuk menyalurkan marah bapak, yaitu
dengan cara mengungkapkan sesuatu dengan cara yang baik kepada seseorang yang
dianggap bermasalah dengan bapak? Di mana enaknya kita berbincang-bincang tentang
hal tersebut?”
Kerja :
“pak, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik nafas dalam, jika
tidak reda juga marahnya, bisa coba pukul bantal atau guling dan jika belum reda juga dan
bapak masih kesal dengan orang yang menyebabkan bapak marah, coba bertemu dengan
yang bersangkutan kemudian sampaikan dengan kata-kata yang sopan, jelas maksudnya,
dan tidak menyalahkan. Atau bila bapak dipaksa melakukan sesuatu oleh orang lain
padahal bapak tidak mau coba bapak sampaikan juga penolakannya dengan bahasa yang
sopan, tidak menggurui, dan jelaskan mengapa bapak mengambil keputusan demikian?”.
“bagaimana pak, bisa bapak coba cara ini? Bagaimana kalau sekarang kita buat jadwal
untuk mengungkapkan kepada seseorang yang telah membuat bapak kesal?”.
Terminasi :
“bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara menyalurkan marah
dengan mengungkapkan kepada seseorang yang telah membuat bapak kesal?”
“coba bapak sebutkan lagi cara mengungkapkan marah dengan seseorang yang telah
membuat bapak kesal!”
“besok insya allah saya akan mengunjungi bapak lagi ya?”
“bagaimana kalau waktunya seperti sekarang ini saja, apakah bapak setuju?”
“setelah ini coba bapak bertemu denagn seseorang yang telah membuat bapak kesal,
sesuai jadwal yang telah kita buat tadi”.
“nanti kita akan membicarakan cara menyalurkan marah dengan spiritual?”
SP 5: Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. Mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara spiritual, memasukkan ke dalam jadwal harian pasien.
Orientasi :
Assalamualaikum pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang saya datang
lagi. Bagaimana pak, sudah minum obat secara teratur, latihan tarik nafas dalam, pukul
bantal atau kasur serta bicara yang baik? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan
secara teratur? Bagaimana kalau sekarang kita melakukan cara yang lain untuk
menyalurkan rasa marah bapak, yaitu dengan ibadah? Di mana kita enaknya berbincang-
bincang tentang hal tersebut?”

Kerja :
”pak kalau bapak sedang marah coba langsung duduk dan tarik nafas dalam, jika tidak
reda marahnya coba rebahkan badan dan rileks, jika tidak reda juga coba ambil air wudhu
dan sholat. Bagaimana bapak mencoba cara ini? Bagaimana kalau sekarang kita buat
jadwal shalatnya?”
Terminasi :
“bagaimana perasaan bapak setelah kita berbicara tentang cara menyalurkan marah
melalui ibadah? Coba sebutkan lagi ibadah yang bisa bapak lakukan jika bapak merasa
marah. Dua hari lagi saya akan mengunjungi bapak lagi ya? Bagaimana kalau waktunya
seperti sekarang ini saja, apakah bapak setuju? Setelah ini coba bapak tunaikan salat
sesuai dengan jadwal yang telah kita buat tadi.
4.Strategi pelaksanaan dan orientasi keluarga
SP 1: Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara merawat
pasien perilaku kekerasan dirumah (diskusikan masalah yang dihadapi keluarga
dalam merawat pasien, diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan
(penyebab, tanda, dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
kekerasan tersebut), diskusikan bersama keluarga kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain.)
Orientasi:
“Selamat pagi Bu, perkenalkan nama saya HP, saya perawat dari ruang Soka ini, saya
yang akan merawat bapak (pasien). Nama Ibu siapa. Senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang masalah yang Ibu hadapi? Berapa lama
Ibu kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau dikantor Perawat?”
Kerja:
“Bu, apa masalah yang ibu hadapi dalam merawat Bapak? Apa yang ibu lakukan? Baik
Bu, saya akan coba jelaskan tentang marah bapak dan hal-hal yang perlu diperhatikan.”
“Bu, marah adalah suatu perasaan yang wajar, tetapi jika tidak disalurkan dengan benar
akan membahayakan dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan.
“Hal yang menyebabkan suami Ibu marah dan mengamuk adalah kalau dia merasa
direndahkan dan keinginannya tidak terpenuhi.”
“Tanda orang marah adalah tampak tegang dan merah, kemudian kelihatan gelisah, dan
biasanya setelah itu ia akan melampiaskan dengan membanting-banting perabotan rumah
tangga atau memukul atau bicara kasar. Kalau sedang marah apa yang terjadi pada Bapak?
Lalu apa yang biasa Bapak lakukan saat marah?”
“Jika hal tersebut terjadi sebaiknya Ibu tetap tenang, bicara lembut, tetap tegas, jangan
lupa jaga jarak dan jauhkan benda-benda tajam dari sekitar Bapak seperti gelas dan pisau.
Jauhkan juga anak-anak kecil dari Bapak.”
“Jika Bapak masih marah dan ngamuk segera bawa ke puskesmas atau RSJ setelah
sebelumnya diikat dulu (ajarkan caranya pada keluarga). Jangan lupa minta bantuan orang
lain saat mengikat bapak ya Bu, lakukan dengan tidak menyakiti Bapak dan jelaskan
alasan mengikat, yaitu agar Bapak tidak mencederai diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan.”
“Nah Bu, Ibu sudah lihat apa yang saya ajarkan kepada Bapak bila tanda-tanda kemarahan
itu muncul. Ibu bisa bantu Bapak dengan cara mengingatkan jadwal latihan cara
mengendalikan marah yang sudah dibuat, yaitu secara fisik, verbal, spiritual, dan obat
teratur.”
“Kalau Bapak bisa melakukan latihannya dengan baik jangan lupa dipuji ya Bu.”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat Bapak?”
“Coba ibu sebutkan lagi cara merawat Bapak. Setelah ini coba Ibu ingatkan jadwal yang
telah dibuat untuk bapak, ya Bu.”
“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang sudah kita
bicarakan tadi langsung pada Bapak? Tempatnya disini saja ya Bu?”

SP 2 : Melatih keluarga melakukan cara-cara mengendalikan kemarahan (evaluasi


pengetahuan keluarga tentang marah, anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien
melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat, ajarkan keluarga untuk
memberikan pujian kepada pasien jika pasien dapat melakukan kegiatan tersebut
secara tepat, diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan jika
pasien menunjukan gejala-gejala perilaku kekerasan).
Orientasi:
“selamat pagi Bu, sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu sekarang kita ketemu lagi untuk
latihan cara-cara mengendalikan rasa marah Bapak.”
“bagaimana Bu? Masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada yang mau Ibu tanyakan? Berapa
lama Ibu kita mau latihan?”
“Bagaimana kalau kita latihan disini saja?”
“Sebentar saya panggilkan bapak agar bisa berlatih bersama.”
Kerja:
“Nah Pak, coba ceritakan kepada Ibu, latihan yang sudah bapak lakukan. Bagus sekali!
Coba perlihatkan kepada ibu jadwal harian Bapak. Bagus!”
“Nanti dirumah ibu bisa membantu bapak latihan mengendalikan kemarahan bapak.”
“Sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya,Pak?”
“Masih ingat Pak, kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan, apa yang harus
dilakukan Bapak?”
“Ya.. betul, Bapak berdiri, lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar lalu keluarkan atau
tiupkan perlahan-lahan melalui mulut, seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi,
tarik napas dari hidung, bagus..,tahan, dan tiupkan melalui mulut.”
“Nah, lakukan 5 kali, coba Ibu temani dan bantu bapak menghitung latihan ini sampai 5
kali. Bagus sekali, Bapak dan Ibu sudah bisa melakukannya dengan baik.”
“Cara kedua adalah minum obat teratur ya pak, Bu agar pikiran Bapak jadi tenang,
tidurnya juga tenang, tidak ada rasa marah.”

“Bapak coba jelaskan berapa macam obatnya! Bagus. Jam berapa minum obat? Bagus.
Apa guna obat? Bagus.”

“Apakah boleh mengurangi atau menghentikan obat? Wah bagus sekali”

“Dua hari yang lalu saya sudah jelaskan obat yang Bapak dapatkan, Ibu tolong selama
dirumah ingatkan Bapak untuk meminumnya secara teratur dan jangan dihentikan tanpa
sepengetahuan dokter.”

“Cara yang ketiga masih ingat Pak,Bu? Ya…benar, kalau ada yang menyebabkanbapak
marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam
bapak dapat memukul bantal dan kasur.”
“Sekarang coba kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar Bapak? Jadi kalau
nanti Bapak kesal dan ingin marah, langsung kekamar dan lampiaskan kemarahan tersebut
dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan sambil didampingi Ibu,
berikan bapak semangat ya Bu. Ya, bagus sekali Bapak melakukannya.”
“Cara yang keempat adalah bicara yang baik bila sedang marah. Ada tiga caranya Pak,
coba praktikan langsung pada Ibu cara bicara ini:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar, misalnya: Bu, saya perlu uang untuk beli rokok! Coba
Bapak praktikkan. Bagus pak.
2. Menolak dengan baik, katakan : Maaf saya tidak bisa melakukannya karena saya
ada kerjaan. Coba Bapak praktikkan. Bagus pak.
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal
bapak dapat mengatakan : Saya jadi ingin marah karena perkataanmu tadi. Coba
praktikkan. Bagus!”
“Cara yang terakhir adalah kalau Bapak sedang marah apa yang harus dilakukannya? Baik
sekali, Bapak coba langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya
rebahkan badan agar rileks.”

“Bapak bisa melakukan ibadah secara teratur dengan didampingi ibu untuk meredakan
kemarahan.”

Terminasi:
“Baiklah Bu, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan Ibu setelah kita latihan cara
mengendalikan marah langsung kepada Bapak?”

“Bisa Ibu sebutkan lagi ada berapa cara mengendalikan marah?”

“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi Bapak untuk melaksanakan jadwal latihan yang
telah dibuat. Jangan lupa berikan pujian untuk bapak bila dapat melakukan dengan benar
ya Bu!”

“Karena Bapak sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari lagi Ibu bertemu
saya untuk membicarakan jadwal aktivitas Bapak selama di rumah nanti.”

“Jam 10 seperti hari ini ya Bu. Di ruang ini juga.”

SP 3 : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga (membantu keluarga


membuat aktivitas yang akan dilakukan dirumah, menjelaskan follow up pasien
setelah pulang).

Orientasi:

“Selamat pagi Pak, Bu, karena besok Bapak sudah boleh pulang, maka sesuai janji kita
sekarang bertemu untuk membicarakan jadwal Bapak selama di rumah.”

“Bagaimana Pak, Bu, selama ibu membesuk apakah sudah terus dilatih cara merawat
Bapak?”

“Apakah sudah dipuji keberhasilannya?”

“Nah sekarang bagaimana kalau sekarang bicarakan jadwal di rumah disini saja?”

“Berapa lama Bapak dan Ibu mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?”

Kerja:

“Pak, Bu, jadwal yang telah dibuat selama Bapak di rumah sakit tolong dilanjutkan
dirumah, baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya. Mari kita lihat jadwal
Bapak!”

“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh Bapak
selama dirumah, misalnya Bapak menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi Suster E di Puskesmas
Indara Puri, puskesmas terdekat dirumah ibu dan bapak, ini nomor telpon puskesmasnya:
(0651) 554xxx. Jika tidak teratasi Suster E akan merujuknya ke RSJ.”

“Selanjutnya suster E yang akan membantu memantau perkembangan Bapak selama di


rumah.”

Terminasi:

“Bagaimana Bu? Ada yang ingin ditanyakan?”


“Coba Ibu sebutkan apa saja yang perlu diperhatikan (jadwal kegiatan, tanda atau gejala,
tindak lanjut ke puskesmas).”

“Baiklah, silakan menyelesaikan administrasi! Saya akan persiapkan pakaian”.

I. Terapi Aktivitas Kelompok

Menurut Budi Anna Keliat dan Akemat (2005) Terapi Aktivitas Kelompok yang
dapat dilakukan untuk pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan adalah : Terapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Persepsi.
1) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
Menurut Budi Anna Keliat dan Akemat (2005) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait
dengan pengalaman dan/ kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi
kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternative penyelesaian masalah.
1. Tujuan :
a. Tujuan Umum : Pasien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah
yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya.
b. Tujuan Khusus :
1. Pasien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya
dengan cepat.
2. Pasien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang
dialami.
2. Aktivitas dan Indikasi
a. Mempersepsikan stimulus nyata sehari-hari.
b. Memperspsikan stimulus nyata dan respon yang dialami dalam kehidupan.
c. Mempersepsikan stimulus yang tidak nyata dan respon yang dialami dalam
kehidupan.
d. Mempersepsikan stimulus nyata yang mengakibatkan harga diri rendah.

3. Tim Terapi dan Tugasnya


a. Leader :
1. Menyusun rencana TAK.
2. Merencanakan,mengontrol dan mengatur berlangsungnya TAK.
3. Mengarahkan kelompok dalam pencapaian tujuan, memimpin jalannya
TAK.
4. Menetapkan tujuan dan peraturan kelompok.
5. Memfasilitasi setiap anggota untuk mengkoreksi perasaan.
6. mengajukan pendapat dan memberikan umpan balik.
7. Memberi motivasi anggota untuk mengemukakan pendapat dan memberi
reinforcement positif.
8. Evaluasi tindak lanjut.
b. Co Leader :
1. Membantu leader dalam pengorganisasian anggota kelompok.
2. Mengingatkan pemimpin bila diskusi menyimpang.
3. Bersama leader memberi contoh bentuk kerjasama yang baik.
c. Fasilitator:
1. Ikut serta dalam kegiatan kelompok.
2. Memberikan stimulus dan motivasi kepada pasien anggota kelompok
untuk aktif mengikuti berlangsungnya TAK.
3. Mengikuti arahan dari leader dalam mengikuti kegiatan kelompok.
d. Observer :
1. Mencatat serta mengamati respon pasien (dicatat pada format yang
tersedia), dinamika jalannya TAK, keadaan peserta (aktif, pasif,
kooperatif).
2. Mengawasi berlangsungnya TAK dari mulai persiapan, proses hingga
penutupan.
3. Memberikan umpan balik kepada leader, co-leader, fasilitator tentang
jalannya TAK.
5.Setting
Terapi dengan pasien duduk bersama membentuk lingkaran ruang nyaman dan
tenang.
1. Antisipasi Masalah
a. Beri perhatian khusus dalam penyampaian materi dan peragaan.
b. Bimbing sebisa mungkin peserta TAK mengikuti perintah.
c. Buatlah kontrak dengan seluruh peserta TAK untuk disiplin selama proses
berjalannya TAK dengan tidak meninggalkan tempat pelaksanaan sesuai dengan
kontrak waktu.
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki pasien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap pasien. Contoh: pasien mengikuti sesi 2 TAKstimulus persepsi
perilaku kekerasan, pasien mampu mempraktikkan tarik nafas dalam, tetapi belum
mampu mempraktikkan pukul kasur dan bantal. Anjurkan dan bantu pasien
mempraktikkan di ruang rawat (buat jadwal).
2. Sesi Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi
Sesi 1: Mengenal Perilaku Kekerasan yang biasa dilakukan
Tujuan
1. Pasien dapat menyebutkan stimulus penyebab kemarahannya.
2. Pasien dapat menyebutkan respons yang dirasakan saat marah (tanda dan gejala
marah).
3. Pasien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku
kekerasan).
4. Pasien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan.
Setting
1. Terapi dan pasien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
Alat
1. Papan tulis.
2. Kapur / spidol.
3. Buku catatan dan bolpoin.
4. Jadwal kegiatan pasien.
Metode
1. Dinamika kelompok.
2. Diskusi dan Tanya jawab.
3. Bermain peran / stimulus.
Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Memilih pasien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif.
b. Membuat kontrak dengan pasien.
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a.Salam terapeutik
1. Salam terapi kepada pasien.
2. Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).
3. Menanyakan nama dan panggilan semua pasien (beri papan nama).
a. Evaluasi / validasi
1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.
2. Menanyakan masalah yang dirasakan.

c.Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenalperilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
2. Menjelaskan aturan main berikut :
a. Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis.
b. Lama kegiatan 45 menit.
c. Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan penyebab marah.
1. Tanyakan pengalaman tiap pasien.
2. Tulis di papan tulis.
b. Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan pasien saat terpapar oleh
penyebab marah sebelum perilaku kekerasan terjadi.
1. Tanyakan perasaan tiap pasien saat terpapar oleh penyebab (tanda dan
gejala)
2. Tulis di papan tulis.
c. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan pasien (verbal,
merusak lingkungan, mencederai / memukul orang lain, dan memukul diri
sendiri).
1. Tanyakan perilaku yang dirasakan saat marah.
2. Tulis di papan tulis.
d. Membantu pasien memilih salah satu perilaku kekerasan yang paling sering
dilakukan untuk diperagakan.
e. Melakukan bermain peran/ simulasi untuk perilaku kekerasan yang tidak
berbahaya (terapis sebagai sumber penyebab pasien yang melakukan
perilaku kekerasan).
f. Menanyakan perasaan pasien setelah selesai bermain peran/ simulasi.
g. Mendiskusikan dampak/ akibat perilaku kekerasan.
1. Tanyakan akibat perilaku kekerasan
2. Tuliskan di papan tulis
h. Memberikan reinforcement pada peran serta pasien
i. Dalam menjalankan a sampai h, upayakan semua pasien terlibat.
j. Beri kesimpulan penyebab; tanda dan gejala; perilaku kekerasan;dan
akibat perilaku kekerasan.
k. Menanyakan kesediaan pasien untuk mempelajari cara baru yang sehat
menghadapi kemarahan.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK .
2. Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku pasien yang
positif.
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan pasien menilai dan mengevaluasi jika terjadi penyebab
marah, yaitu tanda dan gejala perilaku kekerasan yang terjadi serta
akibat perilaku kekerasan.
2. Menganjurkan pasien mengingat penyebab, tanda dan gejala perilaku
kekerasan dan akibatnya yang belum diceritakan.
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati cara belajar mengatasi perilaku kekerasan dengan minum
obat.
2. Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnyadan obatnya.

Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan pasien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk
TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 1, kemampuan yang diharapkan
adalah mengetahui penyebab perilaku, mengenal tanda gejala, perilaku kekerasan
yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut :
Dokumentasi

Dokumentasi kemampuan yang dimiliki pasien saat TAK pada catatan proses

keperawatan tiap pasien. Contoh: pasien mengikuti sesi 1, TAK stimulus persepsi

perilaku kekerasan. Pasien mampu menyebutkan penyebab perilaku kekerasannya,


mengenal tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan dan

akibat yang dirasakan. Anjurkan pasien mengingat dan menyampaikan jika semua

dirasakan dirumah sakit.

Sesi 2 : Mencegah Perilaku Kekerasan dengan Minum obat


Tujuan
1. Pasien dapat menyebutkan keuntungan minum obat.
2. Pasien dapat menyebutkan akibat/ kerugian tidak patuh minum obat.
3. Pasien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.
Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
Alat
1. Papan tulis.
2. Buku catatan dan bolpoin.
3. Jadwal kegiatan pasien.
4. Beberapa contoh obat.
Metode
1. Dinamika kelompok.
2. Diskusi dan Tanya jawab.
Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah ikut sesi 1.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam terapis kepada pasien.
2. Pasien dan terapis mengenakan papan nama.
b. Evaluasi/ validasi
1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.
2. Menanyakan apakah ada kejadian perilaku kekerasan: penyebab marah,
tanda dan gejala perilaku kekerasan serta akibatnya.
c. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan minum obat untuk mencegah
perilaku kekerasan.
2. Menjelaskan aturan main berikut:
a. Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin
kepada terapis.
b. Lama kegiatan 45 menit.
c. Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan macam obat yang dimakan pasien : nama dan warna (upayakan
tiap klien menyampaikan).
b. Mendiskusikan waktu minum obat yang biasa dilakukan pasien.
c. Tuliskan di papan tulis hasil a dan b.
d. Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu, benar orang
yang minum, benar cara minum, benar dosis.
e. Minta pasien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran.
f. Berikan pujian pada klien yang benar.
g. Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di papan tulis).
h. Mendiskusikan peranan pasien setelah teratur minum obat (catat di papan tulis).
i. Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah
perilaku kekerasan/ kambuh.
j. Menjelaskan akibat/ kerugian jika tidak patuh minum obat, yaitu kejadian
perilaku kekerasan/ kambuh.
k. Minta pasien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dna kerugian
tidak patuh minum obat.
l. Memberi pujian setiap kali pasien benar.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan pasien perasaanya setelah mengikuti TAK.
2. Menanyakan ulang cara baru yang sehat mencegah perilaku kekerasan.
3. Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan pasien patuh minum obat untuk mencegah perilaku
kekerasan.
2. Memasukkan minum obat pada jadwal kegiatan harian pasien.
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu untuk mencegah
perilaku kekerasan.
2. Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.
Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan pasien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk
TAK stimulus persepsi perilaku kekerasan sesi 2, kemampuan yang diharapkan
adalah mengetahui lima benar cara minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat
tidak patuh minum obat. Formulir evaluasi sebagai berikut:

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien. Contoh : Klien mengikuti Sesi 2 TAK stimulasi
persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu menyebutkan lima benar minum obat,
belum dapat menyebutkan keuntungan minum obat dan akibat tidak minum obat.
Anjurkan klien mempraktikkan lima benar cara minum obat, bantu klien merasakan
keuntungan minum obat, dan akibat tidak minum obat.
Sesi 3 : Mencegah Perilaku Kekerasan Fisik
Tujuan
1. Pasien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan pasien.
2. Pasien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku
kekerasan.
3. Pasien dapat mendemonstrasikan dua kegiatan fisik yang dapat mencegah
perilaku kekerasan.
Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
Alat
1. Kasur/kantong tinju/ gendang.
2. Papan tulis.
3. Buku catatan dan bolpoin.
4. Jadwal kegiatan pasien.
Metode
1. Dinamika kelompok.
2. Diskusi dan Tanya jawab.
3. Bermain peran/ simulasi.
Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah ikut sesi 2.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam terapis kepada pasien.
2. Pasien dan terapis mengenakan papan nama.
b. Evaluasi/ validasi
1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.
2. Menanyakan apakah ada kejadian perilaku kekerasan : penyebab, tanda
gejala perilaku kekerasan serta akibatnya.
c. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu cara fisik untuk mencegah perilaku
kekerasan.
3. Menjelaskan aturan main berikut:
a. Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin
kepada terapis.
b. Lama kegiatan 45 menit.
c. Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh pasien.
1. Tanyakan kegiatan: rumah tangga, harian, olahraga yang biasa
dilakukan oleh pasien.
2. Tulis dipapan tulis.
b. Menjelaskan kegiatan fisik yang dapat digunakan untuk menyalurkan
kemarahan secara sehat: tarik nafas dalam, menjemur/memukul kasur/
bantal, menyikat kamar mandi, bermain bola dan senam.
c. Membantu pasien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan.
d. Bersama pasien mempraktikkan dua kegiatan yang dipilih
1. Terapis mempraktikkan.
2. Pasien melakukan demonstrasi.
e. Menanyakan perasaan pasien setelah mempraktikkan cara penyaluran
kemarahan.
f. Memberi pujian pada peran serta pasien.
g. Upayakan semua pasien berperan aktif.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan pasien perasaanya setelah mengikuti TAK.
2. Menanyakan ulang cara baru yang sehat mencegah perilaku
kekerasan.
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan pasien memakai cara yang telah dipelajari jika
stimulus penyebab perilaku kekerasan.
2. Menganjurkan pasien melatih secara teratur cara yang telah
dipelajari.
3. Memasukan pada jadwal harian pasien.
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu interaksi
sosial yang asertif.
2. Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.
Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan pasien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk
TAK stimulus persepsi perilaku kekerasan sesi 3, kemampuan yang diharapkan
adalah kemampuan mencegah perilaku kekerasan secara fisik. Formulir evaluasi
sebagai berikut:
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan

proses keperawatan tiap klien. Contoh : Klien mengikuti Sesi 3 TAK stimulasi

persepsi perilaku kekerasan, klien mampu mempraktikkan tarik nafas dalam, tetapi

belum mampu mempraktikkan pukul kasur dan bantal.

Sesi 4 : Mencegah Perilaku Kekerasan Sosial


Tujuan
1. Pasien dapat mengungkapkan keinginan dan permintaan tanpa memaksa.
2. Pasien dapat mengungkapkan penolakan dan rasa sakit hati tanpa kemarahan.
Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
Alat
1. Papan tulis.
2. Buku catatan dan bolpoin.
3. Jadwal kegiatan pasien.
Metode
1. Dinamika kelompok.
2. Diskusi dan Tanya jawab.
3. Bermain peran/ simulasi.
Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah ikut sesi 3.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam terapis kepada pasien.
2. Pasien dan terapis mengenakan papan nama.
b. Evaluasi/ validasi
1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.
2. Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah, serta
perilaku kekerasan.
3. Tanyakan apakah kegiatan fisik untuk mencegah perilaku kekerasan
sudah dilakukan.
c. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu cara sosial untuk mencegah perilaku
kekerasan.
2. Menjelaskan aturan main berikut:
a. Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
izin kepada terapis.
b. Lama kegiatan 45 menit.
c. Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan dengan pasien cara bicara jika ingin meminta sesuatu dari
orang lain.
b. Menuliskan cara-cara yang disampaikan pasien.
c. Terapis mendemonstrasikan cara meminta sesuatu tanpa paksaan, yaitu
“saya perlu/ ingin/ minta ....., yang akan saya gunakan untuk ....”.
d. Memilih dua orang pasien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara
pada poin c.
e. Ulangi d. Sampai semua pasien mencoba.
f. Memberikan pujian pada peran serta pasien.
g. Terapis mendemonstrasikan cara menolak dan menyampaikan rasa sakit hati
pada orang lain, yaitu “saya tidak dapat melakukan...” atau “saya tidak
menerima dikatakan ....” atau “saya kesal dikatakan seperti itu ...”.
h. Memilih dua orang pasien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara
pada poin d.
i. Ulangi h. Sampai semua pasien mencoba.
j. Memberikan pujian pada peran serta pasien.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan pasien perasaanya setelah mengikuti TAK.
2. Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah
dipelajari.
3. Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan pasien menggunakan kegiatan fisik dan interaksi sosial
yang asertif, jika stimulus penyebab perilaku kekerasan terjadi.
2. Menganjurkan pasien melatih kegiatan fisik dan interaksi sosial yang
asertif secara teratur.
3. Memasukkan interaksi sosial yang asertif pada jadwal kegiatan harian
pasien.
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu interaksi kegiatan
ibadah.
2. Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.
Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan pasien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk
TAK stimulus persepsi perilaku kekerasan sesi 4, kemampuan yang diharapkan
adalah kemampuan mencegah perilaku kekerasan secara sosial. Formulir evaluasi
sebagai berikut:

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki pasien saat TAK pada catatan

proses keperawatan tiap pasien. Contoh :pasien mengikuti Sesi 4 TAK stimulasi

persepsi perilaku kekerasan, klien mampu memperagakan cara meminta tanpa

paksaan, menolak dengan baik, dan mengungkapkan kekerasan. Anjurkan pasien

mempraktikkan di ruang rawat (buat jadwal).


Sesi 5 : Mencegah Perilaku Kekerasan Spiritual
Tujuan
Pasien dapat melakukan kegiatan ibadah secara teratur.
Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
Alat
1. Papan tulis dan alat tulis.
2. Buku catatan dan bolpoin.
3. Jadwal kegiatan pasien.
Metode
1. Dinamika kelompok.
2. Diskusi dan Tanya jawab.
3. Bermain peran/ simulasi.
Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah ikut sesi.
d. Mempersiapkan alat dan tempat.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam terapis kepada pasien.
2. Pasien dan terapis mengenakan papan nama.
b. Evaluasi/ validasi
1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.
2. Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah, serta
perilaku kekerasan.
3. Tanyakan apakah kegiatan fisik dan interaksi sosial yang asertif untuk
mencegah perilaku kekerasan sudah dilakukan.
c. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu kegiatan ibadah untuk mencegah
perilaku kekerasan.
2. Menjelaskan aturan main berikut:
a. Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
izin kepada terapis.
b. Lama kegiatan 45 menit.
c. Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.
3. Tahap kerja
a. Menanyakan agama dan kepercayaan masing-masing pasien.
b. Mendiskusikan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan masing-masing pasien.
c. Menuliskan kegiatan ibadah masing-masing pasien.
d. Meminta pasien untuk memilih satu kegiatan ibadah.
e. Meminta pasien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih.
f. Memberikan pujian pada penampilan pasien.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan pasien perasaanya setelah mengikuti TAK.
2. Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan
3. Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan pasien menggunakan kegiatan fisik, interaksi sosial yang
asertif, dan kegiatan ibadah jika stimulus penyebab perilaku kekerasan
terjadi.
2. Menganjurkan pasien melatih kegiatan fisik, interaksi sosial yang asertif,
dan kegiatan ibadah secara teratur.
3. Memasukan kegiatan ibadah pada jadwal harian pasien.
c. Kontrak yang akan datang
Mengakhiri pertemuan untuk TAK perilaku kekerasan, dan disepakati jika
klien perlu TAK yang lain.
Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan pasien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk
TAK stimulus persepsi perilaku kekerasan sesi 5, kemampuan yang diharapkan
adalah perilaku kegiatan ibadah untuk mencegah kekerasan. Formulir evaluasi
sebagai berikut:
Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan

proses keperawatan tiap klien.Contoh : Klien mengikuti Sesi 5 TAK stimulasi

persepsi perilaku kekerasan, klien mampu memperagakan dua cara ibadah. Anjurkan

klien melakukannya secara teratur di ruangan (buat jadwal).

Anda mungkin juga menyukai