TUGAS AKHIR
i
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
Disusun Oleh :
WISNU AJI PRAWOTO
04 511 088
ii
DAFTAR ISI
vii
BAB III LANDASAN TEORI ....................................................................... 9
3.1 Pemilihan Lokasi Bendung .................................................... 9
3.2 Perancangan Tubuh Bendung ................................................ 11
3.2.1 Perancangan Bentuk dan Elevasi Mercu Bendung .... 11
3.2.2 Perancangan Jari-jari Mercu Bendung ...................... 12
3.2.3 Lebar Efektif Mercu Bendung ................................... 14
3.2.4 Tinggi Muka Air Sebelum Ada Bendung .................. 15
3.2.5 Tinggi Muka Air Setelah Ada Bendung .................... 16
3.2.6 Efek Back Water ........................................................ 16
3.2.7 Perancangan Kolam Olak .......................................... 19
3.2.8 Rip-rap ....................................................................... 22
3.2.9 Perancangan Lantai Muka ......................................... 24
3.3 Perancangan Bangunan Pengambilan .................................... 24
3.4 Perancangan Bangunan Pembilas .......................................... 25
3.5 Perancangan Bangunan Penangkap Pasir .............................. 27
3.5.1 Perancangan Kantong Lumpur .................................. 27
3.5.2 Perencanaan Bangunan Pembilas Kantong Lumpur . 29
3.6 Stabilitas Bendung ................................................................. 29
3.6.1 Gaya-gaya yang Bekerja pada Bendung .................... 29
3.6.2 Kebutuhan Stabilitas ................................................. 32
3.7 Stabilitas Tanggul .................................................................. 34
3.7.1 Gaya-gaya yang Bekerja ........................................... 34
3.7.2 Kebutuhan Stabilitas ................................................. 35
viii
4.4.1 Data Topografi ........................................................... 37
4.4.1 Data Hidrologi ........................................................... 38
4.4.2 Data Morfologi .......................................................... 38
4.4.3 Data Geologi .............................................................. 38
4.5 Langkah-langkah Perancangan ................................................ 38
ix
5.7.1 Gaya yang Bekerja..................................................... 72
5.7.2 Stabilitas Bendung saat kondisi air normal ............... 82
5.7.3 Stabilitas Bendung Saat Kondisi air Banjir ............... 92
5.8 Analisa Stabilitas Tanggul ...................................................... 98
5.8.1 Gaya yang Bekerja..................................................... 98
5.8.2 Stabilitas Bendung saat kondisi air normal ............... 102
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
xi
Tabel.5.26 Gaya tekanan tembok penahan tanah ................................................ 99
Tabel.5.27 Gaya horizontal dan momen ............................................................. 100
Tabel.5.28 Gaya horizontal dan momen ............................................................. 101
Tabel.5.29 Gaya dan momen yang terjadi ........................................................... 103
Tabel.5.30 Perbandingan hasil redesain dengan desain yang ada ..................... 104
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
Gambar 5.18 Berat sendiri .................................................................................. 79
Gambar 5.19 Gaya akibat gempa ........................................................................ 81
Gambar 5.20 Berat sendiri .................................................................................. 82
Gambar 5.21 Gaya akibat gempa sebagai tinjauan bahaya guling....................... 84
Gambar 5.22 Titik tinjauan bahaya patah tarik .................................................... 90
Gambar 5.23 Berat sendiri bendung .................................................................... 92
Gambar 5.24 Gaya akibat gempa sebagai tinjauan bahaya guling....................... 93
Gambar 5.25 Gaya dan diagram tekanan tembok penahan tanah ....................... 98
Gambar 5.26 Miring tanah dan sudut tembok bagian bawah .............................. 99
Gambar 5.27 Momen guling ditinjau dari titik A ............................................... 102
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
Lampiran 27 Faktor Keamanan Tehadap Geser
Lampiran 28 Gambar gaya tekanan air pada kondisi normal
Lampiran 29 Gambar gaya tekanan air pada kondisi banjir
Lampiran 30 Gambar gaya berat sendiri bendung sebagai tinjauan terhadap bahaya
guling.
Lampiran 31 Gambar gaya akibat gempa sebagai tinjauan bahaya guling
Lampiran 32 Gambar gaya akibat beban gempa
Lampiran 33 Gambar gaya berat sendiri bendung
Lampiran 34 Besarnya aliran harian
Lampiran 35 Kartu peserta tugas akhir
Lampiran 36 Kartu presensi konsultasi tugas akhir mahasiswa
xvi
ABSTRAK
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana agar Bendung Pendekan dapat melayani kebutuhan irigasi
296,6 Ha lahan pertanian di wilayah Kabupaten Sleman secara optimal. Penulis
akan melakukan perancangan ulang terhadap fisik bangunan bendung pendekan
sebagai tugas akhir.
1.3 Tujuan
Mendesain ulang Bendung Pendekan sehingga didapat desaian yang dapat
berfungsi secara optimal, meliputi perencanaan dimensi bangunan utama bendung
yaitu mercu bendung, bangunan pembilas utama, bangunan pengambilan, kolam
olak, lantai muka, dan rip - rap.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan pengetahuan dan kontribusi dalam bidang perencanaan
banguan air khususnya bendung
2. Dapat membandingkan desain baru dengan desain sebelumnya.
2
1.6 Lokasi Bangunan
Bendung Pendekan terletak di Dusun Gendukan, Desa Bokoharjo,
Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Bendung Pendekan
Jl.Prambanan-Piyungan
Sungai Opak
Dusun Bangsiran
Dusun Kebondalem
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2 Redesain Bendung Kadireso
Redesain Bendung Kadireso yang terletak di kali Kadireso dilaksanakan
oleh PT. Tatareka Paradya pada tahun 2004. Bendung tersebut tidak berfungsi
karana ada kerusakan pada bagian saluran pengambilan. Dan juga elevasi mercu
yang kurang tinggi sehingga kebutuhan debit tidak terpenuhi.
Perencanaan dilakukan dengan mempertahankan bangunan utama, dengan
perbaikan-perbaikan pada bagian yang mengalami kerusakan sesuai dengan
kondisi normal. Kelemahan pintu pengambilan air dari intake kiri dengan
konstruksi skot balk adalah sulit pengoperasiannya saat terjadi banjir sehingga
didesain ulang dengan pintu sorong baja.
Penambahan tinggi elevasi mercu tentu akan mempengaruhi tinggi muka
air sehingga perlu peninggian tanggul dan perubahan saluran primer. Saluran
pembawa bendung Kadireso kondisinya cukup baik dengan pasangan batu putih
sepanjang ± 75 m. berdasarakan pengukuran Pt. Tatareka diparoleh luas 11 Ha
daerah irigasi.Dibutuhkan 200 m saluran pembawa sehingga dilakukan
penambahan sepanjang 125 m dengan pasangan batu. Karena daerah irigasi yang
tidak begitu luas maka dibuat sistem irigasi langsung dari pintu pengambilan
dibuatkan saluran pembawa langsung keareal persawahan tanpa bangunan
pelengkap maupun sadap.
5
m3/dt untuk mengairi 144,4 Ha areal sebelah kanan dan 0,275 m3/dt untuk
mengairi areal sebelah kiri dengan luas 469,93 Ha.
Desain bendung Tegal ini dengan menggunakan tipe kolam olak Vlugter
dan mercu bentuk bulat. Dari hasil perhitungan desain bendung tegal ini dirancang
lebar bendung adalah 110 m, desain pintu pembilas sebanyak 1 buah dengan lebar
1,5 m terletak didalm as sungai disisi pilar utama bendung dengan lebar 1,5 m
sehingga lebar efektif menjadi 100 m. Tinggi mercu adalah 6,887 m, dengan jari-
jari terkecil adalah 1,9 m dan jari terbesar adalah 3,8 m, panjang kolam olak
dirancang 7,907 m dan digunakan lantai muka sepanjang 40 m. Untuk bangunan
pengambilan didesain kanan dan kiri, untuk pintu sebelah kiri menggunakan
gorong-gorong.
6
bendung Boro yang diletakkan pada as Sungai membutuhkan dimensi bendung
yang lebih besar dari pada bendung Boro pada kopur. Hal ini dapat dilihat dari
berat sendiri bendung pada as sungai adalah 604,213 Ton sedangkan pada desain
yang lama berat bendung adalah 90,433 Ton. Perbedaan juga dapat dilihat dari
elevasi mercu pada bendung Boro pada as sungai adalah 9,89 m, sedangkan pada
sudetan tinggi bendung 2 m.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa hasil redesai bendung
Boro pada as sungai memiliki kelemahan, karena bendung harus memiki bentuk
atau dimensi yang lebih besar dibandingkan dengan desain bendung Boro dengan
lokasi pada kopur atau sudetan. Hal ini dapat merugikan karena akan
menyebabkan suatu pemborosan bila ditinjau dari segi perbedaan volume
bendung yang besar.
7
panjang dari desain yang ada yaitu 119,0125 m sedangkan dari desain yang ada
sepanjang 40 m.
Dari hasil redesain diperoleh elevasi mercu bendung +71,80 m dan elevasi
muka air banjir +73,22 lebih rendah dibandingkan dengan desain yang ada yaitu
elevasi mercu bendung +71,6 m dan elevasi meka air banjir + 73,90 m. Pada
bagian mercu bendung dedesain berbeda dengan desain yang ada yaitu dedesain
dengan mercu tipe bulat dengan 2 jari-jari yaitu R1= 0,6675 m dan R2 = 1,335 m,
sedangkan pada desain yang lama menggunakan mercu tipe Ogee. Bangunan
peredam energi dirancang sama dengan desain bendung yang ada yaitu dengan
kolam olak dengan tipe USBR tipe III. Tetapi pada desain baru dirancang
dilengkapi dengan bangunan peredam gerusan atau rip-rap dengan panjang
13,2199 m dengan diameter batuan 0,1337 m. Untuk memperpanjang jalannya air
di bawah pondasi pada desain baru dirancang mengunakan lantai muka pada hulu
bendung dengan panjang 27,5 m dan pada dsain lama menggunak lantai muka
dengan panjang 32,5 m.
8
BAB III
LANDASAN TEORI
9
b. pada sudetan atau kopur
Bendung pada kopur adalah bendung yang dibangun diluar as sungai
dengan membuat aliran sungai baru melewati bendung tersebut.
Penempatan bendung dapat dilakukan di dalam sungai ataupun diluar
sungai (sudetan). Pemilihan lokasi bendung ini akan sangat berpengaruh pada
kemampuan kerja suatu bendung pada saat operasinalnya dan pada proses
pelaksanaan konstruksinya. Oleh karena itu sangat perlu diperhatikan faktor yang
akan mempengaruhinya, sehingga akan didapatkan suatu kondisi yang tepat dan
paling menguntungkan
Keuntungan bendung yang ditempatkan di sudetan sungai adalah sebagai
berikut :
a. Memudahkan dalam pelaksanaan konstruksi, tidak ada gangguan aliran
sungai.
b. Waktu pelaksanaan tidak bergantung kepada musim
c. Dapat memilih tanah pondasi yang lebih baik, karena lokasi pondasi
bukan didasar sungai.
d. Penempatan lokasi intake, kantung pasir dan saluran lebih baik dengan
menyesuaikan dengan lokasi sudetan
Kerugian bendung yang ditempatkan disudetan sungai adalah sebagai
berikut :
a. Adanya perubahan morfologi sungai.
b. Dapat mengganggu ekosistem yang ada, karena akan merubah tata
letak sungai.
c. Diperlukan tanggul penutup sungai yang cukup besar.
d. Ada proses pengerukan yang besar untuk membuat sudetan.
Sedangkan keuntungan bendung yang ditempatkan di dasar sungai adalah
sebagai berikut :
a. Tidak ada pekerjaan penutupan sungai untuk mengalihkan aliran kea
rah sudetan yang telah dibuat
b. Tidak ada proses pembuatan sudetan yang memerlukan perhatian yang
tinggi terhadap masalah keteknikan sungai.
10
Kerugian bendung yang ditempatkan di dasar sungai adalah sebagai
berikut :
a. Dalam pelaksanaan konstruksi ada gangguan aliran sungai sehingga
perlu adanya pekerjaan-pekerjaan sementara seperti pembuatan saluran
pengelak, tanggul penutup, dan cofferdam.
b. Waktu pelaksanaan bergantung kepada musim
11
3.2.2 Perancangan Jari-jari Mercu Bendung
3.2.2.1 Tipe Bulat
Pada perencanaan ini dirancang menggunakan mercu bendung tipe bulat
dengan 2 jari-jari, R1 dan R2. Untuk Menentukan jari-jari mercu bendung
digunakan rumus sebagai berikut :
Rumus “Bunschu” :
3 1
Q = m.b.d 2 .g 2
... (3.1)
Dengan :
Q = debit aliran yang melewati mercu (m3/dt)
m = koefisien peluapan (1,33)
b = lebar efektif bendung (m)
d = tinggi air diatas mercu = 2/3H (m)
H = tinggi air dibagian huku bendung (m)
= h+k
k = besarnya energi kecepatan aliran diatas mercu bendung (m)
Untuk menetapkan R1 dipakai metode “Kregten” sebagai rumus
pendekatan :
12
k
H
d
R1
0,4 R2
8
0,
Gambar 3.2 Mercu Tipe Bulat dengan 2 Jari-jari
Dengan :
X,Y = koordinat permukaan hilir
hd = tinggi energi rencana diatas mercu
K,n = parameter untuk berbagai kemiringan hilir
Untuk bentuk-bentuk mercu Ogee terdapat dalam lampiran Gambar 4.9 Lampiran
8, harga-harga K dan n dapat dilihat dalam Tabel 4.2 Lampiran 9.
13
Persamaan antara tinggi energi dan debit untuk bending tipe Ogee adalah
sebagai berikut :
2 2
Q = C d . . .g .b.H 1,5 ... (3.3)
3 3 1
Dengan :
Q = debit (m3/dt)
Cd = koefisien debit = C0.C1.C2
C0 = konstanta = 1,30
C1 = fungsi p/hd dan H1/hd
C2 = faktor koreksi untuk permukaan hulu
g = percepatan grafitasi = 9,8 m/dt2
b = lebar mercu (m)
H1 = tinggi energy diatas mercu (m)
Untuk harga koefisien debit C1, C2 dalam dilihat dalam Gambar 4.7
Lampiran 10 dan Gambar 4.10 Lampiran 11.
Dengan :
Be = lebar efektif mercu bendung (m)
B = lebar mercu bendung (m)
n = jumlah pilar = pilar utama + pilar saluran pembilas
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi (m)
Harga-harga koefisien Kp dan Ka didapat pada tabel 4.1 Lampiran 12
14
3.2.4 Tinggi Muka Air Sebelum Ada Bendung
Untuk Menentukan tinggi muka air sungai di hulu dan di hilir bendung
digunakan rumus-sebagai berikut :
Q = A.V ... (3.5)
Dengan :
Q = debit sungai (m3/dt)
A = luas tampang basah (m2)
V = kecepatan aliran (m/dt)
Untuk mempermudah dalam melakukan perhitungan maka penampang
sungai diasumsikan berbentuk trapezium dan lebar dasar sungai dianggap sama.
Maka didapat persamaan luas penampang sungai sebagai berikut:
A = (b + m.h)h ... (3.6)
15
Jb = kekasaran dinding Basin = 0,85
I = kemiringan rata-rata dasar sungai
16
2h
L= ... (3.12)
I
h
Untuk < 1 , maka digunakan rumus
a
a+z
L= ... (3.13)
I
2
⎛ X⎞
Z = h ⎜1 − ⎟ ... (3.14)
⎝ L⎠
Dengan :
L = panjang pengaruh pembendungan (m)
h = tinggi muka air banjir berhubung ada bendung di hulu bendung
I = kemiringan dasar sungai
a = tinggi air banjir sebelum ada bendung
z = kedalaman air pada jarak X meter dari bendung (m)
z
a h
I ( d a s a r s u n g a i)
? H
X
17
⎛ 2 2 43 ⎞ ⎛ 2 2 ⎞
⎜ n .Q P ⎟ ⎜ n .Q ⎟
Sf = ⎜ 10 ⎟=⎜ 4 ⎟⎟ ... (3.16)
⎜ A3 ⎟ ⎜⎝ A 2 .R 3 ⎠
⎝ ⎠
⎛ ⎞
⎜ 2 ⎟
⎜ 1 − α.Q .B ⎟
⎜ g.A 3 ⎟
S=⎜ 4 ⎟h ... (3.17)
⎜ n 2 .Q 2 .P 3 ⎟
⎜1− 10
⎟
⎜ ⎟
⎝ A3 ⎠
S = F(h).∆Η ... (3.18)
Dengan :
S = jarak antara dua tampang yang ditinjau (m)
h = selisih dalam air antara dua tampang yang ditinjau (m)
α = koefisien coraolis = 1
Q = Debit rencana (m3/dt)
A = luas tampang basah alira (m2)
n = koefisien Manning
p = keliling basah
Sf = kemiringan garis energi
I = kemiringan dasar sungai/saluran
B = lebar permukaan air (m)
Kemudian dibuat tabel dari hasil hitungan, dengan cara dihitung
menggunakan harga berbagai tinggi muka air akibat adanya bending, mulai dari
harga kedalaman air tepat diatas bending sampai harga kedalaman air banjir pada
titik dimulai adanya perubahan tinggi air akibat adanya pembendungan.
Dengan didapatnya harga L = panjang aliran sungai yang dipengaruhi
“back water” direncanakan sebagai panjang tanggul banjir di hulu bending, atau
sampai pada kontur yang mempunyai elevasi yang lebih besar dari elevasi air
yang dipengaruhi oleh “back water”.
18
3.2.7 Perancangan Kolam Olak
3.2.7.1 Kolam Olak Tipe Cekung
Menurut Direktorat Irigasi 1986, Standar Perencanaan Irigasi Kp–06,
kolam olak tipe Cecung atau bak tenggelam telah digunakan sejak lama dan
sangat berhasil pada bending-bendung rendah dan untuk bilangan Froude rendah.
Jika kedalaman konjugasi hilir dari loncat air terlalu tinggi dibanding kedalaman
air normal hilir, atau diperkirakan akan terjadi kerusakan pada lantai kolam yang
panjang akibat batu-batu besar yang terangkat lewat atas bendung maka dapat
dipakai peredam energi yang relatif pendek tetapi dalam. Perilaku hidrolis
peredam energi tipe ini terutama bergantung kepada terjadinya kedua pusaran,
satu pusaran permukaan bergerak kearah berlawanan dengan arah jarum jam
diatas bak, dan sebuah pusaran permukaan bergerak kearah putaran jarum jam dan
terletak dibelakang ambang ujung.
Jari-jari minimum bak yang diizinkan (Rmin) terdapat pada gambar 4.22
terlampir, dimana garis menerus adalah garis asli dari criteria USBR. Dibawah
∆H/hc = 2,5 USBR tidak memberikan hasil-hasik percobaan. Garis putus-putus
merupakan hasil percobaan yang dilakukan IHE yang menghasilkan kriteria yang
bagus untuk jari-jari minimum bak yang diizinkan bagi bangunan-bangunan
dengan tinggi energi rendah.
Batas minimum tinggi air hilir (Tmin) terdapat pada gambar 4.23
terlampir. Untuk ∆H/hc diatas 2,4 garis tersebut merupakan “envelope’ batas
tinggi air hilir yang diberikan oleh USBR bagi batas minimum tinggi air (bak
bercelah), batas minimum tinggi air hilir yang dipengaruhi oleh jari-jari bak dan
batas tinggi air hilir untuk bak tetap. Dibawah ∆H/hc = 2,4 garis tersebut
menggambarkan kedalaman konjugasi suatu loncat air. Dengan pertimbangan
bahwa kisaran harga ∆H/hc yang kurang dari 2,4 berada di luar jamgkauan
percobaan USBR, maka diputuskanlah untuk mengambil kedalaman konjugasi
sebagai kedalaman minimum air hilir dari bak untuk harga ∆H/hc yang lebih kecil
dari 2,4.
Dari penyelidikan model tehadap bak tetap, IHE menyimpulkan bahwa
pengaruh kedalaman tinggi air hilir terhadap bekerjanya bak sebagai peredam
19
energi, ditentukan oleh perbandingan h2/h1, (dapat dilihat di gambar 4.24
terlampir). Jika h2/h1 lebih tinggi dari 2/3, maka aliran akan menyelam kedalam
bak dan tidak ada efek peredaman yang bisa diharapkan
3.2.7.2 Kolam Olak Tipe USBR
Untuk melakukan perencanaan kolam olak tipe USBR digunakan rumus
sebagai berikut :
⎛1 ⎞
Vu = 2g⎜ H 1 + z ⎟ ... (3.19)
⎝2 ⎠
Dengan :
Vu = kecepatan awal loncatan (m/dt)
G = gaya grafitasi (9,81 m2/dt)
H1 = tinggi energi diatas ambang (m)
z = tinggi jatuh (m)
Q
q= ... (3.20)
Be
q
Yu = ... (3.21)
Vu
Dengan :
Yu = kedalaman air diawal loncata air (m)
q = debit per lebar saluran (m3/dt)
Vu = kecepatan awal loncatan (m/dt)
Q = debit banjir Q100th (m3/dt)
Vu
Fr = ... (3.22)
(g.Yu )
Dengan :
g = gaya grafitasi (9,81 m2/dt)
Yu = kedalaman air diawal loncat air (m)
Y2 ⎡ 1 ⎛ ⎤
= ⎢ ⎜ 1 + 8 Fr − 1⎞⎟⎥
2
... (3.23)
Yu ⎣ 2 ⎝ ⎠⎦
Dengan :
Y2 = kedalaman air di atas ambang ujung (m)
20
Yu = kedalaman air di awal loncat air (m)
Fr = bilangan Froude
L = 2,7.Y2 ... (3.24)
Yu (4 + Fr )
n3 = ... (3.25)
6
Dengan :
n3 = tinggi balok penghalang tengah (m)
Fr = bilangan Froude
Yu (18 + Fr )
n= ... (3.26)
18
Dengan :
n = tinggi ambang ujung (m)
Fr = bilamgan Froude
LW = 6(Y2 − Y1 ) ... (3.27)
LB = LW − a − (sin45°.R ).2 ... (3.28)
Dengan :
Y1 = tinggi tenaga potensial (m)
Y2 = tinggi loncat air (m)
LW = panjang loncat air (m)
LB = panjang gerusan yang terjadi (m)
a = tinggi ambang akhir sebelah hilir (m)
R = jari – jari mercu bendung (m)
3.2.7.3 Kolam Olak Tipe Vlugter
Untuk melakukan perancangan kolam olak tipe Vlugter digunakan rumus
sebagai berikut :
q2
hc = 3 ... (3.29)
g
Q
q= ... (3.30)
Be
z
Jika 0,5 < ≤ 2 , maka t = 2,4hc + 0,4 z ... (3.31)
hc
21
z
Jika 2,0 < ≤ 15 , maka t = 3,0hc + 0,1z ... (3.32)
hc
hc
a = 2,8h c ... (3.33)
z
D=R=L ... (3.34)
Dengan :
d = tinggi air diatas mercu (m)
z = tinggi loncat air (m)
t = panjang loncat air (m)
a = tinggi ambang akhir sebelah hilir (m)
L = panjang kolam olak (m)
hc
1
1 R
R D
t
2a
a
3.2.8 Rip-rap
Rip-rap adalah bangunan yang terletak dihilir kolam olak berupa susunan
bongkahan batu alam atau blok-blok beton yang merupakan lapisan pelindung
loncat air. Rip-rap berfungsi untuk mengurangi kedalaman penggerusan setempat
dan untuk melindungi tanah dasar di hilir peredam energi.
Batu alam yang digunakan adalah batu yang keras, padat, serta memiliki
berat jenis 2,4 T/m3.
22
Rumus yang dapat digunakan untuk merancang rip-rap adalah sebagai
berikut :
LL = 4R ... (3.35)
Dengan :
LL = panjang lapisan rip-rap (m)
R = kedalaman gerusan (m)
Untuk menghitung turbulensi dan aliran yang tidak stabil, maka R
ditambah 1,5R lagi, sehingga R yang digunakan menjadi 2,5R. Tebal rip-rap yang
berupa susunan bongkahan batu kosong adalah 2 s/d 3 × diameter bongkahan.
1
⎛Q⎞ 3
R = 0,47 × ⎜ ⎟ ... (3.36)
⎝f ⎠
1
f = 1 , 76 × dm 2
... (3.37)
V2
dm = 0,79 ... (3.38)
2g
Dengan :
Q = debit (m3/dt)
f = faktor lumpur Lecey
dm = diameter (mm)
V = kecepatan aliran (m/dt)
g = percepatan grafitasi (9,8 m/dt2)
T eb al lap is
1:m
L dm
J K
23
3.2.9 Perancangan Lantai Muka
Dalam perancangan lantai muka terdapat dua teori yaitu teori Bligh dan
teori Lane. Untuk melakukan perhitungan lantai muka dapat digunakan rumus
sebagai berikut :
3.2.9.1 Teori Bligh
L
CR ≤ ... (3.39)
∆H
Dengan :
CR = Creep Ratio untuk Bligh
L = panjang garis aliran minimum (m)
∆H = selisih tinggi muka air hulu dan hilir bendung pada kondisi
normal (m)
Lm = L − L' ... (3.40)
Dengan :
Lm = panjang lantai muka yang dibutuhkan (m)
L = panjang garis aliran minimum (m)
L’ = panjang garis aliran yang terjadi di tubuh bendung (m)
3.2.9.2 Teori Lane
1
L = L v + .L H ≥ C L .∆H ... (3.41)
3
Dengan :
CL = angka rembesan Lane
∑LV = jumlah panjang vertikal (m)
∑LH = jumlah panjang horisontal (m)
∆H = selisih tinggi muka air hulu dan hilir bendung pada kondisi
normal (m)
24
Untuk melakukan perencanaan bangunan pengambilan dapat digunakan
rumus sebagai berikut :
Q = µ.b.a. 2.g.z ... (3.42)
Dengan :
µ = koefisien debit = (0,8)
b = lebar bersih bukaan pintu pengambilan (m)
a = tinggi bersih bukaan pintu pengambilan (m)
z = kehilangan tinggi energi (m)
Untuk menentukan jumlah pintu adalah sebagai berikut.
b
n= ... (3.43)
b pa
Dengan :
n = jumlah pintu pengambilan
b = lebar bersih bukaan pintu pengambilan (m)
bpa = lebar pintu pengambilan (m)
Lebar pintu dirancang sesuai dengan materil pintu yang akan digunakan.
Untuk pintu dari kayu lebar maksimal = 2,0 m, dan pintu dai besi lebar maksimal
= 1,5 m. Lebar pilar antar pintu dapat digunakan 0,5-1,5 m.
25
2. Tipe underluice/pembilas kontinyu
Pembilas ini dipilih apabila debit minimum sungai lebih besar dari
debit pengambilan. Tipe ini banyak dijumpai pada bending yang
dibangun sesudah tahun 1970-an, untuk bending irigasi teknis. Pintu
pembilas ditempatkan pada bentang dibagian sisi yang arahnya tegak
lurus sumbu bendung, yang terdiri dari lubang/terowongan, pelat
beton, lantai dengan lapisan tahan aus, tembok penyangga, pintu
pembilas
3. Tipe shunt undersluce
Pembilas tipe ini banyak dijumpai pada bending di sungai di bagian
hulu, digunakan untuk menghindarkan benturan batu dan benda padat
lainnya terhadap bangunan.
Untuk melakukan perencanaan bangunan pembilas maka harus
direncanakan ukuran butiran sedimen maksimum yang dapat digelontor.
Kemudian dihitung kecepatan pembilasan yang dapat menghanyutkan sedimen
sesuai dengan diameter yang telah direncanakan menggunakan rumus sebagai
berikut :
v = 10 x d0,5 ... (3.44)
Kemudian kecepatan tersebut akan terpenuhi pada pada tinggi muka air
didepan pintu penguras dengan rumus sebagai berikut :
1
⎛h⎞ 3
v ≥ 32d ⎜ ⎟
2
... (3.45)
⎝d ⎠
Dengan :
v = kecepatan aliran pembilasan (m/dt)
d = diameter butian (m)
Desain lebar pintu pembilas dapat direncanakan berdasarkan debit
minimum sungai atau debit maksimum pengambilan. Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Q = µ.b.a. 2.g.z ... (3.46)
Dengan :
26
µ = koefisien debit = (0,8)
b = lebar bersih bukaan (m)
a = tinggi bersih bukaan (m)
z = kehilangan tinggi energi (m)
Untuk menentukan jumlah pintu adalah sebagai berikut.
b
n= ... (3.47)
b pb
Dengan :
n = jumlah pintu pembilas
b = lebar bersih bukaan pintu pembilas (m)
bpb = lebar pintu pembilas (m)
Lebar pintu dirancang sesuai dengan materil pintu yang akan digunakan.
Untuk pintu dari kayu lebar maksimal = 2,0 m, dan pintu dai besi lebar maksimal
= 1,5 m. Lebar pilar antar pintu dapat digunakan 0,5-1,5 m.
27
Dengan :
V = volume kantong pasir (m3)
Qn = debit rencana pengambilan = 120 % Qp (m3/dt)
T = jarak waktu pengambilan (dt)
b. Menentukan kemiringan energi dikantong lumpur selama eksploitasi
normal. Digunakan rumus Strickler sebagai berikut.
Q n = Vn .A p ... (3.49)
2 1
Vn = K s .R n 3 .I n 2 ... (3.50)
Dengan :
Vn = kecepatan rata-rata selama eksploitasi normal (m/dt)
Ks = koefisien kekasaran (35 m1/2/dt)
In = kemiringan energi selama eksploitasi normal
Qn = kebutuhan air rencana (m3/dt)
An = luas daerah basah eksploitasi normal (m2)
c. Menentukan kemiringan energi selama pembilasan dengan kantong
dalam keadaan kosong. Digunakan rumus Strickler sebagai berikut.
Q s = Vs .A s ... (3.51)
2 1
Vs = K s .R s 3 .I s 2 ... (3.52)
Dengan :
Vs = kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/dt)
Ks = koefisien kekasaran (35 m1/2/dt)
Is = kemiringan energi selama pembilasan
Qs = kebutuhan air rencana (m3/dt)
As = luas daerah basah pembilasan (m2)
d. Menentukan panjang kantong pasir, digunakan rumus sebagai berikut :
V = 0,5.b.L + 0,5(I s − I n ).L2 .b ... (3.53)
Dengan :
V = volume kantong pasir (m3)
b = lebar dasar (m)
28
L = panjang kantong lumpur (m)
Is = kemiringan energi selama pembilasan
In = kemiringan energi selama eksploitasi normal
Dengan :
b = lebar total bangunan pembilas = lebar dasar kantong (m)
hs = kedalaman air pembilas (m)
bnf = lebar bersih bukaan pembilas (m)
hf = kedalaman air pada bukaan pembilas (m)
Q f = Vf .A p ... (3.55)
2 1
Vf = K s .R f 3 .I f 2 ... (3.56)
Dengan :
Vf = kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/dt)
Ks = koefisien kekasaran (35 m1/2/dt)
If = kemiringan energi selama pembilasan
Qf = kebutuhan air rencana (m3/dt)
Af = luas daerah basah pembilasan (m2)
29
a. Pasangan batu = 22 kN/m3 ( ≈ 2.200 kgf /m3 )
b. Beton tumbuk = 23 kN/m3 ( ≈ 2.300 kgf /m3 )
c. Beton bertulang = 24 kN/m3 ( ≈ 2.400 kgf /m3 )
2. Gaya Tekanan hidrostatis
Tekanan Hidrostatis adalah fungsi kedalaman di bawah muka air. Gaya
Up Lift adalah tahanan yang bekerja didasarkan bidang kontak bendung
disebabkan adanya aliran air tanah. Besarnya tahanan dipengaruhi oleh
beda tinggi air dan elevasi bidang kontak yang dituju serta panjang garis
aliran.
Lx
Ux = Hx − ∆H ... (3.57)
∑L
Dengan :
Ux = Tekanan yang terjadi pada titik yang ditinjau (T/m2)
Hx = Tinggi air dari mercu bendung ketitik yang ditinjau (m)
Lx = Panjang Crrp Line sampai ketitik x (m)
∑L = Jumlah panjang Creep Line (m)
∆H = Beda tekanan (m)
3. Tekanan Lumpur
Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau
terhadap pintu dapat dihitung sebagai berikut :
γ s h 2 ⎛ 1 − sinϕ ⎞
Ps = ⎜ ⎟ ... (3.58)
2 ⎜⎝ 1 + sinϕ ⎟⎠
Dengan :
Ps = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang
bekerja secara horizontal
γs = berat lumpur (kN/m)
h = dalamnya lumpur (m)
φ = sudut gesek dalam (derajat)
Beberapa asumsi dapat dibuat sebagai berikut :
30
⎛ G −1⎞
γs = γs '⎜ ⎟ ... (3.59)
⎝ G ⎠
Dengan :
γs’ = berat volume kering tanah ≈ 16 kN/m3 (≈ 1600 kgf /m3 )
G = berat jenis butir = 2,65
Diperoleh γs = 10 kN/m3 (≈ 1000 kgf /m3 )
Sudut gesekan dalam pada umunya bisa diandaikan 30°, maka
diperoleh suatu kesimpulan bahwa,
Ps = 1,67h2 ... (3.60)
4. Gaya Akibat Gempa
Gaya akibat gempa adalah gaya dengan arah horizontal yang terjadi pada
suatu bangunan pada saat terjadi gempa. Untuk menghitung gaya akibat
gempa digunakan rumus sebagai berikut :
K = k × G (Soewarno.Ir,1972) ... (3.61)
Dengan :
K = gaya akibat gempa, diambil arah horizontal
k = koefisien gempa
G = berat bendung
Harga-harga gaya gempa diberikan dalam parameter bangunan yang
didasarkan pada peta Indonesia yang menunjukkan berbagai daerah dan
resiko.
Koefisien gempa dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
a d = n (a c .z )
m
... (3.62)
Dengan :
ad = percepatan gempa rencana (cm/dt2)
n,m = koefisien jenis tanah (kN/m)
ac = percepatan kejut dasar (cm/dt2)
z = factor yang bergantung kepada letak geografis
ad
k= ... (3.63)
g
31
Dengan :
k = koefisien gempa
g = percepatan grafitasi
32
M = momen vertikal total pada titik yang ditinjau (kN-m)
V = gaya vertikal total (kN)
4. Kontrol terhadap patah tarik
Untuk menghindari terjadinya patah tarik di bagian hilir bendung pada
saat kolam dalam keadaan kosong, maka tebal kolam olak dapat di hitung
dengan rumus sebagai berikut :
Ux − Wx × γw
dx ≥ S ... (3.67)
γbt
H I
G J K
Dengan :
dx = tebal lantai kolam pada titik X (m)
Ux = gaya angkat akibat air pada titik X (T/m2)
Wx = kedalaman air pada titik X (m)
γbt = berat jenis tambahan (T/m3)
S = faktor keamanan
Untuk kondisi normal faktor keamanan = 1,5
Untuk kondisi ekstrim faktor keamanan = 1,25
33
3.7 Stabilitas Tanggul
3.7.1 Gaya yang bekerja
1. Akibat takanan tanah aktif dan pasif
Stabilitas tembok penahan tanah
Data tanah yang diperlukan untuk mengontrol stabilitas tembok penahan
tanah adalah sebagai berikut :
a. Berat volume pasangan batu ( γbt )
b. Berat volume tanah basah ( γb )
c. Derajat kekenyangan air
d. Sudut gesek dalam butir tanah (φ )
e. Sudut geser antara dinding dan tanah
Koefisien tanah aktif (Ka)
Sin 2 (α + Φ )
Ka = .. (3.68)
Sin (Φ − Φ').Sin (Φ − δ ) ⎤
2
⎡
Sin α.Sin (α − Φ')⎢1 +
2
⎥
⎣ Sin (α − Φ').Sin (α + δ ) ⎦
Dengan :
Ka = Koefisien tekanan tanah aktif
Kp = Koefisien tekanan tanah pasif
α = Sudut dinding bagian bawah
Φ = Sudut gesek dalam antar butir tanah
Φ’ = Sudut gesek antara tanah dan dinding
δ = Kemiringan tanah
2. Akibat gaya gempa
Gaya gempa (K) yang bekerja pada tembok penahan tanah adalah
sebagai berikut:
K = f×ΣW tembok ... (3.70)
34
Apabila gaya gempa dihitung terhadap adanya tekanan tanah di belakang
tembok, maka besarnya adalah :
Ktotal = f.ΣW total ... (3.71)
Dengan :
f = koefisien
K = gaya akibat gempa
W1.X1 + W2.X2
SF = > 1,5 ... (3.72)
Kgempa.Y1 + PH.y
Momen tanah total
SF = > 1,5 ... (3.73)
Momen gempa + Momen PH total
Dengan :
W1 = berat tembok (Ton)
W2 = berat tanah (Ton)
X1,Y1 = titik berat tembok (m)
X2,Y2 = titik berat tanah (m)
SF = Faktor keamanan = 1,5
35
2. Stabilitas terhadap eksentrisitas
Koordinat gaya-gaya terhadap titik A
x=
∑ MV ... (3.74)
∑V
y=
∑ MH ... (3.75)
∑H
1
∑ H.y - ∑ V(x - 2 B) B
e= ≤ ... (3.76)
∑V 6
Dengan :
B = panjang tanggul pada titik yang ditinjau (m)
M = momen vertikal total pada titik yang ditinjau (kN-m)
H = gaya horizontal total (kN)
V = gaya vertikal total (kN)
x,y = titik koordinat gaya (m)
3. Stabilitas terhadap gaya geser
SF =
∑ V > 1,5 ... (3.77)
∑H
Dengan :
∑(H) = gaya horizontal total (kN)
∑(V) = gaya vertikal total (kN)
SF = angka keamanan = 1,5
36
BAB IV
METODE PERANCANGAN
37
4.4.2 Data Hidrologi
Data hidrologi digunakan untuk menganalisis banjir rancangan, akan tetapi
dalam desain ini tidak dilakukan analisis banjir rancangan karena data yang
digunakan adalah debit perencanaan terdahulu.
38
Mulai
Aman
Syarat stabilitas bendung :
∑ M AV
a. Gaya guling, SF = ≥ 1,5
∑ M AH
∑(V − U ). f Cek
b. Gaya geser, n= ≥ 1,5 Stabilitas
∑( H ) Tidak
c. Eksentrisitas pembebanan, memenuhi
B M 1
e= − < B
2 V 6
Ux − Wx × γw
d. Patah tarik, dx ≥ S
39
BAB V
PERANCANGAN BENDUNG
5.1 Umum
Bendung Pendekan direncanakan sebagai bendung tetap yang terletek di
sudetan Sungai Opak, Dusun Gendukan, Desa Bokoharjo, Sleman
D.I.Yogyakarta. Bendung ini dibangun untuk meninggikan elevasi muka air
Sungai Opak, sehingga dapat disadap dan dialirkan secara grafitasi ke daerah
irigasi atau wilayah yang membutuhkan, sehingga dapat memanfaatkan dan
mengembangkan potensi yang ada di wilayah tersebut.
40
Dari perhitungan debit dengan 4 metode diatas didapatkan hasil dalam
tabel sebagai berikut.
41
5.3 Perancangan Tubuh Bendung
5.3.1 Perancangan Elevasi Mercu Bendung
Menentukan elevasi mercu bendung adalah suatu proses perhitungan untuk
mendapatkan tinggi mercu sehingga didapat elevasi yang optimal bagi jaringan
irigasi tersebut. Elevasi mercu dipengaruhi oleh elevasi sawah tertinggi dan
kehilangan tenaga disepanjang jalur irigasi. Elevasi sawah tertimggi diketahui +
114,01 m dan kehilangan tenaga digunakan asumsi berdasarkan pengalaman
perencanaan terdahulu.
Perhitungan penentuan elevasi mercu bendung sebagai berikut :
a. Elevasi sawah tertinggi = +114,01 m
b. Tinggi air disawah = 0,10 m
c. Kehilangan tekanan dari saluran tersier ke sawah = 0,10 m
d. Kehilangan tenaga karena kemiringan saluran tersier = 0,15 m
e. Kehilangan tenaga akibat bangunan gorong-gorong = 0,05 m
f. Kehilangan tenaga akibat bangunan bagi = 0,10 m
g. Kehilangan tenaga karena kemiringan saluran primer = 0,45 m
h. Kehilangan tenaga akibat pintu pengambilan = 0,10 m
i. Kehilangan tenaga akibat kantong sedimen = 0,25 m
j. Total kehilangan tekanan akibat bangunan ukur debit = 0,10 m
k. Kehilangan tenaga akibat fluktuasi = 0,10m +
Elevasi mercu bendung = + 115,51 m
42
1
1 h
Perhitungan :
Q = A.V ... (3.5)
Q100th = 96,40 m3/dt
Penampang sungai diasumsikan berbentuk trapezium, maka persamaan
luas penampang sungai adalah sebagai berikut :
A = (b + m.h)h ... (3.6)
= ( 61 + 1.h ).h
= 61h + h2
P = 61 + 2.h. 1 + 12
P = 61 + 2.h. 2
A
R=
P
61h + h 2
R=
61 + 2h 2
43
87
C= ... (3.9)
Jb
1+
R
87
V= R.I
0,85
1+
R
87 R
V= R.0,0246
0,85 + R
44
Gambar 5.2 Hubungan debit (Q) dan tinggi muka air (h)
Dari tabel 5.1 diatas, tinggi muka air dihulu bendung dihitung dengan
menggunakan interpolasi, sebagai berikut.
E
x
D
A B C
⎛
X = D + ⎜⎜ (E − D ) ×
(B − A) ⎞⎟
⎝ (C − A) ⎟⎠
0,5
x
0,4
⎛
X = 0,4 + ⎜⎜ (0,5 − 0,4 ) ×
(96,4 − 89,587 ) ⎞⎟
⎝ (133,207 − 89,587 ) ⎟⎠
45
⎛ 6,813 ⎞
X = 0,4 + ⎜ 0,1 × ⎟
⎝ 43,620 ⎠
X = 0,416 , maka diperoleh tinggi muka air (h) adalah 0,416 m.
Kontrol untuk h = 0,416 m
A = 61h + h2
= 61. 0,416 + 0,4162
A = 25,549 m2
87 R
V = R.0,0246
0,85 + R
87 0,411
V = 0,411. × 0,0246
0,85 + 0,411
V = 3,761 m/dt
Q =A×Q
= 25,549 × 3,761
= 96,094 m3/dt ≈ 96,4 m3/dt (debit banjir)
Elevasi dasar sungai dihilir = + 106,461 m
Tinggi air banjir (h) = 0,416 m +
Elevasi air dihilir bendung = + 106,877 m
46
Direncanakan ukuran butiran maksimum yang dapat digelontor adalah
0,02 m, maka kecepatan pembilasan adalah :
v = 10 x d0,5 ... (3.44)
0,5
V = 10 x 0,02 = 1,41 m/dt
Kecepatan ini akan terpenuhi pada tinggi air minimum didepan pintu
penguras adalah :
V ≥ 32d (h / d )1 / 3 ... (3.45)
1,988 ≥ 0,64 (50h)1/3
2,358h1/3 < 1,988
1/3
h < 0,843
h minimum = 0,59 m
Maka penguras dapat efektif dengan tinggi air minimum di depan pintu
penguras adalah 0,59 m.
Lebar pintu pembilas didesain berdasarkan debit minimum sungai atau
berdasarkan debit pengambilan maksimum. Nilai kedua ini diambil berdasarkan
yang terbesar sebagai dasar perhitungan.
Q min sungai < Q pengambilan, maka dirancang pembilas tipe periodik ,
maka :
Q pembilasan = Q eksploitasi
= 0,711 m3/dt
Q = µ .b.a. 2.g .z ... (3.46)
Keterangan :
Q = debit pengambilan = 0,711 m3/dt
µ = koefisien kontraksi pada pintu, dipakai 0,9
b = lebar bukaan/pintu pembilas, direncanakan 1 m
g = gaya grafitasi, 9,81 m2/dt
z = tinggi tekanan, dipakai 0,05 m
0,7116 = 0,9.1,0.a. 2.9,81.0,05
a = 0,7983
Tinggi muka air pada saat pengurasan, a = 0,7983 m
47
Saluran pembilas dirancang (b), 1 pintu @ 1,0 m = 1,0 m
Lebar pilar direncanakan (t), 1 pilar @ 1,0 m = 1,0 m
+ 114,24
+ 113,24 1 + 107,13
+ 116,7 + 118,172
Keterangan :
Be = lebar efektif mercu bendung (m)
B = lebar sungai (m) = 61 m
∑b = lebar total pintu pembilas (m) = 1,0 m
∑t = lebar total pilar (m) = 1,0 m
n = jumlah pilar = pilar utama + pilar saluran pembilas
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi (m)
Harga-harga koefisien Kp dan Ka didapat pada tabel 4.1 Lampiran 12
48
Jadi lebar efektif bendung adalah :
Be = B1e + Bs
B1 = b - ∑b - ∑t
= 61 - 1,0 - 1,0
= 59 m
B1e = 59 - 2(1.0,01+0,1)H1
= 59 – 0,22. H1
Bs = 0,8.Bpembilas
= 0,8.1
= 0,8 m
Be = 59 – 0,04. H1 + 0,8
= 59,8 - 0,22. H1 … persamaan 1
Setelah persamaan 1 disubtitusikan ke rumus “Bunschu”, maka diperoleh
H1 = 0,7937, maka
Be = 59,8 - 0,22. 0,7937
= 59,6 m
49
96,4 = 1,33 . 59,8 - 0,22. H1. (2/3H1)3/2 . 9,811/2
H1 = 0,7937 m
d = 0,5291 m
H = (h+k) m
Untuk menentukan R1 dipakai metode “Kreghten” sebagai rumus
pendekatan.
R1
R2
0,4 m m
8
0,
lap is aus
50
2
⎧ h⎫
“ Kreghten “ m = 1,49 − 0,018⎨5 − ⎬ ... (3.11)
⎩ R⎭
Keterangan :
P = tinggi bendung dari dasar sungai (m)
= Elevasi mercu bendung – Elevasi dasar sungai
= + 115,51 m – + 113,24 m
= 2,27 m
Be = 59,6 m
d = 0,5291 m
H = 0,7937 m
R2 = 0,8 m
Tabel 5.3 Hubungan tinggi muka air (h) dan debit (Q) setelah ada
bendung.
2
⎧ h⎫
2
⎧ 1 ⎫
h(m) 0,018.⎨5 − ⎬
⎩ R⎭ m ⎨ ⎬
⎩ (h + p ) ⎭ k H (m) d (m) Q (m3/dt)
51
Gambar 5.5 Hubungan debit (Q) dan tinggi muka air (h)
Dari Tabel 5.3 Hubungan tinggi muka air (h) dan debit (Q) setelah ada
bendung didapat :
h = 1,1329 m
m = 1,259
k = 0,029
H = 1,162 m
d = 0,775 m
Q = 96,285 m3/dt ≈ 96,4 m3/dt = Q100 OK
52
h
Untuk < 1 , digunakan rumus
a
a+z
L= ... (3.13)
I
2
⎛ X⎞
Z = h ⎜1 − ⎟ ... (3.14)
⎝ L⎠
Dari perhitungan sebelumnya telah diperoleh data sebagai berikut :
h = tinggi muka air banjir berhubung ada bendung di hulu bendung
= 3,432 m
I = kemiringan dasar sungai = 0,0246
a = tinggi air banjir sebelum ada bendung = 0,416 m
z = kedalaman air pada jarak X meter dari bendung (m)
L = panjang pengaruh pembendungan (m)
Maka perhitungan efek back water adalah
Untuk menentukan rumus yang akan digunakan maka dilakukan
pengecekan dengan rumus sebagai berikut :
h
≥1
a
3,432
= 8,25 ≥ 1
0,416
maka digunakan rumus
2h
L=
I
2.3,432
L=
0,0246
L = 279,02 m
53
Tabel 5.4 Panjang hasil hitungan curve kedalaman air pengaruh “back
water”
X 279,02 250 200 175 150 125 100 75 50 25 0
z 0 0,037 0,275 0,477 0,734 1,046 1,413 1,835 2,312 2,845 3,432
a+z 0,416 0,453 0,691 0,893 1,150 1,462 1,829 2,251 2,728 3,261 3,848
z
a h
54
96,4
q= Q
Be = = 1,62
59,716
q2
hc = 3 ... (3.29)
g
1,62 2
hc = 3 = 0,65
9,8
- Elevasi air dihilir bendung = + 106,877 m
- Kehilangan energi dihilir bendung =+ 0,10 +
- Elevasi tinggi energi dihilir bendung = + 106,977 m
- Elevasi tinggi energi dihulu bendung = + 116,672
∆H = + 116,672 - + 106,977 = 9,695 m
∆H 9,695
= = 14,91
hc 0,65
Kolam Olak menurut Vlugter :
∆H
2,0 ≤ ≤ 15,0
hc
Tinggi air hilir dari dasar ambang kolam :
z
Jika 2,0 < ≤ 15 , maka
hc
t = 3hc + 0,1∆H
= 3.0,65 + 0,1.(9,695 - t)
= 1,95 + 0,9695 – 0,1t
1,1t = 2,9195
t = 2,65 m
z = ∆H – t
= 9,695 - 2,65
= 7,045 m
Jadi elevasi dasar kolam olak adalah = Elevasi air di hilir bendung – t
= + 106,977 – 2,65
= + 104,327 m
55
0,79
+ 115,51
2,27
+ 113,24
D E 9,17
B C
11,82
+ 103,682
H I
F G J K
0,65
a = 0,28.(0,65). = 0,055 m ≈ 0,1 m
7,045
Lebar ambang ujung = 2a = 0,2 m
Panjang Kolam Olak (L)
D=R=L ... (3.34)
L = D = R = Elevasi mercu bendung – Elevasi kolam olak
= +115,51 - + 104,327
= 11,183 m
56
+ 115,51
+ 113,24
A
D E
B C
1 1,25
15,81
0,1 0,2
+ 104,327 L
2,93
H I
F G J K
11,2
V2
dm = 0,79 ... (3.38)
2g
Q
V =
A
57
96,4
=
0,53 × 0,53
= 3,08 m/dt
3,08 2
Dm = 0,79
2 × 9.8
= 0,38 m
dm = diameter butir, direncanakan 0,4 m = 400 mm
1
f = 1,76 × 400 2
= 35,2
1
⎛ 96,4 ⎞ 3
R = 0,47 × ⎜ ⎟
⎝ 32,5 ⎠
= 0,66 m
Untuk menhitung turbulensi dan aliran yang tidak stabil, R ditambah 1,5R
lagi.
LL = 4(R+1,5R)
= 4 × 1,64
= 6,58 m ≈ 7 m
Tebal lapisan rip-rap = 2 s/d 3 × dm
= 3 × 40 cm
= 120 cm
Jadi panjang rip-rap 7 m, tebal lapisan rip-rap 120 cm, dengan diameter
butir 40 cm.
58
1,2
1:4
L d = 0,4 m
J K
59
Perhitungan dengan Cara Lane
Panjang garis aliran minimum yang harus di atasi :
CL =6
∆H = 11,183 m
L = CL × ∆H
= 6 × 11,183
= 67,098 m
Creep-ratio untuk Lane (CL) = 6
1
L = L v + .L H ≥ C L .∆H ... (3.41)
3
Direncanakan panjang lantai muka 78 m. Panjang aliran yang terjadi
dibawah tubuh bendung di hitung berdasarkan Gambar 5.10 adalah sebagai
berikut :
1
L = 49,69 + × 88,94 ≥ C L .∆H
3
= 79,337 m > 70,968 m
79,337
CL =
6
= 13,22 > CL min yang diizinkan = 6
Maka digunakan panjang lantai muka 78 m.
60
61
Tabel 5.5 Panjang rembesan air untuk panjang lantai muka.
A0 - A1 1,2 0
A1 - A2 0 0,5
A2 - A3 1,12 0
A3 - A4 0 5,5
A4 - A5 1 0
A5 - A6 0 0,5
A6 - A7 1 0
A7 - A8 0 6
A8 - A9 1 0
A9 - A10 0 0,5
A10 - A11 1 0
A11 - A12 0 6
A12 - A13 1 0
A13 - A14 0 0,5
A14 - A15 1 0
A15 - A16 0 6
A16 - A17 1 0
A23 - A24 0 6
A24 - A25 1 0
A25 - A26 0 0,5
A26 - A27 1 0
A27 - A28 0 6
A28 - A29 1 0
A29 - A30 0 0,5
A30 - A31 1 0
A31 - A32 0 6
62
A32 - A33 1 0
A33 - A34 0 0,5
A34 - A35 1 0
A35 - A36 0 6
A36 - A37 1 0
A37 - A38 0 0,5
A38 - A39 1 0
A39 - A40 0 6
A40 - A41 1 0
A41 - A42 0 0,5
A42 - A43 1 0
A43 - A44 0 6
A44 - A45 1 0
∑ 49,69 88,94
63
5.4 Perancangan Bangunan Pengambilan
Analisa saluran pengambilan.
Qminimum sungai = 24,61 m3/dt
Qpengambilam = 0,593 m3/dt
Qeksploitasi = 1,2 × 0,593 m3/dt
= 0,7116 m3/dt
Q = µ.b.a. 2.g.z ... (3.42)
Keterangan :
Q = debit pengambilan = 0,711 m3/dt
µ = koefisien kontraksi pada pintu, dipakai 0,9
b = lebar bukaan pintu, direncanakan 1,5 m
g = gaya grafitasi, 9,81 m2/dt
z = tinggi tekanan, dipakai 0,1 m
0,7116 = 0,9.1,5.a. 2.9,81.0,1
a = 0,3763
Tinggi muka air pada saat pengurasan, a = 0,3763 m
Elevasi ambang pengambilan ditentukan berdasarkan elevasi mercu
bendung, direncanakan 1 m dari dasar sungai . Maka elevasi ambang pengambilan
adalah + 113,24 + 1 m = + 114,24 m
Elevasi ambang pengambilan diambil 0,2 m diatas kantong pasir dalam
keadaan penuh guna mencegah terjadinya pengendapan sedimen didasar intake.
Maka elevasi ambang pengambilan = elevasi kantong pasir dalam keadaan penuh
adalah + 114,24 - 0,2 m = + 114,04 m
Dirancang lebar pintu pengambilan (b) = 1,5 m, dengan 1 buah pintu @
1,5 m. Lebar ambang pengambilan direncanakan 1,2×b = 1,5 × 1,5 = 1,8 m.
64
pintu pengambilan
+ 114,24
+ 113,24 1,5
65
n = b/h = 1,3 → b = 1,3h
k = 35 m1/3/dt
W = 0,5 m
Q n = Vn .A p ... (3.49)
Qn
An =
Vn
0,7116
=
0,4
= 1,779 m2
An = (b + mh)h
1,779 = (1,3h + h)h
1,779 = 2,3h2
h = 0,879 m → b = 1,143 m
Pn = b + 2h. 1 + m 2
= 1,143 + 2 × 0,879 1 + 12
= 3,629 m
An
Rn =
Pn
1,779
=
3,629
= 0,49 m
2 1
Vn = K s .R n 3 .I n 2 ... (3.50)
2
Vn
(R )
In = 2
2
n
3 ×k
0,4 2
= 2
⎛⎜ 0,49 2 3 × 35 ⎞⎟
⎝ ⎠
= 3,381 × 10-4
66
c. Penentuan Is ( pada keadaan kosong )
Qs = 0,7116 m3/dt
Vs = 1,5 m2/dt
k = 45 m1/3/dt
Q s = Vs .A s ... (3.51)
Qs
As =
Vx
0,7116
=
1,5
= 0,474 m2
As
hs =
b
0,474
=
1,143
= 0,415 m ≈ 0,42 m
Ps = b + 2hs
= 1,143 + 2 × 0,415
= 1,973 m
As
Rs =
Ps
67
0,474
=
1,973
= 0,24 m
2 1
Vs = K s .R s 3 .I s 2 ... (3.52)
2
Vs
(R )
Is = 2
2
s
3 ×k
1,5 2
= 2
⎛⎜ 0,24 2 3 × 45 ⎞⎟
⎝ ⎠
= 7,45 × 10-3
Agar pembilasan dapat dilakukan dengan baik, kecepatan aliran harus
tetap dijaga agar selalu subkritis, Fr < 1.
V
Fr =
g×h
1,5
=
9,81 × 0,415
= 0,743 < 1 → OK
Dari diagram Shield (lampiran) dapat diketahui diameter partikel
maksimum yang akan terbilas.
τ = ρ × g × hs × Is
=1000 × 9,81 × 0,415 × 7,447.10-3
= 30,318 N/m2
Partikel yang lebih kecil dari 0,4 mm akan terbilas
d. Panjang kantong lumpur
V = 0,5.b.L + 0,5(I s − I n ).L2 .b ... (3.53)
68
5.5.2 Perancangan bangunan pembilas saluran penangkap pasir
Bangunan pembilas kantung pasir dirancang menggunakan tipe
pembilasan periodik. Pintu pembilas akan dibuka pada saat kantung pasir dalam
kondisi penuh.
b.h s = b nf .h 1 ... (3.54)
Keterangan :
b = lebar total bangunan pembilas = lebar dasar kantong (m)
hs = kedalaman air pembilasan (m)
bnf = lebar bersih bukaan bukaan pintu pembilas (m)
hf = kedalaman air pada bukaan pembilasan (m)
Perhitungan :
b = 1,5 m
hs = 0,4 m
bnf = dirancang 1 pintu pembilas dengan lebar 1 m
1,5 × 0,4 = 1 × hf
hf = 0,6 m
Jadi kedalaman tambahan adalah = hf - hs
= 0,6 - 0,4
= 0,2 m
Kecepatan aliran pada saluran pembilas dipakai 1,5 m/dt, kemiringan talud
dirancang 1 : 1. Kemiringan yang diperlukan dapat ditentukan dengan rumus
strickler sebagai berikut :
Q f = Vf .A p ... (3.55)
2 1
Vf = K s .R f 3 .I f 2 ... (3.56)
Keterangan :
Vf = kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/dt)
Ks = koefisien kekasaran (35 m1/2/dt)
If = kemiringan energi selama pembilasan
Qf = kebutuhan air rencana (m3/dt)
Af = luas daerah basah pembilasan (m2)
69
Perhitungan :
Dari perhitungan kedalaman tambahan bangunan pembilas didapat
bnf =1m
hf = 0,6 m
A f = (b + mh f )h f
= ( 1 + 1 × 0,6 )×0,6
= 0,96 m2
Pf = b f + 2h f 1 + m 2
= 1 + 2.0,6 1 + 12
= 2,697 m
Af
Rf =
Pf
0,96
=
2,697
= 0,356 m2
2 1
Vf = K s .R f 3 .I f 2
+ 1 1 2 ,4 6
+ 1 0 5 ,6 8
70
5.6 Perancangan Tanggul
5.6.1 Perancangan tanggul sisi kiri bendung
1. Elevasi muka tanah pada tebing sungai +116.643 m
2. Tinggi energi hulu = elevasi muka air setelah pembendungan
= elevasi mercu + H
= + 115,51 m + 1,162 m
= + 116,672 > +116.643 m (perlu tangggul)
3. Tinggi jagaan tanggul diambil 1,5 m
4. Jadi elevasi muka tanggul = + 116,672 m + 1,5 m = + 118,172 m
+ 1 1 8 ,1 7 2
+ 1 1 6 ,6 4 3 + 1 1 6 ,6 7 2
+ 1 1 3 ,3 4 2
71
+ 118,172
+ 116,672
+ 114,337
+ 113,342
72
Lx = Panjang Creep Line sampai ketitik x (m)
∑L = Jumlah panjang Creep Line (m)
= Lv + 1/3 Lh
= 49,55 m + 1/3 × 64,94 m
= 71,197 m
∆H = Beda tekanan (m)
= +115,51 m - +103,96 m
= 11,55 m
1
L = L V + LH ≥ C L .∆Η
3
1
LV + Σ LH
CL = 3 ; CL = angka rembesan
∆H
Maka :
Lx
CL =
∆H
Keterangan :
Lx = panjang Crep Line sampai ketitik x (A)
= 79,337 m
∆H = tinggi air dari mercu bendung ketitik yang ditinjau
= 11,55 m
79,337
CL =
11,55
= 6,86 karena tanah pasir digunakan CL = 6 (tabel.6.5 Lampiran 20)
Perhitungan untuk titik A1
Lx = 1,2 m
H = 3,47 m
Lx
∆H =
CL
1,2
= = 0,2 T/m2
6
73
Ux = H - ∆H
= 3,47 – 0,2
= 3,27 T/m2
W11
A
W12
D E
W13
W14
B C
W15 H I
W16 W17 W18
F G J K
W1 W2 W3 W4
W5 W6 W7 W8 W9 W10
Tabel 5.6 Jalur rembesan dan tekanan air bendung pada kondisi air normal.
Panjang tiap bagian 1/3.Horz Lx ∆H = H U=
Titik Bagian Vert Horz Lx / CL H - ∆H
2 2
(m) (m) (m) (m) (T/m ) (T/m ) (T/m2)
A0 0,000 0,000 2,27 2,270
A0 - A1 1,2 0 0,000
A1 1,200 0,200 3,47 3,270
A1 - A2 0 0,5 0,167
A2 1,367 0,228 3,47 3,242
A2 - A3 1,12 0 0,000
A3 2,487 0,414 2,47 2,056
A3 - A4 0 5,5 1,833
A4 4,320 0,720 2,47 1,750
74
A4 - A5 1 0 0,000
A5 5,320 0,887 3,47 2,583
A5 - A6 0 0,5 0,167
A6 5,487 0,914 3,47 2,556
A6 - A7 1 0 0,000
A7 6,487 1,081 2,47 1,389
A7 - A8 0 6 2,000
A8 8,487 1,414 2,47 1,056
A8 - A9 1 0 0,000
A9 9,487 1,581 3,47 1,889
A9 - A10 0 0,5 0,167
A10 9,653 1,609 3,47 1,861
A10 - A11 1 0 0,000
A11 10,653 1,776 2,47 0,694
A11 - A12 0 6 2,000
A12 12,653 2,109 2,47 0,361
A12 - A13 1 0 0,000
A13 13,653 2,276 3,47 1,194
A13 - A14 0 0,5 0,167
A14 13,820 2,303 3,47 1,167
A14 - A15 1 0 0,000
A15 14,820 2,470 2,47 0,000
A15 - A16 0 6 2,000
A16 16,820 2,803 2,47 -0,333
A16 - A17 1 0 0,000
A17 17,820 2,970 3,47 0,500
A17 - A18 0 0,5 0,167
A18 17,987 2,998 3,47 0,472
A18 - A19 1 0 0,000
A19 18,987 3,164 2,47 -0,694
A19 - A20 0 6 2,000
A20 20,987 3,498 2,47 -1,028
A20 - A21 1 0 0,000
A21 21,987 3,664 3,47 -0,194
A21 - A22 0 0,5 0,167
A22 22,153 3,692 3,47 -0,222
A22 - A23 1 0 0,000
75
A23 23,153 3,859 2,47 -1,389
A23 - A24 0 6 2,000
A24 25,153 4,192 2,47 -1,722
A24 - A25 1 0 0,000
A25 26,153 4,359 3,47 -0,889
A25 - A26 0 0,5 0,167
A26 26,320 4,387 3,47 -0,917
A26 - A27 1 0 0,000
A27 27,320 4,553 2,47 -2,083
A27 - A28 0 6 2,000
A28 29,320 4,887 2,47 -2,417
A28 - A29 1 0 0,000
A29 30,320 5,053 3,47 -1,583
A29 - A30 0 0,5 0,167
A30 30,487 5,081 3,47 -1,611
A30 - A31 1 0 0,000
A31 31,487 5,248 2,47 -2,778
A31 - A32 0 6 2,000
A32 33,487 5,581 2,47 -3,111
A32 - A33 1 0 0,000
A33 34,487 5,748 3,47 -2,278
A33 - A34 0 0,5 0,167
A34 34,653 5,776 3,47 -2,306
A34 - A35 1 0 0,000
A35 35,653 5,942 2,47 -3,472
A35 - A36 0 6 2,000
A36 37,653 6,276 2,47 -3,806
A36 - A37 1 0 0,000
A37 38,653 6,442 3,47 -2,972
A37 - A38 0 0,5 0,167
A38 38,820 6,470 3,47 -3,000
A38 - A39 1 0 0,000
A39 39,820 6,637 2,47 -4,167
A39 - A40 0 6 2,000
A40 41,820 6,970 2,47 -4,500
A40 - A41 1 0 0,000
A41 42,820 7,137 3,47 -3,667
76
A41 - A42 0 0,5 0,167
A42 42,987 7,164 3,47 -3,694
A42 - A43 1 0 0,000
A43 43,987 7,331 2,47 -4,861
A43 - A44 0 6 2,000
A44 45,987 7,664 2,47 -5,194
A44 - A45 1 0 0,000
A45 46,987 7,831 3,47 -4,361
A45 - A46 0 0,5 0,167
A46 47,153 7,859 3,47 -4,389
A46 - A47 1 0 0,000
A47 48,153 8,026 2,47 -5,556
A47 - A 0 6 2,000
A 50,153 8,359 2,47 -5,889
A-B 2,5 0 0,000
B 52,653 8,776 4,97 -3,806
B-C 0 1 0,333
C 52,987 8,831 4,97 -3,861
C-D 1,59 0 0,000
D 54,577 9,096 3,47 -5,626
D-E 0 0,54 0,180
E 54,757 9,126 3,47 -5,656
E-F 15,81 0 0,000
F 70,567 11,761 14,65 2,889
F-G 0 2,71 0,903
G 71,470 11,912 14,65 2,738
G-H 1,31 0 0,000
H 72,780 12,130 13,65 1,520
H-I 0 6,49 2,163
I 74,943 12,491 13,65 1,159
I-J 1,06 0 0,000
J 76,003 12,667 14,65 1,983
J-K 0 0,7 0,233
K 76,237 12,706 14,65 1,944
K-L 3,1 0 0,000
L 79,337 13,223 11,55 -1,673
∑ 49,69 88,94 29,647
77
Untuk perhitungan tekanan air pada kondisi air banjir selanjutnya
dilakukan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan ditampilkan
dalam tabel berikut.
W11
A
W12
D E
W13
W14
B C
W15
H I
W16 W17 W18
F G J K
W1
W2 W3 W4
W5 W6 W7 W8 W9 W10
Tabel 5.7 Jalur rembesan dan tekanan air bendung pada kondisi air banjir
Panjang tiap
1/3.Horz Lx ∆H = H U=
bagian
Titik Bagian
Vert Horz Lx/CL H - ∆H
2 2
(m) (m) (m) (m) (T/m ) (T/m ) (T/m2)
A 50,153 8,359 3,26 -5,099
A-B 2,5 0 0,000
B 52,653 8,776 5,76 -3,016
B-C 0 1 0,333
C 52,987 8,831 5,76 -3,071
C-D 1,59 0 0,000
D 54,577 9,096 4,26 -4,836
D-E 0 0,54 0,180
E 54,757 9,126 4,26 -4,866
E-F 15,81 0 0,000
78
F 70,567 11,761 15,44 3,679
F-G 0 2,71 0,903
G 71,470 11,912 15,44 3,528
G-H 1,31 0 0,000
H 72,780 12,130 14,44 2,310
H-I 0 6,49 2,163
I 74,943 12,491 14,44 1,949
I-J 1,06 0 0,000
J 76,003 12,667 15,44 2,773
J-K 0 0,7 0,233
K 76,237 12,706 15,44 2,734
K-L 3,1 0 0,000
L 79,337 13,223 12,34 -0,883
∑ 25,37 11,44 3,813
b. Berat sendiri
Tubuh bendung didesain menggunakan pasangan batu sehingga berat jenis
bendung = 22 kN/m3 ( ≈ 2.200 kgf /m3 ). Untuk perhitungan gaya berat sendiri
dihitung dengan program komputer micrsoft excel.
Gaya = Luas × Tekanan × bj
G1
G2
A G3
G5
G4 D E
B C
G6
G7
L
G8 G11
G14
G9
G10 G12
H I
G13
F G J K
79
Tabel.5.8 Gaya berat sendiri bendung.
No. Gaya
bj Luas × Tekanan
Gaya (T)
G1 2,2 (0,25x3,14x0,42)+(0,125x3,14x0,82)+(0,87x0,4) + 3,702
(0,5x(0,47+1,03)x0,57)+(0,5x1,03x1,03)
G2 2,2 2x2,2 9,680
G3 2,2 0,5x2,2x2,2 5,324
G4 2,2 1x1,5 3,300
G5 2,2 0,5x1,5x0,54 0,891
G6 2,2 0,5x15,48x1 27,192
((8,24x11,65) -
G7 2,2 14,907
((0,5x8,24x8,24)+(0,5x2x2)+(0,125x3,14x11,65 x11,65)))
G8 2,2 0,5x3x3 9,900
G9 2,2 2x3 20,867
G10 2,2 0,5x1,19x1,4 1,283
G11 2,2 8,19x1,6 154,955
G12 2,2 0,5x1,4x0,5 0,396
G13 2,2 0,5x1,4 1,540
G14 2,2 0,2x3,1 1,364
Jumlah 136,382
c. Tekanan lumpur
Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung dapat dihitung
sebagai berikut :
Ps = 1,67h2 ... (3.60)
h = dalamnya lumpur (m)
= 2,27 m
Ps = 1,67×2,27 2
= 8,6 T
80
d. Gaya gempa
Untuk menghitung gaya akibat gempa digunakan rumus sebagai berikut :
K = k × G (Soewarno.Ir,1972) ... (3.61)
Dengan :
K = gaya akibat gempa, diambil arah horizontal
k = koefisien gempa
G = berat bendung
Koefisien gempa dapat dihitung sebagai berikut :
a d = n (a c .z )
m
... (3.62)
Untuk jenis tanah termasuk tanah alluvium, maka diperoleh :
n = 1,56
m = 0,89
z =1
ac = 160, periode ulang 100 tahun
ad = 1,56 (160 × 1)0,89
= 142,821 cm/dt2
ad
k = ... (3.63)
g
142,821
=
9,81 × 10 2
= 0,146
G1
G2
A G3
G5
G4 D E
B C
G6
G7
L
G8 G11
G14
G9
G10 G12
H I
G13
F G J K
81
Tabel.5.9 Gaya akibat gempa.
No. Gaya Berat k Gaya Gempa
Gaya (T) (T)
G1 3,702 0,146 0,540
G2 9,680 0,146 1,413
G3 5,324 0,146 0,777
G4 3,300 0,146 0,482
G5 0,891 0,146 0,130
G6 27,192 0,146 3,970
G7 14,907 0,146 2,176
G8 9,900 0,146 1,445
G9 20,867 0,146 3,047
G10 1,283 0,146 0,187
G11 36,036 0,146 5,261
G12 0,396 0,146 0,058
G13 1,540 0,146 0,225
G14 1,364 0,146 0,199
Jumlah 136,382 19,912
G1
G2
A G3
G5
G4 D E
B C
G6
G7
G8
G9
F G
82
Tabel.5.10 Berat sendiri dan momen guling
No. Gaya Lengan Momen
Gaya (T) (m) ( Tm )
G1 3,702 16,150 59,788
G2 9,680 16,050 155,364
G3 5,324 14,086 74,994
G4 3,300 16,320 53,856
G5 0,990 15,640 15,484
G6 27,192 10,330 280,893
G7 14,907 5,230 77,966
G8 9,900 4,560 45,144
G9 20,867 2,200 45,907
Jumlah 95,863 809,396
83
W13 -0,5x(3,86+5,63)x1,5 7,115 10,300 73,289
W14 -0,5x5,66x7,4 -20,928 6,536 -136,783
W15 0,5x2,89x3,78 5,460 1,083 5,913
W16 -0,5x(2,74+1,52)x1
-2,129 0,600 -1,278
Jumlah 15,152 113,178
c. Gaya gempa
Untuk menghitung pengaruh gaya gempa terhadap bahaya guling,
maka momen guling ditinjau terhadap titik G.
G1
G2
A G3
G5
G4 D E
B C
G6
G7
G8
G9
F G
84
Tabel.5.13 Rencana pembebanan dalam keadaan air normal
Gaya ( T ) Momen ( Tm )
Jenis Beban
Horz Vert MH MV
Gaya Berat sendiri 0 95,863 0 809,396
Gaya Up-Lift 15,152 11,087 113,178 32,167
Tekanan lumpur 8,6 0 113,408 0
Beban Tetap 23,752 84,775 226,586 777,230
Gaya Gempa 13,981 0 85,529 0
Beban Sementara 37,733 84,775 312,115 777,23
85
2. Stabilitas terhadap gaya geser
a. Berat Sendiri
Untuk menghitung pengaruh berat sendiri bendung terhadap bahaya
geser, gaya dan momen ditinjau terhadap titik K.
86
b. Gaya tekan air
Untuk menghitung pengaruh gaya tekan air pada bendung terhadap
bahaya geser, gaya dan momen ditinjau terhadap titik K.
87
c. Gaya gempa
Untuk menghitung pengaruh gaya gempa terhadap bahaya geser, gaya
dan momen ditinjau terhadap titik K.
88
Tabel.5.17 Rencana pembebanan dalam keadaan air normal
Gaya ( T ) Momen ( Tm )
Jenis Beban
Horz Vert MH MV
Gaya Berat sendiri 0 136,382 0 1709,369
Gaya Up-Lift 16,723 22,875 118,192 169,276
Tekanan lumpur 8,6 0 113,408 0
Beban Tetap 25,323 113,507 231,600 1540,094
Gaya Gempa 19,912 0 96,536 0
Beban Sementara 45,235 113,507 328,136 1540,094
89
1 ⎛ 1540,094 − 231,60 ⎞ 24,4
e= × 24,4 − ⎜ ⎟≤
2 ⎝ 113,507 ⎠ 6
e = 0,672 ≤ 4,067 ... aman
b. Beban sementara
1 ⎛ Mv − Mh ⎞ B
e = .B − ⎜ ⎟≤
2 ⎝ V ⎠ 6
1 ⎛ 1540,094 − 328,136 ⎞ 24,4
e= × 24,4 − ⎜ ⎟≤
2 ⎝ 113,507 ⎠ 6
e = 1,523 ≤ 4,060 ... aman
H I
G J K
90
Data yang telah diperoleh adalah :
dx = tebal kolam olak di titik yang ditinjau = 2 m
Ux = Tekan air dititik x ( titik H ) = 1,52 T/m2
S = faktor keamanan
Untuk kondisi normal, faktor keamanan = 1,5
Untuk kondisi ekstrim, faktor keamanan = 1,25
Wx = tinggi muka air diatas kolam olak
Karena ditinjau dalam kondisi air dikolam kosong maka, Wx = 0
Perhitungan :
Dalam perhitungan digunakan faktor keamanan , S = 1,5.
1,52 − 0 × 1
2 ≥ 1,5
2,2
2 ≥ 1,036 ... aman
b. Ditinjau di titik I berjarak 1,06 m dari hilir
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Ux − Wx.γx
dx ≥ S
γ
Data yang telah diperoleh adalah :
dx = tebal kolam olak di titik yang ditinjau = 2 m
Ux = Tekan air dititik x ( titik I ) = 1,159 T/m2
S = faktor keamanan
Untuk kondisi normal faktor keamanan = 1,5
Untuk kondisi ekstrim faktor keamanan = 1,25
Wx = tinggi muka air diatas kolam olak
Karena ditinjau dalam kondisi air dikolam kosong maka, Wx = 0
Perhitungan :
Dalam perhitungan digunakan faktor keamanan, S = 1,5.
1,159 − 0 × 1
2 ≥ 1,5
2,2
2 ≥ 0,79 ... aman
91
5.7.3 Stabilitas bendung saat kondisi air banjir
Untuk perhitungan selanjutnya adalah stabilitas dihitung pada keadaan
banjir Q = 96,4 m3/dt. Jalur rembesan dan tekanan air bendung pada kondisi
banjir ditampilkan dalam tabel berikut.
1. Stabilitas terhadap gaya guling
a. Berat Sendiri
Untuk menghitung pengaruh berat sendiri bendung terhadap bahaya
guling, momen ditinjau terhadap titik G.
G1
G2
A G3
G5
G4 D E
B C
G6
G7
G8
G9
F G
92
b. Gaya tekanan air
Untuk menghitung pengaruh gay tekan air terhadap bahaya guling,
momen ditinjau terhadap titik G.
c. Gaya gempa
Untuk menghitung pengaruh gaya gempa terhadap bahaya guling,
momen ditinjau terhadap titik G.
G1
G2
A G3
G5
G4 D E
B C
G6
G7
G8
G9
F G
93
Tabel.5.20 Gaya dan momen gempa
No. Gaya Berat k Gaya Gempa Lengan Momen
Gaya (T) (T) (m) ( Tm )
G1 3,702 0,146 0,540 13,890 7,508
G2 9,680 0,146 1,413 12,280 17,355
G3 5,324 0,146 0,777 11,910 9,258
G4 3,300 0,146 0,482 10,430 5,025
G5 0,891 0,146 0,130 10,680 1,389
G6 27,192 0,146 3,970 7,740 30,728
G7 14,907 0,146 2,176 3,127 6,806
G8 9,900 0,146 1,445 2,000 2,891
G9 20,867 0,146 3,047 1,500 4,570
Jumlah 136,382 13,981 85,529
94
b. Beban sementara
Mv
SF = ≥ 1,5
Mh
753,517
SF = ≥ 1,5
340,029
SF = 2,216 ≥ 1,5 ... aman
95
Tabel.5.23 Gaya tekanan air
No. Luas x Tekanan Gaya (T) Lengan Momen
Gaya Horz Vert (m) Tm
W1 -0,5x(3,02+3,07)x1 -3,043 23,840 -72,553
W2 -0,5x(3,07x4,84)x0,54 -2,135 23,090 -49,296
W3 -0,5x(4,84+4,87)x1,25 -6,064 22,200 -134,618
W4 -0,5x4,87x6,37 -15,499 20,760 -321,750
W5 0,5x6,95x7,52 8,848 13,310 117,763
W6 0,5x(3,68+3,53)x2 7,207 9,390 67,676
W7 0,5x(3,53+2,31)x0,85 2,481 7,800 19,354
W8 0,5x(2,31+1,95)x6 12,778 4,200 53,669
W9 0,5x(1,95+2,77)x0,36 0,850 0,950 0,808
W10 0,5x(2,77+2,73)x0,7 1,927 0,350 0,675
Jumlah 34,092 259,944
W11 0,5x(0,79+3,06)x2,27 4,370 13,187 57,624
W12 -0,5x(5,10+3,02)x2,5 -10,143 11,570 -117,355
W13 -0,5x(3,07+4,84)x1,5 5,930 9,910 58,770
W14 -0,5x4,87x6,37 -15,499 10,370 -160,720
W15 0,5x3,68x4,81 8,848 2,750 24,331
W16 -0,5x(3,53+2,31)x1 -2,919 0,500 -1,460
W17 0,5x(1,95+2,77)x1 2,361 0,500 1,181
W18 -0,5x(2,73+0,88)x3,1 -2,869 0,700 -2,008
Jumlah 21,509 141,906
c. Gaya gempa
Untuk menghitung pengaruh gaya gempa terhadap bahaya geser,
gaya dan momen ditinjau terhadap titik K.
96
Tabel.5.25 Rencana pembebanan dalam keadaan air banjir
Gaya ( T ) Momen ( Tm )
Jenis Beban
Horz Vert MH MV
Gaya Berat sendiri 0 136,382 0 1709,369
Gaya Up-Lift 21,509 34,092 141,90613 259,944
Tekanan lumpur 8,6 0 113,408 0
Beban Tetap 30,109 102,290 255,314 1449,425
Gaya Gempa 19,912 0 96,536 0
Beban Sementara 50,021 102,290 351,850 1449,425
97
b. Beban sementara
1 ⎛ Mv − Mh ⎞ B
e = .B − ⎜ ⎟≤
2 ⎝ V ⎠ 6
1 ⎛ 1449,425 − 351,85 ⎞ 24,4
e= × 24,4 − ⎜ ⎟≤
2 ⎝ 102,290 ⎠ 6
e = 1,470 ≤ 4,067 ... aman
1 1 1 1 1
6 7
2 1
5
1 9
3
5
4
1
1 5
98
Tabel 5.26 Gaya tekanan tembok penahan tanah
el =
∑ M = 220,626 = 3,127
∑W 70,56
Perhitungan koefisien tanah
99
6
α = arc tg = 80,54 o
1
0,84
= = 0,682
0,97 × 0,8 × 1,606
Koefisien tanah pasiif (Kp)
Sin 2 (α − Φ )
Kp = 2
... (3.69)
⎡ Sin (Φ + Φ').Sin (Φ + δ ) ⎤
Sin 2 α.Sin (α + Φ')⎢1 − ⎥
⎣ Sin (α + Φ').Sin (α + δ ) ⎦
0,544
= = 7,335
0,97 × 0,953 × 0,0802
100
Tabel 5.28 Gaya horizotal dan momen
Titik
Berat tembok Lengan terhadap Momen
berat
Bagian Gaya
W1 titik A ( m ) ( Tm )
total
( Ton ) y x My Mx
1 13,200 1,5 4 19,8 52,8 X1 =
2 1,100 2,3 6,3 2,53 6,93 2,445
3 11,000 2,5 3,5 27,5 38,5 Y1 =
4 5,500 3,3 2,6 18,15 14,3 2,708
5 13,200 3 0,5 39,6 6,6
ΣW1 = 44,000 - - 107,58 119,13
Titik
Berat tanah Lengan terhadap Momen
berat
Bagian Gaya
W2 titik A ( m ) ( Tm )
total
( Ton ) y x My Mx
6 0,830 2,7 6,33 2,241 5,254 X2 =
7 1,660 3,5 6,5 5,810 10,790 4,256
8 4,150 3,7 4,33 15,355 17,970 Y2 =
9 19,920 4,5 4 89,640 79,680 4,281
ΣW2 = 26,560 - - 113,046 113,693
101
5.8.2 Analisis stabilitas
a. Ditinjau terhadap gaya guling di titik A
A
6
W1.X1 + W2.X2
SF = > 1,5 ... (3.72)
Kgempa.Y1 + PH.y
44 × 2,445 + 26,65 × 4,256
= > 1,5
2,508 × 2,708 + 8,159 × 7,969
= 3,057 > 1,5 Aman
Apabila dihitung berdasakan gaya gempa total akibat pengaruh tanah
adalah sebagai berikut :
Momen tanah total
SF = > 1,5 ... (3.73)
Momen gempa + Momen PH total
220,626
= > 1,5
4,234 × 2,708 + 65,026
= 2,88 > 1,5 Aman
102
b. Ditinjau terhadap eksentrisitas (e)
Jarak terhadap
Notasi Gaya Momen
sumbu
Gaya ( Ton ) X (m) Y (m) ( Tm )
ΣW1 44,000 - 2,445 107,580
ΣW2 26,560 - 4,256 113,046
ΣV 70,560 ΣMv = 220,626
ΣPH 8,159 7,969 65,0201
K 4,2336 2,708 11,46247
ΣH 12,392 ΣMh = 76,48257
x=
∑ MV ... (3.74)
∑V
x=
∑ MV = 220,626 = 3,127
∑ V 70,56
y=
∑ MH ... (3.75)
∑H
y=
∑ MH = 76,483 = 6,172
∑ H 12,392
1
∑ H.y - ∑ V(x - 2 B) B
e= ≤ ... (3.76)
∑V 6
1
12,392 × 6,172 − 70,56(3,127 − × 6)
2 6
= ≤
70,56 6
= 0,957 ≤ 1,0 Aman
103
c. Ditinjau terhadap gaya geser
SF =
∑V > 1,5 ... (3.77)
∑H
70,56
= > 1,5
12,392
= 5,693 > 1,5 Aman
Sebagai bahan perbandingan antara desain yang ada dengan hasil redesain
yang dilakukan penulis dapat dilihat pada tabel berikut.
104
BAB VI
PEMBAHASAN
105
Pembendungan suatu aliran air pasti akan menimbulkan pengaruh terhadap
wilayah aliran air tersebut. Untuk mengetahui pengaruh adanya pembendungan
terhadap tinggi muka air dihulu bendung. Kemudian dilakukan perhitungan tinggi
muka air sebelum dan setelah ada bendung diperoleh. Dari hasil perhitungan
diperoleh tinggi muka air sebelum ada bendung 0,416 m dan tinggi muka air setelah
ada bendung 1,162 m. Sehingga dari perhitungan diketahui efek back water dihulu
bendung adalah 279,02 m.
Untuk mengatasi adanya gerusan setempat dihilir bendung yang dapat
membahayakan struktur, maka diperlukan bangunan kolam olak, pada desain ini
dirancang kolam olak tipe Vlugter dengan panjang kolam olakan 11,8 m dan elevasi
kolam olak + 103,682 m. Bangunan konstruksi lindung dihilir bendung dilengkapi
juga dengan rip-rap yaitu bongkahan batu alam dengan diameter 0,4 m yang
diletakkan sepanjang 7 m dari hilir kolam olak.
Untuk mengatasi bahaya piping dan erosi bawah tanah maka perlu
memperpanjang jalannya air / creep line dibawah pondasi bendung. Salah satu cara
untuk memperpanjang jalannya air dibawah bendung tersebut adalah dengan
meletakkan lantai muka di hulu bendung. Cara ini dipilih karena diharapkan akan
lebih mudah dalam pelaksanaanya. Pada desain ini dirancang lantai muka sepanjang
78 m, berdasarkan perhitungan yang dilakukan dinyatakan aman untuk dapat
mengatasi bahaya piping.
Saluran pengambilan dirancang diletakkan dikiri bendung, berjumlah 1 pintu
dengan lebar 1,5 m, dari hasil analisa perhitungan dimensi tersebut cukup untuk
melayani 296,6 Ha lahan pertanian. Sedangkan pada saluran pengambilan yang ada
dilapangan adalah 3,2 m yang terdiri dari 2 pintu dan 1 pilar dengan lebar 0,6 m.
Sehingga desain baru dapat lebih ekonomis dari desain yang ada.
Untuk mendapatkan air yang memenuhi kebutuhan irigasi, khususnya
persawahan maka diperlukan bangunan yang berfungsi sebagai pengendap/penangkap
sedimen yang terhanyut kedalam pintu pengambilan. Sehingga air yang dialirkan ke
petak-petak sawah tidak membawa sedimen dan pasir. Bangunan ini adalah saluran
106
penangkap pasir yang ditempatkan diantara saluran pengabilan dan saluran primer.
Saluran kantung lumpur dirancang dengan kecepatan aliran 0,4 m3/dt untuk
mencegah tumbuhnya vegetasi dan supaya partikel-partikel yang lebih besar tidak
mengendap dihilir kantung lumpur, bentuk penampang saluran adalah trapezium dan
persegi panjang pada bagian kantung sedimen. Dari haril analisis maka panjang
saluran penangkap pasir yang dirancang 163,5 m sedangkan dari desain yang ada
yaitu 39,7 m.
107
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis desain yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
a. Lokasi bendung pada sungai Opak dengan lebar 61 m, lebar efektif 59,6 m
denga lebar pilar utama 1 m.
b. Elevasi mercu + 115,51m, tipe bulat dengan R1 = 0,4 m dan R2 = 0,8 m.
c. Saluran pengambilan dirancang 1 pintu dengan lebar 1,5 m, telah efektif
untuk melayani kebutuhan irigasi.
d. Saluran pembilas dirancang 1 pintu dengan lebar 1 m, telah efektif untuk
menghanyutkan sedimen di hulu bendung.
e. Lantai muka dirancang dengan panjang 78 m, telah memenuhi syarat
untuk mengatasi bahaya piping.
f. Kolam olak dengan tebal 2 m aman terhadap patah tarik, dilengkapi
dengan rip-rap sepanjang 7 m dengan diameter butiran 0,4 m.
g. Berat konstrusi bendung adalah 136,382 Ton, telah memenuhi syarat
kestabilitan terhadap bahaya guling dan geser.
7.2 Saran
Dalam melakukan perancangan ulang sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan debit rancangan hasil analisis terbaru.
108
DAFTAR PUSTAKA
109
78
A0
A3 A4 A7 A8 A 11 A 12 A 15 A 16 A 19 A 44 A 47
A
A1 A2 A5 A6 A9 A 10 A 13 A 14 A 17 A 18 A 45 A 46
0 ,5 6 6 6 6 6
0 ,5 0 ,5 0 ,5 0 ,5 0 ,5
B C
61
W11
A
W12
D E
W13
W14
B C
W15 H I
W16 W17 W18
F G J K
W1 W2 W3 W4
W5 W6 W7 W8 W9 W10
A
W12
D E
W13
W14
B C
W15
H I
W16 W17 W18
F G J K
W1
W2 W3 W4
W5 W6 W7 W8 W9 W10
G2
A G3
G5
G4 D E
B C
G6
G7
G8
G9
F G
Gambar gaya berat sendiri bendung sebagai tinjauan terhadap bahaya guling.
G1
G2
A G3
G5
G4 D E
B C
G6
G7
G8
G9
F G
G2
A G3
G5
G4 D E
B C
G6
G7
L
G8 G11
G14
G9
G10 G12
H I
G13
F G J K
G2
A G3
G5
G4 D E
B C
G6
G7
L
G8 G11
G14
G9
G10 G12
H I
G13
F G J K