Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan bukanlah sekumpulan keterampilan-keterampilan
spesifik, juga bukan seorang yang dilatih hanya untuk melakukan tugas-tugas
tertentu akan tetapi keperawatan adalah profesi Keperawatan di Indonesia
mengalami perkembangan yang dinamis dimana sejak tahun 1984 diakui
sebagai suatu profesi Sebagai tenaga kesehatan profesional meyakini manusia
adalah makhluk biopsikososial dan spiritual atau sebagai makhluk yang utuh
yang didalamnya terdapat unsur biologis,psikologis, sosial dan spiritual Sering
kali, perawat dan penyelenggara pelayanan kesehatan lainnya gagal mengenali
dimensi spiritual dari klien mereka, karena spiritualitas tidak bersifat cukup
ilmiah memiliki banyak definisi dan sulit untuk diukur.
Tingginya angka kematian yang terjadi di unit perawatan intensif,
menuntut peningkatan pelayanan perawatan paliatif termasuk perawatan
pasien menjelang ajal, yang melibatkan perawat perawatan kritis. Hasil dari
penelitian Milligan (2011) menyatakan bahwa sekarat dan kematian adalah
saat-saat ketika setidaknya beberapa pasien akan mengalami penderitaan
rohani yang dapat menyebabkan penderitaan dan usaha kerja spiritual, seperti
menyelesaikan masalah spiritual dan datang untuk berdamai dengan realitas
kematian secara pribadi. Ini akan bermanifestasi sebagai kebutuhan perawatan
spiritual. Sebagian besar mengungkapkan bahwa perawatan pasien menjelang
ajal adalah perawatan yang lebih difokuskan pada bimbingan spiritual atau
kerohanian pada pasien tersebut. Perawatan spiritual untuk pasien menjelang
ajal memang penting tetapi harus seimbang dengan pemenuhan kebutuhan lain
misalnya kebutuhan fisik, psikologis, dan sosial, yang sesuai dengan tujuan
perawatan menjelang ajal. Sebagian besar menganggap bahwa perawatan
menjelang ajal itu lebih kepada pemenuhan kebutuhan spiritual, hal ini
dikarenakan pengetahuan yang dimiliki tentang perawatan menjelang ajal yang
masih kurang atau terbatas.
Beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan dramatis dalam
agama dan keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan dalam
penyakit fisik yang serius Profesional kesehatan memberikan perawatan medis
menyadari pentingnya pasien dalam memenuhi 'kebutuhan spiritual dan
keagamaan. (Woodruff,2004:1) Sebuah pendekatan kasihan kebutuhan ini
meningkatkan kemungkinan pemulihan atau perbaikan. Dalam contoh
terburuk, ia menawarkan kenyamanan dan persiapan untuk individu melalui
proses traumatis penyakit terakhir sebelum kematian. (Doyle, Hanks and
Macdonald, 2003 :101) Studi pasien dengan penyakit kronis atau terminal telah
menunjukkan insiden tinggi depresi dan gangguan mental lainnya. Dimensi
lain adalah bahwa tingkat depresi adalah sebanding dengan tingkat keparahan
penyakit dan hilangnya fungsi agunan. Sumber depresi seperti sering berbaring
dalam isu-isu yang berkaitan dengan spiritualitas dan agama. Pasien di bawah
perawatan paliatif dan dalam keadaan seperti itu sering mempunyai
keprihatinan rohani yang berkaitan dengan kondisi mereka dan mendekati
kematian. (Ferrell & Coyle, 2007: 848) Spiritual dan keprihatinan keagamaan
dengan pasien biasa bergumul dengan isu-isu sehari-hari penyakit yang tidak
dapat disembuhkan, dengan orang tua dan mereka yang menghadapi kematian
yang akan datang. Kekhawatiran semacam itu telah diamati bahkan pada
pasien yang telah dirawat di rumah sakit untuk serius tetapi non-terminal
penyakit. (Ferrell & Coyle, 2007: 52). Studi lain telah menunjukkan bahwa
persentase yang tinggi dari pasien di atas usia 60 menemukan hiburan dalam
agama yang memberi mereka kekuatan dan kemampuan untuk mengatasi,
sampai batas tertentu, dengan kehidupan. Agama kekhawatiran di sakit parah
mengasumsikan berbagai bentuk seperti hubungan seseorang dengan Allah,
takut akan neraka dan perasaan ditinggalkan oleh komunitas keagamaan
mereka. Sering menghormati danmemvalidasi individu dorongan agama dan
keyakinan adalah setengah pertempuran ke arah menyiapkan mereka untuk
suatu 'baik' kematian (Ferrell & Coyle, 2007: 1171) \

Perawat sebagai tenaga kesehatan harus mampu memperhatikan status


pasien yang bukan hanya makhluk bio-psiko-sosio kultural melainkan juga
makhluk spiritual sehingga apabila aspek spiritual tidak terpenuhi maka akan
berdampak pada proses kesembuhan pasien. Untuk itu diperlukan peran
perawat dalam memenuhi kebutuhan spiritual care bagi pasien.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan Paliatif pada Aspek
Spiritual
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami:
a. Konsep Kebutuhan Spiritual pada Pasien Paliatif
b. Pengkajian keperawatan Paliatif pada aspek Spiritual
c. Diagnosa keperawatan dari aspek Spiritual
d. Intervensi keperawatan paliatif pada Aspek Spiritual
BAB II

KONSEP TEORI

A. Konsep Dasar Spiritualitas


1. Definisi Spiritualitas
Istilah “spiritual” berasal dari kata Latin yaitu “spiritus”, yang berarti
“meniup” atau “bernafas”. Spiritual mengacu pada bagaimana menjadi
manusia yang mencari makna melalui hubungan intrapersonal (hubungan
antara diri sendiri), interpersonal (hubungan antar orang lain dan lingkungan)
dan transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat) yaitu hubungan
dengan ketuhanan yang merupakan kekuatan yang tertinggi. Spiritual
(spirituality) merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam
hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang
menimbulkan suatu kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya Tuhan, dan
permohonan maaf atas segala kesalahan yang pernah diperbuat (Reed,1991
dalam Kozier dkk., 2010).
Menurut Florance Nightingale, spiritualitas adalah suatu dorongan
yang menyediakan energi yang dibutuhkan untuk mempromosikan
lingkungan rumah sakit yang sehat dan melayani kebutuhan spiritual sama
pentingnya dengan melayani kebutuhan fisik (Delgado, 2005; Kelly, 2004).
Spiritualitas merupakan faktor penting yang membantu individu
mencapai keseimbangan yang diperlukan untuk memelihara kesehatan dan
kesejahteraan, serta beradaptasi dengan penyakit (Potter & Perry, 2010)
Spiritual menurut Hidayat (2006) adalah suatu yang dipercayai oleh
seseorang dalam hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan),
yang menimbulkan suatu kebutuhan atau kecintaan terhadap Tuhan, dan
permohonan maaf atas segala kesalahan yang telah dilakukan. Spiritual
adalah keyakinan dalam hubunganya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha
Pencipta. Sebagai contohnya adalah seseorang yang percaya kepada Allah
sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa (Hamid, 2008).
2. Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh
setiap orang atau manusia dalam mencari arti dan tujuan hidup (Aziz, 2014
dalam Sasmika, 2016). Kebutuhan spiritual adalah suatu kebutuhan untuk
mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban
agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan,
mencintai, serta menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan
(Ummah, 2016). Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari
arti tujuan, makna, dan kualitas hidup, kebutuhan untuk mencintai, dan
dicintai serta untuk memberikan maaf (Potter dan Perry, 2007).

3. Aspek Spiritualitas
Menurut Burkhardt dalam Hamid (2008) spiritualitas adalah keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pencipta yang meliputi berbagai
aspek tersebut adalah:
a. Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketehui atau ketidak pastian
dalam kehidupan, yang dimaksud disini adalah unsur-unsur yang gaib
atau tidak kasatmata atau yang hanya bisa dirasakan dengan mata hati.
b. Menemukan arti dan tujuan hidup, maksudnya adalah menentukan hidup
sesuai takdir.
c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam
diri sendiri, artinya bisa mengoptimalkan kekuatan yangada di dalam
diri.
d. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Tuhan
Yang Maha Tinggi, yang dimaksudkan disini adalah mengakui adanya
hubungan vertikal antara sang pencipta dan yang dicipta.

4. Komponen-Komponen Spiritual Care


Menurut Iranmensh et al (2011) kompenen spiritual adalah sebagai berikut:
a. Menemui pasien sebagai seseorang manusia yang memilik arti dan
harapan
Perawatan spiritual adalah memungkinkan untuk menemukan
makna dalam perisitiwa baik dan buruk kehidupan. Perawatan spiritual
juga sebagai sumber pasien untuk menyadari makna dan harapan serta
mengetahui apa yang benar-benar penting untuk pasien. Memberikan
harapan kepada pasien adalah salah satu bagian yang paling penting dari
perawatan, terutama ketika mereka menghadapi pasien yang sedang sakit
parah Iranmanesh et al (2009).
b. Menemui pasien sebagai seseorang manusia dalam hal hubungan
Murata (2003) menegaskan bahwa untuk mengurangi rasa sakit
spiritual seseorang, sebagai dalam sebuah hubungan, kita harus
memperhatikan orang-orang yang menghubungkan pasien kepada orang
lain setelah kematian diantara berbagai orang dan persitiwa yang
disebutkan. Perawatan spiritual adalah tentang melakukan, bukan
menjadi, dan menyatakan bahwa perawat lebih unggul dari klien, ini
melibatkan cara menjadi (daripada melakukan) yang memerlukan
hubungan perawat-klien simetris (Taylor dan Mamier, 2005)
c. Menemui pasien sebagai seorang yang beragama
Keagamaan ini dicirikan sebagai formal, terorganisir, dan terkait
dengan ritual dan keyakinan. Meskipun banyak orang memilih untuk
mengekspresikan spiritualitas mereka melalui praktik keagamaan,
beberapa dari mereka menemukan spiritualitas yang harus diwujudkan
sebagai harmoni, sukacita, damai sejahtera, kesadaran, cinta, makna, dan
menjadi (Chung et al, 2006).
d. Menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi
Murata (2003) menjelaskan bahwa jika pasien menyadari adanya
bahwa mereka masih memiliki kebebasan untuk menentukan nasib
sendiri disetiap dimensi mengamati, berfikir, berbicara, dan melakukan,
yaitu persepsi, pikiran, ekspersi dan kegiatan melalui pembicaraan
dengan perawat untuk memulihkan rasa nilai sebagai sebagai seseorang
dengan otonomi.
5. Faktor Yang Mempengaruhi Spirtualitas Pasein
Manurut Dwidianti, (2008) ada beberapa faktor penting yang dapat
mempengaruhi spiritualitas seseorang, faktor tersebut adalah:
a. Pertimbangan tahap perkembangan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan agama yang
berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi yang berbeda
tentang Tuhan dan cara sembahyang yang berbeda pula menurut usia, jenis
kelamin, agama, dan kepribadian anak.
b. Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak.
Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan menjadi
tempat pengalaman pertama anak dalam mempersiapkan kehidupan di
dunia, pandangan anak diwarnai oleh pengalaman mereka dalam
berhubungan dengan keluarga.
c. Latar belakang, etnik dan budaya
Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan social
budaya. Umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual
keluarganya.
d. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun yang negatif dapat
mempengaruhi tingkat spiritual seseorang. Peristiwa dalam kehidupan
sering dianggap sebagai ujian kekuatan iman bagi manuisa sehingga
kebutuhan spiritual akan meningkat dan memerlukan kedalaman tingkat
spiritual sebagai mekanisme koping untuk memenuhinya.
e. Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang.
Krisi sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan,
proses penuaan, kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien dihadapkan
pada kematian, maka keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang
atau berdoa lebih meningkat dibandingkan dengan pasien yang penyakit
tidak terminal.
f. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali individu terpisah atau
kehilngan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup
sehari-harinya termasuk kegiatan spiritual dapat mengalami perubahan.
Terpisahnya individu dari ikatan spitual beresiko terjadinya perubahan
fungsi sosial.
g. Isu moral terkai dengan terapi
Kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan
untuk menunjukan kebesaran-Nya.
h. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai
Ketika memberikan ashuan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan
untuk peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan
ada kemungkinan perawat juga menghindari untuk memberikan asuhan
spiritual. Perawat merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien
bukan menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama

B. Proses Keperawatan Dalam Spiritual Care


Penerapan proses keperawatan dari perspektif kebutuhan spiritual pasien tidak
sederhana. Hal ini sangat jauh dari sekedar mengkaji praktik dan ritual keagamaan
pasien. Perlu memahami spiritualitas pasien dan kemudian secara tepat
mengidentifikasi tingkat dukungan dan sumber yang diperlukan (Potter & Perry,
2005). Proses keperawatan sebagai suatu metode ilmiah untuk menyelesaikan
masalah keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan spiritual yaitu:

1. Pengkajian

Pengkajian dapat menunjukan kesempatan yang dimiliki perawat dalam


mendukung atau menguatkan spiritualitas pasien. Pengkajian tersebut dapat
menjadi terapeutik karena pengkajian menunjukan tingkat perawatan dan
dukungan yang diberikan. Perawat yang memahami pendekatan spiritual akan
menjadi yang paling berhasil (Potter & Perry, 2005). Pengkajian dilakukan untuk
mendapatkan data subjektif dan objektif. Pengkajian data subjektif meliputi
konsep tentang Tuhan atau ketuhanan, sumber harapan dan kekuatan, praktik
agama dan ritual, hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan.
Sedangkan data pengkajian objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang
meliputi pengkajian afek dan sikap, prilaku, verbalisasi, hubungan interpersonal
dan lingkungan. Pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui observasi
(Hamid, 2000)

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan spiritual menurut North Nursing


Diagnosis Association adalah distress spiritual. Definisi distress spiritual adalah
rentan terhadap gangguan kemampuan merasakan dan mengintegrasikan makna
dan tujuan hidup melalui keterhubungan dalam diri, sastra, alam, dan kekuatan
yang lebih besar dari dirinya sendiri, yang dapat mengganggu kesehatan
(NANDA, 2015). Ketika meninjau pengkajian spiritual dan mengintegrasikan
informasi kedalam diagnosa keperwatan yang sesuai. Perawat harus
mempertimbangkan status kesehatan klien terakhir dari perspektif holistik,
dengan spiritualitas sebagai prinsip kesatuan. Setiap diagnosa harus mempunyai
faktor yang berhubungan dan akurat sehingga intervensi yang dihasilkan dapat
bermakna dan berlangsung (Potter & Peery 2005).
3. Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan terindentifikasi,
selanjutnya perawat dan klien menyusun kriteria hasil dan rencana intervensi.
Tujuan asuhan keperawatan pada klien dengan distress spiritual difokuskan
pada menciptakan lingkungan yang mendukung praktik keagamaan dan
kepercayaan yang biasanya dilakukan (Nurinto, 2007). Menetapkan suatu
perencanaan perawatan, tujuan diteptapkan secara individual, dengan
mempertimbangkan riwayat pasien, area beresiko, dan tanda-tanda disfungsi
serta data objektif yang relevan (Hamid, 2000). Menurut Potter & Perry (2005)
terdapat tiga tujuan untuk pemberian perawatan spiritual, yaitu:
a. Klien merasakan perasaan percaya pada pemberian keperawatan.
b. Klien mampu terikat dengan anggota sistem pendukung.
c. Pencarian pribadi klien tentang makna hidup menigkat.
4. Implementasi
Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan
melakukan prinsip-prinsip kegiatan ashuan keperawatan sebagai berikut
(Hamid, 2000):
a. Periksa keyakinan spiritual pribadi perawat.
b. Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan spiritualnya.
c. Jangan berasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual.
d. Mengetahui pesan non-verbal tentang kebutuhan spiritual klien.
e. Berespon secara singkat, spesifik, dan faktual.
f. Mendengarkan secara aktif dan menunjukan empati yang berarti
menghayati masalah klien.
g. Menerapkan teknik komunikasi terapeutik dengan teknik mendukung
menerima, bertanya, memberi infromasi, refleksi, menggali perasaan dan
kekuatan yang dimiliki klien.
h. Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan verbal
klien.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Kasus
Tn. Aw (50 th) sudah 5 hari perawatan ICU tergantung ventilator dan beresiko
mengalami henti jantung. Menurut keluarga, pasien masuk sudah tidak sadar ± 2
jam dirumah, ngorok dan nafas cepat tidak teratur, dan sampai di UGD langsung
dilakukan RJP, pasien ada riwayat hipertensi merokok 2 bungkus per hari dan
sering mangalami batuk yang lama. Selama di rawat di ICU beberapa kali
mengalami kritis, hemodinamik tidak stabil dan tetap dalam keadaan vegetatif,
terapi intensif tidak menunjukkan respons malah cenderung prognosa tidak baik.
Akhirnya tim kesehatan berunding dengan keluarga menginformasikan kondisi
pasien dan disepakati Tn. AW hanya dilakukan paliatif care. Keluarga pasien
membutuhkan informasi disertai dukungan emosional dan spiritual akan asuhan
keperawatan yang baik dan menyakinkan keluarga. Tim kesehatan mematikan
mesin ventilator tidak lah selalu salah secara moral, jika kondisi pasien tidak ada
harapan lagi bukan mengakhiri nyawa pasien tetapi hanyalah mengentikan suatu
prosedur sulit yang sia-sia, justru karena sadar tidak kuasa melawan kodrat Allah,
kita serahkan pasien kepada Allah untuk keputusan akhir.

Tugas :

1. Pengkajian keluarga dalam aspek spiritual seperti apa yang dikumpulkan tim
kesehatan
2. Masalah spiritual yang bisa terjadi pada Tn. AW pada usia 50 th, termasuk
keluarga yang ditinggalkan (minimal 4)
3. Buatlah rencana spiritual (mandiri dan kolaborasi) lengkap dengan rasional
dari masalah prioritas
4. Beberapa perawat yang mengamati pasien menjelang ajal di ruang tersebut, di
dapatkan mereka memeluk buku doa di dadanya dengan kesadaran vegetatif
menggerakkan bibirnya seperti sedang berdoa khusuk, atau ventilator berbunyi
terus, pasien gelisah padahal perawat mengamati fisik pasien, vital sign relatif
normal. Rumuskan rencana keperawatan untuk memberikan dukungan
spiritual pada pasien ini.
1. Pengkajian Keluarga Dalam Aspek Spiritual
a. Pengkajian data subjektif
1) Konsep tentang Tuhan atau ketuhanan,
2) Sumber harapan dan kekuatan,
3) Praktik agama dan ritual,
4) Hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan.
b. Pengkajian objektif
1) Afek dan sikap,
2) Prilaku,
3) Verbalisasi,
4) Hubungan interpersonal dan lingkungan.

Selain itu perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses
kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah
semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan
keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat-saat seperti ini apakah
pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat
terakhirnya.

Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi


dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-
keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien
yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien
menjelang kematian dapat terpenuhi.

2. Masalah Spiritual yang Bisa Terjadi Pada Tn. AW


Distress spiritual b/d perpisahan dari sistem pendukung kegamaan, atau
ketidakmampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.
3. Rencana Spiritual Yang Terjadi Pada Tn. AW 50 Th
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan Rasional
1. Distress spiritual b/d Selama dilakukan perawatan 1. Berikan kesempatan pada pasien 1. Bagi pasien yang mendapatkan
perpisahan dari sistem pada Tn.A diharapkan untuk berdoa. nilai tinggi pada do;a atau
pendukung kegamaan, distres spiritual berkurang praktek spiritual lainnya,
atau ketidakmampuan dengan kriteria hasil: praktek ini dapat memberikan
diri dalam menghadapi a. Klien merasa lebih arti dan tujuan serta dapat
ancaman kematian. tenang menjadi sumber kenysmsnsn
b. Rasa depresi terhadap dan kekuatan.
penyakitnya berkurang.
2. Ajak pasien untuk berdiskusi 2. Untuk menurunkan ketakutan
tentang ketakutan yang dialami dan kecemasan dan pasien
pasien dalam menghadapi merasa lebih tenang.
kematian.

3. Ciptakan lingkungan yang 3. Privasi dan ketenangan


tenang dan nyaman memberikan lingkungan yang
memudahkan refresi dan
perenungan.

4. Fasilitasi pasien untuk berdoa 4. Pasien akan merasa lebih


bersama keluarga tenang apabila berdoa bersama
keluarganya.
4.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Perawat sebagai tenaga kesehatan harus mampu memperhatikan status pasien
yang bukan hanya makhluk bio-psiko-sosio kultural melainkan juga makhluk
spiritual sehingga apabila aspek spiritual tidak terpenuhi maka akan berdampak
pada proses kesembuhan pasien. Untuk itu diperlukan peran perawat dalam
memenuhi kebutuhan spiritual care bagi pasien.
Perawatan Paliatif Pasien Terminal Perawatan kesehatan terpadu yang
bersifat aktif dan menyeluruh diberikan terhadap penderita melalui pendekatan
multidisiplin keahlian yang terintegrasi. Tujuan pelayanan perawatan adalah
untuk mengurangi penderitaan, memperpanjang umur, meningkatkan kualitas
hidup, memberikan support kepada keluarga, meski pada akhirnya pasien
meninggal, yg terpenting sebelum meninggal pasien sudah siap secara psikologis
dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya

B. Saran
Hal-hal yang perlu diperbaiki dalam perawatan menjelang ajal yaitu:
diperlukan pelatihan perawatan paliatif pada pasien kritis, diperlukan ruangan
khusus pasien menjelang ajal, diperlukan pembimbing rohani khusus, dan
diperlukan standar operasional prosedur (SOP) perawatan pasien menjelang ajal.
Perawat perlu memberikan perawatan yang membantu pasien meninggal dengan
tenang, memberikan dukungan untuk keluarga, dan lebih difokuskan untuk
memenuhi kebutuhan spiritual pasien
DAFTAR PUSTAKA

Murray, S.A.(2004). Exploring The Spiritual Needs Of People Dying Of Lung Cancer
Or Hearth Failure : A Prospective Qualitativ Interview Study Of Patients And
Their Careers. Jurnal Of Palliative Medicine pp 18, 39-45.

Perry, Anne G, Potter, Particia A. (2010). Fundamental of Nursing. Vol 2. Edisi 7.


Jakarta: Salemba Medika.
Zohar, D. & Marshall, I. 2010. SQ: Kecerdasan Spiritual. Bandung: Mizan

Cemy Nur Fitria, 2010. Palliative Care Pada Penderita Penyakit Terminal. Pku
Muhammadiyah Surakarta

Saputra, H. 2014. Hubungan Penerapan Asuhan Keperawatan Dengan Pemenuhan


Kebutuhan Spiritual Pasien Di Ruang Rawat Inap Kelas III RS PKU
Muhuammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta

Aan Nuraeni, Ikeu Nurhidayah, Nuroktavia Hidayati, Citra Windani Mambang Sari,
Ristina Mirwanti. 2015. Kebutuhan Spiritual pada Pasien Kanker .Fakultas
Keperawatan Universitas Padjadjaran .E-mail: aan.nuraeni@fkep.unpad.ac.id

M. Wilkinson, Judith.2016. Diagnosis Keperawatan : Diagnosis Nanda-I, Intervensi


NIC, Hasil NOC edisi 10. Jakarta : EGC

Hamid, Achir Yani. (1999). Buku Ajar Aspek Spiritual Dalam Keperawatan. Widya
Medika : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai