PENDAHULUAN
Kejadian kejang demam terjadi pada 2%-4% anak-anak, dengan insiden puncak
pada usia 2 tahun, 30% kasus kejang demam akan terjadi kembali pada penyakit demam
berikutnya, prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka
kematian akibat kejang demam mencapai 0,64%-0,75%. Sebagian besar penderita kejang
demam dapat sembuh sempurna, dan sebagian berkembang menjadi epilesi sebanyak 2-
7%. Kejang demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan
intelegensi dan pencapaian tingkat akademik, 4% penderita kejang demam secara
bermakna mengalami tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi. Insiden terjadinya
kejang demam diperkirakan 4-5% dari jumlah penduduk di Amerika Serikat, Amerika
Selatan, dan Eropa Barat. Menurut Hernal (2010) angka kejadian kejang demam lebih
tinggi di Asia, seperti di Jepang dilaporkan antara 6-9% kejadian kejang demam dan 5-
10% di India.
Angka kejadian balita yang mengalami kejang demam di Indonesia sebanyak 16%
(Depkes RI, 2009). Di Indonesia dilaporkan angka kejadian kejang demam 3-4% dari
anak yang berusia 6 bulan–5 pada tahun 2012-2013. Di provinsi Jawa Tengah mencapai
1
2 3% dari anak yang berusia 6 bulan–5 tahun pada tahun 2012-2013 (Depkes Jateng,
2013). Angka kejadian kejang demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan
terdapat 80% pada tahun 2008. Di Jawa Timur terdapat 2-3% dari 100 balita pada tahun
2009-2010 anak yang mengalami kejang demam. Angka kejadian di wilayah Jawa
Tengah mencapai 2-3% pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun pada tahun 2012-2013
(Depkes Jateng, 2013). 25-50% kejang demam akan mengalami bangkitan kejang
demam berulang (Gunawan, 2008).
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Riyadi &
Sukarmin, 2009). Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada anak terutama golongan anak dibawah 6 bulan sampai 4tahun (Sodikin,
2012). Kejang demam adalah kejang yang terjadi saat kenaikan suhu tubuh dari 38C
(suhu rektal atau dubur) yang disebabkan proses diluar otak, tanpa ada bukti infeksi otak
(Ridha, 2014).
Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidaklah sama,
tergantung nilai ambang kejang masimg-masing. Oleh karena itu, setiap serangan kejang
harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat, apalagi kejang yang berlansung lama
dan berulang. Sebab, keterlambatan dan kesalahan prosedur bisa menyebabkan gejala
sisa pada anak, bahkan bisa menyebabkan kematian (Fida & Maya, 2012). Kejang yang
berlangsung lama biasanya disertai apneu (henti nafas) yang dapat menyebabkan
terjadinya hipoksia (berkurangnya kadar oksigen jaringan) sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron
otak. Akibat yang dapat terjadi apabila anak sering kejang, akan semakin banyak sel otak
yang rusak dan mempunyai risiko menyebabkan keterlambatan perkembangan, retardasi
mental, kelumpuhan, dan juga 2-10% dapat berkembang menjadi epilepsi (Mohammadi,
2010).
Dengan demikian, penulis sangat tertarik untuk melakukan studi kasus dalam
bentuk karya ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Klien yang mengalami Kejang
Demam di RSUD Kebumen. Penulis berharap dengan studi kasus ini mampu
memberikan asuhan keperawatan dan mengimplementasikan sesuai dengan intervensi
yang sudah direncanakan dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi pasien kejang
demam dan tidak menyebabkan komplikasi yang serius.
2
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
1.4 MANFAAT
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurang-
kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan.
2. Manfaat praktis
a. Bagi penulis
Menambah wawan penulis mengenai wacana nilai pendidikan,dan dapat
dijadikan sebagai acuan dalam bersikap dan berperilaku.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan yang ada,termasuk pada pendidik yang ada didalamnya,dan penentu
kebijakan dalam dalam pendidikan,serta pemerintas secara umum.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yangterjadi pada kenaikkan suhu tubuh
(suhu rectal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
(Mansjoer, 1999).
Kejang demam atau convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikkan suhu tubuh (suhu rectal lebih diatas 38 C) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).
Kejang demam adalah suatu kondisi saat tubuh anak sudah dapat menahan
serangan demam pada suhu tertentu (Hardiono,2004:11).
Kejang (konfulsi) merupakan akibat dari pembebasan lostrik yang tidak terkontrol
dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba terjadi gangguan
kesadaran ringan aktifitas motorik dan atau atas gangguan fenomena sensori (Doegoes,
2000:476).
2.2 ETIOLOGI
Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan
infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih
(Lestari, 2016).
4
Menurut Ridha (2014), mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya kejang demam
diantaranya :
1. Faktor-faktor prinatal.
2. Malformasi otak congenital.
3. Faktor genetika.
4. Demam.
5. Gangguan metabolisme.
6. Trauma.
7. Neoplasma.
8. Gangguan sirkulasi.
2.3 KLASIFIKASI
Widagno (2012), mengatakan berdasarkan atas studi epidemiologi, kejang demam dibagi
3 jenis, yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat pada anak
umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh yang mencapai ≥ 39⁰C.
Kejang bersifat umum dan tonik-klonik, umumnya berlangsung beberapa detik/menit
dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir kejang kemudian diakhiri dengan suatu
5
keadaan singkat seperti mengantuk (drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya
sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelainan neurologik pada pemeriksaan
fisis dan riwayat perkembangan normal, demam bukan disebabkan karena meningitis
atau penyakit lain dari otak.
2. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion) biasanya
kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam dan terdapat
kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca bangkitan. Umur pasien, status
neurologik dan sifat demam adalah sama dengan kejang demam sederhana.
3. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat dan umur
demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya anak mempunyai
kelainan neurologi atau penyakit akut. Faktor resiko untuk timbulnya epilepsi
merupakan gambaran kompleks waktu bangkitan. Kejang bermula pda umur < 12
bulan dengan kejang kompleks terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan maka
pemeriksaan CSS sangat diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya
meningitis.
2.4 PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natriun (Na+)
dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :
6
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama ( lebih dari
15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas
otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah
faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang
(Lestari, 2016 & Ngastiyah, 2012).
Dewanto (2009), mengatakan gambaran klinis yang dapat dijumpai pada pasien dengan
kejang demam diantaranya :
7
2.6 RESPON TUBUH TERHADAP PERUBAHAB FISIOLOGIS
1. Sistem Pernapasan
Pada anak dengan kejang demam laju metabolisme akan meningkat. Sebagai
kompensasi tubuh, pernapasan akan mengalami peningkatan pula sehingga anak
tampak pucat sampai kebiruan terutama pada jaringan perifer (Brunner & Suddart,
2013).
2. Sistem Thermogulasi
Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi sel host
inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam terjadi karena adanya
gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada anak dengan
kejang demam mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh meningkat.
(Suriadi & yuliani, 2010).
3. Sistem Neurologis
Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik jaringan otak, bila
tidak diatasi segera akan menyebabkan hipertrofi pada jaringan otak yang beresiko
pada abses serebri. Keluhan yang muncul pada anak kejang demam kompleks adalah
penurunan kesadaran (Muttaqin, 2008).
4. Sistem Muskulosketal
Peningkatan suhu tubuh pada anak dengan kejang demam menyebabkan terjadinya
gangguan pada metaboilsme otak. Konsekuensinya, keseimbangan sel otak pun akan
terganggu dan terjadi pelepasan muatan listrik yang menyebar keseluruh jaringan,
sehingga menyebabkan kekakuan otot disekujur tubuh terutama di anggota gerak.
2.7 PENATALAKSANAAN
Ngastiyah (2012), Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa faktor yang perlu
dikerjakan yaitu:
1. Penatalaksanaan Medis
a. Memberantas kejang secepat mungkin
Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang), obat pilihan utama
yang diberikan adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis yang
diberikan pada pasien kejang disesuaikan dengan berat badan, kurang dari 10 kg
8
0,5-0,75 mg/kgBB dengan minimal dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas 20
kg 0,5 mg/KgBB. Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg /kgBB/kali
dengan maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada
anak yang lebih besar.
Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit, bila masih kejang
diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga melalui intravena. Setelah
15 menit pemberian suntikan kedua masih kejang, diberikan suntikan ketiga
denagn dosis yang sama juga akan tetapi pemberiannya secara intramuskular,
diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan
fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena. Efek samping dari pemberian
diazepan adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernapasan.
Obat pilihan pertama untuk menanggulangi kejang atau status konvulsivus yang
dipilih oleh para ahli adalah difenilhidantion karena tidak mengganggu kesadaran
dan tidak menekan pusat pernapasan, tetapi dapat mengganggu frekuensi irama
jantung.
b. Pengobatan penunjang
9
c. Memberikan pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja diazepan
sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah disuntikan, oleh karena
itu harus diberikan obat antiepileptik dengan daya kerja lebih lama. Lanjutan
pengobatan rumat tergantung daripada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas
dua bagian, yaitu pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan profilaksis
jangka panjang.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengobatan fase akut
1) Airway
a) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan
sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.
b) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang
mengganggu pernapasan
c) Berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
2) Breathing
a) Isap lendir sampai bersih
3) Circulation
a) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
b) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat (berbeda dengan
pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).
Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi dokter apakah perlu
pemberian obat penenang.
10
b. Pencegahan kejang berulang
1) Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata 0,3mg/kgBB atau diazepam
rektal. Jika kejang tidak berhenti tunggu 15 menit dapat diulang dengan
dengan dosis dan cara yang sama.
2) Bila diazepan tidak tersedia, langung dipakai fenobarbital dengan dosis awal
dan selanjutnya diteruskan dengan pengobatan rumat.
2.8 KOMPLIKASI
Pada sebagian besar kasus, kejang demam tidak menimbulkan komplikasi. Meski
demikian, ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi, seperti:
Cedera/ terjatuh
Tersedak
Menggingit lidah/ bibir
Kurang dari 5% anak yang pernah mengalami kejang demam berkembang menjadi
epilepsi.
Perlu diingat bahwa kejang demam sebenarnya tidak menyebabkan kerusakan otak atau
mental. Namun pada kasus yang sangat jarang, jika kejang belangsung lebih dari 30 menit
(disebut dengan istilah status epileptikus), kerusakan otak dan kematian dapat terjadi.
11
2.9 WOC
MK : Ketidak-
ketidakefektifan seimbangan Difusi ion K+
perfusi jaringan membran sel dan Na+
serebral neuron
Pelepasan muatan
listrik meluas ke sel
oleh neurotransmiter
Kejang demam
MK :
Ketidakefektifan
pola napas
12
Kejang > 15 menit
Gejala sisa (hemiparis)
EEG abnormal
Hipotensi, denyut
jantung tidak teratur
Hiperkapnia
Metabolisme
anaerob
Asidosis
Sesak napas,
akral dingin
MK : gangguan
pertukaran gas
13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Ilustrasi kasus:
Ny “A” ibu dari An “Y” (3thn) datang ke UGD RS Gambiran, mengeluhkan anaknya
mengalami demam, pusing, kadang-kadang terasa sesak nafas dan kejang selama di rumah,
ibu mengatakan lidah anaknya menutup jalan nafas nya. Setelah dilakukan pemeriksaan, suhu
anak 40,5C, kaku kuduk, tampak tidak sadar. Pemeriksaan darah lengkap serta dilakukan
pemeriksaan lumbal punksi, dokter menyatakan An “Y” mengalami kejang demam. An “Y”
saat ditempatkan di ruang isolasi, untuk mengatasi kejang demam perawat melakukan tepid
sponge, dokter memberikan resep antibiotik, dan antipiretik.
3.1 PENGKAJIAN
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : An Y
2. Tempat tgl lahir/usia : Kediri, 26 Mei 2015 / 3 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : -
6. Alamat : Bandar Lor gang 2B
7. Tgl masuk : 15 Mei 2018 (jam 09.00)
8. Tgl pengkajian : 15 Mei 2018
9. Diagnosa medik : Kejang demam
14
f. Alamat : Bandar Lor gang 2B
2. Ibu
a. Nama : Ny A
b. Usia : 35 tahun
c. Pendidikan : SLTA
d. Pekerjaan/Sumber penghasilan : Ibu Rumah Tangga
e. Agama : Islam
f. Alamat : Bandar Lor gang 2B
15
d. Riwayat Imunisasi TT : 2 kali
e. Golongan darah ibu : tidak tahu Golongan darah ayah : tidak tahu
2. Natal
a. Tempat melahirkan : di rumah
b. Jenis persalinan : spontan
c. Penolong persalinan : bidan
d. Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah
melahirkan : tidak ada
3. Post natal
a. Kondisi bayi : tidak ditimbang
b. Anak pada saat lahir tidak mengalami problem menyusui : tidak ada,
menyusui sampai 3 tahun (Untuk semua Usia)
Klien pernah mengalami penyakit : batuk dan demam
Riwayat kecelakaan : -
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan berbahaya tanpa anjuran dokter dan
menggunakan zat/subtansi kimia yang berbahaya : tidak pernah
Perkembangan anak dibanding saudara-saudaranya : sama dengan
saudaranya yang lain
Perempuan
Mati
16
IV. Riwayat Immunisasi (imunisasi lengkap)
NO Jenis immunisasi Waktu pemberian Frekuensi Reaksi setelah pemberian Frekuensi
1. BCG 1 kali Panas
2. DPT (I,II,III) 3 kali Panas
3. Polio (I,II,III,IV) 4 kali Tidak ada
4. Campak 1 kali Panas
5. Hepatitis Tidak Pernah Tidak pernah
17
Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian
0 – 4 Bulan ASI + Bubur kuah ikan 3 Bulan
4 – 12 Bulan ASI + Nasi lembek + Kuah ikan + Sayur 2 Bulan
Saat ini Terpasang infus Sampai sekarang
18
2. Menu makan 2. Nasi + Ikan + Sayur + 2. -
Buah
3. Frekuensi makan 3. 3 kali sehari 3. -
4. Makanan pantangan 4. Tidak ada 4. -
5. Pembatasan pola 5. Tidak ada 5. -
makan
6. Cara makan 6. Pakai tangan 6. -
7. Ritual saat makan 7. Tidak ada 7. Tidak ada, klien belum
makan karena belum sadar
B. Cairan
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jenis minuman 1. Air putih, Teh, Susu 1. -
2. Frekuensi minum 2. 5 – 7 kali 2. -
3. Kebutuhan cairan 3. 130 – 145 ml 3. -
4. Cara pemenuhan 4. - 4. Tidak ada, klien belum
minum karena belum sadar
C. Eliminasi (BAB&BAK)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Tempat pembuangan 1. Kamar mandi 1. -
2. Frekuensi (waktu) 2. BAB 1 kali perhari 2. -
3. Konsistensi 3. Padat 3. -
4. Kesulitan 4. Tidak ada 4. -
5. Obat pencahar 5. - 5. Tidak pernah, klien
belum pernah BAB karena
terpasang kateter tetap
D. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jam tidur 1. 1.
- Siang - 13.00 - 15.00 - ..........
- Malam - 21.00 – 06.00 - ..........
2. Pola tidur 2. Tidak terganggu 2. -
3. Kebiasaan sebelum 3. Nonton TV 3. -
19
tidur
4. Kesulitan tidur 4. Tidak ada 4. Tidak ada, klien belum
sadarkan diri
E. Olah Raga
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Program olah raga 1. Tidak ada 1. Tidak ada
2. Jenis dan frekuensi 2. Tidak ada 2. Tidak ada
3. Kondisi setelah olah 3. Tidak ada 3. Tidak ada
raga
F. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Mandi 1 1
- Cara -memakai sabun -di lap
- Frekuensi -2x sehari -2x sehari
- Alat mandi -sabun dan handuk -sabun dan handuk
2. Cuci rambut 2 2
- Frekuensi -2x seminggu -belum penah
- Cara -di guyur -belum pernah
3. Gunting kuku 3 3
- Frekuensi -1x seminggu -belum pernah
- Cara -pakai potongan kuku -belum pernah
4. Gosok gigi 4 4
- Frekuensi -2x perhari -belum pernah
- Cara -memakai pasta gigi -belum pernah
G. Aktifitas/Mobilitas Fisik
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Kegiatan sehari-hari 1.belum pernah 1.belum pernah
2. Pengaturan jadwal harian 2.belum pernah 2.belum pernah
3. Penggunaan alat Bantu 3.belum pernah 3.belum pernah
aktifitas
4. Kesulitan pergerakan 4.belum pernah 4.belum pernah
tubuh
H. Rekreasi
20
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Perasaan saat sekolah 1.belum sekolah 1.tidak ada
2. Waktu luang 2. nonton tv dan bermain 2. tidak ada
3. Perasaan setelah 3. senang 3. tidak ada
rekreasi
4. Waktu senggang klg 4.tidak ada 4.tidak ada
5. Kegiatan hari libur 5.tidak ada 5.tidak ada
21
4. Perkemihan – Eliminasi Urine ( B4 : Bladder )
- Tidak ada riwayat gangguan saat BAK.
- Bladder lunak.
- BAK spontan.
- BAK 5 – 6 x / hari, kadang mengompol
5. Pencernaan – Eliminasi Alvi ( B5 : Bowel )
- Pada inspeksi tidak terdapat jaringan parut pada abdomen.
- Tidak terdapat asites..
- Pada perkusi suara tympani.
- Bising usus 8 x/menit.
- Turgor kulit baik.
- Tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen, perut lunak.
6. Tulang – Otot – Integumen ( B6 : Bone )
- Tidak tedapat nyeri tekan otot.
- Turgor kulit baik.
- Tidak terdapat edema ekstremitas.
- Tidak terdapat kelainan tulang belakang
7. Sistem Endokrin
Tidak ada riwayat penyakit DM
22
Foto Rotgen, CT Scan, MRI, USG, EEG, ECG
N : 140x/m meningkat
S : 40,5C
23
R :28x/m
CRT : > 3 detik
DS : Infeksi diantaranya : Hipertermia
pneumonia, otitis media,
Ibu pasien mengatakan ISK
anaknya panas tinggi hingga
kejang Proses inflamasi
Pasien mengatakan badannya
terasa panas Inflamasi
DO :
Suhu tubuh meningkat
Akral teraba panas
Pasien tampak lemah hingga Pireksemia (demam)
tidak sadarkan diri
TTV :
N : 140x/m
S : 40,5C
R : 28x/m
3.4 INTERVENSI
24
ada sianosis dan 5. Monitor frekuensi dan
dyspneu irama pernafasan.
Menunjukkan jalan 6. Monitor pola pernafasan
nafas yang paten abnormal.
TTV dalam rentang
normal
25
ada pusing.
3.5 IMPLEMENTASI
26
5. Meningkatkan intake cairan dan nutrisi.
6. Memberikan anti piretik jika perlu.
3.6 EVALUASI
15 Mei 2018 2 S:
11.00 AM - Pasien mengatakan kondisi lemah nya
sedikit berkurang.
- Pasien mengatakan dia masih merasa
sedikit pusing.
O:
- Pasien sudah tampak tidak pucat
- Akral teraba dingin
- Turgor kulit menurun
- TTV :
N : 110x/m
27
S : 38C
R : 25x/m
CRT : > 3 detik
A:
- Masalah teratasi sebagian.
P:
- Lanjutkan intervensi keperawatan.
15 Mei 2018 3 S:
11.00 AM - Ibu pasien mengatakan panas tinggi
pada anaknya sudah berkurang.
- Pasien mengatakan badannya sudah
terasa tidak terlalu panas.
O:
- Akral teraba hangat
- Pasien tampak masih sedikit lemah.
- TTV :
N : 110x/m
S : 38C
R : 25x/m
A:
- Masalah teratasi sebagian.
P:
- Lanjutkan intervensi keperawatan.
28
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Kejang dibedakan menjadi 2 yaitu Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizures )
yang merupakan kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan klonik, tanpa gerakan
fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam dan merupakan 20% diantara seluruh
kejang demam. Sedang jenis yang satunya disebut Kejang Demam Kompleks ( Complex
Febrile Seizures ) yaitu kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit dan bersifat fokal atau
partial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2
kali atau lebih dalam 24 jam dan diantara bangkitan kejang anak sadar.
Biasanya anak yang sering terkena kejang demam berkisar antara 6 bulan sampai 4
tahun.
4.2 SARAN
29
DAFTAR PUSTAKA
Amalia M, dan Bulan A 2013 Faktor Resiko Kejadian Kejang Demam Pada Anak. Balita
Diruang Perawatan Anak RSUD Daya Kota Makasar Volume 1.3 2013.
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Yogyakarta.
GrahaIlmu.
Ridha N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Fida & Maya. (2012). Pengantar Ilmu kesehatan Anak. Jogyakarta: D-Medika.
Anggara, D. C., Lestari, T., dan Harjanti. (2015) Tinjauan Pelaksanaan Sistem penjajaran
Dokumen Rekam Medis Pada Bagian Filing di Rumah Sakit Ken Saras Ungaran. Jurnal
Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia. Maret 2015 3 (1).
Widagdo. 2011. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: CV Sagung
Seto.
30