Anda di halaman 1dari 13

A.

Judul Percobaan
Muai Linier Zat
B. Tujuan Percobaan
1. Untuk mempelajari sifat-sifat muai termal dari batang logam
2. Untuk mengetahiu besarnya koefisien muai linier dari tembaga
3. Utuk mengetahui besarya koefisen muai linier dari besi
C. Landasan Teori
Sebagian besar zat memuai ketika dipanaskan dan menyusut ketika
didinginkan. Besarnya pemuaian dan penyusutan bervariasi, bergantung pada
materi itu sendiri. Percobaan menunjukkan bahwa perubahan panjang ΔL

pada semua zat padat, dengan pendekatan yang sangat baik, berbanding lurus
dengan perubahan temperature ΔT (Giancoli, 2001: 454).
Perubahan setiap dimensi linier benda padat tersebut, seperti pada
panjangnya, lebarnya, atas tebalnya, dinamakan ekspansi muai linier. Jika
panjangnya dimensi linier ini adalah L maka perubahan panjangnyaberasal

dari perubahan temperature ( ΔT ) adalah ΔL (Halliday dan Resnick, 1998:

709).
Karena perubahan panjang ( ΔL) sebanding dengan perubahan

temperature ( ΔT ) dan sebanding dengan panjang semula ( L ) . Maka secara


matematis perubahan panjang (muai linier) dapat dituliskan sebagai berikut:
ΔL=α . L. ΔT (1)
Dimana α adalah konstanta pembanding, disebut koefisien muai linier
−1 0 −1
untuk zat tertentu dan mempunyai satuan K atau C . jika perubahan

temperature
ΔT=T −T 0 negatif, maka
ΔL=L−L0 juga negatif, dengan
demikian panjang akan mendesak.

Gambar 1. Batang tipis dengan panjang


L0 pada temperature
T0 dipanaskan sampai

temperature serba sama T dan panjang menjadi L , dimana


L=L0 + ΔL .
(Sumber. Giancoli, 2001: 454)
Pada bahan-bahan tidak isotropik, seperti misalnya sejenis kristal, nilai

α bisa berbeda, tergantung pada arah sumbu mana pemuaiannya diukur.


Dalam percobaan ini akan diukur bahan isotropik di mana pemuaiannya diukur

dalam satu dimensi. Demikian juga α nya tidak merupakan fungsi suhu.

1
Berdasarkan difinisi koefisien muai panjang, panjang baru bahan dapat dihitung
dari persamaan:

L2=L1 {1+α ( T 2 −T 1 ) }
(2)

dengan L2 panjang bahan saat suhu T2, L1 panjang bahan pada suhu T1

dan α nilai rata-rata koefisien muai linier antara T1 dan T2. Untuk perhitungan
yang lebih teliti maka dapat digunakan persamaan:

L=L0 ( 1+ at+bt 2 +ct 3 )


(3)

dengan a, b, dan c adalah konstanta untuk perubahan suhu-suhu yang

kecil b dan c kecil dan α dalam hal ini adalah:

1 dL
α ( t )=
L dt
(4)

Beberapa nilai α untuk berbagai macam bahan pada temperature 200C


dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Nilai koefisien muai panjang pada suhu 200C

No Zat Padat Koefisien muai panjang, α (0C)-1


1 Aluminium 25 x 10-6
2 Kuningan 19 x 10-6
3 Besi atau baja 12 x 10-6
4 Timah hitam 29 x 10-6
5 Kaca (pirek) 3 x 10-6
6 Kwarsa 0,4 x 10-6
7 Beton dan bata ≈12 x 10-6
8 Marmer 1,4 – 3,5 x 10
Sumber: giancoli jilid 1 edisi 5

Tabel 2. Nilai koefisien muai panjang pada suhu 200C

No Zat Padat Koefisien muai panjang, α (0C)-1


1 Tembaga 17 x 10-6
2 Gelas 9 x 10-6
3 Perunggu 19 x 10-6
4 Perak 18 x 10-6
5 Emas 14 x 10-6
Sumber: Fisika dan kecakapan hidup SMA

2
D. Alat dan Bahan
1. Mistar dengan batas ukur 0 – 100 cm dan NST 1 cm
2. Thermometer dengan batas ukur 10- 1100C dan NST 10C
3. Satu set alat ukur Dial Gauge dengan batas ukur 0 – 10 mm dan NST 0,01
mm
4. Satu set generator uap (8 volt)
5. Satu buah bejana
6. Statif
7. Logam pipa tembaga
8. Logam pipa besi
9. Penampang balok kayu
10. Tissue
11. Air
E. Langkah-Langkah Percobaan
1. Mengkalibrasi alat-alat yang akan digunakan

2. Mengukur panjang pipa logam A (L) yang akan dicari koefisien muai
liniernya. Panjang pipa logam tersebut diukur dari pinggiran dalam kancing
pada salah satu ujung sampai pinggiran dalam kaitan pada ujung lainnya.

3. Memasang pipa logam pada landasan. Salah satu ujungnya terjepit pada
tempat yang tersedia, sedangkan kaitan pada ujung lain menekan lengan
spiral dari alat ukur Dial Gauge.

4. Thermometer diletakkan di tengah – tengah batang pipa logam.

5. Mengukur suhu ruangan tempat melakukan percobaan.

6. Hubungkan selang karet dari generator uap ke ujung pipa yang lebih jauh dari
pengukur Dial Gauge.

7. Naikkan sedikit landasan dengan menumpunya menggunakan balok kayu


sehingga jika ada uap yang mengembun dalam pipa akan mudah keluar
kemudian tamping embun tersebut di dalam bejana.

8. Hidupkan generator uap, kemudian catatlah angka yang ditunjukan oleh


jarum penunjuk pada Dial Gauge dan Termometer selama uap mengalir.
Perhatikan bahwa angka yang ditunjukan pada Dial Gauge merupakan
perubahan panjang (∆L).
Statif
Termometer Dial Gauge

Selang
Pipa logam selang

UAP Generato
r 3
Bejana
9. Ulangi langkah 1 sampai 8 dengan mengganti pipa logam menggunakan pipa
logam B.

10. Catatlah hasil yang didapat pada tabel 3

F. Teknik Analisis Data

1. Pengukuran panjang ( L )

1
ΔL= NST
2
(5)
L=L± ΔL (6)

2. Pengukuran Suhu/ Temperatur

1
ΔT= NST
2
(6)

T =T ±ΔT (7)

3. Menghitung perubahan suhu

ΔT =T akhir −T awal
(8)

4. Menghitung koefisien muai linier benda

ΔL=α . L. ΔT

ΔL
α=
Lo . ΔT (9)

1 ΔL ΔL
Δ∂=| ||ΔΔ L|+|− ||ΔL 0|+|− ||ΔΔT|
L0 . ΔT L 2 . ΔT L0 . ΔT 2
0 (10)

α=( α± Δα ) (11)

5. Menghitung keakuratan dan kesalahan hasil pengukuran

Δα
Kr= x 100 0 0
α
(12)

4
αs tan dar−α
| |x100
Kesalahan = αs tan dar (13)
Keakuratan = 100% - Kesalahan (14)
G. Data Hasil Percobaan
Tabel 3. Data Hasil Percobaan Muai Linier

Bahan L (mm) ΔL (mm) T kamar ( ¿ o C ) T panas ( ¿ 0 C )


Logam A
745,0 0,35 27,0 33,0
(Besi)
Logam B
745,0 0,50 28,0 32,0
(Tembaga)

H. Analisis Data
1. Pengukuran panjang ( L )
a. Pengukuran panjang logam A
L=745,0 mm
1
ΔL A = NST
2
1
0, 01
= 2
= 0,005 mm
L A=( L A± ΔL A )
= (745,0 ± 0,005) mm
b. Pengukuran panjang logam B
LB=745 , 0 mm
1
ΔL B= NST
2
1
0, 01
= 2
= 0,005 mm
LB=( LB ± ΔLB )
= (745,0 ± 0,005) mm
2. Pengukuran Suhu
a. Pengukuran suhu pada tempat praktikum (
T awal )
0 0
T awalA =27 , 0 C T awalB =28 ,0 C
1 1
ΔT awalA = NST ΔT awalA = NST
2 2
1 1
1,0 1,0
= 2 = 2
= 0,5 0C = 0,5 0C
T awalA =( T awalA ± ΔT awalA )

T awalB= ( T awalB ±ΔT awalB )


= (27,0 ± 0,5) 0C = (28,0 ± 0,5) 0C
b. Pengukuran suhu pada logam A
T A=33 , 00 C

5
1
ΔT A = NST
2
1
1,0
= 2
= 0,50C
T A =( T A ±ΔT A )
= (33,0 ± 0,5) 0C
c. Pengukuran suhu pada logam B
0
T B=32 , 0 C
1
ΔT B= NST
2
1
1,0
= 2
= 0,50C
T B=( T B±ΔT B)
= (32,0 ± 0,5) 0C
3. Menghitung perubahan suhu
a. Perubahan suhu pada logam A
ΔT=T A −T awal
= 33,0 – 27,0
= 6,00C
b. Perubahan suhu pada logam B
ΔT=T B−T awal
= 32,0 – 28,0
= 4,00C
4. Menghitung koefisien muai linier pada masing-masing logam
a. Menghitung koefisien muai linier pada logam A
ΔL A
α=
L0 ΔT A
0,35
= 745 ,0.6,0
0,35
= 4.470
= 0,000078299776 /0C
= 0,00008 /0C

∂α ∂α ∂α
Δα=| |ΔΔ L+| |ΔL 0 +| |ΔΔ T
∂ ΔL ∂ ΔL0 ∂ ΔT

1 ΔL ΔL
| ||ΔΔ L|+|− ||ΔL0|+|− ||ΔΔ T|
L0 . ΔT L 2 . ΔT L0 . ΔT 2
= 0
1 0,35 0,35
| ||0,005|+|− ||5,0|+|− ||0,5|
=
745,0.6,0 2
(745 ,0 ) .6,0 745 ,0. ( 6,0 ) 2

1 0,35 0,35
| ||0,005|+|− ||5,0|+| ||0,5|
= 4.470 3.330 .150 26.820
= 0,000001118568 + 0,00000052550185 + 0,0000065249815

6
= 0,0000081690514
= 0,00001
α=( α± Δα )
= (0,00008 ± 0,00001) /0C
Kesalahan Relatif Hasil Pengukuran
Δα
Kr= x 100
α
0,00001
x 100
= 0,00008
= 12,5%
Kesalahan Pengukuran
αs tan sar−α
| |x 100
Kesalahan = αs tan dar
0,000012−0,00008
| |x 100
= 0,000012
= 567%
Keakuratan Pengukuran
Keakuratan = |100% - Kesalahan|
= |100% - 567%|
= 467%
b. Menghitung koefisen muai linier pada logam B
ΔL B
α=
L0 ΔT B
0,50
= 745 ,0.4,0
0,50
= 2.980
= 0,0001677852 /0C
= 0,0002 /0C

∂α ∂α ∂α
Δα=| |ΔΔ L+| |ΔL 0 +| |ΔΔ T
∂ ΔL ∂ ΔL0 ∂ ΔT

1 ΔL ΔL
| ||ΔΔ L|+|− ||ΔL0|+|− ||ΔΔ T|
L0 . ΔT L 2 . ΔT L0 . ΔT 2
= 0
1 0,50 0,50
| ||0,005|+|− ||5,0|+|− ||0,5|
=
745 ,0.4,0 2
( 745 ,0 ) .4,0 745,0. ( 4,0 ) 2

1 0,50 0,50
| ||0,005|+|− ||5,0|+| ||0,5|
= 2. 980 2.220 .100 11.920
= 0,00000167778525 + 0,0000011260754 + 0,000020973154
= 0,000023777082 = 0,00002
α=( α± Δα )
= (0,0002 ± 0,00002) /0C
Kesalahan Relatif Hasil Pengukuran

7
Δα
Kr= x 100
α
0,00002
x 100
= 0,0002
= 10%
Kesalahan Pengukuran
αs tan sar−α
| |x 100
Kesalahan = αs tan dar
0,000017−0, 0002
| |x 100
= 0, 000017
= 1.076%
Keakuratan Pengukuran
Keakuratan = |100% - Kesalahan|
= |100% - 1.076%|
= 976%

I. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil

Pada pengukuran langsung yaitu mengukur panjang logam,


suhu/temperature kamar, serta suhu atau temperature logam setelah
dipanaskan maka didapatkan hasil:

1. Pengukuran panjang

a) Pengukuran panjang logam A

L A= (745,0 ± 0,005) mm

b) Pengukuran panjang logam B

LB = (745,0 ± 0,005) mm

2. Pengukuran Suhu/ Temperatur

a) Pengukuran suhu pada tempat praktikum

T awalA = (27,0 ± 0,5) 0C


T awalB= (28,0 ± 0,5) 0C

b) Pengukuran suhu pada logam A

T A = (33,0 ± 0,5) 0C

c) Pengukuran suhu pada logam B

8
T B = (32,0 ± 0,5) 0C

Pada pengukuran tidak langsung yaitu menghitung perubahan suhu


yang terjadi pada masing – masing logam, menghitung koefisien muai linier
masing – masing logam, serta menghitung keakuratan dan kesalahan hasil
pengukuran yang telah dilakukan, diapatkan hasil :

1. Menghitung perubahan suhu

a) Perubahan suhu pada logam A

ΔT = 6,00C

b) Perubahan suhu pada logam B

ΔT = 4,00C

2. Menghitung koefisien muai linier pada masing – masing logam

a) Menghitung Koefisien muai linier pada logam A

α = (0,00008 ± 0,00001) /0C

b) Menghitung Koefisien muai linier pada logam B

α = (0,0002 ± 0,00002) /0C

3. Menghitung Keakuratan dan Kesalahan hasil pengukuran yang telah


dilakukan

Dari percobaan serta perhitungan yang telah di dapat, kesalahan


relative dan keakuratan pada hasil pengukuran yang telah dilakukan
ternyata pada masing – masing logam yaitu :

a) Kesalahan relatif hasil dan keakuratan pengukuran pada logam A

KrA = 12,5 % dan Keakuratan = 467%

b) Kesalahan hasil pengukuran pada logam B

KrB = 10% dan Keakuratan = 976%

2. Pembahasan

Setelah melakukan praktikum serta menganalisis hasil yang didapat


dari praktikum, ternyata pada logam A dan logam B mengalami proses
pemuaian yang berbeda. Logam B lebih cepat memuai (bertambah panjang)

9
dari pada logam A. Ini dapat kita lihat dari hasil ∆L (pertambahan panjang)
yang didapat dari masing – masing logam. Logam A mengalami pertambahan
panjang sekitar 0,35 mm sedangkan loham B mengalami pertambahan
panjang sekitar 0,50 mm. Cepatnya pertambahan panjang yang terjadi pada
logam ini diakibatkan karena suhu pada masing-masing logam meningkat.
Pada logam B suhu meningkat dari 28 0C menjadi 320C, sedangkan pada
logam A suhu meningkat dari 27 0C menjadi 33 ℃ . Hal ini membuktikan
bahwa pemuaian memang dipengaruhi oleh pertambahan suhu.

Selain itu, dapat diidentifikasi perbedaan koefisien zat padat yang


didapatkan dari perhitungan data yang di dapatkan saat praktikum dengan
koefisien zat padat standarnya. Pada perhitungan dari data praktikum
didapatkan koefisien dari masing – masing logam yaitu logam A (besi)
didapatkan α = (0,00008 ± 0,00001) /0C sedangkan pada logam B

(tembaga) didapatkan α = (0,0002 ± 0,00002) /0C. Sedangkan nilai

koefisien standar dari masing – masing logam yaitu logam A (besi) adalah
α = 0,0000012 /0C sedangkan pada logam B (tembaga) adalah α =

0,0000017 /0C. Seperti yang kita lihat, hasil yang didapat pada perhitungan
dengan nialai standarnya sangat berbeda. Ini terjadi karena temperature atau

ΔL
suhu pada saat praktikum. Seperti yang kita ketahui bahwa L0 ΔT . Dari

rumus tersebut terlihat bahwa koefisien muai panjang suatu zat padat
berbanding terbalik dengan perubahan suhu yang terjadi pada saat melakukan
praktikum. Jika suhu atau temeratur saat melakukan praktikum tinggi maka
koefisien muai zat padat akan semakin kecil. Dan begitupula sebaliknya.
Adapun yang menyebabkan perbedaan nilai koefisien muai linear antara
percobaan dengan nilai standard, karena beberapa kesalahan saat melakukan
praktikum yaitu:

1. Kesalahan umum adalah kesalahan yang terjadi karena kekeliruan


praktikan. Misalnya, kesalahan dalam pembacaan dan pemakaian
instrument, kesalahan membaca skala pada alat, kesalahan dalam
melakukan perhitungan pada analisis data.

2. Kesalahan sistematis adalah kesalahan yang disebabkan oleh alat ukur


atau instrumen dan disebabkan oleh pengaruh lingkungan pada saat
melakukan praktikum. Misalnya, tidak mengkalibrasi alat sebelum

10
digunakan dan mendapat gangguan dari lingkungan seperti praktikan lain
yang rebut/menggangu.

3. Kesalahan acak adalah kesalahan yang disebabkan oleh hal-hal lain yang
tidak diketahui secara pasti tetapi terjadi. Misalnya, dalam melakukan
perhitungan angka-angka. Hal ini sering terjadi, tetapi tidak diketahui atau
sulit diketahui.

J. Jawaban Pertanyaan

1. Muai linier pada kedua jenis logam dapat didefinisikan dengan cara
menaikkan suhu atau temperature dan mengidentifikasi jenis bahan pada
logam

2. Hasil yang diperoleh lebih besar dari nilai standarnya. Pada logam A (besi)
didapatkan α = (0,00008 ± 0,00001) /0C sedangkan nilai koefisien standar

logam A (besi) adalah α = 0,0000012 /0C. dengan kesalahan relative 12,5%


dan keakuratan sebesar 467%. Sedangkan pada logam B (tembaga)
didapatkan α = (0,0002 ± 0,00002) /0C sedangkan nilai koefisien standar

pada logam B (tembaga) adalah α = 0,0000017 /0C, dengan kesalahan

relative 10% dan keakuratan sebesar 976%. Hal ini terjadi karena goncangan
pada selang karet yang terhubung akan menyebabkan jarum petunjuk skala
pada Dial Gauge bergerak, kesulitan dalam membaca skala Dial Gauge dan
temperature secara bersamaan dan lamanya menungu air menguap.

K. Simpulan dan Saran

1. Simpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada percobaan ini dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:

1) Setiap benda logam mempunyai sifat-sifat murni termal. Dimana ketika


benda logam diubah suhunya maka akan mengalami pemuaian linier.
Ketika suhunya dinaikkan maka benda logam akan mengalami pemuaian
pertambahan panjang, sedangkan ketika suhunya diturunkan maka logam
akan mengalami penyusutan panjang. Serta koefisien setiap logam
berbeda-beda.

2) Koefisien muai linier pada lgam tembaga pada percobaan ini adalah α =
(0,00008 ± 0,00001) /0C dengan kesalahan relatif 12,5% dan keakuratan
sebesar 467%.

11
3) Koefisien muai linier pada lgam tembaga pada percobaan ini adalah α =
(0,0002 ± 0,00002) /dengan kesalahan relative 10% dan keakuratan
sebesar 976%.

2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan pada percobaan selanjutnya agar hasil
yang diperoleh bisa lebih baik dari sekarang adalah:

1. Bagi Mahasiswa

Sebaiknya dalam melakukan praktikum, praktikan lebih berhati-hati


karena dalam praktikum ini butuh ketepatan dan ketelitian yang tinggi
dalam mengambil data-data dalam pratikum ini. Selain itu, praktikan juga
harus memahami terlebih dahulu petunjuk praktikum dengan baik sebelum
melakukan praktikum.

2. Bagi Lembaga

Lembaga sebaiknya memperhatikan alat-alat yang layak untuk digunakan


serta mengadakan alat pengganti bagi alat yang sudah tidak dapat
dikalibrasi atau rusak.

DAFTAR PUSTAKA

Giancoli, D.C. 2001. Fisika Jilid I (Edisi Kelima) [Terjemahan]. Jakarta: Erlangga.
Halliday, D dan Rescnick. R. 1988. Fisika JIlid 1 Edisi Ketiga [Terjemahan]. Jakarta:
Erlangga.

Suma, Ketut dan dkk. 2016. Modul Praktikum Laboratorium Fislab 2. Singaraja:
Universitas Pendidikan Ganesha

12
13

Anda mungkin juga menyukai