Korespondensi: Ivan S. Pradipta, M.Sc., Apt., Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran, Sumedang, Indonesia, email: ivanpradipta@unpad.ac.id
Naskah diterima: 18 Februari 2015, Diterima untuk diterbitkan: 1 Mei 2015 Diterbitkan: 1 Juni 2015
77
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015
78
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015
Tabel 1 Variabel Persepsi Responden dan Definisi Operasional pada Studi Perilaku Swamedikasi
Antibiotik
Variabel Persepsi Definisi Operasional
Ancaman Ancaman terhadap keparahan penyakit dan kerentanan seseorang terjangkit
penyakit atau masalah kesehatan karena melakukan swamedikasi antibiotik
Keuntungan Keuntungan yang diperoleh dari tidak melakukan swamedikasi antibiotik
Hambatan Faktor penghalang yang menyebabkan perilaku swamedikasi antibiotik.
Kemampuan untuk bertindak Hal-hal yang menunjukkan kemampuan untuk melakukan perubahan
perilaku untuk meninggalkan swamedikasi antibiotik
ke Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas mencari variabel yang paling berpengaruh.
Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Dihitung pula odds ratio (OR), signifikansi,
Pengumpulan data dilakukan selama periode dan confidence interval 95% (CI 95%).
November–Desember 2014 oleh enam orang
surveyor terlatih. Responden diberikan tiga Hasil
jenis dokumen, yaitu surat yang menjelaskan
gambaran dan tujuan dalam penelitian ini, Izin teknis untuk pelaksanaan penelitian
lembar persetujuan keikutsertaan dalam ini diperoleh dari Badan Kesatuan Bangsa
penelitian (informed consent), dan kuesioner dan Pemberdayaan Masyarakat (BKBPM)
yang pengisisannya akan dilakukan dengan Kota Bandung nomor: 070/2484/BKBPM,
wawancara terstruktur oleh para surveyor. Dinas Kesehatan Kota Bandung nomor:
Proporsi praktik swamedikasi dianalisis 070/5587-Dinkes, dan izin etik penelitian
dengan menggunakan statistik deskriptif yang diperoleh dari Komisi Etik Penelitian
dengan nilai p<0,05 sebagai level signifikansi. Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas
Persepsi ancaman, keuntungan, hambatan, Padjadjaran Bandung nomor: 569/UN6.
dan kemampuan bertindak dianalisis dengan C2.1.2/KEPK/PN/2014. Pengujian validitas
menggunakan analisis bivariat. Variabel yang kuesioner yang telah digunakan menunjukkan
memiliki nilai p<0,2516 selanjutnya digunakan nilai koefisien korelasi sebesar >0,3 dan nilai
sebagai variabel dalam analisis multivariat reabilitas alpha-cronbach sebesar 0,719.
regresi logistik metode backward untuk Sebanyak 513 orang responden yang
29.45%
56.50%
14%
79
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015
masuk ke dalam kriteria inklusi, 506 orang misalnya saat seseorang merasa berkonsultasi
diantaranya berhasil melengkapi kuesioner terlebih dahulu dengan dokter mengenai
sementara 7 orang lainnya dieksklusi karena penyakitnya, dia akan mendapatkan antibiotik
ketidaklengkapan data pada saat pengisian yang sesuai dan terhindar dari bahaya akibat
kuesioner. Jumlah tersebut mempresentasikan kesalahan dalam menggunakan antibiotik.
respons sebesar 97,3%. Data sosiodemografi Seseorang dikatakan memiliki persepsi
dari 506 orang responden inklusi dapat dilihat hambatan (p=0,928) yang baik apabila ia
pada Tabel 2. tidak merasakan hambatan-hambatan berarti
Hasil studi menunjukkan bahwa sebanyak yang membuatnya melakukan swamedikasi
44,5% responden memiliki pengalaman dalam antibiotik. Sebagai contoh yaitu besarnya
melakukan praktik swamedikasi antibiotik, biaya pengobatan atau jarak yang jauh ke
namun hanya 29,45% yang menunjukkan fasilitas kesehatan dapat membuat seseorang
pengalaman melakukan praktik swamedikasi memilih melakukan swamedikasi. Persepsi
antibiotik dalam 6 bulan terakhir. Prevalensi ancaman (p=0,232) dapat diartikan apakah
praktik swamedikasi antibiotik aktual selama seseorang tersebut merasa terancam apabila
enam bulan terakhir sebesar 29,45%, dapat melakukan swamedikasi antibiotik sebagai
dilihat pada Gambar 1. contoh terancam bahaya resistensi. Apabila
Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak seseorang tersebut merasa terancam, maka
terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05) persepsi ancamannya baik dan orang tersebut
antara empat variabel HBM yang diuji cenderung tidak akan melakukan swamedikasi
dengan perilaku swamedikasi antibiotik. Pada antibiotik. Persepsi kemampuan bertindak
hasil analisis dengan chi square, persepsi dapat diartikan sejauh mana seseorang
keuntungan (p=0,989) dikatakan baik apabila memiliki kemampuan untuk membuat
seseorang merasakan keuntungan dengan dirinya tidak melakukan swamedikasi dengan
tidak melakukan swamedikasi antibiotik, antibiotik (p=0,241).
80
Tabel 3 Hubungan Variabel HBM terhadap Perilaku Swamedikasi Antibiotik
81
Kemampuan Baik 132 (88,6) 302 (84,6) 1,414 0,791 2,528 - - - -
0,241
Bertindak Buruk 17 (11,4) 55 (15,4) Ref - - 0,196 0,679 0,378 1,220
1
Keterangan:
*Odds Ratios (peluang terjadinya praktik swamedikasi pada kelompok tertentu)
** Confidence Interval 95% (Interval nilai Odds Ratios dengan tingkat kepercayaan 95%)
*** Referensi. Acuan pembanding nilai peluang Odds Ratios.
Tabel ini menunjukkan hasil analisis bivariat empat variabel HBM (persepsi ancaman, keutungan, hambatan, kemampuan bertindak) dengan perilaku swamedikasi antibiotik.
Variabel yang menunjukkan p-value< 0,25 pada analisis bivariat (persepsi ancaman, kemampuan bertindak) selanjutnya dijadikan variabel dalam analisis multivariat.
Volume 4, Nomor 2, Juni 2015
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015
Terdapat dua variabel yang memenuhi 14% responden mengaku terbiasa melakukan
syarat untuk uji analisis multivariat regresi SMA akan tetapi tidak melakukan SMA pada
logistik. Diketahui bahwa responden dengan enam bulan terakhir karena memang tidak
tingkat persepsi ancaman yang buruk akan sakit, tetapi masih mungkin akan melakukan
lebih berpeluang untuk melakukan perilaku swamedikasi di waktu mendatang. Perilaku
swamedikasi antibiotik (OR=1,354). Hasil seperti ini juga teramati di Eropa dengan
analisis lebih lengkap dapat dilihat di Tabel 3. prevalensi sekitar 7,3–49,9%.20
Nilai koefisien Nagelkerke R pada Tabel
Pembahasan 3 menunjukkan kontribusi berbagai persepsi
yang menjadi variabel penelitian terhadap
Penelitian ini merupakan penelitian pertama perilaku swamedikasi antibiotik sebesar 0,4%,
yang mengkaji perilaku masyarakat dalam sedangkan sebanyak 99,6% dipengaruhi oleh
swamedikasi antibiotik di Kota Bandung faktor lain yang tidak dijelaskan dalam studi
melalui pendekatan teori perilaku health ini. Temuan ini sejalan dengan penelitian
belief model (HBM). Penelitian ini mencoba Sheeran and Taylor (1999) dalam Armitage
mendeskripsikan mengenai persepsi dan and Conner (2000) mengenai perilaku dalam
mencari hubungan persepsi terhadap perilaku penggunaan kondom yang menjelaskan
swamedikasi antibiotik. Berdasarkan teori bahwa ketika teori psikologi kesehatan yang
HBM, persepsi dapat memengaruhi niat yang lain theory of reasoned action (TRA) dan
kemudian memengaruhi keputusan terhadap theory of planned behaviour (TPB) memiliki
tindakan seseorang9 sehingga pemahaman korelasi medium–kuat, variabel HBM hanya
terhadap hubungan persepsi terhadap perilaku berkorelasi lemah dengan hal itu. Temuan
dapat menjadi dasar untuk pengembangan studi lainnya mengindikasikan bahwa teori
program atau sebagai model intervensi dalam HBM merupakan prediktor yang lemah (15–
melakukan perubahan perilaku. 27%) dalam memprediksi perilaku kesehatan
Hasil studi ini menunjukkan sebanyak jika dibandingkan dengan TRA dan TPB.28
29,4% dari responden melakukan praktik Sebuah studi meta-analisis menunjukkan
swamedikasi antibiotik dalam enam bulan tidak adanya bukti bahwa intervensi yang
terakhir. Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan berbasis HBM berkontribusi positif dalam
dengan studi yang dilakukan di kota lain di peningkatan output kesehatan di Inggris.29
Indonesia, yaitu Yogyakarta (7,3%)12 serta TRA dan TPB lebih sering digunakan dalam
Surabaya, dan Semarang (17%).17 Angka ini analisis retrospektif pada perilaku kesehatan30
juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan hingga tahap meramalkan investigasi dan
prevalensi di negara lain, seperti Iran (7,3%),18 desain intervensi yang akan digunakan.31
Bangladesh (26,7%)19, dan negara-negara di Faktor lain yang berperan dalam perilaku
Eropa (21%).20 Prevalensi yang lebih tinggi swamedikasi antibiotik antara lain adalah
terjadi di China (47,8%),21 Saudi Arabia faktor budaya17,32 dan sosioekonomi, seperti
(48%),22 Yaman dan Uzbekistan (78%),23 akses ke fasilitas kesehatan, regulasi proses
Libya (42%),24 Sudan (48,1%),24 Jordan penyerahan (dispensing) obat, dan regulasi
(39,5%),25 bahkan negara maju seperti Israel mengenai penjualan antibiotik yang masih
(36,2%,)26dan Amerika Latin (60,1%).27 lemah di beberapa negara, termasuk Indonesia
Perbedaan prevalensi ini sangat mungkin sehingga antibiotik tanpa resep dokter dapat
dikarenakan perbedaan dari cakupan wilayah diperoleh dengan mudah di apotek, toko obat,
studi dan juga periode perilaku swamedikasi bahkan kios di pinggir jalan.33 Faktor tersebut
antibiotik yang diamati. Selain itu, sekitar memungkinkan terjadinya ketidakrasionalan
82
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015
pada penggunaan antibiotik. Studi yang telah antibiotik di sektor komunitas dengan cara
dilakukan Pradipta et al.,2–4 menunjukkan memberikan hukuman berupa suspensi izin
konsumsi antibiotik yang tinggi di sektor praktik, penurunan jabatan bagi kepala rumah
fasilitas kesehatan primer dan tingginya angka sakit, dan hukuman berat lain bagi yang
resistensi antibotik pada antibiotik yang sering melanggar regulasi yang telah ditetapkan.
digunakan. Selain itu juga terdapat studi yang Terjadi penurunan penjualan antibiotik sebesar
menunjukkan korelasi antara keyakinan akan 8% dalam waktu satu tahun sebagai dampak
kesembuhan dengan pengobatan antibiotik dari hal tersebut. Peresepan antibiotik pada
dan ketersediaan antibiotik secara bebas di pasien rawat inap dan outpatient serta untuk
pasaran dapat meningkatkan kemungkinan pencegahan dan prosedur operasi, masing-
perilaku SMA.14 Hal tersebut menunjukkan masing mengalami penurunan sebesar 10%.37
keinginan sesorang melakukan swamedikasi Terdapat beberapa keterbatasan dalam
antibiotik akan meningkat ketika terdapat penelitian ini, antara lain desain potong lintang
peluang untuk melakukan SMA sehingga dan perolehan data secara retrospektif dengan
kemudahan akses untuk membeli antibiotik menggunakan kuesioner (self-reporting)
secara bebas perlu menjadi perhatian untuk sehingga data-data diperoleh melalui proses
menurunkan praktik swamedikasi antibiotik. mengingat kembali. Hal ini memungkinkan
Beberapa intervensi untuk menanggulangi ketidaktepatan pada informasi penelitian yang
tingginya prevalensi SMA sudah dilakukan diperoleh. Ketidaktepatan informasi tersebut
di beberapa negara, misalnya di Amerika dapat diantisiapasi melalui teknik wawancara
Latin. Model intevensi yang telah diberikan yang memberikan waktu yang cukup untuk
berupa edukasi melalui pamflet serta iklan menjawab pertanyaan yang memerlukan
di media cetak dan radio selama 12 bulan. proses mengingat dan jawaban responden
Hasilnya tidak terdapat perubahan perilaku dipastikan kembali oleh surveyor melalui
yang signifikan, justru tren penggunaan pertanyaan-pertanyaan tertutup dan terbuka.
antibiotik meningkat dari sebelumnya karena Selain itu, penelitian ini tidak memiliki
masyarakat secara tidak langsung menjadi mekanisme khusus yang secara objektif dapat
lebih mengetahui adanya kesempatan unutk menilai kejujuran responden dalam menjawab
membeli antibiotik secara bebas. Selain itu, semua pertanyaan pada kuesioner. Pernyataan
SMA juga sudah menjadi perilaku yang sulit mengenai kerahasiaan identitas dan data yang
untuk bisa diubah.27 dijelaskan pada awal kuesioner dimaksudkan
Penelitian lainnya menyatakan bahwa untuk mengurangi bias ini. Meskipun adanya
pengalaman kesembuhan pasien ketika keterbatasan yang telah disebutkan di atas,
menggunakan antibiotik dari dokter sangat hasil temuan studi ini didukung oleh beberapa
memengaruhi ekspektasi pada pengobatan penelitian sebelumnya yang menyediakan
berikutnya.34,35 Studi intervensi menggunakan informasi penting yang dapat digunakan
edukasi dua arah yang melibatkan masyarakat sebagai referensi ilmiah dalam menetapkan
dan apoteker telah dilakukan di Spayol hipotesis, metode, dan simpulan penelitian.
yang merupakan negara dengan prevalensi
swamedikasi dan resistensi antibiotik tinggi, Simpulan
telah cukup sukses dilakukan dalam jangka
waktu lima tahun.36 Pada tahun 2011, strategi Persepsi ancaman, keuntungan, hambatan,
untuk merasionalkan penggunaan antibiotik dan kemauan bertindak berdasarkan teori
di sektor komunitas di China adalah dengan Health Belief Model menunjukkan hubungan
memperketat regulasi mengenai peresepan yang lemah terhadap perilaku swamedikasi
83
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015
84
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015
11. Badan Pusat Statistik Kota Bandung. pharmacies visitors based on Health
Jumlah penduduk kota bandung menurut Belief Model in Hamadan Province, West
kecamatan dan kelurahan serta rata-rata of Iran. JRHS. 2013;13(1):81–5.
penduduk per kelurahan tahun 2012. 19. Biswas M, Manobendro NR, Md INM,
Bandung: Badan Pusat Statistik; 2012. Md SH, SM Tafsirul AT, Md M, et al.
12. Widayati A, Sri S, Charlotte deC, Janet Self medicated antibiotics in Bangladesh:
EH. Self medication with antibiotics a cross-sectional health survey conducted
in Yogyakarta City Indonesia: a cross in the Rajshahi City. BMC Public Health.
sectional population-based survey. 2014;14:847. doi:10.1186/1471-2458-
BMC Research Notes. 2011;4:491. 14-847
doi:10.1186/1756-0500-4-491 20. Grigoryan L, Haaijer-Ruskamp FM,
13. Reeves DS, Finch RG, Bax RP, G Davey P, Burgerhof JG, Mechtler R, Deschepper
Po ALW, Lingam G, et al. Self-medication R, Tambic-Andrasevic A, et al.
of antibacterials without prescription Self-medication with antimicrobial
(also called ‘over-the-counter’ use). J drugs in Europe. Emerg Infect Dis.
Antimicrob Chemother. 1999;44:163–77. 2006;12(3):452–9. doi: 10.3201/
doi: 10.1093/jac/44.2.163 eid1203.050992
14. Grigoryan L, Burgerhof JG, Degener JE, 21. Pan H, Binglin C, Dangui Z, Jeremy F,
Deschepper R, Lundborg CS, Monnet D, Frieda L, William BT. Prior knowledge,
et al. Determinants of self-medication older age, and higher allowance are risk
with antibiotics in Europe: the impact of factors for self-medication with antibiotics
beliefs, country wealth and the healthcare among university students in Southern
system. J Antimicrob Chemother. China. Plos One. 2012;7(7):e413–4. doi:
2008;61(5):1172–9. doi: 10.1093/jac/ 10.1371/journal.pone.0041314
dkn054 22. Belkina T, Abdullah AW, Elhassan HE,
15. Coe AB, Gatewood SB, Moczygemba Nigora T, Ales K, Jiri V. Antibiotic use
LR, Goode JV, Beckner JO. The use and knowledge in the community of
of the Health Belief Model to assess Yemen, Saudi Arabia, and Uzbekistan. J
predictor of intent to recieve the novel Infect Dev Ctries. 2014;8(4):424–9. doi:
H1N1 influenza vaccine. Innov Pharm. 10.3855/jidc.3866.
2012;3(2): 1–11. 23. Ghaieth MF, Sara RME, Mamoun EH,
16. Dahlan SM. Statistik untuk kedokteran Emad HEK. Antibiotics self-medication
dan kesehatan: deskriptif, bivariat, dan among medical and nonmedical students
multivariat. Edisi 6. Jakarta: Salemba at two prominent Universities in Benghazi
Medika; 2012. City, Libya. J Pharm Bioallied Sci.
17. Hadi U, Duerink DO, Lestari ES, 2015;7(2):109–15. doi: 10.4103/0975-
Nagelkerke NJ, Werter S, Keuter 7406.154432.
M, et al. Survey of antibiotic use of 24. Awad A, Eltayeb I, Matowe L, Thalib
individuals visiting public healthcare L. Self-medication with antibiotics
facilities in Indonesia. Int J Infect Dis. and antimalarials in the community of
2008;12(6):622–29. doi: 10.1016/j. Khartoum State, Sudan. J Pharm Pharm
ijid.2008.01.002 Sci. 2005;8(2):326–31.
18. Farzad J, Seyed MMH, Ali AV, Mohsen J, 25. Al-Azzam SI, Al-Husein BA, Alzoubi
Abbas M. Prevalence and related factors F, Masadeh MM, Al-Horani MA. Self-
for choosing self-medication among medication with antibiotics in Jordanian
85
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015
86