Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH ASUHAN KEPERWATAN

Systemic lupus erytematosus

OLEH :

1. HERIBERTUS ERIK KP.16.01141


2. JULDEWI S.G HAWAN KP.16.01.144
3. LIDIA MOFRO GIRBES KP.16.01.145
4. LUSSY ARUMISORE KP.16.01.147
5. MAKDALENA IRARATU KP.16.01148
6. MAGDALENA S. DALTA KP.16.01.149
7. MARIA ADOLFINA NUNU KP.16.01.150
8. MARIA FENANLAMPIR KP.16.01.152
9. MARIA SEPTIANI S. LAKU KP.16.01.153
10. MARTINA FADIRSYAIR KP.16.01092

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)

STIKES WIRAHUSADA YOGYAKARTA

TAHUN 2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa atas segala limpahan
rahmat,sehingga kami dapat menyelesaikan tugas asuhan keperawatan yang
berjudul asma pada anak ini tepat waktu,tugas ini di ajukan untuk guna
memenuhi tugas mata kuliah keperawatan anak satu.

Kami mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga tugas ini dapat diselesaikan tepat waktuny. Makalah ini
masih jauh dari sempurna,oleh karena itu,kritik dan saran yang bersifat
membangun sanagat kami harapkan

Semoga tugas ini memberikan informasi bagi pembaca dan manfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Umum ......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Khusus ........................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
2.1 Definisi.......................................................................................................................... 3
2.2 Manifeatasi klinis .......................................................................................................... 3
2.3 Etiologi.......................................................................................................................... 6
2.4 Patofisiologi .................................................................................................................. 7
2.5 Pathway ......................................................................................................................... 9
2.6 Pemeriksaan penunjang .............................................................................................. 10
2.7 Penatalaksanaan .......................................................................................................... 11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................ 15
3.1 Pengkajian ............................................................................................................. 15
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN .......................................................................... 16
3.3 Intervensi............................................................................................................... 16
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 24
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 24
4.2 Saran ..................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 25

iii
iv
BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Insidens LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan, sekitar 15-
17%. Penyakit LES jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan menjelang remaja.
Perempuan lebih sering terkena dibanding laki-laki, dan rasio tersebut juga
meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Prevalensi penyakit LES di kalangan penduduk berkulit hitam ternyata lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk berkulit putih. Pada anak-anak prevelensi SLE antara
0/100.000 pada wanita berkulit putih dibawah usia 15 tahun sampai 31/100.00 pada
wanita asia usia 10-20 tahun. Insiden SLE pada usia 10-20 tahun bervariasi yaitu
4,4/100.00 pada wanita kulit putih, 19,86/100.00 pada wanita kulit hitam. (Agus akar
, 2012)
Berdasarkan hasil survey dengan 1 orang meninggal dunia. Setiap tahun
ditemukan lebih dari 100.000 penderita baru. Hal ini disebabkan oleh manifestasi
penyakit yang sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi
yang inadekuat, penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang
dihadapi oleh penderita SLE. . Soetomo Surabaya selama tahun 2005 sebanyak 81
orang dan prevalensi penyakit ini menempati urutan keempat setelah osteoartritis,
reumatoid artritis, dan low back pain. Di RSU Dr. Saiful Anwar Malang, penderita
SLE pada bulan Januari sampai dengan Agustus 2006 ada 14 orang dengan 1 orang
elafuente, 2012).

1.2 Tujuan Umum


Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit SLE
(Sindrom Lupus Erythomisis)
1.3 Tujuan Khusus
1.3.1 Mengetahui definisi SLE
1.3.2 Mengetahui manifeatasi klinis anak dengan SLE
1.3.3 Mengetahui etiologi pada anak dengan SLE
1.3.4 Mengetahui patofisiologi pada anak dengan SLE

1
1.3.5 Mengetahui pathway pada anak dengan SLE
1.3.6 Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada anak dengan SLE
1.3.7 Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan SLE

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit reumatik autoimun yang
ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem
dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi auto anti bodi dan kompleks
imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.( Lamont, David E, DO ;2006 )

SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah suatu penyakit komplek yang


bersifat genetis dan di duga lebih dari satu gen menentukan seseorang akan terkena atau
tidak (Moore Sharoon, 2008).

2.2 Manifeatasi klinis


Manifestasi klinis SLE sangat luas.awalnya di tandai dengan gejala klinis yang
tidak spesifik antara lain: lemah, lesu, panas mual nafsu makan turun dan berat badan
menurun.
1. Manifestasi sistem muskulo skeletal
Dapat berupa artalgia yang hampir di jumpai sekitar 70% atau atritis yang di
tandai dengan sendi yang bengkok, kemerahan yang kadang - kadang disertai
efusi, sendi yang sering tekena antara lain sendi jari – jari tangan, siku, bahu, dan
lutut. Artritis pada SLE kadang menyerupai artritis reumatoid, bedanya adalah
artritis pada SLE sifatnya nonerosif
2. Sistem mukokutaneus

a. Kutaneus lupus akut: malar rash (butterfly rash) merupakan tanda spesifik
pada SLE, yaitu bentukan ruam pada kedua pipi yang tidak melebihi lipatan
nasolabial dan di tandai dengan adanya ruam pada hidung yang menyambung
dengan ruam yang ada di pipi. Bentuk akut kutaneus lain yaitu bentuk morbili,
ruam makular, fotosensitif, papulodermatitis, bulosa, toksik epidermal
nekrolitik. Pada umumnya ruam akut kutaneus ini bersifat fotosensitif.
b. Kutaneus lupus subakut simetrikal eritema sentrifugum, anular eritema ,
psoriatik LE, pitiriasis dan makulo papulo fotosensitif. Manifestasi subakut
lupus ini sangat erat hubungannya dengan antibody Ro lesi subakut umumnya
sembuh tanpa meninggalkan scar.

3
c. Kutaneus lupus kronis. Bentuk yang klasik adalah lupus dikoid yang berupa
bercak kemerahan denga kerak keratotik pada permukaannya. Bersifat kronik
dan rekuren pada lesi yang kronik ditan dai dengan parut dan atropi pada
daerah sentral dan hiperpigmentasi pada daerah tepinya. Lesi ini sering
dijumpai pada kulit kepala yang sering menimbulkan kebotakan yang
irreversible. Daun telinga leher , lengan dan wajah juga sering terkena
panikulitis lupus atau lupus profundus di tandai dengan inflamasi pada lapisan
bawah dari dermis dan jaringan subkutan. Gambaran klinisnyaberupa nodul
yang sangat dalam dan sangat keras, dengan ukuran 1-3cm. Hanya di temukan
sekitar 2 % pada penderita SLE.
d. Nonspesifik kutaneus lupus ; vaskulitis cutaneus. Ditemuka hampir pada 70%
pasien . manifestasi kutaneus nonspesifik lupus tergantung pada pembuluh
darah yang terkena . bentuknya bermacam macam antara lain :
1. Urtikaria
2. Ulkus
3. Purpura
4. Bulosa, bentuk ini akibat dari hilangnya integritas dari dermal dan
epidermal junction
5. Splinter hemorrhage
6. Eritema periungual
7. Nailfold infar bentuk vaskulitis dari arteriol atau venul pada tangan
8. Eritema pada tenar dan hipotenar mungkin bisa dijumpai pada
umumnya biopsi pada tempat ini menunjukkan leukosistoklasik
vaskulitis
9. Raynould phenomenon
Gambaran khas dari raynouls phenomenon ini adanya
vasospasme, yang di tandai dengan sianosis yang berubah menjadi
bentuk kemerahan bila terkena panas. Kadanga disertai dengan
nyeri. Raynould phenomenon ini sangat terkait dengan antibodi U1
RNP
10. Alopesia
Akibat kerontokan rambut yang bersifat sementara terkai dengan
aktifitas penyakitbiasnya bersifat difus tanpa adanya jaringan parut.
Kerontokan rambut biasanya di mulai pada garis rambut depan. Pada

4
keadaan tertentu bisa menimbulkan alopecia yang menetap di
sebabkan oleh diskoid lupus yang meninggalkan jaringan parut
11. Sklerodaktili
Di tandai dengan adanya sklerotik dan bengkak berwarna kepucatan
pada tangan akibat dari perubahan tipe skleroderma. Hanya terjadi
pada 7% pasien
12. Nodul rheumatoid
Ini dikaitkan dengan antibodi Ro yang positif dan adanya reumatoid
like artritis
13. Perubahan pigmentasi
Bisa berupa hipo atau hiperpigmentasi pada daerah yang terpapar
sinar matahari
14. Kuku
Manifestasinya bisa berupa nail bed atrofy atau telangektasi pada
kutikula kuku
15. Luka mulut (oral ulcer) luka pada mulut yang terdapat pada palatum
molle atau durum mukosa pipi, gusi dan biasanya tidak nyeri
3. Manifestasi pada paru
Dapat berupa pnemonitis, pleuritis, atau pun pulmonary haemorrhage, emboli
paru, hipertensi pulmonal, pleuritis ditandai dengan nyeri dada atau efusi pleura,
atau friction rub pada pemeriksaan fisik. Efusi pleura yang di jumpai biasanya
jernih dengan kadar protein <10.000 kadar glukosa normal
4. Manifestasi pada jantung
Dapat berupa perikarditis, efusi perkardium, miokarditis, endokarditis, kelainan
katup penyakit koroner, hipertensi , gagal jantung , dan kelainan konduksi.
Manifestasi jantung tersering adalah kelainan perikardium berupa perikarditis dan
efusi perikardium 66%, yang jarang menimbulkan komplikasi tamponade
jantung, menyusul kelainan miokardium berupa miokarditis yang di tandai
dengan pembesaran jantung dan endokardium berupa endokarditis yang di kenal
dengan nama Libmn Sachs endokarditis, sering sekali asimptomatis tanpa di
sertai dengan bising katup. Yang sering terkena adalah katup mitral dan aorta
5. Manifestasi hematologi
Manifestasi kelainan hematologi yang terbanyak adalah bentuk anemia karena
penyakit kronis, anemia hemolitik autoimun hanya di dapatkan pada 10 %

5
penderita. Selain anemia juga dapat di jumpai leukopenia, limphopenia,
nitropenia, trombopenia
6. Manifestasi pada ginjal
Dikenal dengan lupus nefritis. Angka kejadiannya mencapai hampir 50 % dan
melibatkan kelainan glomerulus. Gambaran klinisnya bervariasi dengan
tergantung derajat kerusakan pada glomerulus dapat berupa hematuri, protein
uria, seluler cast,. Berdasarkan kriteria WHO secara histopatologi di bedakan
menjadi 5 klas. Sebanyak 0,5% akan berkembang menjadi gagal ginjal kronis.
Lupus nefritis ini merupakan petanda prognosis jelek
7. Manifestasi sistem gastrointestinal
Dapat berupa hepatosplenomegali non spesifik, hepatitis lupoid, keradangan
sistem saluran makanan (lupus gut), kolitis
8. Manifestasi klinis pada sistem saraf pusat Juga sangat bervariasi, mulai dari depresi
sampai psikosis, kejang, stroke, dan lain2. Untuk memudahkan diagnosis
American College Rheumatology mengelompokkan menjadi 19 sindrom.
Gambaran klinis lupus serebral di kelompokkan dalam 3 bagian yaitu fokla, difus,
dan neuropsikiatrik

2.3 Etiologi
1. Faktor genetik
Mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi
penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first
degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar
identik (24-69%) lebih tinggi daripada saudara kembar non-identik (2-9%).
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan antara lain
haplotip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen komplemen yang
berperan pada fase awal reaksi pengikatan komplemen yaitu C1q, C1r, C1s, C3,
C4, dan C2, serta gen-gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin, dan
sitokin (Albar, 2003) . Faktor genetik mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kerentanan dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE
mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang menderita SLE. Angka
kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%) lebih tinggi daripada
saudara kembarn non-identik (2-9%).

6
2. Faktor lingkungan
a. Infeksi
Risiko timbulnya SLE meningkat pada mereka yang lain pernah sakit
herpes zoster (shingles). Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus varisela, virus yang juga menjadi penyebab dari penyakit cacar
air (variscela atau chiken pox).
b. Antibiotik
Hormon Kurang lebih dari 90% dari penderita SLE adalah wanita.
Perbedaan hormonal antara pria dan wanita mungkin menjadi latar
belakang timbulnya lupus.
c. Faktor sinar matahari
Adalah salah satu kondisi yang dapat memperburuk gejala Lupus.
Diduga oleh para dokter bahwa sinar matahari memiliki banyak
ekstrogen sehingga mempermudah terjadinya reaksi autoimmun. Tetapi
bukan berarti bahwa penderita hanya bisa keluar pada malam hari. Pasien
Lupus bisa saja keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul
16.00 WIB dan disarankan agar memakai krim pelindung dari sengatan
matahari. Teriknya sinar matahari di negara tropis seperti Indonesia,
merupakan faktor pencetus kekambuhan bagi para pasien yang peka
terhadap sinar matahari dapat menimbulkan bercak-bercak kemerahan di
bagian muka.kepekaan terhadap sinar matahari (photosensitivity) sebagai
reaksi kulit yang tidak normal terhadap sinar matahari.
d. Stres yang berlebihan
e. Obat-obatan yang tertentu.

2.4 Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal).
Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa
turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atauobat-obatan.

7
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat
fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks
imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang
selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.

8
2.5 Pathway

9
2.6 Pemeriksaan penunjang
1. Patologi Anatomi
Hasil yang didapat pada penderita lupus berupa:
 Epidermis atrofi
 Degenerasi pada junction dermal-epidermal
 Dermis edema
 Infiltrat limfositosis dermal
 Degeneratif fibrinoid dari jaringan konektif dan dinding pembuluh
darah.
2. Imunofluoresensi Kulit
Pada tes imunofluoresensi langsung didapatkan antibodi intraseluler tipe IgG
dan C3. Pada tes imunofluoresensi secara langsung didapatkan antibodi

10
pemphigus tipe IgG. Tes pertama lebih terpercaya daripada tes kedua, karena
telah positif pada penuaan penyakit. Kadar titernya pada umumnya sejajar
dengan beratnya penyakit dan akan menurun dan menghilang dengan
pengobatan kortikosteroid.
3. Serologi
Pemeriksaan serologi adalah pemeriksaan yang menggunakan serum.
Pemeriksaan serologi mempunyai hasil yang sangat bervariasi tergantung
pada respon imun saat pemeriksaan laboratorium dilakukan dan lamanya
kelainan yang dialami penderita. Pada pemeriksaan ini, penderita SLE sering
menunjukkan hasil berupa:
 ANA positif
 Anti double strand DNA antibodies
 Anti-Sm antibodies dan rRNP antibodies specific
 Anti-kardiolipin auto anti-bodi
4. Hematologi
Penderita SLE akan menunjukkan hasil pemeriksaan hematologi sebagai
berikut:
 Anemia
 Limpopenia
 Trombositopenia
 Elevasi ESR
5. Urinalisa
Akan menunjukkan hasil berupa:
 Proteinuria.

2.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. NSAID (Non Steroid Anti-Inflamasi Drugs)
NSAIDs adalah obat anti inflamasi non steroid) merupakan pengobatan
yang efektif untuk mengendalikan gejala pada tingkatan ringan, tapi harus
digunakan secara hati-hati karena sering menimbulkan efek samping
peningkatan tekanan darah dan merusak fungsi ginjal. Bahkan beberapa
jenis NSAID dapat meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke.
(Djoerban, 2002).

11
b. Kortikosteroid
Penggunaan dosis steroid yang tepat merupakan kunci utama dalam
pengendalian lupus. Dosis yang diberikan dapat terlalu rendah untuk
pengendalian penyakit, namun kesalahan yang sering terjadi adalah
pemberian dosis terlalu tinggi dalam waktu terlalu lama. Steroid dapat
memperburuk hipertensi, memprovokasi diabetes dan memiliki efek buruk
pada profil lipid yang mungkin berkontribusi pada meningkatnya kematian
akibat penyakit jantung. Steroid dosis tinggi meningkatkan risiko
pendarahan gastrointestinal dan terjadi pada pada dosis yang lebih rendah
jika digunakan bersama NSAID. Osteonekrosis (nekrosis avaskular) juga
cukup umum pada lupus dan tampaknya terkait terutama dengan
penggunaan steroid oral dosis tinggi atau metilprednisolon intravena.
Meskipun memiliki banyak efek samping, obat kortikisteroid tetap
merupakan obat yang berperan penting dalam pengendalian aktifitas
penyakit. Karena itu, pengaturan dosis yang tepat merupakan kunci
pengobatan yang baik (Djoerban, 2002).
c. Antimalaria
Hydroxychloroquine (Plaquenil) lebih sering digunakan dibanding
kloroquin karena risiko efek samping pada mata diyakini lebih rendah.
Obat ini memiliki manfaat untuk mengurangi kadar kolesterol, efek anti-
platelet sederhana dan dapat mengurangi risiko cedera jaringan yang
menetap serta cukup aman pada kehamilan (Djoerban, 2002).
d. Immunosupresan
 Azathioprine Azathioprine (Imuran) adalah antimetabolit
imunosupresan: mengurangi biosintesis purin yang diperlukan untuk
perkembangbiakan sel termasuk sel sistem kekebalan tubuh.
 Mycophenolate mofetil Mycophenolate mofetil (MMF) berfungsi
menghambat sintesis purin, proliferasi limfosit dan respon sel T
antibodi.
 Methotrexate Methotrexate merupakan asam folat antagonis yang
diklasifikasikan sebagai agen sitotoksik antimetabolit, tetapi
memiliki banyak efek pada sel-sel sistem kekebalan tubuh termasuk
modulasi produksi sitokin
 Cyclosporin Cyclosporin menghambat aksi kalsineurin sehingga
menyebabkan penurunan fungsi efektor limfosit T.

12
 Cyclophosphamide Obat ini telah digunakan secara luas untuk
pengobatan lupus yang mengenai organ internal dalam empat dekade
terakhir. Obat ini juga banyak digunakan untuk pengobatan lupus
susunan saraf pusat berat dan penyakit paru berat.
 Rituximab Rituximab bekerja pada sel B yang diduga merupakan sel
esensial dalam perkembangan lupus. Sekarang ini Rituximab sering
diberikan kombinasi dengan methotrexate
2. Penatalaksanaan keperawatan
Perawat menemukan pasien SLE pada berbagai area klinik karena sifat
penyakit yang homogeny. Hal ini meliputi area praktik keperawatan
reumatologi, pengobatan umum, dermatologi, ortopedik, dan neurologi. Pada
setiap area asuhan pasien, terdapat tiga komponen asuhan keperawatan yang
utama.
a. Pemantauan aktivitas penyakit dilakukan dengan menggunakan instrument
yang valid, seperti hitung nyeri tekan dan bengkak sendi (Thompson &
Kirwan, 1995) dan kuesioner pengkajian kesehatan (Fries et al, 1980). Hal
ini member indikasi yang berguna mengenai pemburukan atau
kekambuhan gejala.
b. Edukasi sangat penting pada semua penyakit jangka panjang. Pasien yang
menyadari hubungan antara stres dan serangan aktivitas penyakit akan
mampu mengoptimalkan prospek kesehatan mereka. Advice tentang
keseimbangan antara aktivitas dan periode istirahat, pentingnya latihan,
dan mengetahui tanda peringatan serangan, seperti peningkatan keletihan,
nyeri, ruam, demam, sakit kepala, atau pusing, penting dalam membantu
pasien mengembangkan strategi koping dan menjamin masalah
diperhatikan dengan baik.
c. Dukungan psikologis merupakan kebutuhan utama bagi pasien SLE.
Perawat dapat memberi dukungan dan dorongan serta, setelah pelatihan,
dapat menggunakan ketrampilan konseling ahli. Pemberdayaan pasien,
keluarga, dan pemberi asuhan memungkinkan kepatuhan dan kendali
personal yang lebih baik terhadap gaya hidup dan penatalaksanaan regimen
bagi mereka (Anisa Tri U., 2012).
3. Penatalaksanaan diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar
pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah

13
yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien
disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan
untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak
boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan
kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa
harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari
(waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat
meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.

14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan
pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah
lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut
terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
2. Kulit, Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan
gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku
pada pagi hari.
5. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi
atau palatum durum.
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous
dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan
bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria.

9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun
manifestasi SSP lainnya.

15
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan pada pleura
2. Nyeri kronik berhubungan dengan imflamasi / kerusakan jaringan
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan
fisik serta fisiologis yang di akibatkan penyakit kronik.
5. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan tekana
vena central
6. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri,
tidur/aktivitas yang tidak memadai, nutrisi yang tidak memadai dan
depresi/stres emosional.
7. pengetahuan b/d keterbatasan kognitif dan salah intrprestasi informasi

3.3 Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
keperawatan KH
1 Pola nafas tidak Setelah 1. Buka jalan 1. Membebaskan
efektif b/d dilakukan nafas gunakan jalan nafas
penumpukan tindakan teknik chin lift 2. Memberikan
cairan pada keperawatan atau jaw thrust pola tidur
pleura selama 1 x 24 bila perlu yang nyaman
jam diharapkan 2. Posisikan saat
pola nafas pasien untuk beristirahat
efektif dengan memaksimalkan 3. Membantu
kriteria hasil : ventilasi merontokan
1. Mendemonst 3. Lakukan sekret
rasikan fisiterapi dada 4. Membantu
batuk efektif jika perlu pasien dalam
dan suara 4. Keluarkan pengeluaran
nafas yang sekret dengan sekret
bersih, tidak batuk atau 5. Mendeteksi
ada sianosis suction adanya sekret
dan dypsnea 5. Auskultasi di dalam paru-

16
(mampu suara nafas paru
mengeluarka catat adanya
n sputum, suara tambahan
mampu
bernafas
dengan
mudah, tidak
ada purpes
lips)
2. Menunjukka
jalan nafas
yang paten
(klien tidak
merasa
tercekik,
irama nafas,
frekuensi
pernafasan
dalam
rentang
normal
2 1. Nyeri kronik Setelah 1. Tutup luka 1. Berubah dan
berhubungan dilakukan sesegera gerakan udara
dengan tindakan mungkin suhu dapat
imflamasi / keperawatan kecuali menyebabkan
kerusakan selama 1 x 30 perawatan luka nyeri hebat
jaringan menit bakar metode pada pemajanan
diharapkan pemajanan pada ujung saraf.
pasien dapat : udara terbuka. 2. Pengaturan
1. Mengungkapk 2. Pertahankan suhu dapat
an keluhan suhu hilang karena
hilangnya atau lingkungan luka bakar
berkurangnya nyaman, mayor. Sumber
nyeri berikan lampu panas eksternal
2. Menunjukkan penghangat, perlu untuk

17
posisi/ekspresi penutup tubuh mencegah
wajah rileks hangat. menggigil.
3. Dapat 3. Kaji keluhan 3. Nyeri hampir
beristirahat nyeri. selalu ada pada
dan Perhatikan beberapa derajat
mendapatkan lokasi/karakter beratnya
pola tidur dan intensitas keterlibatan
yang adekuat. (skala 0-10). jaringan/kerusa
4. Lakukan kan tetapi
penggantian biasanya paling
balutan dan berat selama
debridemen penggantian
setelah pasien balutan dan
di beri obat debridemen.
dan/atau pada 4. Menurunkan
hidroterapi terjadinya
5. Dorong ekspresi distress fisik
perasaan dan emosi
tentang nyeri. sehubungan
6. Dorong dengan
penggunaan penggantian
teknik balutan dan
manajemen debridemen.
stress, contoh 5. Pernyataan
relaksasi memungkin
progresif, napas kan pengungka
dalam, pan emosi dan
bimbingan dapat
imajinasi dan meningkatkan
visualisasi. mekanisme
7. Berikan koping.
aktivitas 6. Memfokuskan
terapeutik tepat kembali
untuk perhatian,
usia/kondisi. meningkatkan

18
relaksasi dan
meningkatkan
rasa control,
yang dapat
menurunkan
ketergantungan
farmakologis.
7. Membantu
mengurangi
konsentrasi
nyeri yang di
alami dan
memfokuskan
kembali
perhatian.

3 1. Kerusakan Setelah 1. Kaji kulit setiap 1. Menentukan


integritas kulit dilakukan hari. Catat garis dasar di
berhubungan tindakan warna, man perubahan
dengan proses keperawatan turgor,sirkulasi pada status
penyakit selama 3x24 dan sensasi. dapat di
jam diharapkan Gambarkan lesi bandingkan dan
pasien dapat dan amati melakukan
menunjukkan perubahan. intervensi yang
perilaku/teknik 2. Pertahankan/ins tepat.
untuk truksikan dalam 2. Mempertahanka
meningkatkan hygiene kulit, n kebersihan
penyembuhan, mis, membasuh karena kulit
mencegah kemudian yang kering
komplikasi mengeringkann dapat menjadi
dengan criteria ya dengan barier infeksi
1. Menjaga berhati-hati dan 3. Kuku yang
kebersihan melakukan panjang dan
di daerah masase dengan kasar
lesi menggunakan meningkatkan

19
2. Memakai lotion atau risiko kerusakan
alat krim. dermal.
pelindung 3. Gunting kuku 4. Dapat
kulit yang secara teratur. mengurangi
dapat 4. Tutupi luka kontaminasi
menyebabka tekan yang bakteri,
n iritasi atau terbuka dengan meningkatkan
infeksi pembalut yang proses
berulang. steril atau penyembuha
barrier 5. Digunakan pada
protektif, mis, perawatan lesi
duoderm, sesuai kulit
petunjuk.
5. Kolaborasi
gunakan/berika
n obat-obatan
topical sesuai
indikasi.

4 1. Gangguan citra Setelah 1. Kaji secara 1. Untuk


tubuh b/d dilakukan verbal dan mengetahui
perubahan dan tindakan nonverbal respon yang
ketergantungan keperawatan respon klien bisa
fisik serta selama 3x24 terhadap diungkapkan
fisiologis yang jam diharapkan tubuhmya oleh klien
di akibatkan pasien 2. Dorong klien 2. Bertujuan untuk
penyakit kronik. dapat : untuk sedikit
1. Mampu menggungkapk melepaskan
mengidentifik an perasaanya beban yang ada
asi kekuatan 3. Fasilitasi kontak difikirannya
personal dengan individu agar tidak
2. Mendiskripsik lain dalam terlalu stress
an secara kelompok kecil 3. Mengurangi
faktual rasa minder dan
perubahan tetap menjaga

20
fungsi tubuh interaksi sosial
3. Mempertahan dengan baik
kan interaksi
sosial
5 2. Resiko Setelah 1. Monitor vital 1. Untuk
penurunan curah dilakukan sain (tekanan mengetahui
jantung tindakkan darah, nadi dan keadaan
berhubungan keperawatan respirasi) umum
dengan selama 2 x 24 2. Catat adanya pasien
penurunan jam diharapkan tanda gejala 2. Untuk
tekana vena aktivitas pompa penurunan mengetahui
central jantung dan kardiak output perkembang
3. tanda-tanda vital 3. Monitor status an pasien
kembali normal pernafasan yang 3. Mencegah
dengan kriteria menandakan terjadinya
hasil: gagal jantung serangan
1. Tanda vital 4. Kolaborasi jantung
dalam rentan dengan tim mendadak
normal medis lain 4. Agar obat
2. Dapat dalam yang
mentoleransi pemberian diresepkan
aktivitas, terapi sesuai
tidak ada dengan
aktivitas yang
3. Tidak ada diberikan
edem paru,
perifer dan
tidak ada
asites
4. Tidak ada
penurunan
kesadaran
6 4. Keletihan Setelah 1. Monitor 1. Mengontrol
berhubungan dilakukan nutrisi dan asupan nutrisi
dengan tindakkan sumber pasien untuk

21
peningkatan keperawatan energi yang mengurangi
aktivitas selama 1 x 24 adekuat keletihan
penyakit, rasa jam diharapkan 2. Kaji tingkat 2. Mengetahui
nyeri, keletihan kecemasan apakah pasien
tidur/aktivitas teratasi dengan pasien cemas untuk
yang tidak kriteria hasil: 3. Monitoring mengurangi
memadai, nutrisi 1. Glukosa darah pola tidur keletihan
yang tidak adekuat dan lamanya 3. Mengetahui
memadai dan 2. Kecemasan tidur/ apakah
depresi/stres menurun istirahat istirahat/ tidur
emosional. 3. Istirahat pasien pasien cukup
cukup

7 Defisit Setelah 1. Berikan penilai 1. Untuk memberi


pengetahuan b/d dilakukan tentang tingkat semangat
keterbatasan tindakkan pengetahuan terhadap pasien
kognitif dan keperawatan proses penyakit dan keluarg
salah intrprestasi selama 1x 24 yang spesifik 2. Agar keluarga
informasi jam diharapkan pada pasein dan mengenali dan
keluarga klaen keluarga tidak panik saat
pengetahua 2. Gambarkan mengetahui
proses penyakit tanda dan gejala tanda gejala
dan perilaku yang bisa tersebut
hidup sehat muncul pada 3. Agar keluarga
dengan kriteria penyakit dengan bisa memilih
hasil: tepat tindakan yang
1. Pasien dan 3. Diskusikan tepat buat klaen
keluarga pilihan terapi 4. Untuk
menyatakan atau mengguragi
pemahaman penanganan beban keluarga
tentang pada keluarga dengan cara
penyakit, 4. Dukung pasien berpendapat
kondisi dan dan keluarga 5. Agar keluarga
program untuk bisa segera
pengobatan mengeksplorasi lapor terhadap

22
2. Pasien dan kan pendapat tim medis jika
keluarga dengan cara menggetahui
mampu yang tepat tanda gejala
melaksanakan 5. Intruksikan tersebut
prosedur yang keluarga pasien
dijelaskan mengenai tanda
secara benar dan gejala
3. Pasien dan untuk
keluarga melaporkan
mampu pada tim
menjelaskan kesehatan
kembali apa (perawat)
yang
dijelaskan
perawat dan
tim kesehatan
lain

23
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan yang kami sampaikan dalam tugas ini, maka dapat
disimpulkan bahwa SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) merupakan penyakit
multifaktorial yang melibatkan interaksi kompleks antar faktor genetik, dan faktor
lingkungan, yang semuanya dianggap ikut memainkan peran untuk menimbulkan
aktivitasi hebat sel B, sehingga menghasilkan pembuatan berbagai autoantibody
polispesifik.
Selain itu, pada banyak penderita SLE gambaran klinisnya membingungkan.
Sehingga sering terjadi keterlambatan diagnosis penyakit SLE. Penyakit ini
berhubungan dengan deposisi auto anti bodi dan kompleks imun sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan.

4.2 Saran
Oleh karena itu, penulis memberikan beberapa saran :
1. Perlu mengenali gejala-gejala pada penyakit lupus ini agar dapat ditangani
dengan baik sejak awal untuk mempercepat proses penyembuhan dan atau
merawat penyakit ini untuk menghindari penyebarannya keseluruh organ tubuh.
2. Perlu mengetahui tindakan-tindakan untuk proses penyembuhan penyakit ini.
3. Perlu mendapatkan informasi yang lebih dalam makalah ini tentang penyakit ini.

24
DAFTAR PUSTAKA

Yanih Irma, Departemen epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Indonesia., Received 24 June
2016, received in revised from 21 July 2016, Accepted 29 July 2016, Publised
online : 31 October 2016
Jhumpyojoseph.http//wordpress.com/2015/03/18/asuhan-keperawatan
systemics-lupus-erythematosus-sle/
http://docslide.net/documents/laporan-pendahuluan-sle-578997874f354.html

25

Anda mungkin juga menyukai