Anda di halaman 1dari 27

BAB II

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dapat dikatakan bahwa masa kehamilan bagi seorang wanita adalah saat yang
paling di tunggu setelah menikah. Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi
sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan
7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Prawirohardjo, 2008). Namun tahukan
anda, bahwa saat-saat kehamilan ini justru waktu yang amat rentan bagi ibu dan
janinnya untuk mengalami banyak gangguan kesehatan. karena kondisi tubuh disaat
hamil dan sebelum hamil akan sangat jauh berbeda.
Untuk itulah mengapa ibu hamil di haruskan untuk benar-benar menjaga kesehatan
tubuh maupun kesehatan janin selagi masih dalam buaian. Seorang ibu juga harus selalu
rutin memeriksakan kondisi kehamilannya agar dapat memastikan bahwa ibu dan janin
ibu sehat bebas dari berbagai penyakit seperti infeksi yang sering menyerang ibu hamil.
Infeksi pada ibu hamil ini dapat mempengaruhi kesehatan janin di dalam perut,
bahkan dengan adanya kondisi tubuh anda yang lemah akan menjadikannya lebih cepat
sekali terserang dan terjangkit oleh virus ataupun bakteri yang akan menimbulkan
masalah infeksi. Maka dari itu sangat perlu bagi anda untuk mengetahui beberapa
infeksi yang cenderung sering dialami oleh para ibu hamil. Karena pengetahuan ini akan
sangat berguna bagi ibu yang sedang hamil agar tahu bagaimanakah gejala infeksi
tersebut sehingga anda dapat segera melakukan tindakan untuk mencegah dan
menaganinya.

1.2 Tujuan
- Untuk mengetahui macam-macam penyakit infeksi maternal
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Infeksi kehamian adalah Penyakit infeksi dalam kehamilan yang disebabkan oleh
virus atau bakteri yang sangat membahayakan bagi ibu hamil. Penyakit ini akan
semakin berisiko dan dapat menyebabkan kematian pada janin yang dikandung ibu
hamil.
Infeksi dalam kehamilan bertanggung jawab untuk morbiditas dan mortalitas
signifikan. Beberapa akibat infeksi maternal berlangsung seumur hidup, seperti
infertilitas dan sierilitas. Kondisi – kondisi lain, seperti infeksi yang didapat secara
kongenital, seringkali mempengaruhi lama dan kualitas hidup.
Kehamilan dianggap sebagai kondisi immunosupresi. Perubahan respon imun
dalam kehamilan dapat menurunkan kemampuan ibu melawan infeksi. Selain itu,
perubahan traktus pada genetalia juga dapat mempengaruhi kerentanan terhadap suatu
infeksi.
2.2 MACAM-MACAM PENYAKIT YANG TIMBUL KARENA INFEKSI
Infeksi maternal disebabkan karena berbagai virus dan bakteri yang menginvasi baik
secara endogen maupun secara eksogen. Berbagai penyakit bisa timbul karena infeksi
maternal tersebut, klasifikasi dari macam – macam penyakit yang ditimbulkan karena
infeksi antara lain :
A. Penyakit Menular Seksual (PMS)
B. Infeksi TORCH
C. Human Papiloma Virus
D. Infeksi Traktus Genetalia
E. Infeksi Pasca Partum
F. Infeksi Umum

2.2.1 Penyakit Menular Seksual


1. Definisi
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit-peyakit infeksi yang
ditularkan melalui hubungan seksual (Sjaiful, 2010).
IMS adalah penyakit-penyakit yang timbul atau ditularkan atau melalui
hubungan seksual dengan manifestasi klinis berupa timbulnya kelainan-
kelainan terutama pada alat kelamin. Kegagalan deteksi dini IMS dapat
menimbulkan berbagai komplikasi misalnya kehamilan di luar kandungan,
kanker anogenital, infeksi pada bayi yang baru lahir atau infeksi pada
kehamilan. Pada prakteknya banyak IMS yang tidak menunjukkan gejala
(asimtomatik), sehingga mempersulit pemberantasan dan pengendalian
penyakit ini.
Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang
dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering
ditemukan adalah infeksi gonorrhea, chlamydia, syphilis, trichomoniasis,
chancroid, herpes genital, infeksi human immunodeficiensy virus (HIV) dan
hepatitis B. HIV dan syphilis juga dapat ditularkan dari ibu ke anaknya
selama kehamilan dan kelahiran, dan juga melalui darah serta jaringan tubuh
(WHO,2009).
2. Etiologi dan manifestasi klinis
Berdasarkan penyebabnya, Infeksi menular seksual di bedakan menjadi
empat kelompok yaitu:
a) IMS yang disebabkan bakteri, yaitu:
 Gonore : Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan
oleh Neisseria gonorrhoeae.
Gambaran klinik
a. Masa tunas sulit untuk ditemukan karena pada umumnya
asimtomatik,
b. Pada wanita, penyakit akut atau kronik jarang ditemukan gejala
subjektif dan objektifnya.
c. Infeksi pada wanita, pada mulanya hanya mengenai serviks uteri
d. Keluhan: kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul
bawah, demam, keluarnya cairan dari vagina, nyeri ketika
berkemih dan desakan untuk berkemih, perdarahan antara masa
haid dan menoragia.
e. Pada pemeriksaan serviks tampak merah dengan erosi dan sekret
mukopurulen, duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi
servitis akut.
 Sifilis : Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang
disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum, sangat kronis dan
bersifat sistemik. Gejala yang pertama kali muncul adalah rasa sakit
di daerah kontak seksual, timbul benjolan di sekitar alat kelamin,
kadang‐kadang disertai pusing‐pusing dan nyeri tulang seperti flu
yang akan menghilang dengan sendirinya tanpa diobati, terjadi
bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6‐12 minggu setelah hubungan
seks. Selama 2‐3 tahun pertama penyakit ini tidak menunjukkan
gejala apa‐apa. Setelah 5‐10 tahun penyakit ini akan menyerang
susunan syaraf otak, Pembuluh darah dan jantung. Pada perempuan
hamil, penyakit ini dapat menular pada bayi yang dikandungnya
yang mengakibatkan kerusakan kulit, hati, limpa dan
keterbelakangan mental. Selanjutnya kita bahas PMS yang
disebabkan karena penyebaran jamur yaitu Kandidas Vagina.
b) IMS yang disebabkan virus, yaitu:
 Herpes genetalis (herpes kelamin) adalah PMS yang disebabkan oleh
Virus Herpes Simplek yang ditularkan melalui hubungan seksual
baik vaginal, anal atau oral yang menimbulkan luka atau lecet pada
bagian kelamin dan mengenai pada bagian langsung pada luka, bintil
atau kutil. Gejala pada serangan pertama umumnya lebih berat
dibandingkan ketika kambuh. Sebelum timbul lecet biasanya diawali
dengan keluhan pegal‐pegal pada otot disertai demam (terutama pada
serangan pertama), pembengkakan pada kelenjar lipatan paha, nyeri
kadang gatal serta kemerahan pada tempat yang terkena. Masa
inkubasi 1‐26 hari, rata‐rata 6‐7 hari. Masa Inkubasi merupakan
rentang waktu sejak masuknya penyakit kedalam tubuh hingga
timbulnya penyakit tersebut.
 Infeksi HIV dan AIDS : adalah virus penyakit menular seksual yang
merusak sistem kekebalan tubuh, sehinnga tubuh kehilangan
kemampuan untuk melawan inveksi. HIV menyebabkan AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau kumpulan berbagai
penyakit yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh akibat HIV,
yang saat ini belum ada obat yang benar‐benar dapat
menyembuhkan. Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini
gejala yang ditemui pada penderita AIDS, panas lebih dari 1
bulan, batuk-batuk, sariawan dan nyeri menelan, badan
menjadi kurus sekali, diare, sesak napas, pembesaran kelenjar
getah bening, kesadaran menurun, penurunan ketajaman
penglihatan, bercak ungu kehitaman di kulit.
c) IMS yang disebabkan jamur, yaitu:
 Kandidiosis genitalis : adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh jamur Candida Albicans. Gejalanya adalah keputihan yang tidak
berbau atau berbau asam, berwarna seperti keju atau susu basi
disertai gatal, panas dan kemerahan di kelamin dan sekitarnya.
d) IMS yang disebabkan protozoa dan ektoparasit, yaitu:
 Trikomoniasis : adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
parasit Trichomonas Vaginalis. Gejalanya antara lain terjadinya
keputihan yang banyak. Kadang‐kadang berbusa dan berwarna
kehijauan dengan bau busuk, terjadinya gatal‐gatal di kemaluan,
nyeri pada saat berhubungan seks atau saat buang air kecil. Masa
inkubasi 3‐28 hari. Infeksi trikomoniasis merupakan penyakit
menular seksual yang dapat disembuhkan dan yang paling biasa
terjadi.

3. Penatalaksanaan
Menurut WHO, penanganan pasien infeksi menular seksual
terdiri dari dua cara, bisa dengan penaganan berdasarkan kasus(case
management) ataupun penanganan berdasarkan sindrom (syndrome
management). Penanganan berdasarkan kasus yang efektif tidak hanya
berupa pemberian terapi antimikroba untuk menyembuhkan dan
mengurangi infektifitas mikroba, tetapi juga diberikan perawatan
kesehatan reproduksi yang komprehensif. Sedangkan penanganan
berdasarkan sindrom didasarkan pada identifikasi dari sekelompok tanda
dan gejala yang konsisten, dan penyediaan pengobatan untuk mikroba
tertentu yang menimbulkan sindrom. Penanganan infeksi menular
seksual yang ideal adalah penanganan berdasarkan mikrooganisme
penyebnya. Namun, dalam kenyataannya penderita infeksi menular
seksual selalu diberi pengobatan secara empiris (Murtiastutik, 2008).

Antibiotika untuk pengobatan IMS adalah:

a. Pengobatan gonore: penisilin, ampisilin, amoksisilin, seftriakson,


spektinomisin, kuinolon, tiamfenikol, dan kanamisin (Daili, 2007)
b. Pengobatan sifilis: penisilin, sefalosporin, termasuk sefaloridin,
tetrasiklin, eritromisin, dan kloramfenikol (Hutapea, 2001)
c. Pengobatan herpes genital: asiklovir, famsiklovir, valasiklovir
(Wells et al, 2003)
d. Pengobatan klamidia: azithromisin, doksisiklin, eritromisin (Wells
et al., 2003)
e. Pengobatan trikomoniasis: metronidazole (Wells et al., 2003).

2.2.2 Infeksi TORCH


 Definisi
Infeksi TORCH adalah suatu kelompok organisme yang mampu
menembus plasenta dan mempengaruhi perkembangan janin. Empat jenis
penyakit infeksi yaitu Toxsoplasmosis, infeksi lain (mis. Hepatitis), virus
rubella, citomegalovirus, dan virus herpes simplex.
 Klasifikasi
1) Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa
parasit yang disebut Toxoplasma gondii.
Toksoplasmosis timbul akibat mengkonsumsi daging mentah atau
tidak mencuci tangan sewaktu menyiapkan daging mentah atau
terinfeksi kotoran kucing. Parasit ini memiliki kemampuan shedding
dalam saluran pencernaan kucing, dan ketika masuk ke tubuh manusia
dapat menyebar secara hematogenous ke pembuluh darah uterin
akhirnya memasuki plasenta dan menginfeksi janin. Setelah menyerang
janin, parasit ini menyerang sel-sel otak dan otot, membentuk kista
yang dapat tetap hidup dalam host selama bertahun-tahun.
 Manifestasi Klinis
- Sakit Kepala
- Lemah
- Sulit berpikir jernih
- Demam
- Mati rasa
- Koma
- Serangan jantung
- Perubahan pada penglihatan (seperti penglihatan ganda, lebih
sensitif terhadap cahaya terang, atau kehilangan penglihatan)
- Kejang otot, dan sakit kepala parah
 Efek Maternal
- Infeksi akut
- Menyerupai influenza
- Limfadenopati
 Efek pada janin
- Jika disertai infeksi akut maternal akan terjadi parasitemia
- Kemungkinan untuk terjadi bersama infeksi kronik maternal
lebih kecil
- Cenderung terjadi abortus bila terdapat infeksi akut pada awal
kehamilan
 Pemeriksaan dan penatalaksanaan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu dengan pemeriksaan
imunoglobulin spesifik polymerase chain reaction (PCR). Jika tes ini
terbukti negatif akan tetapi kecurigaan klinis akan infeksi ini tinggi
maka pengobatan harus tetap dilakukan. Selain itu juga dapat
dilakukan tes serum dan ELISA. Pengobatan alternatif untuk
taksoplasmosis adalah pyrimethamine ditambah sulfadiazin dan
klindamisin (untuk wanita yang alergi terhadap sulfadiazin).
2) Rubela (campak jerman)
Rubela adalah suatu infeksi virus yang ditransmisi melalui
droplet. Demam, ruam dan limfedema ringan biasanya terlihat pada ibu
yang terinfeksi. Akibat pada janin lebih serius dan meliputi abortus
sepontan, anomali kongenital dan kematian. Vaksinasi ibu hamil
dikontraindikasikan karena infeksi rubela bisa terjadi setelah vaksin
diberikan. Sebagai bagian dari konseling prakonsepsi atau masa nifas,
vaksin rubela diberikan kepada ibu yang tidak imun terhadap rubela dan
mereka dianjurkan memakai kontrasepsi selama minimal tiga bulan
setelah vaksinasi.
 Efek Maternal:
- Ruam, demam, kelenjar limfe di subokspital dapat
membengkak, fotofobis
- Artritis atau ensefalitis kadang juga terjadi
- Abortus sepontan
- Risiko sindrom rubella bawaan tertinggi (hingga 90%) saat
paparan adalah antara 11 dan 20 minggu kehamilan.
 Efek pada janin:
- Insiden anomali konginetal: bulan pertama 50%, bulan kedua
25%, bulan ketiga 10%, bulan keempat 4%
- Sekitar 25 persen neonatus yang ibunya terkena rubella selama
trimester pertama dilahirkan dengan satu atau lebih cacat lahir -
kebutaan, katarak, gangguan pendengaran, cacat jantung,
retardasi mental, gangguan gerak, dan pengembangan diabetes
selama masa kanak-kanak atau lambat.
- Pemaparan pada dua bulan pertama: malformasi jantung, mata,
telinga, atau otak
- Pemaparan setelah bulan keempat: infeksi sistemik,
hepatosplenomegali, retardasi pertumbuhan intrauterin, ruam
- Pada usia 15 sampai 20 tahun anak bisa mengalami kemunduran
intelektual dan perkembangan atau bisa menderita epilepsi
- Beberapa bayi yang terinfeksi memiliki masalah kesehatan
jangka pendek seperti diare, BBLR, masalah makan, pneumonia,
meningitis, anemia, bintik-bintik merah-ungu pada wajah dan
tubuh dan pembesaran limpa dan hati.
 Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan
Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum
hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk
divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat
berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan
risiko infeksi rubella bawaan. Selain itu dapat dengan tes ELISA,
HAI, Pasif HA atau tes LA, atau dengan adanya IgM spesifik rubella
yang mengindikasikan infeksi rubella telah terjadi.
 Penatalaksanaan
a. Pada Ibu - Analgesik ringan, istirahat dan dukungan.
b. Neonatal - Tidak ada pengobatan khusus untuk pengobatan
rubella bawaan. Mata atau cacat jantung dapat dikoreksi atau
diperbaiki dengan pembedahan.
3) Cytomegalovirus
Penyakit ini disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili
betaherpesvirus, famili herpesviridae. Penularannya lewat paparan
jaringan, sekresi maupun ekskresi tubuh yangterinfeksi (urine, ludah, air
susu ibu, cairan vagina, dan lain lain).
Infeksi virus ini dapat ditemukan secara luas di masyarakat;
sebagian besar wanita telah terinfeksi virus ini selama masa anak-anak
dan tidak mengakibatkan gejala yang berarti. Tetapi bila seorang wanita
baru terinfeksi pada masa kehamilan maka infeksi primer ini akan
menyebabkan manifestasi gejala klinik infeksi janin bawaan sebagai
berikut: hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis,
khorioretinitis dan optic atrophy, mikrosefali, letargia, kejang, hepatitis
dan jaundice, infiltrasi pulmonal dengan berbagai tingkatan, dan
kalsifikasi intrakranial. Jika bayi dapat bertahan hidup akan disertai
retardasi psikomotor maupun kehilangan pendengaran.
 Manifestasi Klinis
- Petekia dan ekimosis.
- Hepatosplenomegali.
- Ikterus neonatorum,hiperbilirubinemia langsung.
- Retardasi pertumbuhan intrauterine.
- Prematuritas.
Ukuran kecil menurut usia kehamilan.
- Gejala lain dapat terjadi pada bayi baru lahir atau pada anak yang
lebih besar:
o Purpura
o Hilang pendengaran.
o Korioretinitis; buta.
o Demam.
o Kerusakan
o otak.
 Efek Maternal :
Penyakit pernafasan atau hubungan seksual yang asimptomatik
atau sindrom seperti mononukleosis: dapat memiliki rabas di serviks
 Efek pada janin :
Kematian janin atau penyakit menyeluruh anemia hemolitik dan
ikterik: hidrosefalus atau mikrosefalus, pneumonitis,
hepatosplenomegali
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan ini angat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut
atau infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang
lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti
CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan pembagian seperti berikut:
a. Pada Ibu - ELISA, antibodi fluorescent (FA), fiksasi komplemen
(CF), serokonversi hingga + IgM, dan isolasi virus dengan kultur.
b. Sebelum melahirkan – efek pada bayi mungkin menunjukkan
temuan berikut USG: mikrosefali, hidrosefalus, lesi kistik atau
kalsifikasi nekrotik di otak, hati atau plasenta, PJT,
oligohidramnion, asites, pleural efusi perikardial atau,
hypoechogenic usus dan hidrops.
c. Newborn - isolasi virus adalah metode optimal
mendokumentasikan infeksi CMV. Spesimen dapat diambil dari
urin, nasopharnyx, konjungtiva dan cairan tulang belakang.
 Potensi Efek Ibu dan Bayi
a. Pada Ibu - Kebanyakan infeksi asimtomatik.
b. Neonatal - Infeksi yang paling mungkin terjadi dengan infeksi
primer ibu. Perkiraan tingkat infeksi kongenital dari 1%. Dari
jumlah tersebut, 10% akan gejala, dimana 25% akan memiliki
penyakit fatal dan 90% dari korban akan memiliki serius gejala
sisa-IUGR, mikrosefali, kelainan SSP, hidrosefalus, kalsifikasi
periventrikular, ketulian, kebutaan, dan keterbelakangan mental.
Sebagian kecil bayi yang baru lahir tanpa gejala.
 Penatalaksanaan
a. Pada Ibu - mengobati gejala
b. Neonatal - ada pengobatan yang memuaskan tersedia. Bayi yang
tertular harus diisolasi.
4) Virus Herpes Simpleks
Herpes disebabkan oleh virus herpes simpleks, yang mirip dengan
virus yang menyebabkan cacar air dan herpes zoster. Setelah infeksi
awal, herpes simplex virus dapat bersembunyi dalam sel saraf dan
kemudian memulai serangan baru. Ada 2 jenis utama virus herpes
simpleks (HSV): tipe I, yang biasanya dikaitkan dengan luka dingin di
sekitar mulut, dan tipe 2, yang biasanya dikaitkan dengan luka genital.
Namun, jenis dapat menginfeksi baik mulut atau alat kelamin dan
keduanya dapat diteruskan kepada bayi yang baru lahir.
 Manifestasi klinik
 Timbul erupsi bintik kemerahan disertai rasa panas dan gatal pada
kulit region genitalis.
 Kadang-kadang disertai demam seperti influenza dan setelah2 – 3
hari bintik kemerahan tersebut berubah menjadi vesikel disertai
rasa nyeri.

Bayi dengan kongenital tertular infeksi HSV biasanya akan terjadi


gejala pada 6 minggu setelah kelahiran. Gejala awal mungkin samar-
samar dan termasuk lesu, vesikel kulit, demam, dan kejang. Mungkin
tidak ada tanda-tanda sama sekali. Sangat penting untuk memiliki
tingkat kecurigaan yang tinggi, karena ada riwayat ibu yang diketahui
memiliki infeksi herpes hanya 12,5% bayi yang didiagnosis dengan
HSV kongenital.

manifestasi herpes neonatal dapat diklasifikasikan dalam tiga


cara: yang pertama kulit, mata, dan keterlibatan mukosa (Penyakit
SEM); yang kedua Penyakit SSP, dan yang ketiga adalah penyakit
yang disebarluaskan dengan keterlibatan beberapa organ. Namun,
kategori-kategori ini tidak terpisah satu sama lain dan bayi dapat
memiliki tanda-tanda dari lebih dari satu. Bayi yang didiagnosis
Penyakit SEM juga mungkin memiliki okultisme SSP infeksi.

 Dampak pada kehamilan dan persalinan


a. Penularan pada janin dapat terjadi hematogen melalui plasenta
b. Penularan pada janin dapat terjadi akibat perjalanan dari vagina
ke janin apabila ketuban pecah.
c. Penularan pada bayi dapat terjadi melalui kontak langsung pada
waktu bayi lahir.
d. Wanita dengan infeksi primer selama kehamilan akan
meningkatan risiko untuk PTD dan BBLR bayi.
e. Bayi dari ibu dengan infeksi primer yang terjadi selama
kehamilan berada pada risiko terbesar. Potensi gejala sisa
meliputi: kulit, mulut atau mata lesi dengan potensi kerusakan
permanen pada saraf atau mata. HSV pada bayi baru lahir sering
dapat menyebar ke otak dan organ internal lainnya (perkiraan
kematian 50%). Sekitar 50% dari korban mengalami
keterbelakangan mental, cerebral palsy, kejang, buta atau tuli.
 Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm
sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan
terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut pada
bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.
Seorang bayi dianggap terinfeksi herpes jika salah satu tes berikut
positif: serum HSV IgM, HSV PCR dari CSF, atau memiliki HSV
setelah dilakukan culture lesi atau lainnya di permukaan mukosa.
Karena tinggi sensitivitas (berkisar 75% sampai 100%), HSV PCR
adalah ujian pilihan untuk evaluasi CSF. Hal ini penting untuk dicatat
bahwa PCR CSF mungkin negatif 5 hari pertama sakit. Jika HSV tetap
diduga kuat, meskipun hasil negatif awal, CSF PCR harus diulang.
Untuk Penyakit SEM, culture HSV dari kulit yang atau lesi mukosa
adalah uji pilihan. Baik PCR maupun culture darah memiliki
sensitivitas sangat tinggi. HSV serologi mungkin berguna; antibodi
IgG Ibu HSV juga dapat hadir dalam bayi.
5) Penatalaksanaan
a. Wanita dengan gejala prodromal atau lesi aktif (masih dalam blister
atau ulkus tahap) akan diberi konseling untuk memiliki kelahiran
sesar. Perlindungan terbesar bagi janin jika ini dilakukan sebelum
ROM lebih dari 4 jam.
b. Obat anti-virus dapat memperpendek durasi serangan herpes,
meringankan gejala dan mengurangi jumlah serangan. Acyclovir oral
kadang-kadang digunakan pada akhir kehamilan untuk mengurangi
kebutuhan untuk kelahiran sesar.
c. Bayi baru lahir Dilakukan untuk pemeriksaan adanya herpes
konginetal dan kalau perlu kultus virus. kalau ibu aktif menderita
herpes genitalis maka bayinya diberi acyclovir 3 dd 10 mg/kg B
selama 5 – 7 hari

2.2.3 Human Papiloma Virus


1. Definisi
Human papillomavirus (HPV) adalah virus yang paling sering dijumpai
pada penyakit menular seksual dan diduga berperan dalam proses terjadinya
kanker. Terdapat sekitar 130 tipe HPV yang telah berhasil diidentifikasi dan
lebih dari 40 tipe HPV dapat menginfeksi area genital laki-laki dan
perempuan, mulut, serta tenggorokan. Virus ini terutama ditularkan melalui
hubungan seksual. (Setiawati, Dewi. 2014).
HPV merupakan virus yang menginfeksi kulit (epidermis) dan membran
mukosa manusia, seperti mukosa oral, esofagus, laring, trakea, konjungtiva,
genital, dan anus. HPV tidak pernah menginfeksi mukosa saluran cerna.
Virus ini terutama ditularkan melalui hubungan seksual termasuk oral sex,
anal sex, dan hand sex. Virus ini juga dapat menular melalui kontak
nonseksual seperti transmisi vertical ibu kepada bayinya (sangat jarang
terjadi),penggunaan alat-alat yang telah terkontaminasi seperti handuk,
sarung tangan, dan pakaian. (Setiawati, Dewi. 2014)
2. Etiologi
Infeksi HPV dapat terjadi saat hubungan seksual pertama, biasanya pada
masa awal remaja dan dewasa. Prevalensi tertinggi (sekitar 20%) ditemukan
pada wanita usia kurang dari 25 tahun. Pada wanita usia 25-55 tahun dan
masih aktif berhubungan seksual berisiko terkena kanker serviks sekitar 5-
10 persen. Meski fakta memperlihatkan, terjadi pengurangan risiko infeksi
HPV seiring pertambahan usia, namun sebaliknya risiko infeksi
menetap/persisten malah meningkat. Hal ini diduga karena seiring
pertambahan usia terjadi perubahan anatomi (retraksi) dan histology
(metaplasia). Selama serviks matang melebihi masa reproduktif seorang
wanita, maka cervical ectropion digantikan melalui suatu proses squamous
metaplasia, untuk membagi secara bertingkat epitel skuamosa. Epitel
skuamosa bertingkat ini diperkirakan lebih protektif pada banyak orang
melawan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Selain itu,
hasil imunitas dari paparan infeksi sebelumnya, juga diduga sebagai biang
dibalik penurunan insiden tersebut (Andrijono, 2007).
3. Manifestasi klinis
1) Terdapat kutil kelamin (genital warts), juga lesi prekanker dan kanker
serviks. HPV, diperkirakan, ikut terlibat sebagai penyebab keganasan
pada daerah vulva, vagina, penis dan anus serta beberapa keganasan
pada kulit dan pharing. Saat ini, telah diketahui, ada 40 tipe HPV yang
diketahui dapat menyebabkan infeksi pada mukosa genital dan telah
terklasifikasi menurut derajat kemampuan oncogenic (pencetus atau
penyebab kanker).
2) Pendarahan yang tidak normal.
3) Vagina menjadi gatal, panas atau sakit.
4. Pemeriksaan diagnostik
Jika dokter tidak menemukan adanya lesi atau kutil , tes diagnostik
berikut mungkin diperintahkan :
1) Pap menguji - sampel sel-sel serviks atau sel vagina dikumpulkan dan
dikirim ke laboratorium . Tes ini dapat menentukan apakah sel-sel telah
berubah struktur mereka ( menjadi abnormal ) . Sel abnormal biasanya
berarti ada risiko lebih tinggi terkena kanker .
2) Tes DNA - tes ini mendeteksi apakah varietas HPV risiko tinggi yang
hadir , orang-orang yang berkaitan dengan risiko kanker genital .
Beberapa sel dari leher rahim diambil dan dikirim ke laboratorium
untuk analisis . Sebuah studi menemukan bahwa tes DNA yang terbaik
untuk wanita di atas usia 30 tahun . (Link ke artikel )
3) Cuka tes solusi - solusi cuka diterapkan ke daerah genital . Jika ada
infeksi HPV , daerah akan menjadi putih . Beberapa lesi datar sulit
dideteksi , tes ini membantu dokter dalam / nya diagnosisnya.
2.2.4 INFEKSI TRAKTUS GENETALIA
1. Infeksi Vagina
Infeksi Vagina adalah salah satu penyakit yang umum diderita oleh kaum
wanita diseluruh dunia. Salah satu penyebabnya adalah infeksi jamur yang
merupakan salah satu faktor terpenting kedua penyebab infeksi vagina.
2. Etiologi
 Celana dalam ketat
 Pil kontrasepsi
 Hubungan intim
 Antibiotik dan steroid
 Pentransferan infeksi
 Kekebalan tubuh rendah
 Perawatan hormonal dan kesuburan
3. Klasifikasi
A. Kandidiasis Vulvovaginalis
Kandidiasis Vulvovaginalis adalah infeksi mukosa vagina dan
vulva ( mulut vagina ) yang dapat disebabkan oleh jamur Candida. Ada
7 spesies yang diketahui dapat menyebabkan infeksi namun tersering
adalah Candida Albicans (80-90%), Candida Glabarta (10%), Candida
Tropicalis (5-10%).
 Etiologi
Kandidiasis Vulvovaginalis sering disebabkan oleh Candida
Albicans. Kandida albican penyebab terbanyak yang dapat diisolasi
>80% dari penderita kandidiasis vagina. Kandida albicans dapat
dijumpai pada kulit normal, vagina dan saluran pencernaan.
 Faktor Risiko
1. Faktor Lokal
2. Kehamilan
3. Imunosupresi
4. Diabetes Militus
5. Pengobatan Antibiotika
6. Kontrasepsi Oral
4. Manifestasi Klinis
Keluhan yang paling sering pada Kandidiasis Vulvovaginalis
adanya rasa gatal pada daerah vulva dan adanya duh tubuh. Sifat
duh tubuh bervariasi dari yang cair seperti air sampai tebal dan
homogen dengan noda seperti keju. Kadang-kadang sekret tampak
seperti susu yang disertai gumpalan-gumpalan putih sehingga
tampak seperti susu basi/pecah dan tidak berbau. Akan tetapi lebih
sering sekret hanya minimal saja. Keluhan klasik yang lainnya
adalah rasa kering pada liang vagina, rasa terbakar pada vulva,
dispareunia dan disuria. tidak ada keluhan yang benar-benar
spesifik untuk Kandidiasis Vulvovaginalis (KVV).
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari kandidiasis vulvovaginitis dapat dilakukan
baik secara umum maupun secara khusus.
1. Penatalaksanaan secara umum :
 menanggulangi faktor predisposisi
 menjaga kelembapan kulit
 menjaga higyeni daerah genital
 memakai pakaian dalam yang ngaman tidak sempit dan
terbuat dari bahan yang menyerap keringat
2. Penatalaksanaan secara khusus :
a. Topikal
 larutan ungu gentian ½-1 % dioleskan sehari 2 kali
selama 3 hari.
 Nistatin cream
 Amfoterisin B
 Derivat azole : mikonazole 2%, klotrimazole 1 %,
tiokonazole, bufonazol, isokonazol, siklopiroksolamin
b. Sistemik
 Ketokonazole 2x200mg selama 5 hari
 Itrakonazole 2x200 mg dosis tunggal atau 2x100 mg
sehari selama 3 hari.
 Flikonazole 150 mg dosis tunggal
B. Trikomoniasis ( Trichomonas Vaginalis )
Trikomoniasis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan
oleh parasit uniselluler Trichomonas Vaginalis (T.Vaginalis).
Trichomonas Vaginalis adalah protozoa yang tumbuh subur di
lingkungan yang bersifat basa, trikomoniasis terjadi pada sekitar 30%
wanita yang aktif secara seksual. Trikomonasis vaginalis mempunyai
hubungan dengan peningkatan serokonversi virus HIV pada wanita.
Terdapat pembengkakan vagina, merah dan terutama ada rasa
gatal yang hebat disertai dengan rasa nyeri. Ini terjadi pada mereka
yang berbadan gemuk dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai
penyakit kencing manis.
 Faktor Predisposisi
a. pH lingkungan 4,9-7,5, seperti pada kondisi:
- haid
- hamil
- Pencucian vagina
b. Antibiotik kontrasepsi, hubungan seksual, stres dan hormon
dapat merubah lingkungan vagina tersebut dan memacu
pertumbuhan bakteri patogen
c. Aktivitas seksual tinggi dan bergonta – ganti pasangan.
d. Wanita setelah menopause
e. Sanitasi buruk

 Faktor risiko untuk infeksi Trichomonas vaginalis meliputi:

- Pasangan baru atau multi pasangan


- Riwayat Infeksi Menular Seksual (IMS)
- Infeksi Menular Seksual (IMS) yang sedang dialami sekarang
- Kontak seksual dengan pasangan yang terinfeksi
- Bertukar seks untuk uang atau obat-obatan
- Menggunakan obat injeksi
- Tidak menggunakan kontrasepsi penghalang (misalnya, karena
kontrasepsi oral)
- Faktor risiko yang paling signifikan adalah aktivitas seksual
selama 30 hari sebelumnya (dengan 1 atau lebih pasangan).
Wanita dengan 1 atau lebih pasangan seksual selama 30 hari
sebelumnya memiliki 4 kali lebih mungkin mengalami infeksi
Trichomonas vaginalis.
 Manifestasi Klinis
Infeksi ragi dapat muncul sebagai pustul-pustul yang meradang,
terasa sangat gatal dan nyeri. Infeksi di vagina menimbulkan rabas
yang berwarna putih seperti keju
 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan diantaranya :
a. pH vagina
Menentukan pH vagina dengan mengambil apusan yang berisi
sekret vagina pada kertas pH dengan range 3,5 –5,5. pH yang
lebih dari 4,5 dapat disebabkan oleh Trichomonas vaginalis dan
bacterial vaginosis
b. Apusan basah/Wet mount
Apusan basah dapat digunakan untuk identifikasi dari flagel,
pergerakan dan bentuk teardrop dari protozoa dan untuk
identifikasi sel. Tingkat sensitivitasnya 40–60 %, tingkat
spesifiknya mendekati 100% jika dilakukan dengan segera
c. Pap Smear
Tingkat sensitivitasnya 40 – 60 %. Spesifikasinya mendekati 95–
99%
d. Test Whiff
Tes ini digunakan untuk menunjukkan adanya amina-amina
dengan menambahkan Potassium hidroksid ke sampel yang
diambil dari vagina dan untuk mengetahui bau yang tidak sedap
e. Kultur
Dari penelitian Walner – Hanssen dkk, dari insiden Trikomoniasis
dapat deteksi dengan kultur dan tidak dapat dideteksi dengan Pap
Smear atau apusan basah.Kebanyakan dokter tidak mengadakan
kultur dari sekresi vagina secara rutin
f. Direct Imunfluorescence assay
Cara ini lebih sensitive daripada apusan basah, tapi kurang
sensitive dibanding kultur. Cara ini dilakukan untuk mendiagnosa
secara cepat tapi memerlukan ahli yang terlatih dan mikroskop
fluoresesensi
g. Polimerase Chain Reaction
Cara ini telah dibuktikan merupakan cara yang cepat mendeteksi
Trichomonas vaginalis

 Penatalaksanaan

Trikomoniasis boleh diobati dengan Metronidazole 2 gr dosis


tunggal, atau 2 x 0,5 gr selama 7 hari. Mitra seksual turut harus diobati.
Pada neonatus lebih dari 4 bulan diberi metronidazole 5 mg/kgBB oral 3
x /hari selama 5 hari. Prognosis penyakit ini baik yaitu dengan
pengambilan pengobatan secara teratur dan mengamalkan aktivitas
seksual yang aman dan benar (Slaven, 2007). Pencegahan bagi
trikomoniasis adalah dengan penyuluhan dan pendidikan kepada
masyarakat yang dimulai pada tahap persekolahan. Mendiagnosis dan
menangani penyakit ini dengan benar. Pencegahan primer dan sekunder
trikomoniasis termasuk dalam pencegahan penyakit menular seksual.
Pencegahan primer adalah untuk mencegah orang untuk terinfeksi
dengan trikomoniasis dan pengamalan perilaku koitus yang aman dan
selamat. Pencegahan tahap sekunder adalah memberi terapi dan
rehabilitasi untuk individu yang terinfeksi untuk mencegah terjadi
transmisi kepada orang lain

2) Streptokokus Grup B
Streptokokus Grup B (SGB) merupakan penyebab penting infeksi yang
serius pada neonatus antara lain menyebabkan pneumonia, septikemia dan
meningitis neonatal. Infeksi neonatal SGB menjadi penyebab utama
kematian pada bayi baru lahir dan lebih dari 6000 kasus infeksi ini terjadi di
Amerika Serikat setiap tahunnya. Bakteri ini umumnya diperoleh bayi
melalui transmisi vertikal dari ibunya baik in utero maupun ketika ia
melewati jalan lahir

 Faktor Risiko

Prekehamilan

- Usia <20 tahun


- Keturunan Afrika-Amerika
- Keturunan Aborigin Australia
- Riwayat infeksi pada bayi sebelumnya

Antepartum
- Bakteria SGB pada kehamilan
- Kolonisasi Berat
- Kadar antibodi anti-GBS kapsular yang rendah
- Ketuban pecah dini

Intrapartum

- Pelahiran preterm
- Demam >38ºC
- Ketuban pecah >18 jam

 Manifestasi Klinis
SGB dapat menyebabkan penyakit neonatal invasif yang
menimbulkan sepsis, pneumonia, dan meningitis. Infeksi Streptokokus
Grup B awitan lambat terjadi dalam 7 hari hingga bebrapa bulan setelah
bayi lahir dan melibatkan sepsis dan meningitis. Angka mortalitasnya
5-20%. Infeksi ini terjadi penularan vertikal atau infeksi nosokomial
atau infeksi yang didapat dari lingkungan, 60% kasus bermanifestasi
sebagai meningitis dan bayi berhasil selamat kemungkinan mengalami
sekuela neurologis serius.
2.2.5 INFEKSI PASCA PARTUM
1. Definisi
Sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan adalah infeksi klinis
pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan.
D itandai kenaikan suhu sampai 38⁰ atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari
pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Diukur
peroral sedikitnya 4 kali sehari disebut morbiditas puerperalis.
2. Etiologi
Infeksi bisa timbul akibat akibat bakteria yang seringkali ditemukan di
dalam vagina (endogenus) atau akibat pemaparan pada agen patogen dari luar
vagina (eksogenus). Organisme yang paling sering menginfeksi ialah organisme
streptokokus dan bakteri anaerobik. infeksi Staphylococcus aureus, gonococcus,
koliformis, dan klostridia jarang terjadi tetapi merupakan organisme patogen
serius yang menyebabkan infeksi pasca partum. Episiotomi atau laserasi pada
vagina atau serviks bisa membuka jalan timbulnya sepsis.
3. Faktor Resiko
a. Faktor resiko yang terjadi saat antenatal care :
- Keadaan anemia akibat malnutrisi
- Adanya kemungkinan infeksi parasit dalam abdomenal
- Terdapat bakteri komensalisme pada genetalia bawah :
o Serviks
o Vagina
o Infeksi alat perkemihan
b. Faktor resiko saat inpartu :
- Ketuban pecah pada saat pembukaan kecil (lebih dari 6 jam)
- Persalinan pervaginam operatif
- Persalinan yang lama dan melelahkan
- Kelahiran dengan bantuan alat
- Perdarahan
4. Manifestasi Klinis
Gejala infeksi puerperal bisa ringan atau berat. Suhu tubuh 38⁰ C atau lebih
selama 2 hari berturut – turut tidak terjadi 24 jam pertama setelah kelahiran,
harus dianggap disebabkan oleh infeksi pascapartum.
Ibu menunjukkan gejala :
- Keletihan
- Letargi
- Kurang nafsu makan
- Menggigil
- Nyeri perineum atau distres di abdomen bawah
- Mual
- Muntah
5. Klasifikasi
a. Syok bakteremia
- Syok bakteremia bisa terjadi karena infeksi kritis, terutama infeksi
yang disebabkan pleh bakteri yang melepaskan endotoksin.
- Faktor resiko yang berpengaruh pada syok bakteremia antara lain
ibu yang menderita diabetes melitus, konsumsi immunosupresan,
dan mereka yang menderita endometritis selama periode pasca
partum
- Gejala – gejala yang ditimbulkan antara lain demam yang tinggi
dan menggigil, cemas yang menjadikan apatis, suhu tubuh yang
seringkali menurun, kulit menjadi dingin dan lembab, warna kulit
pucat, nadi cepat, hipotensi berat, sianosis perifer, dan oliguria.
- Temuan laboratorium menunjukkan bukti – bukti infeksi. Biakan
darah menunjukkan bakteremia, biasanya konsisten dengan basil
enterik gram-negatif. Perubahan EKG menunjukkan adanya
perubahan yang mengindikasikan insufisiensi miokard.
- Penatalaksanaan :
o Penatalaksanaan terpusat pada terapi antimikrobial, demikian
juga dukungan oksigen untuk menghilangkan hipoksia jaringan
dan dukungan sirkulasi untuk mencegah kolaps vaskuler.
o Fungsi jantung, usaha pernapasan, dan fungsi ginjal dipantau
dengan ketat
b. Mastitis
- Mastitis atau infeksi payudara mempengaruhi 1% wanita segera
setelah lahir, yang kebanyakan adalah ibu yang baru pertama kali
menyusui bayinya.
- Organisme penyebab utama ialah Staphylococcus aureus. Fisura
di puting susu yang terinfeksi biasanya merupakan lesi awal.
- Gejala yang timbul biasanya menggigil, demam, malaise, dan
nyeri tekan pada payudara.
- Peradangan edema dan pembengkakan payudara segera akan
menyumbat aliran air susu.
- Penatalaksanaan pada mastitis meliputi terapi antibiotik intensif,
menyokong payudara, kompres lokal (atau dingin), dan
penggunaan analgesik.

2.2.6 INFEKSI UMUM


Berikut ini adalah beberapa infeksi maternal yang mungkin ditemui perawat :
1. Varicella zoster.
Walaupun masih diperdebatkan, terdapat bukti bahwa infeksi vaeisella
bertambah parah selama kehamilan. Infeksi herpes zooster pada ibu hamil lebih
sering terjadi pada pasien yang lebih tua atau mengalami gangguan kekebalan
(immunocompromised).
Pencegahan : Pemberian imunoglobulin varisela-zooster (VZIG) akan
mencegah atau memperlemah infeksi varisella pada orang rentan yang terpajan
apabila diberikan dalam 96 jam dengan dosis 125 U per 10 kg, i.m.
Efek pada janin : Cacar air pada wanita hamil selama paruh pertama gestasi
dapat menyebabkan malformasi kongenital akibat infeksi transplasenta, berupa
korioretinitis, atrofi korteks serebri, hidronefrosis dan defek kulit serta tulang
tungkai. Resiko tertinggi terletak pada usia gestasi antara 13 dan 20 minggu. Janin
yang terpajan virus tepat sebelum dan saat persalinan ketika antibodi ibu belum
terbentuk, mengalami ancaman serius, bayi akan mengalami infeksi viseral dan
susunan syaraf pusat diseminata, yang sering kali mematikan.
2. Influenza
Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili Orthomyxoviridae, meliputi
influenza tipe A dan tipe B. Influenza A lebih serius dari pada B. Penyakit ini
tidak mengancam nyawa bagi orang dewasa sehat, kecuali apabila timbul
pneumonia, prognosis menjadi serius.
Efek pada janin : Belum ada bukti kuat bahwa virus influenza A
menyebabkan malformasi kongenital atau kelainan pada bayi.
3. Parotitis
Parotitis adalah penyakit infeksi pada orang dewasa yang jarang dijumpai
yang disebabkan oleh paramiksovirus RNA. Virus terutama menginfeksi kelenjar
liur, tetapi juga dapat mengenai gonad, meningen, pancreas dan organ lain.
Parotitis selama kehamilan tidak lebih parah dibanding pada orang dewasa tidak
hamil dan tidak terdapat bukti bahwa virus bersifat teratogenik (Ouhilal, 2000).
Vaksin Jeryl-Lynn (virus hidup yang dilemahkan) dan vaksin MMR
kontraindikasi bagi wanit hamil.
Efek pada janin : Tidak ada bukti kuat bahwa infeksi parotitis meningkatkan
angka kematian janin maupun anomali mayor pada janin. Parotitis kongenital
sangat jarang dijumpai.
4. Coxackievirus B
Infeksi virus ini dapat menyebabkan penyakit yang ringan pada ibu tetapi
juga dapat menyebabkan kematian anomaly kardiovaskuler, miokarditis, dan
meningoensefalitis pada janin.
5. Listeriosis
Organisme ini adalah gram positip dimana 1-5 % dari dewasa memiliki
lesteria yang ditemukan di feses. Transmisi ditemukan dari makanan yang
terkontaminasi atau susu yang busuk. Sering ditemukan pada penderita usia
muda- tua, wanita hamil, penderita dengan daya tahan yang turun. Pada wanita
hamil hanya berupa asimtomatik seperti panas badan influenza. Wanita dengan
listeriosis dapat menyebabkan fetal infeksi yang terlihat berupa disseminated
granulomatous lesion. Pada bayi kemungkinan untuk terkena infeksi ini sebesar
50 persen. manifestasi pada bayi setelah tiga atau empat minggu setelah lahir.
Infeksi ini serupa dengan dengan yang disebabkan oleh grup B haemolytic.

DAFTAR PUSTAKA
Inveksi Human Papilloma Virus (HPV) dan
Pencegahannya pada
Remaja dan Dewasa Muda
AGNES SUPRAPTIWI RAH
AYU
Volume 2
, Nomor 2
Ok
tober
20
1
0
Halaman: 81

88
http://eprints.undip.ac.id/53792/3/Ike_Mega_Puspita__22010112130092
_BAB_II.pdf

Anda mungkin juga menyukai