BAB I-V Revisi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteoarthritis (OA) juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau


penyakit sendi degeneratif, adalah sekelompok kelainan mekanik degradasi
yang melibatkan sendi, termasuk tulang rawan artikular dan tulang
subchondral. OA merupakan bentuk yang paling umum dari artritis. Penyakit
ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua.
Selain itu, osteoarthritis ini juga merupakan penyebab kecacatan paling
banyak pada orang tua. Faktor resiko utama penyakit ini adalah obesitas.
Oleh sebab itu, semakin tinggi prevalensi obesitas pada suatu
populasi akan meningkatkan angka kejadian penyakit osteoarthritis.
Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu. Sendi yang sering
terkena meliputi tulang belakang pada bagian servikal dan lumbosakral,
pinggul, lutut, dan sendi phalangeal metatarsal. Di tangan, OA juga sering
terjadi pada sendi interphalangeal distal dan proksimal dan pangkal ibu
jari. Biasanya sendi-send yang tidak rentan terkena OA adalah pergelangan
tangan, siku, dan pergelangan kaki. Terjadinya OA pada sendi-sendi
yang telah disebutkan di atas dimungkinkan karena sendi- sendi tersebut
mendapat beban yang cukup berat dari aktivitas sehari-hari seperti
memegang/menggenggam benda yang cukup berat (memungkinkan OA
terjadi di dasar ibu jari), berjalan (memungkinkan OA di lutut dan
1
pinggul), dan lain sebagainya.
Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur
anatomis dan atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Menurut
studi kadaver pada tahun-tahun terdahulu, perubahan struktural OA
hampir universal, antara lain hilangnya tulang rawan (dilihat sebagai
berkurangnya/menyempitnya ruang sendi pada pemeriksaan radiologis
sinar-x) dan osteofit. Banyak orang yang didiagnosis mengalami OA

1
berdasarkan temuan radiologis tidak menunjukkan gejala pada sendi.1
Osteoarthritis simptomatik (nyeri pada persendian yang didukung
gambaran radiologis OA) pada lutut terjadi sebesar 12% dari orang usia 60
di Amerika Serikat dan 6% dari seluruh orang dewasa usia 30. OA
panggul simptomatik kira-kira sepertiga dari penyakit OA pada lutut.
Sementara OA asimtomatik (tidak menimbulkan gejala namun sudah
dibuktikan dari gambaran radiologis) pada tangan seringkali terjadi pada
pasien usia lanjut. Meski begitu, OA simptomatik di tangan juga terjadi
pada 10% orang tua dan sering menghasilkan keterbatasan fungsi gerak
sendi.2,4
Prevalensi OA meningkat berbanding lurus dengan usia. Terlepas
dari hal tersebut, OA jarang terjadi pada orang dewasa di bawah usia 40
tahun dan sangat lazim terjadi pada orang di atas usia 60 tahun. Penyekit
ini juga jauh lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.

1.2 Rumusan Masalah

- Apa saja faktor yang mengakibatkan terjadinya Osteoarthritis pada


pasien?
- Bagaimanakah menegakkan diagnosa secara klinis dan diagnosa
psikososial?
- Bagaimanakah tingkat pengetahuan keluarga dalam menyikapi penyakit
Osteoarthritis?
- Bagaimanakah hasil dari terapi yang telah diberikan kepada penderita
Osteoathritis?
- Bagaimana upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada penderita
Osteoarthritis?

2
1.3 Aspek Disiplin Ilmu yang Terkait dengan Pendekatan Diagnosis Holistik
Komprehensif pada Osteoarthritis
Untuk pengendalian permasalahan Osteoarthritis pada tingkat
individu dan masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa
program profesi dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan
kepanitraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran
Komunitas dilayanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan
kompetensi yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan
pengembangan diri, serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi
mempunyai landasan berupa pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu
kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.

Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


1.3.1 Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi
dan menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian Osteoarthritis secara
individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etik
moral dan peraturan perundangan.
1.3.2 Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa
mampu mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis, sosial
dan budaya sendiri dalam penangan penyakit Osteoarthritis, melakukan
rujukan bagi kasus Osteoarthritis, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
1.3.3 Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Osteoarthritis.
1.3.4 Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan
dalam praktik kedokteran.
1.3.5 Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa
mampu menyelesaikan masalah pengendalian Osteoarthritis secara holistik

3
dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.
1.3.6 Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu
melakukan prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah Osteoarthritis
dengan menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
1.3.7 Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa
mampu mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif, dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.

1.4 Tujuan Dan Manfaat Studi Kasus

Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah


menatalaksanakan masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai
individu yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip
pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses
pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil
penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).

1.4.1 Tujuan Umum:

Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat
menerapkan penatalaksanaan penderita Osteoarthritis dengan pendekatan
kedokteran keluarga secara paripurna (komprehensif) dan holistik, sesuai
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis Evidence
Based Medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko
dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan penderita Osteoarthritis
dengan pendekatan kedokteran keluarga di Puskesmas Sudiang Raya tahun
2018.

4
1.4.2 Tujuan Khusus:

1. Untuk mengidentifikasi faktor resiko yang mengakibatkan terjadinya


Osteoarthritis di Puskesmas Sudiang Raya tahun 2018.
2. Untuk mengetahui cara penegakan diagnosis klinis dan diagnosis
psikososial pada penyakit Osteoarthritis di Puskesmas Sudiang Raya
tahun 2018.
3. Mengidentifikasi permasalahan yang didapatkan dalam keluarga dan
lingkungan social yang berkaitan dengan penyakit Osteoarthritis di
Puskesmas Sudiang Raya tahun 2018.
4. Untuk mengetahui upaya penatalaksanaan penyakit Osteoarthritis di
Puskesmas Sudiang Raya tahun 2018.
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada
penyakit Osteoarthritis di Puskesmas Sudiang Raya tahun 2018.

1.4.3 Manfaat Studi Kasus

1. Bagi Institusi pendidikan.


Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.

2. Bagi Penderita (Pasien).


Menambah wawasan akan Osteoarthritis yang meliputi proses penyakit dan
penanganan menyeluruh Osteoarthritis sehingga dapat memberikan
keyakinan untuk tetap berobat secara teratur.

3. Bagi tenaga kesehatan.


Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita Osteoarthritis.

5
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based medicine
dan pendekatan diagnosis holistik Osteoarthritis serta dalam hal penulisan
studi kasus.

1.5 Indikator Keberhasilan Tindakan

Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan


penderita Osteoarthritis dengan pendekatan diagnostik holistik, berbasis
kedokteran keluarga dan evidence based medicine adalah:
a. Kepatuhan pasien datang berobat di layanan primer (puskesmas)
b. Perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah pengobatan Osteoarthritis dan
dengan dilakukannya pencegahan terhadap penyakit tersebut.

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Penilaian


keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan pada Osteoarthritis dan
gejala yang dikeluhkan. Hal ini disebabkan pengobatan Osteoarthritis
umumnya bersifat cepat asal berobat teratur. Selain itu, kepatuhan untuk
menghindari faktor resiko juga merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan.

6
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 Kerangka Teori

O
Infeksi
P S

E T
Invasi kuman patogen
E
N O
Y Virus A
Inflamasi R
E
T
B Non Infeksi H

A R
Genetik I
B
T
Autoimun
I
S

Gambar 1. Gambaran Penyebab Osteoarthritis

7
2.2 Pendekatan Konsep Mandala

Gaya Hidup
- Kebiasaan pasien
mengkonsumsi makanan
kurang serat, makanan yang
digoreng serta teh
- Kurang aktifitas fisk
- Istirahat yang kurang

Bio-Psiko-Sosio-Ekonomi
- Kekhawatiran keluarga pasien jika
Perilaku Kesehatan keadaan sakitnya makin memburuk
- Pasien tidak patuh atas - Kondisi ekonomi menengah ke
edukasi dokter untuk bawah
mengikuti senam prolanis - Kehidupan sosial dengan lingkungan
cukup baik
- Tidak berobat secara teratur
- Kurangnya pengetahuan mengenai
- Pola hidup bersih dan sehat Osteoarthritis
(PHBS) kurang

KELUARGA

PASIEN
Pelayanan Lingkungan
Kesehatan Bengkak dan nyeri
- Jarak rumah dengan Pekerjaan
puskesmas cukup
pada lutut kiri - Pasien bekerja
dekat dialami sejak 1 sebagai ibu rumah
- Pasien memiliki BPJS
- Penyuluhan oleh minggu yang lalu. tangga
petugas kesehatan
tentang rheumathid Nyeri pada lutut - Riwayat pasien
arthritis belum kiri disertai merah sering mengangkat
maksimal
dan kaku. Riwayat beban berat bila
bepergian
demam tidak ada.

Faktor biologi Lingkungan fisik


- Umur - Kebersihan lingkungan
-Autoimun cukup baik
-Jenis kelamin perempuan -Ventilasi dan penerangan
-Riwayat hiperurisemia didalam rumah kurang
baik

Komunitas
Dukungan gaya hidup sehat dari keluarga kurang
Pemukiman yang padat dan sanitasi lingkunan yang baik

Gambar 2. Pendekatan Konsep Mandala

8
2.3 Pendekatan Diagnosis Holistik pada Pelayanan Kedokteran Keluarga di
Layanan Primer

Pendekatan secara holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk


biopsikososio-kultural-spiritual pada ekosistemnya. Sebagai mahluk biologis
manusia adalah merupakan sistem organ yang terbentuk dari jaringan serta sel-
sel yang kompleks fungsionalnya.
Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan
menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta
kegawatan yang diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat
penyakit pasien, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian
risiko internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta
keluarganya. Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan
Nasional 2004, maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai
pelaku pelayanan pertama (layanan primer).

Tujuan Diagnostik Holistik:


1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupanya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi social
7. Terproteksi dari resiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah

Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan


terapi, tujuaanya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit

9
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi
organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interval kunjungan terapi.

Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu:


1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.
Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring
3. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
4. Melakukan anamnesis
5. Melakukan pemeriksaan fisik
6. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
9. Menilai aspek fungsi sosial.

Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran


keluarga di layanan primer antara lain:
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai bagian
dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung

10
5. Pelayanan medis yang terpadu

Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan


dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang disediakan
dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang melaksanakan
pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan
pasien.
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan pasien
pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas program
dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik dari formal
maupun informal.

Prinsip Pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:


a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.

11
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
I. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.
II. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan
diagnosis kerja dan diagnosis banding.
III. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
IV. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
V. Derajat Fungsi Sosial :
- Derajat 1 :Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
- Derajat 2 :Pasien mengalami sedikit kesulitan.
- Derajat 3 :Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
- Derajat 4 :Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja, tergantung
pada keluarga.
- Derajat 5 : Tak dapat melakukan kegiatan

2.4 Osteoarthritis

2.4.1 Definisi
Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat
lokal, progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada
struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago
hialin. Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis
dari subchondral yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada
tepian sendi, peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada
1
persendian, dan lemahnya otot-otot yang menghubungkan persendian.

12
2.4.2 Epidemiologi

2.4.2.1 Epidemologi Osteoarthritis Berdasarkan Trias


Epidemologi
Agent
Penyebab utama Osteoarthritis masih belum diketahui sampai
saat ini namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
osteoarthritis. OA dibagi menjadi dua, yaitu OA primer dan OA
sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yang mana
penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubunganya dengan
penyakit sistemik, inflamasi ataupun perubahan lokal pada sendi,
sedangkan OA sekunder merupakan OA yang ditengarai oleh faktor-
faktor seperti penggunaan sendi yang berlebihan dalam aktifitas kerja,
olahraga berat, adanya cedera sebelumnya, penyakit sistemik,
inflamasi.2
Host (Pejamu)
Osteoarthritis merupakan manifestasi dari respon terhadap agen
infeksius pada orang-orang yang rentan secara genetik. Terdapat
kerentanan genetik yang jelas, sedangkan faktor lingkungan seperti
merokok dan agen infeksius dikatakan memiliki peranan penting
pada etiologi, namun kontribusinya sampai saat ini belum
terdefinisikan.2
Environment
Penyakit osteoarthritis paling banyak ditemukan di daerah
pekerja. Aktivitas yang sering dan berulang pada sendi dapat
menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan
sendi.2

13
2.4.2.2 Epidemologi Osteoarthritis Berdasarkan Variabel
Epidemologi2
a. Distribusi menurut orang (person)
- Distribusi menurut umur
Risiko perkembangan OA lutut sekitar 40% pada laki-laki dan
47% pada wanita. Oliveria melaporkan rata-rata insiden OA
panggul, lutut dan tangan sekitar 88, 240, 100/100.000 disetiap
tahunnya. Insiden tersebut akan meningkat pada usia 50 tahun keatas
dan menurun pada usia 70 tahun.
- Distribusi menurut jenis kelamin
Prevalensi dari OA lutut lebih tinggi terjadi pada wanita
dibanding pada laki-laki yaitu 13% pada wanita dan 10% pada laki-
laki.
- Distribusi menurut etnik
Penyakit ini menyerang orang-orang di seluruh dunia dari
berbagai suku bangsa meskipun terdapat perbedaan prevalensi pada
pola sendi yang mengalami osteoarthritis. Hal ini berkaitan dengan
perbedaan gaya hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan
kongenital dan pertumbuhan.
b. Distribusi menurut tempat
- Lingkungan
Penyakit rheumathoid arthritis dapat menyerang di lingkungan
mana saja, terutama jika daerah tersebut merupakan daerah pekerja
yang melakukan ekerjaan secara berulang-ulang.
- Kondisi Sosial Ekonomi
Penyakit osteoarthritis dapat menyerang siapa saja baik dari
kalangan menengah atas maupun menengah bawah.
- Distribusi menurut waktu
Penyakit osteoarthritis dapat menyerang kapan saja tanpa
mengenal waktu.

14
2.4.3 Patogenesis
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses
penuaan dan tidak dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa
OA merupakan gangguan keseimbangan dari metabolisme kartilago
dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas
diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme
perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain
sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.7
Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang
rawan sendi. Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang
merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis
proteoglikan dan kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar proteoglikan,
perubahan sifat-sifat kolagen dan berkurangnya kadar air tulang rawan sendi.
Pada proses degenerasi dari kartilago artikular menghasilkan suatu substansi atau
zat yang dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag
untuk menhasilkan IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk
degradasi matriks ekstraseluler.5
Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah :8
1. Dektruksi kartilago yang progresif
2. Terbentuknya kista subartikular
3. Sklerosis yang mengelilingi tulang
4. Terbentuknya osteofit
5. Adanya fibrosis kapsul
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari
tulang rawan untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi Penurunan kekuatan
dari tulang rawan disertai degradasi kolagen memberikan tekanan
yang berlebihan pada serabut saraf dan tentu saja menimbulkan kerusakan
mekanik. Kondrosit sendiri akan mengalami kerusakan. Selanjutnya akan terjadi
perubahan komposisi molekuler dan matriks rawan sendi, yang diikuti oleh
kelainan fungsi matriks rawan sendi. Melalui mikroskop terlihat permukaan

15
mengalami fibrilasi dan berlapis-lapis. Hilangnya tulang rawan akan
menyebabkan penyempitan rongga sendi. Pada tepi sendi akan timbul respons
terhadap tulang rawan yang rusak dengan pembentukan osteofit. Pembentukan
tulang baru (osteofit) dianggap suatu usaha untuk memperbaiki dan membentuk
kembali persendian. Dengan menambah luas permukaan sendi yang dapat
menerima beban, osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan-perubahan
awal tulang rawan sendi pada Osteoarthritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi
sepanjang garis permukaan sendi. Adanya pengikisan yang progresif
menyebabkan tulang yang dibawahnya juga ikut terlibat. Hilangnya tulang-tulang
tersebut merupakan usaha untuk melindungi permukaan yang tidak terkena.
Sehingga tulang subkondral merespon dengan meningkatkan selularitas dan
invasi vaskular,akibatnya tulang menjadi tebal dan padat (eburnasi). Pada akhirnya
rawan sendi menjadi aus, rusak dan menimbulkan gejala-gejala Osteoarthritis
seperti nyeri sendi, kaku, dan deformitas.6,7,8
Patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal
dan mengalami fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA
juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan
aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya
penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah
subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis
jaringan subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya
mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang
selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral yang
diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat
menghantarkan rasa sakit.6
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari
dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang
menyebabkan radang sendi, peregangan tendon atau ligamentum
serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan.
Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang
menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla

16
spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena
intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan
subkondral.
Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu
terjadinya efusi serta proses keradangan kronik sendi yang terkena.
Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura
yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan
sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang
subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan
kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta
penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi
tulang ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu
bengkak.5,7

2.4.4 Manifestasi Klinis


Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-
keluhan yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi
berkembang secara perlahan Berikut adalah keluhan yang dapat
dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa
nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan
meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya
bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi
hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak
dapat konsentris ( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris ( salah
satu arah gerakan saja ).7
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan
kartilago pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga

17
dapat diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari
luar kartilago.7
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa
sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi
(sinovitis ), efusi sendi, dan edema sumsum tulang. Osteofit
merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang
hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang
Hal ini menimbulkan nyeri.6
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae
di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari
anserine bursitis dan sindrom iliotibial band.7,8
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara
perlahan sejalan dengan pertambahan rasa nyeri.7
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam
diri atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi
atau mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun
tidur di pagi hari.7
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang
sakit. Gejala ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya
hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk
oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan
perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak
tertentu.7
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.7
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi

18
pada sendi yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena
adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah.7
g. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan )
dapat dijumpai pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda –
tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit
yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.7
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan
merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA,
terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan
dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada
OA lutut.7

2.4.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat
ditegakkan dengan gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah
antar sendi, terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis
10
subchondral.
2. Pemeriksaan Laboratorium dan MRI
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak
banyak berguna. Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas
normal. Pemeriksaan imunologi masih dalam batas – batas normal.
Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat dijumpai
peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan
nilai protein. 10
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah
MRI yaitu untuk mengetahui derajat patologisnya, namun

19
pemeriksaan ini jarang dilakukan sebagai penunjang diagnostik
dalam osteoarthritis, karena sebagian besar gambaran penyakit ini
sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x.

2.4.6 Diagnosis Osteoarthritis


Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan
radiologis, serta klinis dan laboratoris (JH Klippel, 2001) :10
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam

20
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.
Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan,

ngilu atau kaku dan disertai 3 atau 4 kriteria berikut:10

1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan


2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea
(DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3
dan CMC 1 masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas
87%.

2.4.7 Penatalaksanaan
Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan
ditentukan oleh letak sendi yang mengalami OA, sesuai dengan
karakteristik masing-masing serta kebutuhannya. Oleh karena itu
diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan pasiennya secara
keseluruhan, agar pengelolaannya aman, sederhana, memperhatikan
edukasi pasien serta melakukan pendekatan multidisiplin atau
holistic.11
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis
adalah:11
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan
meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit

21
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:
Nonfarmakologis: 11
a. Modifikasi pola hidup
b. Edukasi
c. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban
pada sendi
d. Modifikasi aktivitas
e. Menurunkan berat badan
f. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
Latihan statis dan memperkuat otot-otot
Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan
otot, dan menambah luas pergerakan sendi
g. Penggunaan alat bantu.
Farmakologis

1. Sistemik

a. Analgetik

- Non narkotik: parasetamol

- Opioid (kodein, tramadol)

b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

- Oral

- injeksi

- suppositoria

c. Chondroprotective

Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-

obatan yang dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair)

tuamg rawan sendi pada pasien OA, sebagian peneliti

22
menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti

Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti

Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang

termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam

hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C,

superoxide desmutase dan sebagainya.

a. Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja

enzime MMP. Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya

obat ini baru dipakai oleh hewan belum dipakai pada manusia.

b. Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang

berperan dalam degradasi tulang rawan, antara lain:

hialuronidase, protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro dan

juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada

kultur tulang rawan sendi. Pada penelitian Rejholec tahun 1987.

c. pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan

dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja

(mangkir), yang secara statistik bermakna.

d. Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan

kelompok vertebra, dan terutama terdapat pada matriks

ekstraseluler sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk

(1998), efektivitas kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin

melalui 3 mekanisme utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek

metabolik terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti

23
degeneratif melalui hambatan enzim proteolitik dan

menghambat oksigen reaktif.

e. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat

aktivitas enzim lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA.

f. Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia

dam mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide

dan hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide

mampu merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan

sedang hydrogen peroxyde dapat merusak kondroitin secara

langsung. Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa pemberian

superoxide dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan pada

pasien OA.

2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara
kerja pada umumnya bersifat counter irritant.
b. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu
diperhatikan campuran yang dipergunakan untuk penetrasi
kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah gel
piroxicam, dan sodium diclofenac.
3. Injeksi intraartikular/intra lesi

Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan

pilihan utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-

hatian dan selektifitas dalam penggunaan modalitas terapi ini,

mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun

24
sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni

penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi

dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit. Dengan

pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter

yang telah melalui pendidikan tambahan dalam bidang reumatologi.

a. Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )

Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri

dan inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs,

tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang

merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs. Teknik

penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari

penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan

dilakukanpenyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau

setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga tubuh. Dosis

untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan

untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.

b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight

Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan

intra artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu

dan koksa. Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval

satu minggu masing-masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik

penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat

timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan

25
dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap

unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi

terhadap telur. Ada 3 sediaan di Indonesia diantaranya adalah

Hyalgan, dan Osflex.

4. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus
dipertimbangkan terlebih dahulu risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2.Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa
dan rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan
replacement joint

a. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong
tulang dan merubah sudut dari weightbearing. Tujuan :
Membuat karilago sendi yang sehat menopang sebagian
besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan
ligamen atau meniscus repair.
b. Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan
permukaan sendi yang baru ditanam. Permukaan
penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam
high-density polyethylene.
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :

- Partial replacement/unicompartemental

- High tibial osteotmy : orang muda

26
- Patella &condyle resurfacing

- Minimally constrained total replacement : stabilitas

sendi dilakukan sebagian oleh ligament asli dan

sebagian oelh sendi buatan.

- Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada

tulang hilang&severe instability

Indikasi dilakukan total knee replacement apabila

didapatkan nyeri, deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau

osteoarthritis. Sedangankan kontraindikasi meliputi non fungsi otot

ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi, Neuropathic

Joint, Prior Surgical fusion.11

2.4.8 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi apabila osteoarthritis tidak ditangani
dengan serius. Terdapat dua macam komplikasi yaitu:
- Komplikasi Kronis : Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang
yang signifikan, yang terparah ialahterjadinya kelumpuhan.
- Komplikasi Akut
Micrystaline arthrophy
Osteonekrosis
Ruptur Baker cyst
Bursitis
Symtomatic Meniscal Tear2

27
2.4.9 Diagnosis Banding
Terdapat beberapa diagnosa banding dalam hal mendiagnosa
osteoartritis, khususnya pada daerah lutut. Dengan gejala dan
gambaran radiologis yang hampir sama, sangat penting bagi para
klinisi untuk dapat membedakannya dan menentukan dasar
penyakit, agar dapat menentukan penanganan yang tepat. Beberapa
diagnosa banding osteoartritis yang sering dijumpai adalah:
- Rheumatoid arthritis
- Septic arthritis
- Gout arthritis
- Spondyloartropati
- Tendinopati
- Dan lainnya2

28
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1 METODOLOGI
Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari
hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan
memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian melihat
berapa banyak subjek dalam masing-masing kelompok yang mengalami efek
penyakit atau masalah kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter
layanan primer secara paripurna dan holistik.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara dan observasi dengan pasien dan keluarganya dengan cara melakukan
home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan penderita.

3.2 LOKASI DAN WAKTU STUDI KASUS


3.2.1 Waktu studi kasus
Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang
berobat di Puskesmas Sudiang Raya pada tanggal 08 Agustus 2018.
Selanjutnya dilakukan home visit untuk mengetahui secara holistik
keadaan dari penderita.

3.2.2 Lokasi Studi Kasus


Studi kasus bertempat di Puskesmas Sudiang Raya Kota
Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

3.3 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


3.3.1 Letak Geografis
Puskesmas Sudiang Raya dibangun pada tahun 2003 atas bantuan
Rotary Club of Leiden yang diresmikan pada tanggal 9 Desember 2003 oleh
Walikota Makassar dengan pihak donator. Puskesmas ini memiliki
bangunan seluas 1.300 m2 dengan luas 3.600 m2 serta mempunyai daya

29
listrik 6.300 watt.
Puskesmas Sudiang Raya terletak di Kelurahan Sudiang Raya
Kecamatan Biringkanaya dengan berbatasan wilayah :
Sebelah utara : Berbatasan dengan kelurahan Pai

Sebelah selatan : Berbatasan dengan kelurahan Paccerakkang

Sebelah barat : Berbatasan dengan kelurahan Bira

Sebelah timur : Berbatasan dengan kelurahan Mandai/Maros

Luas wilayah : 1.459 Ha, terdiri dari 2 kelurahan yakni,

Kelurahan Sudiang Raya : 878 Ha

Kelurahan Daya : 581 Ha

3.3.2 Keadaan Demografis


Data Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang
Raya Tahun 2016

Kelurahan Jumlah penduduk Jumlah penduduk Jumlah penduduk


laki-laki perempuan

2016 2016 2016

Sudiang 23.808 60.605 64.399


Raya

Kel. Daya 6.289 6.607 12.896

Jumlah 30.097 35.359 64.456

Tabel 1. Data Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya Tahun
2016

30
Data Jumlah Kepala Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya
Periode 2016

Jumlah kepala keluarga ( KK )

KELURAHAN 2016

Sudiang Raya 14.884

Daya 2.436

Jumlah 17.320

Tabel 2. Data Jumlah Kepala Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang


Raya Periode 2016

Data jumlah RW dan RT di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya


tahun 2016

Wilayah kerja Tahun

2015

RW RT

Kel. Sudiang Raya 24 123

Kel. Daya 10 37

Tabel 3. Data jumlah RW dan RT di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya


tahun 2016

31
Data jumlah Penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur di
wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya tahun 2016

Jumlah Penduduk

Umur Laki laki Perempuan

(tahun)

0-4 3.884 3.085

5-9 2.436 3.447

10-14 2.775 2.621

15-19 2.812 2.539

20-24 2.134 3.933

25-29 2.175 3.145

30-34 2.350 2.899

35-39 1.989 1.473

40-44 2.012 1.263

45-49 1.843 1.473

50-54 1.523 1.259

55-59 755 571

>60 579 584

Tabel 4. Data jumlah Penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok


umur di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya tahun 2016

32
Data jumlah Penduduk berdasarkan pendidikan yang diperoleh
menurut jenis kelamin wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya tahun
2016

Jumlah Penduduk

Pendidikan Laki laki Perempuan

Tidak memiliki ijazah 3.884 3.085

SD/MI 2.436 3.447

SMP/MTs 2.775 2.621

SMA/MA 2.812 2.539

20 2.134 3.933

25-29 2.175 3.145

30-34 2.350 2.899

35-39 1.989 1.473

40-44 2.012 1.263

45-49 1.843 1.473

50-54 1.523 1.259

55-59 755 571

>60 579 584

Tabel 5. Data jumlah Penduduk berdasarkan pendidikan yang diperoleh


menurut jenis kelamin wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya tahun 2016

33
Data jumlah Penduduk berdasarkan pendidikan kegiatan ekonomi di
wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya tahun 2016

Jumlah kepala keluarga ( KK )

PEKERJAAN 2016

PNS 3.025

Pedagang 1.500

Polri/TNI 1.256

Buruh 5.567

Tabel 6. Data jumlah Penduduk berdasarkan pendidikan kegiatan ekonomi di


wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya tahun 2016

Data jumlah Penduduk berdasarkan agama di wilayah kerja Puskesmas


Sudiang Raya tahun 2016

Jumlah kepala keluarga ( KK )

AGAMA 2016

Islam 50.259

Protestan 10.082

Katholik 5.288

Hindu 66

Tabel 7. Data jumlah Penduduk berdasarkan agama di wilayah kerja Puskesmas


Sudiang Raya tahun 2016

34
3.3.3 Tenaga Kesehatan
Sarana kesehatan milik Pemerintah, Swasta dan partisipasi
masyarakat yang terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Sudiang
Raya turut berperan dalam peningkatan status derajat kesehatan
masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya.
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas
Sudiang Raya tahun 2015 sebanyak 44 orang dengan berbagai
spesifikasi, yang terdiri dari :
- Dokter Umum : 2 orang
- Dokter Gigi : 2 orang
- Perawat : 15 orang
- Bidan : 4 orang
- Sanitarian : 1 orang
- Nutrisionis : 2 orang
- Pranata Laboratorium : 1 orang
- Apoteker : 1 orang
- Asisten Apoteker : 1 orang
- Perawat Gigi : 3 orang
- Rekam Medik : 4 orang
- Sarjana Kesehatan Masyarakat : 3 orang
- Security : 1 orang
- Cleaning service : 2 orang
- Sopir : 1 orang
- Manajemen : 1 orang

3.3.4 Struktur Organisasi


Struktur Organisasi Puskesmas Sudiang Raya berdasarkan
Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Nomor :
800/1682/SK/IV/2010 Tanggal 21 April 2010 terdiri atas :
 Kepala Puskesmas
 Kepala Subag Tata Usaha

35
 Unit Pelayanan Teknis Fungsional Puskesmas
 Unit Kesehatan Masyarakat
 Unit Kesehatan Perorangan
 Unit Jaringan Pelayanan Puskesmas
 Unit Puskesmas Pembantu ( Pustu )
 Unit Puskesmas Keliling ( Puskel )
 Unit Bidan Komunitas

Gambar 3. Struktur Organisasi Puskesmas Sudiang Raya

3.3.5 Visi Dan Misi Puskesmas


Visi Puskesmas Sudiang Raya
Mewujudkan Puskesmas Sudiang Raya yang bermutu
menuju masyarakat sehat
Misi Puskesmas Sudiang Raya
- Meningkatkan pelayanan yang cepat, tepat, dan terjangkau

36
- Meningkatkan sarana dana prasarana yang memadai untuk
menciptakan pelayanan yang lebih baik
- Meningkatkan peran aktif masyarakat dan lintas sector
- Memberikan pelayanan tanpa diskriminasi

3.3.6 Upaya Kesehatan


Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data yang
dilakukan oleh Puskesmas Sudiang Raya, didapatkan hasil tentang
10 besar penyakit terbanyak dari kunjungan pasien ke Puskesmas
Sudiang Raya. Penyakit-penyakit tersebut adalah ISPA, Demam
Berdarah, Common Cold, Hipertensi, Osteoarthritis, Dyspepsia,
Dermatitis, Faringitis,Diabetes Melitus Tipe 2, Dispesia.
Upaya kesehatan di Puskesmas Sudiang Raya terbagi atas 2
upaya Kesehatan yaitu:
Upaya Kesehatan Wajib, meliputi :
1. Upaya Promosi Kesehatan ( Promkes )
2. Upaya Kesehatan Lingkungan ( Kesling )
3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ) dan Keluarga
Berencana (KB)
4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat.
5. Upaya Pencegahan Penyakit Menular ( P2M )
6. Upaya Pengobatan
Upaya Kesehatan Pengembangan, meliputi :
1. Upaya Kesehatan Sekolah
2. Upaya Kesehatan Olahraga
3. Upaya Kesehatan kerja
4. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
5. Upaya Kesehatan Jiwa
6. Upaya Kesehatan Usia lanjut

37
3.3.7 Alur Pelayanan

Pasien Datang

Loket Pendaftaran

Kartu Berobat

Tidak Membawa Membawa

Registrasi Pasien Menunjukkan Kartu

Dibuatkan Rekam Mencari Rekam


Medis yang Sesuai medis yang sesuai
Registrasi Pasien

Pasien Menuju ruang tunggu dan


menunggu panggilan dari poli yang
ingin dituju

Laboratorium
Pasien diperiksa oleh dokter
Rujukan
dan menuliskannya pada
rekam medis
Kamar Tindakan

Apotek

Pasien Pulang

Gambar 4. Alur Pelayanan

38
3.3.8 Hasil Kegiatan
Sepuluh penyakit umum terbanyak yang tercatat di Puskesmas
Sudiang Raya di bulan Maret tahun 2018 adalah:
1. ISPA : 186 Kasus
2. CC : 156 Kasus
3. Hipertensi : 120 Kasus
4. Dermatitis : 100 Kasus
5. Dyspepsia : 93 Kasus
6. Tonsillitis : 92 Kasus
7. Osteoarthritis : 82 Kasus
8. Faringitis : 79 Kasus
9. Demam : 74 Kasus
10. Diare : 71 Kasus

39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Studi Kasus


Identitas Pasien
Nama Penderita : Ny. H
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 01 Februari 1961 (57 tahun)
Alamat : Bumi Permata Sudiang 2
Tanggal Pemeriksaan : 08 Agustus 2018
Anamnesis : Autoanamnesis

Keluhan Utama
Bengkak dan nyeri pada lutut kiri

Anamnesis Terpimpin
Bengkak dan nyeri pada lutut kiri yang dialami sejak 1 minggu yang lalu.
Nyeri pada lutut kiri, terutama bila digerakkan dan pasien merasa kaku pada saat
berdiri. Nyeri sebelumnya ada, tapi tidak berat semenjak 1 bulan yang lalu. Riwayat
demam tidak ada. Saat ini nyeri kepala (-). batuk (-) batuk darah (-), sesak nafas (-
), nyeri dada (-), riwayat sesak dan nyeri dada sebelumnya (-), mual (-), muntah (-
), nyeri ulu hati (-), riwayat nyeri ulu hati (-), nafsu makan biasa. Buang air besar
saat ini lancar 2 kali sehari berwarna kuning konsistensi lunak. Buang air kecil
lancar berwarna kuning jernih. Riwayat penyakit rematik dan dalam keluarga (-).
Riwayat DM tidak diketahui. Riwayat DM pada keluarga (-). Riwayat jika
mendapatkan luka sukar sembuh (-)
Riwayat Hipertensi (-).
Riwayat penyakit jantung (-). Riwayat penyakit jantung pada keluarga (-)
Riwayat batuk lama (-), Riwayat OAT (-)
Riwayat minum obat diuretik (-)
Riwayat minum teh (+)

40
Riwayat merokok (-)
Riwayat penyakit maag (-)
Riwayat minum minuman beralkohol (-)
Riwayat penyakit kuning (-)

Pemeriksaan Fisik
 Status Present:
Sakit Sedang/Gizi Cukup/ Compos mentis
BB= 47 kg; TB= 150 cm; IMT=20,88 kg/m2 (normal)
 Tanda Vital:
Tensi : 120/70 mmHg
Nadi : 88 kali/ menit (Reguler, kuat angkat)
Pernapasan : 20 kali/ menit (Thoracoabdominal)
Suhu : 36,5oC (axilla)
 Kepala:
Ekspresi : Normal
Simetris Muka : Simetris kiri dan kanan
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
 Mata:
Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-)
Gerakan : Kesegala arah
Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak Mata : Edema palpebra (-), ptosis (-)
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterus (-)
Kornea : Jernih, reflex kornea (+)
Pupil : Bulat, isokor, ∅2,5mm/2,5mm, RCL +/+,
RCTL +/+

 Telinga:

41
Tophi : (-)
Pendengaran : Tidak ada kelainan
Nyeri Tekan di Proc. Mastoideus : (-)
 Hidung:
Perdarahan: (-)
Sekret : (-)
 Mulut:
Bibir : Kering (-), stomatitis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
Farings : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
 Leher:
Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Kel. Gondok : Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-)
DVS : R+2 cmH2O
Pembuluh Darah : Bruit (-)
Kaku Kuduk : (-)
Tumor : (-)
 Dada:
- Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
- Bentuk : Normothoraks
- Pembuluh Darah : Bruit (-)
- Buah Dada : Tidak ada kelainan
- Sela Iga : Tidak ada pelebaran
- Lain-lain : Barrel chest (-), pigeon chest (-),
massa tumor (-)
 Paru:
o Palpasi:
 Fremitus Raba : Kiri = Kanan

42
 Nyeri Tekan : (-)
o Perkusi:
 Paru Kiri : Sonor
 Paru Kanan : Sonor
 Batas Paru Hepar : ICS V-VI anteriordextra
 Batas Paru Belakang Kanan :Vertebra thorakal X dextra
 Batas Paru Belakang Kiri :Vertebra thorakal XI sinistra
o Auskultasi:
 Bunyi Pernapasan :Vesikuler
 Bunyi Tambahan :
Ronkhi - - Wheezing - -
- - - -
- - - -
 Jantung:
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung
kanan:linea parasternalis dextra, batas jantung kiri: linea
midclavicularis sinistra)
o Auskultasi :
 BJ I/II : Murni reguler
 Bunyi Tambahan : Bising (-)

 Perut:
o Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
o Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan epigastrik (-)
 Hati : Tidak teraba
 Limpa : Tidak teraba
 Ginjal : Ballotement (-)
 Lain-lain : Kulit tidak ada kelainan
o Perkusi : Timpani (+) , Shifting dullness (-)

43
o Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
 Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus dan Rektum : Tidak ada kelainan
 Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
o Palpasi : Gibbus (-)
o Nyeri Ketok : (-)
o Auskultasi : Rh -/- Wh -/-
o Gerakan : Dalam batas normal
 Ekstremitas
- Nyeri pada penekanan pada lutut kiri disertai pembengkakan.

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

Diagnosis
Osteoarthritis

Penatalaksanaan Awal dan Edukasi


A. Medikamentosa
- Natrium diklofenak 25mg/12jam/oral
- Vitamin B1 B6 B12 /24jam/oral

B. Non-medikamentosa
- Melakukan olahraga ringan secara rutin.
- Kurangi aktivitas berat.
- Memperbaiki pola makan yang teratur dan gizi yang cukup.
- Menghindari makan-makanan yang mengandung tinggi purin
seperti kacang-kacangan, sayur bayam, dll.
- Mengurangi konsumsi teh, makanan yang pedas, dan makanan
yang merangsang peningkatan asam lambung lainnya.
- Memperbaiki higienitas pribadi dan keluarga.

44
Anjuran Pemeriksaan
- Kontrol Darah Rutin
- Foto Radiologi

Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

4.2 Pendekatan Holistik

Profil Keluarga
Pasien Ny. H adalah seorang istri. Ny. H tinggal bersama suaminya dan 2
orang cucunya. Pekerjaan sehari-hari Ny. H adalah mengurus rumah tangga dan
berjualan di rumah.

Karakteristik Demografi Keluarga


- Identitas kepala keluarga : Tn. A
- Identitas pasangan : Ny. H
- Alamat : Bumi Permata Sudiang 2
- Bentuk Keluarga : Extended Family

Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah

45
Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
Kepala 58
1 Tn. A Laki- laki SMP Wiraswasta
keluarga tahun
57
2 Ny. H Istri Perempuan SMP IRT
tahun
Cucu 24
3. Cucu S Perempuan Kuliah Mahasiswi
Pertama tahun
Cucu 20
4. Cucu B Laki-laki Kuliah Mahasiswa
Kedua Tahun

Keadaan Rumah Pasien di Bumi Permata Sudiang 2 Tahun 2018


Status kepemilikan rumah: permanen
Daerah perumahan : kurang tertata rapih dan kurang bersih
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah : 5 x 6 m2 Keluarga Ny. H tinggal di rumah
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 4 dengan kepemilikian rumah pribadi.
orang Ny. H tinggal dalam rumah yang
Luas halaman rumah : tidak ada kurang sehat dengan lingkungan
rumah yang cukup padat dan
Lantai rumah dari : tegel ventilasi yang cukup memadai dan
Dinding rumah dari : batu dihuni oleh 4 orang. Dengan
Jamban keluarga : ada penerangan listrik 1500 watt. Air
Tempat bermain : tidak ada PDAM sebagai sarana air bersih
Penerangan listrik : 1500 watt keluarga.
Ketersediaan air bersih : ada
Tempat pembuangan sampah : ada

Kepemilikan Barang-Barang Berharga

46
Keluarga Ny. H memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara
lain yaitu, dua buah sepeda motor, satu buah computer, satu buah televisi yang
terletak di ruang tengah, 3 buah kipas angin di kamar tidur dan ruang tengah, satu
buah rice cooker dan satu buah dispenser di dapur.

Penilaian Perilaku Kesehatan


- Jenis tempat berobat : Puskesmas
- Asuransi / Jaminan Kesehatan : KIS

Pola Konsumsi Keluarga


Menu makanan sehari-hari keluarga ini bervariasi. Menu makanan yang
biasa dihidangkan anak dari Ny. H terdiri dari nasi, sayur, dan lauk yang digoreng
yang biasanya dimasak sendiri. Sayur yang dikonsumsi cukup bervariasi antara lain
sayuran hijau, terutama kangkung dan bayam baik direbus atau ditumis dan cukup
jarang mengonsumsi buah. Lauk yang dihidangkan bervariasi seperti telur, tahu
maupun tempe. Untuk buah-buahan sangat jarang dikonsumsi oleh keluarga ini.
Pola makan keluarga ini tiga kali sehari, terdiri dari sarapan pagi, makan siang dan
makan malam, diantaranya terkadang keluarga ini mengkonsumsi gorengan yang
di buat sendiri sebagai cemilan. Di dalam sehari, Ny. H memiliki kebiasaan makan
sebanyak dua sampai tiga kali sehari.

Pola Dukungan Keluarga


A. Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah Dalam Keluarga
Pasien masih memiliki 2 orang cucu yang membantu pasien dalam
melakukan kegiatan sehari-hari.
B. Faktor Penghambat Terselesaikaanya Masalah Dalam Keluarga
Di antara yang merupakan faktor penghambat terselesaikannya masalah
dalam keluarga yaitu kurangnya pengetahuan keluarga mengenai penyakit yang
diderita pasien sehingga tidak ada upaya pencegahan faktor penyebab
osteoarthritis, disertai dukungan gaya hidup sehat yang kurang dari keluarga.

47
Fungsi Fisiologis (Skor APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi pokok
keluarga, antara lain:
- Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
dibutuhkan.
- Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
- Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan
keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua anggota
keluarga.
- Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung.
- Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.
Penilaian:
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor:
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit

48
Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita
Penilaian
Hampir
Hampir Kadang-
No. Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
Jika obat Anda habis / jadwal kontrol
laboratorium tiba apakah ada anggota √
keluarga yang bersedia mengantarkan
Anda ke Puskesmas?
2. Partnership (Kemitraan)
Jika Anda lupa minum obat, apakah ada
anggota keluarga yang selalu √
mengingatkan untuk konsumsi obat
secara rutin?
3. Growth (Pertumbuhan)
Jika Anda tidak memasak karena
keterbatasan anda akibat penyakit yang √
anda derita, apakah anak anda mau
mengerti dengan anda?
4. Affection (Kasih Sayang)
Jika Anda merasa cemas akibat penyakit
anda, apakah anggota keluarga yang lain √
selalu mendampingi Anda dalam
mengatasi kecemasan tersebut?
5. Resolve (Kebersamaan)
Anda disarankan untuk mengurangi
konsumsi makanan yang tinggi purin √
dan makanan yang digoreng. Apakah
anggota keluarga yang lain

49
mengkonsumsi menu yang sama dan
makan bersama?
Total Skor 6

Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 6 ini menunjukkan Fungsi keluarga
kurang sehat.

Fungsi Patologis (SCREEM)


Aspek sumber daya patologi
- Sosial:
Pasien baik dalam bermasyarakat dengan tetangga.
- Cultural:
Pasien memiliki seorang suami dan 2 orang anak serta 2 orang cucu
- Religious:
Keluarga pasien rajin melakukan sholat 5 waktu dan puasa.
- Economy:
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi belum tercukupi.
- Education:
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMP
- Medication:
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari
puskesmas dan memiliki asuransi kesehatan BPJS.

Genogram (Fungsi Genogram)


Dalam keluarga pasien hanya pasien yang menderita Rheumathoid Arthritis

50
Keterangan :
: Keluarga Ny. R
: Laki-laki normal
: Wanita normal
: Wanita Osteoarthritis

A. Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga ini adalah Extended Family yaitu keluarga yang terdiri atas
ayah, ibu dan 2 orang cucu. Pasien sehari-hari melakukan aktivitas dalam rumah.
B. Hubungan Anggota Keluarga
Tn. A dan Ny. H merupakan pasangan suami istri dengan dua orang anak.
Hubungan antara anggota keluarga cukup baik, mereka sering berkumpul dan
berkomunikasi.

4.3 Pembahasan
Diagnosis pada pasien ini adalah Osteoarthritis, didapatkan berdasarkan
anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek risiko internal,
dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan melakukan
pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.

Analisa Kasus
Tabel Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien post Osteoarthritis.
Skor Resume Hasil Akhir Skor
Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Perbaikan Akhir
Faktor biologis
- Osteoarthritis 2 - Edukasi mengenai - Terselenggara penyuluhan 4
merupakan penyakit penyakit dan - Keluarga memahami
Autoimun dan pencegahannya melalui bahwa penyakit
berbanding lurus penyuluhan gaya hidup osteoarthritis memerlukan
terhadap umur sehat

51
pengobatan yang lama dan
teratur
- Keluarga mau menerapkan
gaya hidup sehat
Faktor ekonomi dan
pemenuhan kebutuhan
- Kondisi ekonomi 4 - Motivasi mengenai - Keluarga menyisihkan 4
menengah ke bawah perlunya memiliki pendapatan untuk
sehingga tidak tabungan tabungan
memiliki tabungan
3 - Mengingatkan untuk tetap - Memiliki rasa Tawakkal
bertawakkal kepada Allah, kepada Allah, dan 4
- Kehidupan sosial dan yakinkan bahwa menjalin hubungan yang
dengan lingkungan semua akan baik-baik saja. baik dengan tetangga
cukup baik Serta tetap menjaga
silaturahmi dengan
tetangga.
Faktor perilaku
kesehatan
- Higiene pribadi yang 3 - Edukasi tentang - Anggota keluarga paham 4
kurang dan pentingnya PHBS dirumah akan pentingnya PHBS
lingkungan yang untuk mencegah infeksi. dan mau
kurang bersih mengaplikasikan dengan
baik PHBS dilingkungan
- Edukasi untuk berobat dan rumah mereka
- Berobat tidak teratur 2 secara teratur serta minum - Pasien berobat secara 5
dan kurangnya obat sesuai anjuran dokter teratur dan minum obat
aktivitas fisik - Edukasi untuk sesuai anjuran dokter
meningkatkan aktivitas - Pasien melakukan
fisik ringan aktivitas fisik ringan

Faktor Psikososial
- Kurangnya perhatian 2 - Menyarankan kepada - Anggota keluarga 4
keluarga pasien anggota keluarga untuk bersedia memberi
terhadap penyakit lebih perhatian dengan perhatian lebih kepada
yang diderita pasien kondisi pasien pasien
- Motivasi untuk
sembuh kurang 2 - Memotivasi pasien serta - Pasien termotivasi untuk 4
menjelaskan kepada pasien sembuh
bahwa penyakitnya dapat

52
sembuh apabila pasien
berobat secara teratur
Total Skor 15 29
Rata-rata Skor 2,1 4,1

Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.


Skor 2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber
(hanya keinginan), penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnyaoleh
provider.
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang
belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian
besar oleh provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung
pada upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

Diagnosis Holistik, Tanggal Intervensi, dan Penatalaksanaan Selanjutnya


Pertemuan ke 1 : 08 Agustus 2018
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosio-ekonomi
dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan alat yang
akan dipergunakan.
6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
8. Membuat diagnosis holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis

Anamnesis Holistik

53
a. Aspek Personal
Saat kami mendatangi rumah pasien, pasien sedang duduk di ruang tengah.
Kemudian pasien diberitahu oleh suami pasien bahwa petugas dari puskesmas telah
datang. Pasien baru pertama kali mendapat kunjungan dari pihak pukesmas untuk
mengontrol keadaan pasien, disamping itu pasien sangat begitu senang karena ada
teman berbagi cerita. Pasien masih memiliki harapan untuk bisa beraktifitas seperti
sedia kala.
b. Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang,
didapatkan diagnosis Osteoarthritis.
c. Aspek Faktor Risiko Internal
Dulunya pasien sering lupa dan malas ke puskesmas. Pasien kurang
menerapkan pola hidup sehat berupa pola makan yang baik. Pasien selalu
mengutamakan untuk bekerja untuk mendapatkan penghasilan tambahan untuk
keluarganya.
d. Aspek Faktor Risiko Eksternal
Tidak ada pelaku rawat dari keluarga yang tinggal dalam satu rumah.
Keluarga pasien kurang memerhatikan kondisi penyakit pasien, dikarenakan
kesibukan dari anak dan suaminya sebagai keluarga sehingga tidak mengingatkan
untuk berobat.
e. Aspek Fungsional
Tn. A selalu berada diluar rumah untuk bekerja sebagai wiraswasta. Ny. H
banyak menghabiskan waktu untuk berkerja berjualan di rumah sebagai
pengahsilan tambahan untuk keluarganya.
f. Derajat Fungsional
Derajat 3 yaitu ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan,
hanya dapat melakukan kerja ringan.
g. Rencana Pelaksanaan
- Pertemuan ke-1: Rumah pasien Bumi Permata Sudiang 2 tanggal 08 Agustus
2018 pukul 10.00 WITA.

54
Anamnesis Holistik Pasien Osteoarthritis
Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Memberikan edukasi Pasien Pada Pasien dapat Tidak Tidak
personal kepada pasien mengenai saat sadar dan ada menol
penyakit Osteoarthritis kunjung mengerti akan ak
dan komplikasi serta an pentingnya
memberikan informasi rumah pola hidup
mengenai perkembangan sehat
penyakitnya.
Aspek Memberikan obat OA Pasien Pada Keluhan yang Tidak Tidak
klinik untuk mengontrol saat dirasakan ada menol
serangan penyakit dan kunjung pasien ak
untuk mengurangi gejala an berkurang,
rumah Peradangan
pada lutut
berkurang,
melakukan
fisioterapi
Aspek Mengajarkan bagaimana Pasien Pada Keluhan yang Tidak Tidak
risiko pola makan yang baik, saat dirasakan ada menol
internal menganjurkan untuk kunjung pasien ak
menjaga hygenitas diri an berkurang,
rumah Peradangan
pada lutut
berkurang.

55
Aspek Menganjurkan keluarga Keluarga Pada Keluarga Tidak Tidak
risiko selalu memberi dukungan saat memberi ada menol
external kepada pasien agar selalu kunjung perhatian dan ak
menjaga kesehatannya an dukungan
dan selalu mengingatkan rumah lebih kepada
pasien untuk minum obat, pasien dan
dan mendukung pola diet pasien lebih
pasien. termotivasi
untuk sembuh
Menganjurkan kepada
keluarga pasien untuk
tetap meningkatkan
komunikasi yang baik
dengan pasien
Aspek Menganjurkan untuk rajin Pasien Pada Agar kondisi Tidak Tidak
fungsio melakukan fisioterapi saat tubuh selalu ada menol
nal serta menghindari hal-hal kunjung sehat dan ak
yang bisa mencederai an bugar, agar
pasien. rumah kelemahan
pada tubuh
pasien bisa
berkurang

A. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik, Tanda Vital: Tekanan Darah: 120/70 mmHg, Nadi : 88
x/menit, Pernapasan : 20 x/menit, Suhu : 36,5oC. Tampak kelemahan pada tangan
dan lengan kiri. Sensibilitas pada keempat ekstremitas normal.
B. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

Diagnosis Holistik
- Diagnose Klinis:

56
Diagnosis pada pasien ini adalah Osteoarthritis, didapatkan berdasarkan
anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek risiko internal,
dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan melakukan
pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.

Diagnose Psikososial:
- Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga pola makan.
- Kurangnya aktivitas fisik pada pasien.
- Kurangnya perhatian dari anggota keluarga terhadap kondisi kesehatan
pasien.
- Tidak ada pelaku rawat dari keluarga yang tinggal dalam satu rumah.
Keluarga pasien kurang memerhatikan kondisi penyakit pasien, kurangnya
komunikasi antara pasien dan anggota keluarga dikarenakan kesibukan
dari suami dan anak-anaknya sebagai keluarga sehingga tidak
mengingatkan untuk berobat.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi pencegahan
primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan keluarga pasien).

1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak menderita penyakit
Osteoarthritis antara lain:
- Mengontrol kesehatan
- Mengatur pola makan
- Mengontrol diit

2. Pencegahan Sekunder
a. Pengobatan Farmakologi
- Natrium diklofenak 25mg/12 jam/oral
- Vit B1 B6 B12 /24 jam/oral

57
b. Pengobatan Non Farmakologi
o Melakukan olahraga ringan secara rutin
o Kurangi aktifitas berat
o Memperbaiki pola makan yang teratur dan gizi yang cukup
o Menghindari makan-makanan yang mengandung tinggi purin
seperti kacang-kacangan, sayur bayam, dll.
o Menghindari makan-makanan yang berlemak
o Mengurangi konsumsi teh, makanan yang pedas
o Memperbaiki higienitas pribadi dan keluarga

Terapi Untuk Keluarga


Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non farmakologi terutama yang
berkaitan dengan emosi, psikis dan proses pengobatan pasien. Dimana anggota
keluarga diberikan pemahaman agar bisa memberikan dukungan dan motivasi
kepada pasien untuk melakukan aktivitas fisik dan diit rendah purin. Selain itu
apabila kita kembali mengingat bahwa silsilah keluarga ini dengan resiko penyakit
metabolik yang tinggi sehingga, penting mengingatkan ke anggota keluarga untuk
menjaga pola makan serta melakukan kebiasaan hidup yang sehat.

58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
- Diagnosa klinis:
Diagnosis pada pasien ini adalah Osteoarthritis, didapatkan berdasarkan
anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek risiko
internal, dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan
melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.
- Diagnosis psikososial:
Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga pola makan serta
kurangnya perhatian dari anggota keluarga terhadap kondisi kesehatan
pasien.
- Prinsip kedokteran keluarga yang memandang pasien secara holistik harus
senantiasa dijalankan dalam praktik sehari-hari karena ternyata banyak
faktor baik dari internal maupun eksternal pasien yang dapat memengaruhi
perjalanan suatu penyakit.
- Dengan mengetahui faktor-faktor resiko yang ada, maka pencegahan dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien.

5.2. SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Ny. H, maka disarankan
untuk:
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang mencetuskan penyakit Osteoarthritis.

59
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
Osteoarthtritis serta komplikasi yang ditimbulkan pada saat tidak teratur
mengonsumsi obat.
- Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan
dukungan lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk sembuh.
- Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat secara teratur dan
mengontrol penyakitnya secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat.

60
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s


Principles Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill
Companies.
2. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the
prevalence of arthritis and other rheumatic conditions in the United States.
Part II. Arthritis Rheum. 58(1):26–35.
3. Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition,
Tokyo, Churchill Livingstone.
4. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the
United States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition
Examination Survey 1991–1994. J Rheumatol. 33(11):2271–2279.
5. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of
Medicine.
6. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com.
Diakses tanggal 08 agustus 2018.
7. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis.
Aging Clin Exp Res. 15(5):364–372.
8. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
9. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–747.
10. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279–286
11. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi,

61
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta

LAMPIRAN DOKUMENTASI
Gambar 5. Tampak Depan Rumah Pasien

Gambar 6. Wawancara dengan pasien

Gambar 7. Ruang keluarga

62
Gambar 8. Kondisi Kamar Tidur

Gambar 9. Kondisi WC

Gambar 10. Kondisi Dapur dan Tempat Cuci piring

63
64

Anda mungkin juga menyukai