Anda di halaman 1dari 16

Pengantar

Setiap tahun Gereja Katolik di Indonesia mencanangkan bulan September sebagai Bulan Kitab Suci
Nasional. Dalam kesempatan itu, segenap umat beriman diajak untuk secara khusus mendalami Sabda
Tuhan melalui pembacaan dan perenungan Kitab Suci dalam pelbagai aktifitas yang dapat dilakukan
dalam kelompok.

Di sisi lain, Gereja Katolik Keuskupan Surabaya sedang mulai bersiap untuk mengadakan Musyawarah
Pastoral (MUPAS) 2019. MUPAS sebelumnya telah melahirkan Arah Dasar (ARDAS) sebagai cita-cita
bersama hidup menggereja kita, yakni: Gereja Keuskupan Surabaya sebagai “persekutuan murid-
murid Kristus yang semakin dewasa dalam iman, guyub, penuh pelayanan, dan misioner”. Tentu
ada banyak pengalaman iman telah kita petik dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Kini saatnya kita
juga ikut mempersiapkan MUPAS baru.

Sebagai bagian persiapan itu, tema Bulan Kitab Suci (BKS) 2018 dibuat secara khusus untuk
merefleksikan kembali semangat ARDAS. Tema BKS kita adalah: Hidup Sebagai Murid Kristus Yang
Semakin Dewasa Dalam Iman. Melalui empat pertemuan selama bulan September, pengolahan tema
akan berfokus pada makna ungkapan “Dewasa dalam Iman”.

Dengan bantuan tradisi ajaran Gereja dan teks Kitab Suci, ungkapan itu dapat dikaitkan dengan kata
kunci lain yakni “Keutamaan”. Menjadi murid Kristus yang dewasa dalam iman tidak lain adalah hidup
dalam keutamaan. Tujuh keutamaan kristiani yang kita kenal adalah : iman, harapan, kasih,
kebijaksanaan, keadilan, keberanian, dan penguasaan diri. Pengolahan tema BKS secara khusus akan
berkaitan dengan empat keutamaan terakhir, yang dikenal sebagai keutamaan moral.

Sesuai maksud penyelenggaraan BKS, bentuk pertemuan diarahkan terutama untuk mendalami teks
Kitab Suci.
Dalam Pertemuan I, kita akan membaca teladan kebijaksanaan Raja Salomo sebagai inspirasi untuk
menjadi pribadi bijaksana (1 Raja 3:16-28).
Pertemuan II menghadirkan pengajaran Yesus tentang kemurahan hati sebagai pangkal keadilan
dalam perumpamaan tentang tuan dan pekerja kebun anggur (Matius 20:1-16).
Selanjutnya melalui Doa Permohonan bangsa Israel, dalam Pertemuan III kita akan mendalami sumber
keberanian orang beriman (Mazmur 27:1-14). Akhirnya, bacaan dalam
Pertemuan IV menyajikan nasehat seorang gembala umat tentang penguasaan diri saat berhadapan
dengan pelbagai tantangan duniawi (Yakobus 4:1-10).
Selamat mendalami sabda Tuhan. Semoga pertemuan Bulan Kitab Suci ini membantu kita untuk hidup
semakin dewasa dalam iman sebagai murid-murid Kristus.

Hidup Sebagai Murid Kristus Yang Semakin Dewasa Dalam Iman menjadi tua itu sebuah
kepastian ...
tetapi menjadi dewasa adalah sebuah pilihan …

Demikian sering kita dengar orang mengatakan. Maksud pernyataan itu jelas.
Setiap orang menjadi semakin tua seiring dengan pertambahan usia dalam tahun hidupnya. Namun
pertambahan usia bukanlah sebuah jaminan bahwa seseorang juga otomatis akan menjadi semakin
dewasa. Kedewasan akan bertambah hanya jika yang bersangkutan sungguh mengolah hidupnya,
bukan sekedar menjalaninya.

1. Dewasa dalam Iman


Seperti perkembangan kedewasaan pribadi manusia, perkembangan kedewasaan iman seorang murid
Kristus terjadi secara bertahap. St. Paulus menceritakan proses kedewasaan imannya dalam bentuk
kiasan. Pertama, masa kanak-kanak, saat dia berpikir seperti kanak-kanak, merasa seperti kanak-
kanak dan berkata seperti kanak-kanak. Kedua, masa dewasa, saat ia meninggalkan semua sifat
kekanak-kanakan dan hidup sebagai orang dewasa (bdk. 1 Kor 13:11). Ada gerak perkembangan
kedewasaan dari masa kanak-kanak ke arah masa dewasa.

Perjalanan iman seorang kristiani diawali lewat penerimaan Sakramen Baptis. Baptisan menandakan
secara eksplisit iman kita kepada Kristus. Inilah awal komitmen kita untuk mengikuti Kristus sebagai
murid-Nya. Bersama dengan saudara-saudari seiman, kita pun dihimpun sebagai persekutuan murid-
muridNya serta diajak untuk tumbuh dan berkembang agar semakin dewasa dalam iman.

Pembaptisan saja belumlah cukup jika kita ingin bertumbuh semakin dewasa dalam iman. Komitmen
awal untuk mengikuti Kristus saat pembaptisan selayaknya senantiasa diolah dan diperjuangkan dalam
hidup harian. Kita patut bersyukur karena Kristus tak melepas kita sendirian dalam pergulatan untuk
menjadi semakin dewasa dalam iman. Lewat kehadiran RohNya, Kristus senantiasa menyertai proses
kedewasaan iman kita, seperti Ia dahulu menyertai para rasul-Nya. Anugerah penyertaan Roh Kudus
inilah yang kita terima dalam Sakramen Krisma.

Seperti dialami oleh para murid Yesus dahulu, panggilan kemuridan kita adalah ajakan agar kita
bertumbuh semakin dewasa dalam iman. Artinya, kita diundang untuk lebih percaya dan memberikan
diri kepada Kristus. Ia mengajak kita untuk bersatu dan serupa dengan diri-Nya.

Sakramen Krisma sebagai tanda kedewasaan dalam iman mengajak kita untuk :

 Berani mewartakan perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah (bdk. Kis 2:11),
 Meninggalkan manusia lama yang kekanak-kanakan, membuat sanggup ‘menerima makanan
keras’ (bdk. 1 Kor 3:2; Ibr 5:12),
 Serta menjadi ‘garam dan terang dunia’ (bdk. Mat 5:13-16).

Semakin orang bertumbuh dalam kedewasaan iman, ia juga akan berpikir dan bertindak sebagai orang
yang dewasa dalam iman. Kedewasaan itu bisa dicermati dari segala karakter pribadi yang
mencerminkan kedewasaan imannya. Karakter inilah yang sering kita sebut sebagai tabiat, sifat-sifat
kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan pribadi lain.

Dalam hal kedewasaan iman, karakter ini lazim kita sebut sebagai keutamaan. Keutamaan membuat
manusia menjadi baik secara pribadi.

Dengan kata lain, murid Kristus yang dewasa dalam iman adalah pribadi yang segala tindakan dan
perilakunya sehari-hari dibentuk oleh pelbagai keutamaan pribadinya. St. Yakobus merumuskan
pengalaman ini saat menyatakan bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati … karena
oleh perbuatan iman menjadi sempurna … (bdk Yak. 2:17.22).
2. Keutamaan
St. Thomas Aquinas membantu kita untuk memahami apa maksudnya menjadi pribadi yang
berkeutamaan.
Menurutnya, seorang yang berkeutamaan adalah pribadi yang memiliki kebiasaan terus-menerus
untuk melakukan kebaikan (habitus operativus boni). Kebiasaan ini mengalir dari pilihan dasar (optio
fundamentalis) yang benar, yakni pilihan luhur yang bertujuan untuk pemuliaan Allah dan perwujudan
rencana keselamatanNya.
Pilihan dasar orang yang dewasa dalam iman tampak dalam keutamaan-keutamaan yang dihidupi dan
dilatih terus menerus dalam sikap dan tindakan hidup keseharian.
Pendeknya, orang yang dewasa dalam iman adalah orang yang memiliki keutamaan.

Dalam tradisi ajaran Gereja Katolik ada 7 keutamaan kristiani. Tiga keutamaan pertama dianugerahkan
oleh Tuhan sendiri dan disebut sebagai keutamaan teologal : iman, harapan dan kasih. Empat
keutamaan lain disebut sebagai keutamaan moral : kebijaksanaan, keadilan, keberanian, dan
penguasaan diri. Keutamaan moral harus diupayakan oleh manusia agar pribadinya bertumbuh
semakin manusiawi dan semakin sosial guna membangun hidup bersama dengan orang lain agar
menjadi lebih baik.

Dalam perspektif ARDAS, empat keutamaan moral ini akan kita gunakan sebagai bantuan untuk
merefleksikan kualitas kedewasaan iman kita. Hal ini secara khusus menyangkut sikap dan tindakan
kita sebagai perwujudan iman dalam kehidupan bersama orang lain (persekutuan).

3. Tema BKS 2018


Sebagai bagian persiapan MUPAS, tema Bulan Kitab Suci (BKS) 2018 dirumuskan secara khusus
untuk merefleksikan kembali semangat ARDAS. Berbeda dengan tema nasional, tema BKS 2018 untuk
Keuskupan Surabaya adalah: Hidup sebagai Murid Kristus yang Semakin Dewasa dalam Iman.
Pengolahan tema akan berfokus pada ungkapan Dewasa dalam Iman. Tema ini diuraikan dalam
empat pertemuan, masing-masing dengan sub tema yang akan mendalami empat keutamaan moral
sebagai berikut:

• Pertemuan I : Salomo - Teladan Pribadi Bijaksana (1 Raj 3:16-28)


• Pertemuan II : Kemurahan Hati Pangkal Keadilan (Mat 20:1-16)
• Pertemuan III : Doa sebagai Sumber Keberanian (Maz 27:1-14)
• Pertemuan IV : Nasehat Penguasaan Diri (Yak 4:1-10)

Kekhasan Bahan

Selain tema, kekhasan BKS 2018 bagi Keuskupan Surabaya adalah pilihan teks Kitab Suci yang
menjadi bahan pertemuan. Empat perikop yang dipilih dari kekayaan teks Kitab Suci Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru memiliki bentuk sastra yang berbeda untuk setiap pertemuan. Empat bentuk sastra
ini adalah: Cerita/Narasi (1 Raja 3:16-28), Perumpamaan (Matius 20:1-16), Doa (Mazmur 27:1-14), dan
Surat Pastoral (Yakobus 4:1-10).
Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan BKS 2018 dapat memperkaya pengetahuan umat tentang
kekayaan isi Kitab Suci. Diharapkan pula agar umat dapat mendalami sabda Tuhan dalam
kebersamaan (lingkungan/kategorial) sejalan dengan semangat ARDAS.

Dalam Pertemuan I, dihadirkan teladan kebijaksanaan Raja Salomo sebagai inspirasi kita untuk
menjadi murid Kristus yang semakin bijaksana (1 Raja 3:16-28). Pertemuan II mengambil pengajaran
Yesus tentang kemurahan hati sebagai pangkal keadilan lewat perumpamaan tentang tuan dan pekerja
kebun anggur (Matius 20:1-16). Selanjutnya melalui Doa Permohonan bangsa Israel, Pertemuan III
membantu kita untuk mendalami sumber keberanian orang beriman melalui Doa Permohonan bangsa
Israel (Mazmur 27:1-14). Akhirnya, bacaan dalam Pertemuan IV menyajikan nasehat seorang gembala
umat tentang penguasaan diri saat berhadapan dengan pelbagai tantangan duniawi (Yakobus 4:1-10).

St. Paulus pernah mengatakan: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah
oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang
baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Rm. 12:2). Perkataan ini kiranya meneguhkan
langkah kita untuk menghidupi dan memperjuangkan keutamaan. Lewat keutamaan itu kita akan
dihantar semakin dekat pada tujuan iman kita, yakni Allah sendiri, Sang Kebaikan sejati.

Lewat pendalaman teks Kitab Suci dalam empat pertemuan tersebut diharapkan kita dapat semakin
menghidupi dan memperjuangkan kedewasaan iman sebagai murid-murid Kristus.

Bagi murid Kristus, kedewasaan iman akhirnya bukan lagi sebuah pilihan.. tetapi menjadi sebuah
panggilan.. sebuah keharusan. Lewat iman yang semakin dewasa itulah kita menanggapi kebaikan
Allah yang sudah dinyatakan kepada kita.

4. Uraian Gagasan Tiap Pertemuan


Sebagai bantuan bagi proses pertemuan dalam kelompok, pada bagian selanjutnya para pemandu bisa
membaca uraian gagasan yang ditandai dengan nomor urut untuk setiap judul pertemuan. Semoga
gagasan pendukung ini dapat dipakai sebagai dasar pemahaman tema BKS 2018, khususnya bagi
para pemandu pertemuan maupun secara umum bagi seluruh umat yang hadir.
Salomo - Teladan Pribadi Bijaksana
① 1 Raja-Raja 3: 16-28

A. Kebijaksanaan

Keutamaan moral pertama yang hendak kita dalami adalah Kebijaksanaan. Kebijaksanaan adalah
keutamaan pokok yang “mengatur akal budi praktis dalam setiap situasi, untuk memilih kebaikan yang
benar dan sarana yang tepat untuk mencapainya” (KGK, 1835).

Kebijaksanaan secara praktis membuat kita sanggup memilih sarana yang baik untuk mencapai tujuan
akhir yang baik. Kebijaksanaan membimbing keputusan praktis kita secara pribadi dalam situasi
konkret dan menyediakan pelaksanaan efektif ketika keputusan dicapai. Dengan bantuan
kebijaksanaan, kita belajar dari pengalaman kita dan dengan tepat menerapkan prinsip-prinsip moral
kepada situasi kehidupan nyata (KGK 1806).

Orang bijaksana selalu mempertimbangkan, membedakan, dan akhirnya memutuskan apa yang harus
dilakukan.
Dalam pengambilan keputusan, St. Paulus mengingatkan kita agar dasar pertimbangan kita bukanlah
semata-mata untuk melayani kebutuhan tubuh. Hal itu tidak menyenangkan Allah dan menuntun
manusia kepada kematian (bdk. Rom 8:6-8).

Lebih lagi, St. Thomas mengajak kita untuk tidak melakukan pertimbangan dengan kelicikan atau
dengan taktik. Kebijaksanaan sejati tidak hanya berkaitan dengan tujuan akhir yang baik, tetapi juga
sarana yang baik untuk mencapai akhir itu. Sedangkan kelicikan seringkali tampak dalam akal bulus
seseorang yang lihai dalam taktik untuk menggunakan sarana apa pun demi mencapai tujuan yang
diinginkan.

Wujud pengamalan kebijaksanaan dalam hidup tampak dalam ketajaman berpikir. Orang mempunyai
pandangan yang jelas mengenai situasi yang dihadapi, memprediksi tujuan dan konsekuensi dari suatu
tindakan, menimbang situasi khusus yang tersangkut di dalamnya, dan mengatasi pencobaan
ketidakadilan, sikap pengecut, atau gegabah. Dengan ketajaman pikiran, orang bertindak dengan suatu
cara yang tepat, pada waktu yang tepat, tetapi tetap dengan permenungan dan pertimbangan yang
perlu untuk menentukan apa yang baik dan bagaimana melakukan yang baik itu.

Lawan dari sikap bijaksana meliputi sembrono (bertindak tanpa pikir panjang), tidak konsisten (cepat
berubah-ubah pikiran), lalai, dan kehilangan orientasi adikodratinya, yakni kehidupan kekal. Hal terakhir
ini tampaknya banyak terjadi di jaman modern ini: terlalu banyak orang bertindak tanpa memikirkan
penghakiman abadi dan tanpa mengarahkan pandangan ke surga. Orang bijaksana senantiasa
mencari apa yang baik di hadapan Tuhan agar suatu hari kelak ia dapat digabungkan dalam kebajikan-
Nya yang abadi di surga.
B. Teks Kitab Suci (1 Raj 3:16-18)
Teks 1 Raj 3:16-18 menyajikan kisah tentang Raja Salomo, teladan pribadi bijaksana. Salomo meminta
kebijaksanaan (hikmat) dari Allah agar dia dapat memerintah umat Allah dengan adil. Bukan permintaan
yang egois dan Allah berkenan mengabulkannya.
Dikisahkan bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat menandingi hikmat Salomo (bdk. 1
Raj 4:29-31). Kisah yang kita baca pada pertemuan pertama ini menggambarkan salah satu contoh
tindakan Salomo sebagai buah kebijaksanaannya.

C. Alur Kisah
Perikop 1 Raja-Raja 3:16-28 ini adalah sebuah narasi/kisah yang menceritakan hikmat Salomo dalam
menghakimi. Cara Salomo menghakimi dan mengambil keputusan dengan bijaksana membuat orang
yang berhati tulus mau tunduk kepadanya. Orang banyak sangat menghormati Salomo sebagai teladan
pribadi bijaksana.

• Ayat 16-22 paparan situasi dan persoalan

Kisah diawali dengan kedatangan dua orang perempuan sundal ke hadapan Raja Salomo. Kedua
perempuan ini tinggal bersama. Perempuan pertama mengambil inisiatif pembicaraan dengan
menceritakan persoalan yang sedang mereka hadapi.
Keduanya baru saja melahirkan anak masing-masing dengan jarak tiga hari. Persoalan muncul karena
salah seorang anak akhirnya meninggal dunia. Perempuan pertama mengatakan bahwa anak
perempuan kedua telah meninggal. Selanjutnya ia mengatakan bahwa saat dirinya tertidur, perempuan
kedua menukar anaknya sebagai ganti anak yang meninggal. Ia baru tahu saat terbangun dan
menyadari bahwa anak yang mati dan ada di pangkuannya bukanlah anaknya sendiri. Inilah pangkal
persoalan dari sudut pandang perempuan pertama.

Sementara perempuan kedua menyanggah cerita itu dengan keras. Ia katakan bahwa justru anak
perempuan pertamalah yang sebenarnya meninggal. Karena persoalan itu mereka bertengkar hebat di
hadapan Raja Salomo.

• Ayat 23-24 pemecahan awal atas persoalan


Kedua perempuan terus berselisih di hadapan raja. Sebagai awal pemecahan persoalan, Raja Salomo
meminta pedang. Ia akan membagi anak yang masih hidup menjadi dua. Separuh akan diberikan
kepada perempuan pertama, separuh sisanya untuk perempuan kedua.

• Ayat 25-26 reaksi kedua perempuan

Atas keputusan Raja Salomo, kedua perempuan bereaksi secara berbeda. Karena belas kasihnya, ibu
si bayi yang sesungguhnya meminta Raja untuk tidak membunuh si bayi dan memberikannya saja
kepada perempuan pertama. Sebaliknya, perempuan pertama dengan lantang meminta raja untuk
segera memenggal saja bayi itu.

• Ayat 27 keputusan akhir raja dan reaksi orang Israel
Reaksi kedua wanita membuat Salomo tahu siapa ibu si bayi sesungguhnya. Ia meminta agar si bayi
diberikan kepada perempuan kedua. Segenap orang Israel kagum dan takut kepada Raja Salomo.

D. Pendalaman Kisah

Sebagai seorang raja, Salomo pasti banyak menangani perkara. Kitab Suci mengisahkan perkara ini
sebagai sebuah contoh tentang betapa bijaksananya Salomo. Perkara yang diajukan kepadanya ini
sekilas tampak rumit untuk dipecahkan. Kedua perempuan hanya tinggal sendiri. Tidak ada orang lain
di rumah itu yang bisa menjadi saksi atas peristiwa yang diajukan kepada raja.

Perkara seperti itu akan lebih mudah dipecahkan bila terjadi di jaman kita sekarang. Ada test DNA yang
bisa dilakukan untuk memastikan siapa ibu bayi yang sebenarnya. Ada juga alat pendeteksi
kebohongan yang bisa menguji kebenaran kata-kata seseorang.

Salomo bisa memecahkan perkara itu dengan bijaksana. Ia memanfaatkan relasi akrab antara ibu dan
anak agar tahu siapa ibu kandung bayi itu sebenarnya. Reaksi kedua ibu atas perintahnya agar bayi
dibagi dua membuatnya paham ibu mana yang telah berbohong atau yang berkata benar.

Salomo adalah orang yang memandang jauh ke depan. Ia tidak begitu saja mengambil keputusan
hanya berdasar cerita kedua perempuan. Sebagai seorang raja dia mengerti bahwa hanya kebenaran
dan keadilan yang dapat memenangkan kepercayaan dan hormat dari orang banyak. Sebuah negara
dapat berkembang dan maju bila kebenaran dan keadilan menjadi landasannya. Namun, menerapkan
kebenaran tidaklah mudah bila tidak disertai dengan kebijaksanaan. Untuk itulah, ia memohon kepada
Allah anugerah hikmat. Tanpa hikmat untuk membedakan yang benar dari yang salah, tidak mungkin
seorang raja akan bisa memerintah dengan baik.
Tujuan pertemuan I

• Umat menyadari pentingnya membangun kedewasaan iman seiring dengan pertambahan usia.
• Umat dapat belajar dari kisah Salomo yang bijaksana sebagai inspirasi dalam membangun
kedewasaan iman.

Gagasan Pokok

• Kedewasaan iman seorang pribadi dapat dikenali dari pelbagai keutamaan yang dihidupinya. Yang
dimaksud dengan keutamaan adalah kebiasaan untuk melakukan kebaikan secara terus menerus,
dengan tujuan untuk memuliakan Allah dan turut mewujudkan rencana keselamatan-Nya.
• Keutamaan kebijaksanaan adalah kemampuan akal budi untuk memilih kebaikan yang benar dan
sarana yang tepat untuk mencapainya dalam setiap situasi. Keutamaan ini dapat menghindarkan
orang dari sikap sembrono, tidak konsisten, atau gegabah dalam pengambilan keputusan. Buah
positif yang tampak misalnya: ketajaman cara berpikir, pertimbangan matang dalam pengambilan
keputusan, kesadaran akan tujuan yang baik serta cara yang baik pula untuk mencapainya.
• Bacaan 1 Raj 3:16-28 adalah sebuah kisah tentang kebijaksanaan Raja Salomo dalam
menghakimi. Cara Salomo menghakimi dan mengambil keputusan dengan bijaksana membuat
orang yang berhati tulus mau tunduk kepadanya. Orang banyak sangat menghormati Salomo
sebagai teladan pribadi bijaksana.
Kemurahan Hati Pangkal Keadilan
② Matius 20:1-16

A. Keadilan
Topik pertemuan kedua adalah keutamaan Keadilan. Keutamaan keadilan adalah kehendak yang
tetap dan teguh untuk memberikan kepada Allah dan sesama apa yang menjadi hak mereka.” (KGK
1806).

Keadilan kepada Allah disebut sebagai keutamaan penghormatan kepada Allah. Sedangkan keadilan
kepada sesama mengatur agar kita menghormati hak setiap orang dan mengembangkan
keselarasan yang memajukan kejujuran terhadap setiap pribadi dan kesejahteraan bersama dalam
relasi antarmanusia.

Itulah sebabnya di dalam Kitab Suci, manusia yang adil menonjol karena kejujuran pikiran dan
ketepatan tingkah lakunya terhadap sesama. Buah kebaikan dari keadilan meliputi bakti (hormat dan
pelayanan kepada orangtua, negara, dan mereka yang ada dalam otoritas yang sah), taat, tahu
berterima kasih, tulus, ramah-tamah, dan tidak sewenang-wenang.

B. Teks Kitab Suci (Mat 20:1-16)


Teks Matius 20:1-16 adalah sebuah perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus kepada para
pengikut-Nya. Lewat perumpamaan ini Yesus hendak memberikan gambaran tentang keutamaan Allah
sendiri yang Mahaadil. Di dalam Kerajaan Sorga, semua orang mendapat kesempatan yang sama
untuk mendapatkan belas kasih-Nya. Keadilan Allah adalah keadilan yang bermuara pada kemurahan
hati-Nya.

C. Alur Perumpamaan
• Ayat 1-7 kesepakatan tuan dan para pekerja

Kerajaan Sorga diumpamakan seperti seorang tuan rumah yang pergi keluar di pagi hari untuk mencari
pekerja bagi kebun anggurnya. Pencarian itu dilakukannya berulang kali, pada jam 9, jam 12, jam 15,
dan jam 17. Ia janjikan upah yang pantas kepada setiap orang yang bersedia bekerja.

Kepada mereka yang mulai bekerja sejak pagi disepakati upah sebesar satu dinar untuk satu hari.
Kepada kelompok pekerja yang masuk sesudah itu ia janjikan upah yang pantas. Sedangkan pada
kelompok terakhir, yang masuk pkl. 17.00, ia tidak menjanjikan berapa besar upah yang akan diberikan.

• Ayat 8-10 pembagian upah sesuai kesepakatan

Sesuai kesepakatan, di akhir jam kerja pemilik kebun anggur hendak membayar upah para pekerja. Ia
memanggil mereka semua, mulai dari yang bekerja terakhir. Semua pekerja mendapatkan upah satu
dinar. Sementara para pekerja yang bekerja lebih panjang mengira bahwa mereka akan mendapatkan
upah lebih banyak daripada para pekerja yang mulai bekerja pukul 17.00.

• Ayat 11-15 keluhan pekerja dan jawaban tuan


Para pekerja yang datang lebih awal bersungut-sungut saat menerima upah. Ternyata mereka hanya
mendapatkan satu dinar sebagai upah. Mereka anggap bahwa hal ini tidak adil karena waktu bekerja
mereka paling lama.
Sebagai tanggapan atas tuduhan melakukan ketidakadilan, pemilik kebun mengingatkan kembali
kesepakatan mereka. Sejak awal mereka semua sepakat bahwa di akhir jam kerja upah yang akan
diterima adalah satu dinar. Pemilik kebun menegaskan bahwa ia tidak melakukan kesalahan atau
pelanggaran hukum apa pun. Ia telah bertindak adil karena ia membayar mereka seturut perjanjian
yang sudah dibuat bersama.

Pemilik kebun lalu menegaskan hak sekaligus kemurahan hatinya (ay. 14). Reaksi para pekerja itu
menggambarkan pandangan mereka terhadap sesama. Mereka memandang sesama tanpa
kemurahan hati. Mata mereka penuh dengan keserakahan akan uang sehingga mereka iri ketika
melihat orang lain mendapat lebih dari apa yang mereka terima. Sebenarnya mereka tidak puas bukan
karena diperlakukan tidak adil, tetapi karena sikap hati mereka yang tidak benar telah dikuasai oleh iri
hati.

• Ayat 16 prinsip dalam Kerajaan Sorga

Yesus menutup perumpamaan dengan pernyataan bahwa yang terakhir menjadi terdahulu dan yang
terdahulu menjadi yang terakhir.

Ini tergambar ketika pembagian upah dilakukan. Para pekerja yang datang paling akhir justru mendapat
giliran pertama untuk menerima upah. Mereka adalah orang-orang yang bekerja dengan hanya
mengandalkan kemurahan hati si pemilik kebun. Mereka tahu bahwa upah mereka sangat sedikit. Jika
dihitung menurut jam kerja, orang yang bekerja paling akhir hanya akan mendapat 1/12 dinar saja.
Tetapi bagi mereka yang miskin, jumlah itu amat berarti daripada pulang ke rumah tanpa membawa
apa-apa. Sebaliknya, pekerja yang datang paling awal dan menuntut upah tambahan karena merasa
bekerja lebih banyak, malah mendapat giliran terakhir untuk menerima upah.

D. Pendalaman Perumpamaan

Pada jaman Yesus dahulu, amat lazim seorang pemilik kebun anggur mencari pekerja. Itulah sebabnya
Yesus mengambil bentuk perumpamaan ini sebagai cara pengajaran kepada para pengikut-Nya. Para
pekerja ini adalah orang-orang upahan.
Mereka bukan karyawan, tetapi hanya pekerja harian dengan upah yang diberikan per hari pula.

Jam kerja satu hari dihitung pukul 06.00-18.00. Pemilik kebun akan mencari para pekerja di pasar, yaitu
tempat di mana mereka menunggu pekerjaan dari tuan/majikan yang membutuhkan tenaga mereka.
Dalam perumpamaan tadi dikisahkan bahwa para pekerja upahan mulai bekerja pada jam yang
berbeda : pkl. 06.00, 09.00, 12.00, 15.00, bahkan 17.00. Setelah para pekerja direkrut, maka upah pun
dibicarakan. Upah satu dinar merupakan jumlah standar di masa itu untuk pekerja kasar yang bekerja
selama satu hari.

Pembayaran upah mesti dilakukan pada hari yang sama. Alasannya, pekerja upahan umumnya adalah
orang yang miskin dan membutuhkan uang untuk biaya hidup sehari-hari. Jika upah mereka ditahan,
maka keluhan para pekerja pada Tuhan akan mendatangkan dosa bagi mereka yang mempekerjakan
(bdk. Im. 19:13b, Ul. 24:14-15).

Di akhir hari, ternyata semua pekerja mendapatkan satu dinar sebagai upah, meskipun durasi waktu
kerja mereka tidak sama. Apakah pemilik kebun anggur telah berlaku tidak adil, seperti dituduhkan oleh
para pekerja yang mulai bekerja sejak pagi?

Perumpamaan ini tidak bercerita tentang ketidakadilan. Sebaliknya, pemilik kebun ini telah bertindak
adil karena ia membayar persis sama seperti kesepakatan. “Saudara, aku tidak berlaku tidak adil
terhadap engkau.” Kata ‘tidak adil’ (Yunani: adikeo) berarti : tidak melakukan kesalahan, tidak
melanggar hukum.
Pemilik kebun menegaskan bahwa ia tidak melakukan kesalahan atau pelanggaran hukum apa pun.
Dengan kata lain, ia sudah bertindak sangat adil terhadap pekerja karena ia melakukan semua itu
sesuai perjanjian yang sudah dibuat bersama.

Lebih dari adil, tuan ini juga murah hati. Keadilan yang berpangkal dari kemurahan hati ditunjukkannya
dengan memberi kesempatan kerja kepada semua orang. Ia bahkan membayar sama kepada orang
yang mulai bekerja lebih kemudian. Semua orang yang dipekerjakannya itu butuh penghasilan untuk
hidup. Hari itu, dengan adil dan murah hati ia mempekerjakan mereka semua dan memberi upah
menurut ukuran yang pantas di jamannya agar setiap orang bisa menyambung hidup dari penghasilan
mereka.

Tujuan

• Umat menyadari bahwa keadilan Allah adalah keadilan yang bermuara pada kemurahan hati-Nya.
• Umat belajar dari kisah perumpamaan dalam Injil sebagai inspirasi untuk menghidupi keutamaan
keadilan berdasar pada kemurahan hati.

Gagasan Pokok

• Kedewasaan iman seorang pribadi dapat dikenali dari pelbagai keutamaan yang dihidupinya. Yang
dimaksud dengan keutamaan adalah kebiasaan untuk melakukan kebaikan secara terus menerus,
dengan tujuan untuk memuliakan Allah dan turut mewujudkan rencana keselamatan-Nya.
• Keutamaan keadilan adalah kehendak yang tetap dan teguh untuk memberikan kepada Allah dan
sesama apa yang menjadi hak masingmasing. Buah kebaikan dari keadilan meliputi bakti (hormat
dan pelayanan kepada orangtua, negara, dan mereka yang ada dalam otoritas yang sah), taat, tahu
berterima kasih, tulus, ramah-tamah, dan tidak sewenang-wenang.
• Bacaan dari Injil Matius 20:1-16 adalah sebuah perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus bagi
para pengikut-Nya. Lewat perumpamaan ini Yesus hendak memberikan gambaran tentang
keutamaan Allah sendiri yang mahaadil. Di dalam Kerajaan Sorga, semua orang mendapat
kesempatan yang sama untuk mendapatkan belas kasihNya. Keadilan Allah adalah keadilan yang
bermuara pada kemurahan hati-Nya.
Doa sebagai Sumber Keberanian
③ Mazmur 27:1-14

A. Keberanian
Pokok pendalaman dalam pertemuan ketiga adalah keutamaan Keberanian. Keberanian adalah
keutamaan pokok yang membuat seseorang tabah dalam kesulitan dan tekun dalam mengejar yang
baik (KGK 1808). Ketabahan dan ketekunan ini adalah cerminan keterpautan jiwa pada apa yang baik.

Keberanian menciptakan keseimbangan (ketenangan) pribadi dalam menghadapi bahaya. Pribadi


pemberani bukanlah seorang pengecut yang membiarkan diri dikuasai rasa takut. Sekaligus seorang
pemberani bukanlah orang yang sembrono, gegabah, atau tergesa-gesa dalam mengambil tindakan
sehingga justru membahayakan kehidupan.

Keberanian sejati justru berjalan seturut akal budi, pertimbangan, nilai sesuatu, dan menyangkut rasa
keadilan. Keberanian memperkuat tekad individu untuk melawan pencobaan, mengatasi kelemahan
pribadi, dan kesediaan berkurban demi apa yang baik.

Memiliki keberanian tidak berarti bahwa orang bebas dari rasa takut. Sebaliknya, seorang yang memiliki
keberanian mengenal rasa takut, tetapi tidak membiarkan rasa takut itu mencegahnya dari melakukan
apa yang baik, atau lebih parah, melakukan apa yang jahat.

Sebagai wujud kedewasaan iman, tindakan tertinggi dari keberanian adalah kemartiran. Keberanian
menjadikan orang rela mengorbankan kehidupan sendiri bagi suatu hal yang benar. Para martir
bertahan sampai mati melalui tindakan berani demi kebenaran iman yang diyakininya (KGK 2473).

Buah-buah kebaikan yang berakar keutamaan keberanian tampak pada keluhuran budi, yang membuat
orang cenderung untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik sebesar mungkin; kebaikan hati, sebagai
kecenderungan untuk berbagi kebaikan dengan orang lain; kesabaran, yang memampukan orang
menghadapi kejahatan-kejahatan yang ada; dan ketekunan, yang membuat orang terus berdiri tegak
dalam mengejar kebajikan. Sedangkan lawan dari keberanian bisa muncul dalam sikap takut, ceroboh,
prasangka, ambisi, pongah, pengecut, labil dan bebal.

B. Teks Kitab Suci (Mazmur 27:1-14)


Teks Mazmur 27:1-14 dapat menjadi inspirasi bagi kita dalam mengembangkan keutamaan keberanian.
Bercermin pada pengalaman bangsa Israel kita diajak menyelami sumber keutamaan ini. Dalam doa
permohonan, bangsa Israel yang kerap didera pelbagai penderitaan, tetap percaya bahwa bersama
Allah mereka tak perlu merasa takut. Berharap dan percaya kepadaNya dalam doa menjadi sumber
keberanian untuk menghadapi kehidupan dan segala persoalannya.

C. Isi Mazmur
• Ayat 1-3 ungkapan kepercayaan

Mazmur dibuka dengan pernyataan kepercayaan si pendoa kepada Tuhan : Tuhan adalah terang,
keselamatan, dan benteng. Karena itu, tak ada alasan untuk takut atau gemetar. Besarnya kesusahan
atau kesulitan si pendoa amatlah serius. Keseriusan itu digambarkan ibarat ancaman musuh yang siap
memangsa dan menghancurkan. Tetapi berkaca dari pengalaman sejarah lampau bangsanya, si
pendoa tetap yakin akan perlindungan Tuhan.
• Ayat 4-6 alasan untuk percaya

Si pendoa tak memohon agar ia diluputkan dari bahaya. Keinginannya yang terbesar adalah tetap
tinggal dalam kedekatan dengan Tuhan. Dalam bait suci dirasakannya kemurahan hati Tuhan
sebagaimana telah ditunjukkan kepada banyak orang. Berkat kesaksian mereka akan tindakan
penyelamatan Tuhan, imannya diteguhkan.

Pertolongan Tuhan dialami si pendoa dalam hubungan mesra dengan Tuhan, yang memperlakukannya
seperti tamu di pondok dan kemah-Nya. Segala kebaikan itu ditanggapinya dengan upacara syukur.

• Ayat 7-10 seruan permohonan

Bagian ini melukiskan betapa sebenarnya penderitaan si pendoa amatlah berat. Situasinya justru
sangat berbeda dari apa yang diyakininya, sebagaimana ada dalam ayat 1-6. Dalam ketakutannya, ia
minta tolong, mencari wajah Tuhan, berseru penuh kepercayaan, dan mengharapkan pertolongan-Nya.

Si pendoa menyadari bahwa ia tak dapat menghadap Tuhan jika Tuhan sendiri menyembunyikan diri
atau menolaknya. Meski berat penderitaannya, seolah bahkan ditinggalkan Tuhan, ia tetap percaya
dan mengakui Tuhan sebagai penolong dan penyelamatnya.

Para pemfitnah dan saksi dusta mungkin berhasil menjauhkan saudara dan sahabat, bahkan orangtua
dari dirinya. Tetapi dengan kepercayaan yang kuat ia yakin bahwa Tuhan tetap menerimanya karena
Tuhan tak akan bisa dipengaruhi oleh dusta para musuhnya.

• Ayat 11-13 inti permohonan dan kepercayaan

Si pendoa memohon dengan kuat agar Tuhan membantu untuk tetap mengikuti jalan-Nya, tidak jatuh
dalam godaan yang ditawarkan para seteru, atau menyerah pada kesulitan yang ditimbulkan oleh para
lawan.

Ketakutannya ditepis dengan kepercayaan kepada Tuhan, sekali pun bahaya belumlah lewat. Ia berani
mengandalkan Tuhan.

• Ayat 14 ajakan untuk tetap percaya

Mazmur ditutup dengan ajakan untuk menantikan Tuhan. Mungkin umat lain yang mendengar doanya
hendak meneguhkan kepercayaannya : kuatkan dan teguhkan hatimu. Situasi bahaya memang belum
lewat, tetapi ia tak perlu takut. Tuhan akan mengabulkan doanya dan si pendoa diajak untuk
menantikan tindakan Tuhan dengan sabar.

D. Pendalaman Mazmur

Bagi bangsa Israel, mazmur adalah sebuah doa, sebuah ungkapan kepercayaan kepada Tuhan yang
diyakini senantiasa memperhatikan umat-Nya. Mazmur 27 adalah sebuah contoh Mazmur
Kepercayaan. Bisa dirasakan dalam mazmur ini bahwa seorang yang kepercayaannya kuat toh dapat
mengalami krisis yang mengguncang iman.
Di bagian pertama (ayat 1-6), pemazmur mengungkapkan kepercayaan kepada Tuhan atas dasar
pengalaman masa lalu. Tetapi di bagian kedua (ayat 7-14) kita bisa merasakan kebingungan dan
keterkejutan pemazmur. Ia mengalami bahaya besar dari sejumlah lawan, yang dengan fitnah dan
kesaksian palsu hendak menjatuhkannya. Imannya sungguh diuji. Berkat kepercayaan yang kuat, ia
berhasil mengatasi krisis dalam penyerahan kepada Tuhan.
Bagi bangsa Israel, doa yang didasari kepercayaan kepada Allah sekaligus adalah bentuk kesaksian.
Mazmur tidak didaraskan dalam hati, tetapi diucapkan. Dari apa yang didoakan, umat lain menjadi tahu
apa yang sedang diwartakan, yakni keyakinan akan Allah yang selalu menolong, dulu, kini, dan nanti.

Dalam mazmur kepercayaan seperti ini bisa dirasakan beberapa hal yang menegaskan kedewasaan
iman bangsa Israel:

• Suasana mazmur terasa mesra. Allah digambarkan amat dekat seperti pengalaman harian sebagai
benteng, terang, keselamatan.
• Kepercayaan akan Tuhan disampaikan dalam bentuk doa. Tuhan pun disapa dalam relasi yang
personal orang kedua: Engkau.
• Kepercayaan itu diungkapkan dengan tenang meskipun suasana hidup yang dialami amatlah
mengancam. Jika Tuhan memihak, tak ada alasan untuk takut. Kesusahan sehari-hari tak bisa
mengganggu sampai ke dalam hati dan memisahkan dirinya dari Tuhan.
• Doa orang yang percaya adalah ajakan bagi orang lain untuk meneladaninya. Kesaksian pemazmur
tentang sikap percaya menjadikan doa itu sebuah ajakan implisit untuk meneladani sikap yang
sama.
Tujuan

• Umat memahami pengalaman bangsa Israel yang tetap teguh dalam iman sekalipun mengalami
kesulitan.
• Umat turut merasakan sumber kekuatan untuk mengembangkan keutamaan keberanian dalam
doa permohonan bangsa Israel.

Gagasan Pokok

• Kedewasaan iman seorang pribadi dapat dikenali dari pelbagai keutamaan yang dihidupinya.
Yang dimaksud dengan keutamaan adalah kebiasaan untuk melakukan kebaikan secara terus
menerus, dengan tujuan untuk memuliakan Allah dan turut mewujudkan rencana keselamatan-
Nya.
• Keutamaan keberanian adalah kebiasaan baik yang membuat seseorang tabah dalam kesulitan
dan tekun dalam mengejar yang baik. Ketabahan dan ketekunan ini adalah cerminan
keterpautan jiwa pada apa yang baik. Buah-buah keutamaan ini tampak lewat perbuatan-
perbuatan baik sebesar mungkin, kesediaan berbuat baik sebesar mungkin, kemauan berbagi,
kesanggupan menghadapi kejahatan, ketekunan mengejar kebajikan. Sedangkan lawan dari
keberanian bisa muncul dalam sikap takut, ceroboh, prasangka, ambisi, pongah, pengecut,
labil dan bebal.
• Bacaan Mazmur 27:1-14 mengungkapkan kepercayaan kepada Allah sebagai sumber
keberanian. Dalam doa permohonan, bangsa Israel yang kerap didera pelbagai penderitaan,
tetap percaya bahwa bersama Allah mereka tak perlu merasa takut.
Nasehat Penguasaan Diri
④ Yakobus 4:1-10

A. Penguasaan Diri

Pertemuan terakhir dalam BKS ini membahas keutamaan Penguasaan Diri. Penguasaan diri adalah
keutamaan moral “yang mengekang kecenderungan kepada berbagai macam kenikmatan dan yang
membuat kita menggunakan bendabenda duniawi dengan ukuran yang tepat.”

Keutamaan ini memastikan penguasaan kehendak atas kecenderungan dan menjaga keinginan dalam
batas-batas yang patut dihormati (KGK 1809).

Pribadi yang memiliki penguasaan diri mengarahkan kehendak inderawinya kepada yang baik,
mempertahankan kemampuan berpikirnya secara sehat untuk menilai, dan berani mengatakan “cukup”.
Sebagaimana sabda Tuhan, “Jangan mengikuti setiap kecenderungan walaupun engkau mampu, dan
jangan engkau mengikuti hawa nafsumu.” (bdk. Sir 5:2)

Orang yang mampu menguasai dirinya akan “menjalani hidup yang bijaksana, adil dan beribadah di
dunia ini” (bdk. Tit 2:12).

Penguasaan diri memampukan kita menjadi diri kita secara utuh dan tidak menjadi budak apa pun,
entah makanan, alkohol, seks, judi, kenyamanan, keberhasilan, atau kenikmatan lain yang timbul dari
kecanduan atasnya (KGK 2290).

Dari kemampuan untuk menguasai diri bisa muncul 2 aspek penting menyangkut perasaan, yakni
perasaan malu dan perasaan terhormat. Perasaan malu membuat orang takut merasa malu, cemar
atau aib atas kelakuan/tindakan yang tak terkendali. Perasaan ini menghindarkan orang dari tindakan
yang tak terkendali. Sementara perasaan terhormat menyebabkan orang ingin memiliki perasaan
dihargai, dihormati atau dikasihi karena mengamalkan penguasaan diri. Perasaan ini mengilhami orang
untuk bertindak dengan penguasaan diri.

Ringkasnya, penguasaan diri dalam tindakan adalah menjaga diri. Sementara lepas kendali dalam
tindakan adalah memerosotkan dan merusak diri. Kebaikan yang tercakup dalam penguasaan diri
meliputi pantang, laku tapa, ugahari, murni, mengendalikan nafsu, rendah hati, lemah-lembut, belas
kasihan, sopan dan murah hati. Sebaliknya, lawan dari penguasaan diri misalnya rakus, mabuk,
berfoya-foya, ketidakmurnian, mengumbar nafsu, congkak, murka dan tamak.

B. Teks Kitab Suci (Yakobus 4:1-10)


Surat Yakobus adalah sebuah contoh Surat Pastoral, yang ditulis seorang gembala bagi umatnya. Surat
ini berisi nasehat dan ajakan tentang perilaku ideal sebagai perwujudan iman kristiani. Nasehat itu
amatlah penting bagi jemaat yang hidup dalam suasana dan lingkungan budaya Yunani
(hellenis).

Dalam perikop 4:1-10 ia mengingatkan jemaat tentang pentingnya pengendalian serta mawas diri agar
mereka tak mudah terpecah-belah karena pertikaian.
C. Isi Surat
• Ayat 1-2 sumber sengketa

Perikop dibuka dengan menunjukkan bahwa sumber sengketa dan pertikaian dalam jemaat seringkali
adalah hawa nafsu. Hawa nafsu membuat orang menginginkan sesuatu bagi dirinya sendiri. Keinginan
akan sesuatu yang tak terkendali bahkan bisa membawa orang sampai pada pembunuhan,
pertengkaran, atau perkelahian.

• Ayat 3-5 doa yang salah

Penulis surat ini mengingatkan bahwa doa bisa salah. Itu terjadi bila isi doa adalah permohonan kepada
Allah agar memberikan apa saja demi memuaskan keinginan hawa nafsu. Hawa nafsu membuat orang
terikat pada tawaran dunia dan menjauhkan orang dari persahabatan dengan Allah sendiri.

• Ayat 6 kerendahan hati

Kunci persahabatan dengan Allah adalah sikap rendah hati. Meninggikan diri di dalam pikiran atau
mencari kehormatan dan penghargaan dari orang lain demi kepuasan pribadi justru berarti menutup
pintu bagi pertolongan Allah. Pertolongan dianugerahkan oleh Allah bukan kepada orang yang congkak
dan berpuas diri, tetapi kepada orang yang rendah hati.

• Ayat 7-10 nasehat dan perintah

Menyadari pentingnya kerendahan hati agar bisa hidup dengan penguasaan diri yang tepat saat
berhadapan dengan hawa nafsu duniawi, penulis surat menegaskan beberapa nasehat dan
perintahnya, yakni:

Pertama, tunduklah kepada Allah dan lawanlah iblis. Tunduk lebih dari sekadar ketaatan. Untuk tunduk
diperlukan kerendahan hati. Iblis, musuh Allah itu, harus dilawan. Apabila dilawan, ia akan lari dari
padamu. Ini merupakan langkah penting untuk menghindari dosa keduniawian.

Kedua, mendekatlah kepada Allah. Persekutuan yang erat dengan Allah memastikan sikap bersahabat
dari-Nya dan mengasingkan orang dari dunia. Sebaliknya, menuruti hawa nafsu akan mendekatkan
orang pada dunia yang justru menjadi sumber dosa.

Anggapan bahwa keduniawian adalah dosa diungkapkan dengan dua perintah berikutnya: tahirkanlah
tanganmu, sucikanlah hatimu. Mencuci tangan adalah simbol tindakan lahiriah. Sedangkan kesucian
hati mengacu kepada motivasi batiniah. Di hadapan Allah, orang diajak untuk setia, tidak mendua hati.

Ketiga, sadarilah kemalanganmu. Inilah panggilan bagi pertobatan, ketika berhadapan dengan dosa
serius, yaitu: "sadarilah betapa celaka dirimu" (bdk. Rm. 7:24), berdukacita dan merataplah. Semua
sikap ini lebih cocok dibandingkan dengan tertawa dan sukacita (dengan tetap gembira, menganggap
enteng keadaan dunia sekeliling), padahal tahu bahwa dirinya berdosa. Sedangkan “dukacita” ialah
ungkapan keadaan tertekan dari orang-orang yang malu dan menyesal.

Keempat, rendahkanlah dirimu. Dengan ajakan ini Yakobus kembali kepada nasihat pertamanya (4:7):
bersikap rendah hati di hadapan Allah. Nasihat ini disertai dengan janji bahwa Allah akan meninggikan
orang yang rendah hati.
D. Pendalaman Surat

Surat Yakobus diperkirakan ditulis pada akhir abad pertama. Pada masa itu jemaat kristiani sudah mulai
tersebar bahkan di luar wilayah Palestina. Budaya yang berkembang di masa itu amat dipengaruhi oleh
budaya Yunani. Hal ini kerap menimbulkan persoalan iman bagi jemaat. Ada perbedaan nilai kehidupan
yang ditawarkan dalam budaya ini. Misalnya, tentang bagaimana bersenang-senang secara berlebihan
untuk menikmati hidup (hedonisme).

Dalam suasana seperti itu, Surat Yakobus secara umum berisi ajakan untuk hidup dengan sempurna.
Penulisnya kerap mempertentangkan kebaikan dengan kejahatan. Ia mengajak jemaat untuk
membangun sikap tobat secara tekun dan mendalam. Ini dimaksudkan agar jemaat semakin
berkembang dalam menghayati moralitas Injil. Ringkasnya, orang diajak untuk memilih Allah daripada
kenikmatan dunia.
Dalam pemahaman waktu itu, kejahatan utama diringkas dalam empat hal: keinginan, hawa nafsu,
ketakutan, dan kesedihan. Baginya, keinginan adalah akar dari segala godaan (bdk. 1:14-15). Ia ulangi
peringatan itu dalam perikop ini (4:1-3). Orang kristen yang masih dikuasai oleh keinginan dan
kesenangan adalah sahabat dunia dan musuh Allah (4:4). Karena itu, ajakannya adalah memba-ngun
penguasaan diri yang teguh. Proses itu akan berlang-sung jika orang mau membangun kedekatan
dengan Allah dalam kerendahan hati, dan tidak sebaliknya menjalin kedekatan dengan dunia (4:7-10).

Tujuan

• Umat menyadari akar godaan yang dapat memecah belah persekutuan.


• Umat belajar dari pergulatan jemaat perdana dalam mengembangkan semangat penguasaan diri.

Gagasan Pokok

• Kedewasaan iman seorang pribadi dapat dikenali dari pelbagai keutamaan yang dihidupinya. Yang
dimaksud dengan keutamaan adalah kebiasaan untuk melakukan kebaikan secara terus menerus,
dengan tujuan untuk memuliakan Allah dan turut mewujudkan rencana keselamatan-Nya.
• Keutamaan penguasaan diri mengekang kecenderungan kita kepada pelbagai kenikmatan dan
membuat kita menggunakan benda-benda duniawi dengan ukuran yang tepat. Buah kebaikan yang
tampak dalam keutamaan ini meliputi pantang, laku tapa, ugahari, murni, pengendalikan nafsu,
rendah hati, lemah-lembut, belas kasihan, sopan dan murah hati. Sebaliknya, lawan dari
penguasaan diri misalnya rakus, mabuk, berfoya-foya, ketidakmurnian, mengumbar nafsu,
congkak, murka dan tamak.
• Bacaan Yakobus 4:1-10 adalah Surat Pastoral yang berisi nasehat dan ajakan tentang perilaku
ideal sebagai perwujudan iman kristiani bagi jemaat yang hidup dalam suasana dan lingkungan
budaya Yunani (hellenis). Penulis surat mengingatkan jemaat tentang pentingnya pengendalian
serta mawas diri agar mereka tak mudah terpecah-belah karena pertikaian.

Anda mungkin juga menyukai