Anda di halaman 1dari 15

CATATAN SIPIL (BURGERLIJKE STAND)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada kegiatan Ospek Jurusan
Hukum Keluarga (Ahwal Al-Syakhsiyah)

Disusun OLeh :
Ida Fauziyah
NPM. 1183010053

HUKUM KELUARGA (AHWAL AL-SYAKHSIYAH)


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan artikel ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan artikel ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Artikel ini merupakan salah satu tugas pada kegiatan Ospek Jurusan Hukum
Keluarga (Ahwal Al-Syakhsiyah) dengan judul “Catatan Sipil (Burgerlijke Stand)”.
Penulis tentu menyadari bahwa artikel ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk artikel ini, supaya artikel ini
nantinya dapat menjadi artikel yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada artikel ini mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak telah
membimbing dalam menulis artikel ini. Demikian, semoga artikel ini dapat
bermanfaat. Terima kasih.

Bandung, 22 Oktober 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 2
A. Pengertian Catatan Sipil (Burgerlijke Stand) ......................... 2
B. Macam – macam Catatan Sipil (Burgerlijke Stand) .............. 2
C. Tujuan dan Fungsi Catatan Sipil (Burgerlijke Stand) ............ 9
BAB III KESIMPULAN ............................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada mulanya semua kejadian yang menyangkut manusia, seperti
kelahiran, perkawinan, dan kematian dicatat oleh gereja. Namun karena
pencatatan yang dilakukan oleh gereja tidak lengkap dan tidak mudah untuk
diperiksa, maka pada masa Revolusi Prancis, unruk pertama kalinya di Eropa
diadakan Lembaga Catatan Sipil. Di Indonesia lembaga pencatatan pertama
kali berlaku bagi golongan Eropa pada tahun 1848 melalui asa konkordansi,
namun baru diundangkan pada tahun 1949. Adapun tujuan dari Lembaga
Catatan Sipil adalah untuk mencatat selengkap dan sejelas-jelasnya sehingga
memberikan kepastian yang sebenar-benarnya mengenai semua kejadian.
Selain itu,seluruh peristiwa penting yang terjadi dalam keluarga (yang
memiliki aspek hukum), perlu didaftarkan dan dibukukan, sehingga baik yang
bersangkutan maupun orang lain yang berkepentingan mempunyai bukti yang
outentik tentang peristiwa-peristiwa tersebut, dengan demikian maka
kedudukan hukum seseorang menjadi tegas dan jelas. Untuk melakukan
pencatatan, dibentuknya lembaga khusus yang disebut Lembaga Catatan Sipil
(Burgerlijke Stand).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Catatan Sipil (Burgerlijke Stand) ?
2. Sebutkan macam – macam Catatan Sipil (Burgerlijke Stand) ?
3. Apa tujuan dan funsi Catatan Sipil (Burgerlijke Stand) ?

C. Tujuan
1. Mengetahui tentang pengertian Catatan Sipil (Burgerlijke Stand).
2. Mengetahui macam – macam Catatan Sipil (Burgerlijke Stand.
3. Mengetahui tujuan dan fungsi Catatan Sipil (Burgerlijke Stand)

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Catatan Sipil (Burgerlijke Stand)


KUHPerdata tidak memberikan pengertian dari apa yang dimaksud
dengan pencatatan sipil itu. Padahal Lembaga Pencatatan Sipil ini sudah
dikenal sejak zaman Hindia Belanda,namun di dalam Art.16 NBW Baru
negeri Belanda disebutkan bahwa catatan sipil merupakan intuisi untuk
meregistrasi kedudukan hukum mengenai pribadi seseorang terhadap
kelahirannya, perkawinannya, perceraiannya, orang tuanya, dan
kematiannya. Adapun beberapa unsur penting dalam Lembaga Catatan Sipil,
yaitu :
1. Di bentuk oleh pemerintah.
2. Betugas mencatat, mendaftarkan, dan membukukan peristiwa penting
bagi status keperdataann.
3. Bertujuan mendapatkan data yang lengkap, agar status warga dapat
diketahui dan dibuktikan.
Adapun pengaturan catatan sipil atau pencatatan sipil diatur dalam Bab
kedua Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 Buku Kesatu KUHPerdata. Ketentuan-
ketentuan dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 KUHPerdata tersebut
mengatur mengenai akta-akta catatan sipil bagi golongan penduduk Eropa
dan mereka yang dipersamakan dengan itu. Namun,dengan keluarnya
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1961 tentang Perubahan atau Penambahan
Nama Kelauarga, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 6 sampai Pasal 10
KUHPerdata dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengann yang baru
sebagaimana termuat dalam pasal-pasal Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1961.

B. Macam – macam Catatan Sipil (Burgerlijke Stand)


1. Akta Kelahiran
Akta kelahiran adalah akta/catatan otentik yang dibuat oleh

2
pegawai catatan sipil berupa catatan resmi tentang tempat dan waktu
kelahiran anak, nama anak dan nama orang tua anak secara lengkap dan
jelas, serta status kewarganegaraan anak.
Pada prinsipnya, akta kelahiran hanyalah sebuah catatan
administratif. Dianggap penting karena data yang ada dalam akta
kelahiran dapat digunakan sebagai bukti jati diri bagi si anak,
sehubungan dengan hak waris atau klaim asuransi dan pengurusan hal-
hal administratif lainnya seperti tunjangan keluarga, paspor, KTP, SIM,
pengurusan perkawinan, perijinan, mengurus beasiswa dan lain-lain.
Dengan adanya data di KCS, secara administratif negara
berkewajiban memberi perlindungan terhadap anak dari segala
bentuk kekerasan fisik, mental, penyanderaan, penganiayaan,
penelantaran, eksploitasi termasuk penganiayaan seksual dan
perdagangan anak (pasal 19 ayat 1 Konvensi Hak Anak). Untuk itu pihak
berwenang dapat menjerat pelaku dengan ketentuan kejahatan terhadap
anak di bawah umur.

2. Akta Perkawinan
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku
(pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974). Bagi
mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan
dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA). Sedang bagi yang beragama
Katholik, Kristen, Budha, Hindu, pencatatan itu dilakukan di Kantor
Catatan Sipil (KCS).
a. Sahnya Perkawinan
Sebuah perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu (pasal 2
ayat 1 UU Perkawinan). Ini berarti bahwa jika suatu perkawinan
telah memenuhi syarat dan rukun nikah atau ijab kabul telah
dilaksanakan (bagi umat Islam) atau pendeta/pastur telah
melaksanakan pemberkatan atau ritual lainnya (bagi yang non

3
muslim), maka perkawinan tersebut adalah sah, terutama di mata
agama dan kepercayaan masyarakat.
Karena sudah dianggap sah, akibatnya banyak perkawinan
yang tidak dicatatkan. Bisa dengan alasan biaya yang mahal,
prosedur berbelit-belit atau untuk menghilangkan jejak dan bebas
dari tuntutan hukum dan hukuman adiministrasi dari atasan,
terutama untuk perkawinan kedua dan seterusnya (bagi pegawai
negeri dan ABRI). Perkawinan tak dicatatkan ini dikenal dengan
istilah Perkawinan Bawah Tangan (Nikah Syiri’).
b. Akibat Hukum Tidak dicatatkannya Perkawinan
1) Perkawinan Dianggap tidak Sah.
Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan
kepercayaan, namun di mata negara perkawinan Anda
dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor Urusan
Agama atau Kantor Catatan Sipil.
2) Anak Hanya Mempunyai Hubungan Perdata dengan Ibu dan
Keluarga Ibu.
Anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau
perkawinan yang tidak tercatat, selain dianggap anak tidak sah,
juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu atau
keluarga ibu (Pasal 42 dan 43 Undang-Undang Perkawinan).
Sedang hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada.

3) Anak dan Ibunya tidak Berhak atas Nafkah dan Warisan.


Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat
adalah, baik isteri maupun anak-anak yang dilahirkan dari
perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah ataupun
warisan dari ayahnya. Namun demikian, Mahkamah Agung RI
dalam perkara Nugraha Besoes melawan Desrina dan putusan
Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam perkara Heria Mulyani
dan Robby Kusuma Harta, saat itu mengabulkan gugatan

4
nafkah bagi anak hasil hubungan kedua pasangan tersebut.

3. Akta Perceraian
Perceraian yang secara sah menurut hukum negara (sesuai dengan
UU no 1 Tahun 1974) adalah melalui Pengadilan. Perceraian yang
demikian wajib dicatat dan memperoleh akta cerai. Perceraian
merupakan salah satu peristiwa penting yang mengubah status catatan
sipil seseorang. Perceraian mengubah status kawin menjadi status janda
atau duda, dan membawa akibat-akibat hukum lain seperti pembagian
harta bersama (gono-gini), serta hak dan kewajiban terhadap anak.
Pengadilan hanya memutuskan mengadakan sidang pengadilan untuk
menyaksikan perceraian apabila memang terdapat alasan-alasan dan
pengadilan ber- pendapat bahwa antara suami isteri yang bersangkutan
tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah
tangga. Sesaat setelah dilakukan sidang untuk menyaksikan perceraian
yang dimaksud maka Ketua Pengadilan membuat surat keterangan
tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan
kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan
pencatatan perceraian.
Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya
terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor
pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama
Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Sehingga jika putusan
perceraian di pengadilan tidak segera dicatatkan, maka belum
mempunyai kekuatan hukum dan akan menyulitkan suami/isteri dalam
mengambil tindakan hukum lainnya. Misalkan untuk menikah kembali.

4. Akta Kematian
Kematian adalah menghilangnya secara permanen semua tanda-
tanda kehidupan setiap saat setelah kelahiran hidup terjadi.Pencatatan

5
kematian memberikan kepastian hukum atas hak dan kewajiban perdata
seseorang yg meninggal dunia, termasuk pada pihak yg mempunyai
hubungan garis keturunan atau hubungan darah.
Akta kematian merupakan bukti pengakuan negara atas
meninggalnya seseorang dgn berbagai implikasi keperdataan yg wajib
diselesaikan. Bagi pemerintah, pencatatan kematian yg dilaksanakan
secara benar, hasilnya merupakan sumber data statistik yg akurat
sekaligus mengakomodasi kepentingan dlm perencanaan pembangunan
di bidang kesehatan.
a. Tujuan Pencatatan Kematian
1) Memberikan status dan kepastian hukum atas peristiwa
kematian seseorang.
2) Memberikan perlindungan data pribadi penduduk yg berkaitan
dengan kematian.
3) Fasilitasi pelayanan publik sebagai implikasi pencatatan
kematian.
b. Manfaat Pencatatan Kematian
Dengan diperoleh bukti dan dokumen autentik atas kematian
seseorang maka hal ini memberikan manfaat diantaranya yakni
Pembuktian kematian secara hukum, Pengurusan warisan/hubungan
hutang-piutang/ asuransi; Pengurusan pensiun bagi pegawai
(janda/duda); Pemberian tunjangan keluarga; Pengurusan Taspen;
Pencairan dana/tabungan di bank; Persyaratan perkawinan bagi
pasangan yg ditinggal mati; Penghapusan data pribadi. Selain itu
juga dengan pencatatan kematian akan didapatkan data statistik vital
kematian dan bagi penyelenggara pencatatan akan memberikan
konstribusi dlm pemeliharaan database kependudukan yg akurat,
muktahir dan realible.

5. Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak


Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak adalah catatan pinggir

6
yang dibuat bagi anak lahir diluar perkawinan orang tuanya yang
kemudian diakui dan disahkan dalam pencatatan perkawinan orang
tuanya yang sah.
a. Pengakuan Anak
Dalam Penjelasan Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, bahwa yang
dimaksud dengan Pengakuan Anak adalah :
Pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir di
luar perkawinan sah atas persetujuan ibu kandung anak tersebut..
Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan menentukan bahwa
Pengakuan Anak tersebut wajib dilaporkan oleh orangtua pada
Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
Surat Pengakuan Anak oleh ayahnya dan disetujui oleh ibu dari anak
yang bersangkutan. Dalam kaitan ini mengenai Surat Pengakuan
Anak oleh ayahnya yang disetujui oleh ibu kandung anak yang
bersangkutan, lebih baik dibuat dalam bentuk akta Notaris, untuk
kesempurnaan Pengakuan Anak tersebut, dan dapat menjadi bukti
yang kuat bagi para pihak.
b. Pengesahan anak
Dalam Penjelasan Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, bahwa yang
dimaksud dengan Pengesahan Anak adalah :

pengesahan status seorang anak yang lahir di luar ikatan


perkawinan sah pada saat pencatatan perkawinan kedua tua anak
tersebut.
Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan menentukan bahwa
Pengesahan Anak tersebut wajib dilaporkan oleh orang tua pada
Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ayah dan

7
ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan da
mendapatkan akta perkawinan terhadap anak yang dilahirkan diluar
perkawinan yang sah, dapat dilakukan Pengakuan Anak atau
Pengesahan Anak. Kalau Pengakuan anak hanya sebatas pengakuan
dari ayah kandungnya yang disetujui oleh ibu kandungnya,tanpa
diikuti dengan perkawinan ibu-bapaknya, tapi dalam Pengesahan
Anak ibu danbapak si anak tersebut melangsungkan pernikahan dan
pada saat pencatatan perkawinan si anak diakui sebagai anak
kandung mereka.
c. Akta Pergantian Nama
Nama biasanya diberikan kepada seseorang sejak ia dilahirkan
ke dunia. Akan tetapi, nama juga bisa dirubah. Seiring dengan
perkembangan jaman, banyak masyarakat kita yang melakukan
perubahan nama dengan berbagai alasan. Di antaranya karena alasan
profesi, nama lama kurang membawa hoki, nama lama kurang bagus
sehingga pemiliknya merasa malu jika memperkenalkan diri dan
berbagai alasan lainnya.
Tanpa kita sadari, mengganti atau merubah nama ini tidak
serta merta berubah begitu saja, karena perubahan nama ini
berpengaruh terhadap seluruh administrasi yang dilakukan. Di
antaranya, dalam bidang administrasi kependudukan berpengaruh
terhadap KTP, KK dan akta kelahiran yang bersangkutan. Selain itu,
dalam administrasi pendidikan berpengaruh terhadap data
pendidikan dan ijazah.
Perlu diketahui, bahwa penetapan perubahan nama ini telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan Pasal 52 yang menyatakan:
1) Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan
penetapan pengadilan negeri tempat pemohon.
2) Pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana

8
yang menerbitkan akta Pencatatan Sipil paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak diterimanya salinan penetapan pengadilan
negeri oleh Penduduk.
3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada register
akta Pencatatan Sipil dan kutipan akta Pencatatan Sipil.
Dalam hal perubahan nama ini, akta kelahiran kita nantinya
akan tetap sama dengan akta kelahiran yang lama. Hanya saja dalam
akta tersebut ditambahkan catatan pinggir oleh petugas catatan sipil
mengenai perubahan nama. Selanjutnya, kita dapat mengurus
perubahan nama pada surat-surat, seperti KTP, sertifikat tanah, surat-
surat yang berhubungan dengan perbankan, dan lain sebagainya
dengan akta tersebut.

C. Tujuan dan Fungsi Catatan Sipil (Burgerlijke Stand)


1. Tujuan Catatan Sipil (Burgerlijke Stand)
a. Untuk memperoleh kepastian hukum tentang status perdata
seseorang yang mengalami peristiwa hukum tersebut. Kepastian
hukum sangat penting dalam setiap perbuatan hukum.
b. Kepastian hukum itu menentukan apakah ada hak dan kewajiban
hukum yang sah antara pihak-pihak yang berhubungan dengan
hukum itu.
c. Kepastian hukum mengenai kelahiran menentukan status perdata
seseorang itu dewasa atau belum dewasa.
d. Kepastian hukum mengenai perkawinan menentukan status perdata
mengenai boleh atau tidak boleh melangsungkan perkawinan dengan
pihak lain lagi.
e. Kepastian hukum mengenai perceraian menentukan status perdata
untuk bebas mencari pasangan lain.
f. Kepastian hukum mengenai kematian menentukan status perdata
sebagai ahli waris dan keterbukaan waris.

9
2. Fungsi Catatan Sipil (Burgerlijke Stand)
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 telah
ditentukan, bahwa kantor Catatan Sipil mempunyai fungsi
menyelenggarakan:
a. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Kelahiran; diberikan oleh
dokter atau bidan rumah sakit/klinik mengenai peristiwa kelahiran
itu.
b. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Perkawinan; dibuat petugas
pencatat nikah (PPN) yang menyaksikan peristiwa pernikahan itu.
c. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Perceraian; putusan
pengadilan yang diberikan oleh Pengadilan Negeri bagi beragama
non islam dan Pengadilan Agama bagi beragama islam.
d. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Pengakuan dan Pengesahan
Anak;
e. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Kematian;diberikan oleh
dokter rumah sakit yang merawatnya atau oleh kepala
kelurahan/desa tempat tinggal yang bersangkutan.
f. Penyimpanan dan pemeliharaan Akta Kelahiran, Akta Perkawinan,
Akta Perceraian, Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak dan Akta
Kematian.
g. Penyelidikan bahan dalam rangka perumusan kebijaksanaan bidang
kependudukan/kewarganegaraan.

10
BAB III
KESIMPUAN

Catatan Sipil (Burgerlijke Stand) merupakan lembaga yang mengurusi


pencatatan peristiwa hukum seseorang seperti kelahiran, perkawinan, kematian,
perceraian, pengakuan dan pengesahan anak serta pergantian nama yang
menyangkut hal-hal keperdataan yang dimiliki, baik untuk kejelasan status, atau
penyelesaian masalah-masalah keperdataan yang akan atau sedang terjadi.

11
DAFTAR PUSTAKA

R.Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan. Hukum Orang dan Keluarga


(Personen en Familie-Recht). Surabaya. Airlangga University Press, 1991 Hlm.5.

Salim,HS.,Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),Jakarta. Sinar Grafika,Cet


IV,2006),Hlm.42.

Muhammad,Prof. Abdulkadir S.H. Hukum Perdata Indonesia. Penerbit PT Citra


Aditya Bakti. Bandung.2014

Rachmadi, Usman. Aspek-aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di


Indonesia.Jakarta.Sinar Grafika.2006 Hlm.189.

Kie,Tan Thong . Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris. Jakarta. Inchtiar
Baru Van Hoeve. 2007, Hlm 44.

Salim, Pengantar hukum Perdata Tertulis. Jakarta. Sinar Grafika. 2008 hal 37-40

Egi Septiannjari. ''Makalah Hukum Perdata''. 20 Oktober 2018.


http://makalahhukumperdata.blogspot.com/

Andrycko, Muhammad. ''Materi kuliah Pengetahuan dasar Hukum Perdata


Lengkap''. 21 Oktober 2018. http://andrycko.blogspot.com/2011/12/pengetahuan-
dasar-hukum-perdata.html

Soleh Hasan. ''Pencatatan Sipil di Indoneisa''. 21 Oktober 2018. http://soleh-


com.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

12

Anda mungkin juga menyukai