Anda di halaman 1dari 11

BLOK 1 MODUL 2

Usaha Seorang Ibu dalam Menerapkan Perilaku Sehat Bagi Anaknya

Disusun oleh:

Benita Rosalie (102014168)

Kelompok E4

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) - 5694 2061

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penulisan makalah ini dilatarbelakangi oleh skenario E, yaitu mengenai perilaku hidup
sehat yang ingin diterapkan oleh seorang ibu kepada anaknya.
Jabaran skenario :
Seorang anak kecil usia 3 tahun sudah mulai diajarkan oleh ibunya untuk menggosok gigi
sendiri. Walau terkadang malas melakukannya, si anak oleh ibunya tetap diajak untuk
menggosok giginya terutama di pagi dan malam hari. Untuk mengurangi kemalasan itu, ibu
memberi sebuah koin setiap si anak mau menggosok gigi. Koin ini bisa ditukarkan dengan
makanan kesukaan anak itu bila sudah berjumlah 10 buah.

1.2 Identifikasi Istilah


Pada skenario E, tidak ditemukan istilah yang tidak diketahui.

1
1.3 Rumusan Masalah
Dilatarbelakangi oleh skenario diatas, rumusan masalah yang menjadi perhatian antara
lain :
 Seorang anak yang malas melakukan perilaku hidup sehat;
 Usaha seorang ibu untuk memotivasi anaknya dalam melakukan perilaku hidup sehat.

1.4 Analisa Masalah

Perilaku sehat

Seorang anak yang


Imbalan malas menggosok gigi Konsekuensi

Perubahan
perilaku

1.5 Hipotesis
Perubahan perilaku seorang anak yang tadinya malas menggosok gigi menjadi rajin
menggosok giginya.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perilaku Sehat


Sehat adalah kondisi normal seseorang yang merupakan hak hidupnya. Sehat
berhubungan dengan hukum alam yang mengatur tubuh, jiwa, dan lingkungan berupa udara

2
segar, sinat matahari, diet seimbang, bekerja, istirahat, tidur, santai, kebersihan serta pikiran,
kebiasaan, dan gaya hidup yang baik.1
Selama beberapa dekade, definisi sehat msih dipertentangkan dan belum ada kata sepakat
dari para ahli kesehatan maupun tokoh masyarakat dunia. Akhirnya World Health
Organization (WHO) membuat definisi universal yang menyatakan bahwa sehat adalah suatu
keadaan kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu kesatuan dan
bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.1
Menurut WHO, ada tiga komponen penting yang merupakan satu kesatuan dalam definisi
sehat yaitu :1
 Sehat Jasmani
Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya, berupa
sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut tersisir rapi,
berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau, selera makan baik, tidur
nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan normal.1
 Sehat Mental
Sehat mental dan sehat jasmani selalu dihubungkan satu sama lain dalam pepatah
kuno “Jiwa yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat (Men Sana In
Corpore Sano)”. Atribut seorang insan yang memiliki mental yang sehat adalah
sebagai berikut :1
a. Selalu merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya, tidak pernah menysal
dan kasihan terhadap dirinya, selalu gembira, santai dan menyenangkan serta
tidak ada tanda-tanda konflik kejiwaan.1
b. Dapat bergaul dengan baik dan dapat menerima kritik serta tidak mudah
tersinggung dan marah, selalu pengertian dan toleransi terhadap kebutuhan
emosi orang lain.1
c. Dapat mengontrol diri dan tidak mudah emosi serta tidak mudah takut,
cemburu, benci serta menghadapi dan dapat menyelesaikan masalah secara
cerdik dan bijaksana.1
 Kesejahteraan Sosial
Batasan kesejahteraan sosial yang ada di setiap tempat atau negara sulit diukur
dan sangat tergantung pada kultur, kebudayaan dan tingkat kemakmuran masyarakat

3
setempat. Dalam arti yang lebih hakiki, kesejahteraan sosial adalah suasana
kehidupan berupa perasaan aman damai dan sejahtera, cukup pangan, sandang dan
papan. Dalam kehidupan masyarakat yang sejahtera, masyarakat hidup tertib dan
selalu menghargai kepentingan orang lain serta masyarakat umum.1
 Sehat Spiritual
Spiritual merupakan komponen tambahan pada definisi sehat oleh WHO dan
memiliki arti penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Setiap individu perlu
mendapat pendidikan formal maupun informal, kesempatan untuk berlibur,
mendengar alunan lagu dan musik, siraman rohani seperti ceramah agama dan lainnya
agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan tidak monoton.1
Keempat komponen ini dikenal sebagai sehat positif atau disebut sebagai
“Positive Health” karena lebih realistis dibandingkan dengan definisi WHO yang
hanya bersifat idealistik semata-mata.1
Perilaku adalah aktivitas yang dilakukan oleh individu yang terwujud dalam tindakan
atau sikap karena adanya stimulus yang diterima dan dapat diamati oleh pihak luar serta
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Perilaku hidup sehat menurut Soekidjo (2006:137)
adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk menciptakan dan
meningkatkan kesehatannya. Sedangkan menurut Rusli Lutan (2000:14) perilaku sehat
adalah setiap tindakan yang mempengaruhi peluang secara langsung atau jangka panjang
semua konsekuensi fisik yang terwujud lebih baik. Dapat disimpulkan bahwa perilaku hidup
sehat berkaitan dengan upaya seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya melalui interaksi dengan lingkungan, khususnya yang berhubungan dengan
kesehatan.2
Soekidjo Notoadmojo (1993: 62) berpendapat bahwa perilaku hidup sehat pada dasarnya
adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang terkait dengan makanan,
kebersihan diri, kebersihan lingkungan, kebiasaan terhadap sakit dan penyakit dan
keseimbangan antara kerja, istirahat, dan olahraga. Seperti telah diuraikan diatas, bahwa
pengaruh yang ada antara lain dari perilaku terhadap makanan dan minuman, perilaku
terhadap kebersihan diri sendiri, perilaku terhadap kebersihan lingkungan, perilaku terhadap
sakit dan penyakit dan keseimbangan antara kegiatan, istirahat dan olahraga.2

4
Unsur-unsur dalam perilaku kesehatan yaitu perilaku terhadap sakit dan penyakit
merupakan respons internal dan eksternal seseorang dalam menanggapi rasa sakit dan
penyakit, baik dalam bentuk respons tertutup (sikap, pengetahuan) maupun dalam bentuk
respons terbuka (tindakan nyata). Perilaku terhadap sakit dan penyakit dapat diklasifikasikan
menurut tingkat pencegahan penyakit sebagai berikut :3
 Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior)
Perilaku seseorang untuk memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap masalah kesehatan. Sebagai contoh, melakukan senam pagi setiap minggu,
kebiasaan sarapan pagi, makan makanan bergizi seimbang, dan melakukan meditasi.3
 Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior)
Segala tindakan yang dilakukan seseorang agar dirinya terhindar dari penyakit,
misalnya imunisasi pada balita, melakukan 3M, dan pendekatan spiritual untuk
mencegah seks bebas pada remaja.3
Tahapan usaha pencegahan terhadap perjalanan suatu penyakit disebut Level of
Prevention. Ada tiga tingkatan dalam tahap ini antara lain :1
o Tindakan Preventif Primer, berupa promosi kesehatan dan perlindungan
spesifik agar orang tersebut tidak menjadi sakit.1
o Tindakan Preventif Sekunder, berupa diagnosa dini dan pengobatan yang
adekuat agar penyakit dapat segera sembuh.1
o Tindakan Preventif Tersier, berupa usaha rehabilitasi serta mengurangi
kecacatan atau ketidakmampuan.1
 Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)
Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit dan/atau kecelakaan, mulai dari mengobati sendiri (self-treatment) sampai
mencari bantuan ahli. Contohnya, seorang individu pergi ke pelayanan kesehatan saat
sakit, membeli obat dari warung atau apotek, dan berobat ke pelayanan tradisional.3
 Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior)
Pada proses ini, diusahakan agar sakit atau cacat yang diderita tidak menjadi
hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik,
mental, dan sosial. Sebagai contoh, penderita DM melakukan diet dengan mengurangi
konsumsi makanan manis dan melakukan kontrol rutin seminggu sekali.3

5
 Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan
Perilaku ini merupakan respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan
modern dan/atau tradisional, meliputi respons terhadap fasilitas pelayanan, cara
pelayanan kesehatan, perilaku terhadap petugas, dan respons terhadap pemberian
obat-obatan. Respons ini terwujud dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, dan
penggunaan fasilitas, sikap terhadap petugas, dan obat-obatan.3
 Perilaku terhadap makanan
Perilaku ini meliputi pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap makanan serta
unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (gizi, vitamin) dan pengolahan makanan.
Dari beberapa literatur, perilaku terhadap makanan menjadi bagian dari kesehatan
lingkungan.3
 Perilaku terhadap lingkungan kesehatan
Perilaku ini merupakan upaya seseorang merespons lingkungan sebagai
determinan agar tidak memengaruhi kesehatannya (misalnya, bagaimana mengelola
pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah,
rumah sehat, dan pembersihan sarang-sarang vektor).3

2.2 Konsekuensi
Dalam analisis yang dilakukan oleh Skinner dan beberapa psikolog lainnya dikatakan
bahwa sebuah respons dapat menghasilkan tiga macam konsekuensi, yaitu :4,5
 Reinforcement
Skinner membagi reinforcement menjadi dua tipe, positive reinforcement dan
negative reinforcement. Dalam positive reinforcement, sebuah respons diperkuat oleh
pengenalan akan stimulus setelah respons tersebut muncul. Jenis stimulus ini juga
dikenal sebagai positive reinforcer atau reward. Contohnya makanan, uang, dan
penerimaan secara sosial. Dalam negative reinforcement, sebuah respons
dilatarbelakangi oleh penyingkiran sebuah stimulus yang menyakitkan. Contoh dari
negative reinforcer antara lain suara yang keras, rasa dingin, rasa sakit, tangisan
seorang anak, teguran, gerutuan, dan omelan. Perbedaan kedua tipe reinforcement ini,
pada positive reinforcement, sebuah perilaku muncul saat diikuti oleh pengenalan

6
akan stimulusnya, lain halnya dengan negative reinforcement, sebuah perilaku
diperkuat saat menuju pada penghapusan/peniadaan dari stimulusnya.4
 Extinction
Terjadinya penghentian jika respons tidak lama bersamaan dengan dilakukannya
penguatan, hal ini dimungkinkan terjadi penerimaan perilaku dan terjadi hanya
sekali.6 Contohnya, seorang mahasiswa sering kali mengeluhkan bahwa ia sakit
kepala. Setelah dikaji, ternyata setelah ia mengeluh bahwa kepalanya sakit, ia
mendapat perhatian dari orang-orang di sekitarnya sehingga ia terus menerus
mengeluh sakit kepala. Melihat hal tersebut, orang-orang di sekelilingnya kemudian
berusaha untuk tidak memberikan perhatian ketika mahasiswa tersebut mengeluhkan
sakit kepalanya. Karena tidak mendapat perhatian seperti yang diharapkan, keluhan
mahasiswa tersebut berkurang.
 Punishment
Hukuman memperlemah respons tertentu atau mengurangi kemungkinan respons
tersebut muncul di masa mendatang. Setiap stimulus atau kejadian yang tidak
menyenangkan dapat menjadi sebuah hukuman. Contohnya, bila anjing Anda
menginginkan potongan daging yang ada di piring Anda, namun Anda menyentil
hidungnya dan berteriak “Tidak,” maka kemungkinan munculnya perilaku
mengharapkan makanan akan berkurang – selama Anda tidak merasa bersalah dan
kemudian memutuskan memberikan potongan daging tersebut padanya.5

2.3 Perubahan Perilaku


Tujuan perilaku dipengaruhi oleh sikap dan kepercayaan atau keyakinan bahwa jika suatu
tindakan tertentu dilakukan, outcome yang dikehendaki akan terjadi. Motivasi untuk
mematuhi kehendak orang lain (kepercayaan normatif) saling berinteraksi dengan sikap maka
akan memengaruhi kehendak untuk bertindak. Jadi, orang akan bertindak jika mereka
percaya bahwa perilaku mereka bermanfaat bagi kesehatan mereka serta dapat diterima
dalam lingkungan sosial mereka, dan mereka merasa bahwa desakan sosial membuat mereka
berperilaku dengan cara tersebut. Teori juga menunjukkan bahwa tujuan seseorang akan
menguat jika orang itu merasa bahwa dirinya memiliki kontrol atas perilakunya sendiri
(efikasi diri).7

7
Transtheoretical model (stages of changes) meneliti perubahan sebagai suatu proses dan
mengakui bahwa setiap orang memiliki tingkat kesediaan atau motivasi yang berbeda untuk
berubah. Model ini mengemukakan enam tahap terpisah. Melalui tahap-tahap ini, seseorang
dapat berubah ke arah perilaku sehat jangka panjang yang positif. Keenam tahap tersebut
adalah :7
1. Prekontemplasi (belum menyatakan atau belum siap untuk berubah);
2. Kontemplasi (mempertimbangkan untuk berubah);
3. Persiapan (komitmen yang serius untuk berubah);
4. Tindakan/action (perubahan dimulai);
5. Pemeliharaan (mempertahankan perubahan);
6. Kekambuhan/relaps.7

Model tersebut selanjutnya menyatakan bahwa subjek intervensi di dalam berbagai tahap
perubahan akan mendapat manfaat dari program intervensi yang disusun secara spesifik
menurut tahap tersebut. Subjek yang berada dalam tahap prekontemplasi memerlukan
umpan-balik yang menyadarkan diri mereka tentang perlunya melakukan perubahan dan
informasi tentang sikap yang meyakinkan diri mereka akan manfaat dari perubahan tersebut.
Subjek dalam tahap kontemplasi dan preparasi (persiapan) memerlukan pelatihan
keterampilan, teknik pembelajaran melalui observasi, dan perbahan lingkungan guna
meyakinkan mereka tentang kemungkinan dan kemampuan mereka untuk berubah. Pemicu
dan faktor yang mendukung tindakan serta pemeliharaan dapat pula berbeda dengan pemicu
dan faktor yang menghambat orang untuk mengambil tindakan.7

2.4 Imbalan
Imbalan adalah sesuatu yang kita berikan kepada seseorang karena dia melakukan
sesuatu. Imbalan atau hadiah yang diberikan bisa berupa pujian, perhatian, hadiah, barang,
uang, janji, dan lain-lain. Hadiah atau imbalan adalah sesuatu yang wajar sebagai apresiasi,
sebagai ungkapan terima kasih dan perhatian kita.8
Imbalan/reward memberikan penerimaan, merupakan apresiasi atau penghargaan,
memotivasi orang melakukan hal yang sama sekali lagi, serta membangun hubungan pribadi.
Imbalan membalut hati yang terluka karena hukuman dan memecahkan kekakuan karena

8
aturan-aturan yang dibuat. Hadiah bisa kita berikan ketika seseorang melakukan
aturan/ajaran kita. Bentuk-bentuk imbalan dapat berupa :8
 Pujian
Imbalan yang paling murah, sederhana, dan efisien adalah pujian. Pujian harus
diberikan secara wajar, tidak berlebihan. Pujian bukan bujuk rayu atau rayuan
gombal. Katakan kepada orang lain, “terima kasih”, “wah bagus sekali”, “pintar”,
“nah begitu bagus”, “selamat belajar”, “semoga sukses”, dan ucapan pendorong
lainnya.8
 Uang
Uang adalah motivator yang luar biasa. Orang, baik anak-anak, orang dewasa,
maupun orang tua, akan melakukan apa saja untuk uang. Uang bisa kita gunakan
sebagai motivator atau sebagai bentuk imbalan/hadiah.8
 Barang
Jika kita selalu memberikan apa yang orang lain minta, maka orang tersebut akan
sering tidak merawat barang-barangnya. Tetapi, jika kita memberikannya sebagai
hadiah atas apa yang dia lakukan, barang itu menjadi lebih berarti baginya. Karena
dia harus berbuat sesuatu untuk mendapatkannya. Barang yang diberikan sebagai
reward dapat berupa sesuatu yang dapat dipakai, seperti mainan, maupun yang dapat
dipajang, seperti piala dan sebagainya.8
 Janji
Reward juga bisa berupa janji. Kita bisa memotivasi seseorang dengan janji seperti,
“Kalau proyek ini berhasil, maka gaji kamu akan saya naikkan,” atau “Kalau kamu
juara, nanti papa berikan sepeda baru.” Semakin besar hadiah yang kita janjikan,
kaitkan dengan permintaan atau prestasi yang besar juga. Janji itu bisa juga kita
kaitkan dengan permintaan kita terhadap orang tersebut. Janji cukup efektif untuk
memotivasi seseorang karena setiap orang juga hidup dalam dunia pengharapan,
mimpi, dan keinginan.8

2.5 Studi Kasus


Berdasarkan skenario yang telah dijabarkan pada BAB I, seorang anak berusia 3 tahun
belum menerapkan perilaku sehat, yaitu menggosok gigi. Namun, ibunya berusaha untuk

9
menerapkan gaya hidup/perilaku sehat tersebut kepada anaknya. Usaha ibu dari anak ini
termasuk pada perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan. Dalam kasus ini, anak
kecil tersebut berada dalam tahap action menurut stages of changes, yaitu adanya tindakan
untuk memulai perubahan perilaku. Ibu menerapkan konsekuensi perilaku yaitu positive
reinforcement dengan memberikan reward untuk memotivasi anaknya, berupa barang yang
dapat dipakai/dikonsumsi (makanan). Perubahan perilaku pada anak telah terjadi.

BAB III

KESIMPULAN

Hipotesis yang telah diajukan pada BAB I sebelumnya, diterima. Seorang anak kecil telah
mengadakan perubahan perilaku, dari malas menggosok gigi menjadi rajin menggosok gigi.
Perubahan perilaku tersebut juga dipicu oleh usaha dari ibunya dengan memberikan reward
(positive reinforcer) sehingga anak kecil tersebut menjadi termotivasi untuk menerapkan
perilaku sehat.

10
Daftar Pustaka

1. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan & komunitas. Jakarta: EGC; 2006. h.5-6, 14.
2. Perilaku hidup sehat. Diunduh dari: http://eprints.uny.ac.id/8942/2/bab%202%20-
07601244149.pdf.
3. Maulana HDJ. Promosi kesehatan. Jakarta: EGC; 2007. h.190-2.
4. Nevid JS. Psychology: concept and applications. Belmont: Wadsworth; 2013. h.193-6.
5. Wade C, Tavris C. Psikologi. Jakarta: Erlangga; 2008. Ed.9. h.254-5.
6. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. Ilmu dan aplikasi pendidikan. Bandung: PT
IMTIMA; 2007. h.42.
7. Gibney MH, Margetts BM, Kearney JM, Arab L. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta:
EGC; 2005. h.151-2.
8. Wijanarko J. Mendidik anak untuk meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2005. h.30-8.

11

Anda mungkin juga menyukai