Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Perkembangan peradaban manusia di tengah kemajuan teknologi


dan informasi menggejala secara global menjadikan dunia seolah tanpa
batas. Fenomena baru yang muncul di suatu Negara akan tersebar secara
turbulen ke negara lain menjadikan sifat saling ketergantungan antara
Negara yang satu dengan lainnya. Fenomena tersebut mendorong
keinginan untuk menjadikan bidang-bidang tertentu sebagai milik bersama
dengan menentukan kriteria-kriteria yang bersifat universal sesuai
kebutuhan global.
Akhirnya timbul kesepakatan oleh masyarakat internasional untuk
mengangkat 5 (lima) bidang sebagai isu global, yaitu Hak Asasi Manusia,
Demokratisasi, Good Governance and clean Government, Terorisme dan
Lingkungan Hidup. Dengan adanya isu global tersebut, tiap-tiap Negara
merdeka mempunyai kewajiban menjadikannya sebagai sendi-sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Apabila ada indikasi suatu Negara
melakukan pelanggaran atas isu global tersebut, masyarakat internasional
akan memberikan sanksi-sanksi tertentu untuk menekan Negara yang
bersangkutan. Indonesia pernah mendapatkan embargo dari masyarakat
internasional karena dinilai tidak serius dalam melaksanakan
pemerintahan yang demokratis dan kurang memperhatikan pelestarian
lingkungan hidup.
Indonesia pernah menerima bentuk sanksi yang sangat berat ketika
akan mememinta uluran tangan IMF demi kelangsungan hidup negara
berupa kesempatan hutang dihadapkan dengan persyaratan adanya
policy pemerintah untuk pelestarian lingkungan hidup. Dalam situasi
seperti ini kebijakan-kebijakan pemerintah sering diintervensi IMF maupun
negara-negara donor lainnya. Dengan demikian Negara Indonesia tidak

1
2
mempunyai pilihan lain kecuali untuk meningkatkan keseriusan dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
Kasus-kasus Pencemaran Lingkungan Hidup di Indonesia telah
membuka mata kita akan perlunya penyelamatan lingkungan hidup untuk
kelangsungan hidup peradaban dunia khususnya di Indonesia. Sementara
itu dengan dipacunya eksploitasi sumber daya alam, terutama usaha
pertambangan untuk dipergunakan sebagai sumber devisa negara
memicu terjadinya percepatan kerusakan alam serta dampak negatif dari
proses industrialisasi yang menekankan pertumbuhan ekonomi tanpa
diimbangi penataan lingkungan yang berwawasan lingkungan.
Dari sudut pandang hukum, banyak orang bertanya Indonesia telah
memiliki perangkat hukum dalam pengelolaan lingkungan tetapi mengapa
hukum tersebut tidak dapat mencegah kerusakan dan pencemaran
lingkungan. Apakah hukum lingkungan di Indonesia telah efektif
ditegakkan ataukah malah sebaliknya tidak efektif dan cenderung hanya
menjadi bahan diskusi dalam seminar-seminar lingkungan hidup. Lantas,
dimana sebenarnya peran hukum dalam menciptakan keadilan ditengah-
tengah masyarakat?. Mengapa kasus-kasus perusakan lingkungan tidak
pernah berhasil menyeret para pelaku perusakan lingkungan kedalam
penjara?. Apakah hukum kita yang tidak mampu menjangkaunya ataukah
kemauan dari aparat penegak hukum itu sendiri yang tidak ada atau
kemampuan sumber daya manusianya yang tidak mampu1.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut diatas maka penulis
mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah karya tulis ilmiah
yang berbentuk makalah dengan judul ”Optimalisasi Penegakan Hukum
tindak pidana Perusakan Lingkungan Hidup guna mendukung
pembangunan nasional berwawasan lingkungan’’.

1 Irwan Susanto, Ibid.


3
1.2 Permasalahan
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan Makalah ini,
maka penulis telah mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan tentang
“Bagaimana mengoptimalisasi Penegakan Hukum tindak pidana
Perusakan Lingkungan Hidup guna mendukung pembangunan
nasional berwawasan lingkungan’’ ?

1.3 Rumusan Masalah.


Dari identifikasi terhadap permasalahan dalam penulisan makalah
di atas, selanjutnya penulis menguraikan menjadi rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum tindak
pidana Perusakan Lingkungan Hidup l ?
2. Kendala-kendala yang dapat menghambat penegakan hukum
tindak pidana Perusakan Lingkungan Hidup di Indonesia ?
3. Bagaimana mengoptimalkan penegakan hukum tindak pidana
Perusakan Lingkungan Hidup guna mendukung pembangunan
nasional berwawasan lingkungan’’?
BAB II
PEMBAHASAN

Istilah penegakan hukum dalam Bahasa Indonesia sering membawa kita


kepada pemikiran bahwa penegakan hukum selalu dilakukan dengan paksaan
(force) sehingga cenderung menggiring kita kepada opini bahwa penegakan
hukum hanya bersifat represif saja atau ada yang berpendapat bahwa
penegakan hukum hanya berkaitan dengan hukum pidana saja.2
Padahal penegakan hukum memiliki arti yang sangat luas meliputi segi
preventif dan represif. Penegakan hukum dalam segi preventif cocok dengan
kondisi Negara Indonesia yang unsur pemerintahnya turut aktif dalam
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.3 "Lebih baik mencegah daripada
mengobati", merupakan suatu semboyan yang patut diterapkan dalam
pelanggaran hukum lingkungan. Oleh karena itu lebih baik bila kita mengartikan
penegakan hukum (lingkungan) itu secara luas, baik yang meliputi baik yang
preventif maupun yang represif.
Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup
perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen
pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum
yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup yang sudah terjadi.4
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 mendayagunakan berbagai
ketentuan hukum, baik hukum administrasi, hukum perdata, maupun hukum
pidana. Ketentuan hukum perdata meliputi penyelesaian sengketa lingkungan
hidup di luar pengadilan dan di dalam pengadilan. Penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di dalam pengadilan meliputi gugatan perwakilan kelompok,
hak gugat organisasi lingkungan, ataupun hak gugat pemerintah. Melalui cara
tersebut diharapkan selain akan menimbulkan efek jera juga akan
meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan tentang betapa

2
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2005), halaman 48
sebagaimana dikutip oleh Widia Edorita,” Peranan Amdal dalam Penegakan Hukum Lingkungan Di
Indonesia dan Perbandingannya dengan Beberapa Negara Asia Tenggara”, (Tesis Sarjana Program
Magister Hukum, Fakultas Hukum Universitas Andalas, 2007), halaman 56-57.
3 Ibid, hal 49.
4
Kementerrian Lingkungan Hidup, Op.cit., halaman 44.

4
pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup demi kehidupan
generasi masa kini dan masa depan.5

2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum tindak pidana


Perusakan Lingkungan Hidup.
Dalam penegakan hukum lingkungan menurut Benjamin van Rooij
sebagaimana dikutip oleh Widia Edorita, ada 6 faktor penting yang
menentukan proses penegakan hukum yakni:39
1. Faktor-faktor Sosial, Ekonomi, Politik pada Tingkat Makro.
Ada lima faktor pada tingkat makro yang mempunyai
pengaruh utama terhadap keputusan penegakan hukum, yaitu:
a. Kebijakan umum, melihat kepada otoritas dan prioritas
penegakan hukum lingkungan dalam rangka perlindungan
terhadap lingkungan hidup.
b. Kinerja ekonomi negara akan mempengaruhi penegakan
hukum lingkungan.
c. Ketidakstabilan sosial dan kondisi keamanan dalam negara
akan mempengaruhi penegakan hukum lingkungan.
d. Birokrasi, struktur birokrasi baik yang bersifat sentralisasi,
desentralisasi maupun dekosentrasi akan mempengaruhi
efektifitas, efisiensi penegakan hukum lingkungan hidup dan
kontrol terhadap administrasi baik pusat maupun daerah.
e. Kesadaran lingkungan pada level negara lebih tinggi di negara
maju dibandingkan di negara berkembang. Hal ini dipengaruhi
oleh para pembuat keputusan yang tidak memihak pada
perlindungan lingkungan hidup.
2. Faktor Undang-undang.
Merupakan kerangka normatif sebagai basis penegak hukum
dalam membuat keputusan dan juga merupakan aturan substantif
untuk menentukan apakah sudah terjadi pelanggaran dan aturan
prosedural untuk sanksi sebagai reaksi dari pelanggaran.

5
Loc.cit.

5
6

3. Faktor eksternal kelembagaan (Antar Lembaga)


a. Institusi Kepemimpinan, wibawa seorang penegak hukum
memberi pengaruh terhadap tegaknya hukum.
b. Lembaga Pelengkap, dalam penegakan hukum dan
penerapan sanksi diperlukan kerjasama dengan badan dan
organisasi lain.
c. Si pengadu atau korban
Dalam hal ini pengadu adalah korban dari pencemaran
atau perusakan lingkungan. Pengadu bervariasi, muali dari
masyarakat sampai LSM atau organisasi pemerintahan.
Tingkat keberhasilan pengaduan ditentukan oleh pengalaman
pengadu. Semakin parah tingkat kerusakan yang diajukan
pengadu semakin tertarik pula lembaga penegak hukum untuk
mengambil tindakan secara serius.
d. Pelanggar
Status pelanggar mempengaruhi penegakan hukum
lingkungan. Semakin tinggi status pelanggar semakin besar
tekanan pada lembaga untuk tidak melakukan penegakan
hukum. Besar kesalahan yang diadukan oleh pengadu bisa
dipengaruhi oleh pelanggar karena ada interaksi antara
pelanggar dengan penegak hukum.
e. Lembaga Kembaran
Mempengaruhi penegakan hukum karena adanya
interaksi dengan lembaga lain yang berfungsi sebagai
lembaga penegak hukum di daerah lain.
f. Publik Umum Lokal
Apabila pengaduan sudah menarik perhatian publik
lokal dan bisa membuat tindakan yang berbeda dengan
lembaga penegak hukum, maka keterlibatan publik lokal
mungkin akan mempolitisir pengaduan.
4. Faktor Interen Kelembagaan
Faktor interen kelembagaan dipengaruhi oleh:
7
a. Sumber-sumber, suatu lembaga memerlukan sumber-sumber
untuk mencapai tujuannya. Sumber tersebut sangat
dipengaruhi oleh bagaimana tujuan tersebut ditranslasikan
dalam tugas. Sumber yang dimaksud tidak hanya dari segi
finansial tetapi juga sumber daya manusia.
b. Stuktur internal, menetapkan siapa yang akan melakukan atau
yang mempunyai otoritas terhadap apa yang akan dilakukan
dan siapa yang mempunyai otoritas untuk membuat
keputusan atas pengaduan. Dalam struktur internal juga
digariskan hubungan pembuat keputusan hubungan tersebut
dikontrol melalui manajemen internal.
c. Kepemimpinan
Dalam lembaga publik terdapat dua kepemimpinan
yaitu manajer eksekutif dan manajer personalia. Masing-
masing memiliki tugas dan otoritas yang berbeda.
d. Budaya organisasi, merupakan cara yang terpola yang tepat
dari pertimbangan tentang tugas inti dan hubungan manusia
dengan organisasi. Budaya organisasi dapat membangkitkan
semangat kerja dari aparat tanpa perlu dipaksa oleh pimpinan.
5. Faktor Kasus Terkait
Ada dua faktor yang mempengaruhi proses pembuatan
keputusan. Pertama, tingkat keparahan atau kerusakan yang
dihasilkan dari suatu pelanggaran pada resiko tertinggi dan
kerusakan aktual. Di sini aparat cenderung menggunakan sanksi
penegakan hukum tertinggi. Faktor kedua adalah bukti-bukti yang
dapat dikumpulkan terhadap suatu pelanggaran. Jika bukti lemah
maka penegakan hukum kurang bisa dilakukan.
6. Faktor Aparat Individual
Aparat harus membuat keputusan berdasarkan sistem hukum
yang berlaku sehingga diharapkan dapat membatu tegaknya hukum
lingkungan.
8
2.2 Kendala-kendala yang dapat menghambat penegakan hukum tindak
pidana Perusakan Lingkungan Hidup di Indonesia.
Usaha menegakkan hukum lingkungan dewasa ini memang
dihadapkan sejumlah kendala6. Pertama, masih terdapat perbedaan
persepsi antara aparatur penegak hukum dalam memahami dan
memaknai peraturan perundang-undangan yang ada. Kedua, biaya untuk
menangani penyelesaian kasus lingkungan hidup terbatas. Ketiga,
membuktikan telah terjadi pencemaran atau perusakan lingkungan
bukanlah pekerjaan mudah. Era reformasi dapat dipandang sebagai
peluang yang kondusif untuk mencapai keberhasilan dalam penegakan
hukum lingkungan.
Ke depan, perlu exit strategy sebagai solusi penting yang harus
diambil oleh pemegang policy dalam penyelamatan fungsi lingkungan
hidup7. Pertama, mengintensifkan keterpaduan dan koordinasi antarsektor
terkait dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Kedua,
adanya sanksi yang memadai (enforceability) bagi perusahaan yang
membandel dalam pengelolaan limbah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Jika ada indikasi tindak pidana, aparat penegak hukum dapat menindak
tegas para pelaku/penanggung jawab kegiatan seperti diatur dalam Pasal
94 sampai dengan 120 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ketiga, adanya
partisipasi publik, transparansi, dan demokratisasi dalam pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup patut ditingkatkan. Pengelolaan
lingkungan hidup akan terkait tiga unsur, yaitu pemerintah, pengusaha,
dan masyarakat. Pada gilirannya, dalam pengelolaan lingkungan hidup
setiap orang mempunyai hak yang sama untuk menikmati lingkungan hidup
yang baik dan sehat.

6 Wira Saputra, Penegakan Hukum Lingkungan (Wirasaputra.word.press.com, 2012)


7
Agus Wariyanto, Kendala Penegakan Hukum Lingkungan (www.suaramerdeka.com, 2007).
9
2.3 Optimalisasi penegakan hukum tindak pidana Perusakan Lingkungan
Hidup guna mendukung pembangunan nasional berwawasan
lingkungan.
1. Penegakan Hukum Lingkungan Dalam Hukum Administrasi
Pengutamaan penegakan hukum melalui sarana hukum
administrasi terutama berpijak pada beberapa alasan utama:8
a. Berfungsi sebagai sarana pengendalian, pencegahan dan
penanggulangan perbuatan yang dilarang.
b. Instrumen yuridis hukum administrasi yang bersifat preventif
dan berfungsi untuk mengakhiri atau menghentikan
pelanggaran lingkungan.
c. Bersifat reparatoir (memulihkan pada keadaan semula).
d. Sanksi administrasi tidak perlu melalui proses pengadilan
yang memakan waktu lama dan bertele-tele.
e. Sebagai sarana penecagahan dapat lebih efisien dari sudut
pembiayaan dan waktu penyelesaian dibandingkan
penegakan hukum pidana dan perdata.
f. Biaya penegakan hukum administrasi yang meliputi biaya
pengawasan di lapangan dan pengujian laboratorium lebih
murah dibandingkan biaya penumpulan bukti, investigasi
lapangan, dan biaya saksi ahli untuk membuktikan aspek
kausalitas (hubungan sebab akibat) dalam kasus pidana dan
perdata.
Penegakan hukum administrasi merupakan garda terdepan
dalam penegakan hukum lingkungan (primum remedium). Jika
sanksi administrasi dinilai tidak efektif, barulah dipergunakan sarana
sanksi pidana sebagai senjata pamungkas (ultimum remedium).Ini
berarti bahwa kegiatan penegakan hukumpidana terhadap suatu
tindak pidana lingkungan hidup baru dapat dimulai apabila :

8 Rosa Vivien Ratnawati, Penegakan Hukum Administrasi di Bidang Lingkungan Hidup, (Kementerian
Negara Lingkungan Hidup:Jakarta,2009), hlm. 2-3 sebagaimana dikutip oleh Kartono, “Penegakan
Hukum Lingkungan Administratif Dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup”.(Jurnal Dinamika Hukum Vol.9, 3 September 1999),halaman 249.
10
a. Aparat yang berwenang telah menjatuhkan sanksi
administrasi dan telah menindak pelanggar degan
menjatuhkan suatu sanksi administrasi tesebut, namun
ternyata tidak mampu menghentikan pelanggaran yang terjadi,
atau;
b. Antara perusahaan yang melakukan pelanggaran dengan
pihak masyarakat yang menjadi korban akibat terjadi
pelanggaran, sudah diupayakan penyelesaian sengketa
melalui mekanisme altenatif di luar pengadilan dalam bentuk
musyawarah / perdamaian / negoisasi / mediasi, namun
upaya yang dilakukan menemui jalan buntu, dan atau litigasi
melalui pengadilan pedata, namun upaya tersebut juga tidak
efektif, baru dapat digunakan instrumen penegakan hukum
pidana lingkungan hidup.
Berdasarkan jenisnya ada beberapa jenis sanksi administratif yaitu:9
a. Bestuursdwang (paksaan pemerintahan)
Diuraikan sebagai tindakan-tindakan yang nyata dari
pengusaha guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang
oleh suatu kaidah hukum administrasi atau (bila masih)
melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga
karena bertentangan dengan undang-undang.
b. Penarikan kembali keputusan dan/atauketetapan yang
menguntungkan (izin pembayaran, subsidi dan lain-lain).
Penarikan kembali suatu keputusan yang menguntungkan
tidak selalu perlu didasarkan pada suatu peraturan perundang-
undangan. Hal ini tidak termasuk apabila keputusan dan/atau
ketetapan tersebut berlaku untuk waktu yang tidak tertentu dan
menurut sifanya “dapat diakhiri” atau diatrik kembali (izin, subsidi
berkala).
Penggunaan hukum administrasi dalam penegakan hukum
lingkungan dapat bersifat preventif dan represif. Bersifat preventif
yaitu berkaitan dengan izin yang diberikan oleh pejabat yang

9 Loc.cit.
11
berwenang terhadap pelaku kegiatan, dandapat juga berupa
pemberian penerangan dan nasihat. Sedangkan sifat represif berupa
sanksi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang terhadap
pelaku atau penanggung jawab kegiatan untuk mencegah dan
mengakhiri terjadinya pelanggaran.10
Penegakan hukum administrasi yang bersifat preventif
berawal dari proses pengawasan terhadap pelaku kegiatan dalam
pemberian izin lingkungan sebagimana diatur dalam pasal 71, 72,
73, 74 dan 75 Undang-undang nomor 32 tahun 2009. Sedangkan
penegakan hukum yang bersifat represif berhubungan dengan sanksi
administrasi yang harus diberikan terhadap pencemaran yang diatur
dalam pasal 76 sampai pasal 83 Undang-undang nomor 32 tahun
2009.
Dalam prakteknya, penegakan hukum administrasi yang
bersifat preventif dimulai dari proses perizinan. Sebelum memperoleh
izin, setiap kegiatan usaha wajib melakukan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan. Ijin tersebut diberikan oleh pejabat yang
berwenang dalam hal ini pejabat Bapeda atau Bapedalda. Di dalam
izin tercantum rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan
seperti syarat mutu limbah yang dapat dibuang dan sebagainya.
Pejabat penerbit izin sebelum menerbitkan izin wajib memperhatikan
: rencana tata ruang, pendapat masyarakat, pertimbangan dan
rekomendasi dari pejabat yang berwenang serta berkaitan dengan
usaha tersebut. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah keputusan
pemberian izin tersebut wajib diumumkan sehingga memungkinkan
peran masyarakat yang belum menggunakan kesempatan dalam
prosedur keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses
pengambilan keputusan izin.11
Pelanggaran tertentu terhadap lingkungan hidup dapat dijatuhi
sanksi berupa : teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan
izin lingkungan, dan pencabutan izin lingkungan. Pemberian sanksi

10 Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan,( Jakata:Sinar Grafika, 2005), halaman 48 sebagaimana
dikutip oleh Widia Edorita, Op.cit, halaman 2.
11 Rosa Vivien Ratnawati, Penegakan Hukum Administrasi di Bidang Lingkungan Hidup, Kementerian

Negara Lingkungan Hidup:Jakarta,2009), halaman 20.


12
yang berbeda-beda itu disebabkan karena bobot pelanggaran
peraturan lingkungan hidup bisa berbeda-beda, mulai dari
pelanggaran syarat administratif sampai dengan pelanggaran yang
menimbulkan korban. Pelanggaran tertentu yang dilakukan oleh
usaha dan atau kegiatan yang dianggap berbobot untuk dihentikan
kegiatan usahanya, misalnya jika ada warga masyarakat yang
terganggu kesehatannya akibat pencemaran dan atau perusakan
lingkungan hidup. Penjatuhan sanksi bertujuan untuk kepentingan
efektifitas hukum lingkungan itu agar dipatuhi dan ditaati oleh
masyarakat.

2. Penegakan Hukum Lingkungan Dalam Hukum Perdata


Ketentuan hukum perdata meliputi penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di luar pengadilan dan di dalam pengadilan.
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di dalam pengadilan
meliputi gugatan perwakilan kelompok, hak gugat organisasi
lingkungan, ataupun hak gugat pemerintah. Melalui cara tersebut
diharapkan selain akan menimbulkan efek jera juga akan
meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan tentang
betapa pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
demi kehidupan generasi masa kini dan masa depan.12
Dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2009 proses
penegakan hukum Lingkungan melalui prosedur perdata diatur
dalam Bab XIII penyelesaian sengketa lingkungan pasal 84 sampai
dengan pasal 93. Dalam ketentuan tersebut penyelesaian sengketa
lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar
pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang
bersengketa.13 Penyelesaian sengketa diluar pengadilan tersebut
tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup. Apabila telah
dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar

12 Kementerian Lingkungan Hidup, Op.cit., halaman 42.


13 Reza,C.N.C., Penegakan Hukum Lingkungan ditinjau Dari Sisi Hukum Perdata dan Pidana
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, Dikutip dari situs
http://rezacnc.blogspot.com/2011/04/penegakan-hukum-lingkungan-ditinjau.html, terakhir dikunjungi pada
18 Februari 2018.
13
pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh
apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau
para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa diluar
pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai
bentuk dan besarnya ganti rugi atau mengenai tindakan tetentu guna
menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif
terhadp lingkungan hidup.
Dalam penyelesian sengketa diluar pengadilan dapat
digunakan jasa orang ketiga baik yang tidak memiliki kewenangan
mengambil keputusan untuk membantu menyelesaikan sengketa
lingkungan hidup. Pemerintah dan atau masyarakat dapat
membentuk lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian
sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
Ganti rugi setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran
atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulakan kerugian pada
orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab
usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan atau
melakukan tindakan tertentu. Selain untuk pembebanan melakukan
tindakan tertentu, hakim dapat menetapkan pembayaran uang
paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu
tersebut. Penangung jawab usaha dan atau kegiatan yang usaha
dan kegiatanya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan
beracun dan atau menghasilakn limbah banhan berbahaya dan
beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang
ditimbulkan dengan membayar kewajiban membayar ganti rugi
secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan
atau perusakan lingkungan hidup, penganggung jawab usaha dan
kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi jika
yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dana tau
peruskan lingkungan hidup disebabkan oleh : adanya bencana alam,
peperangan, adanya kedaan terpaksa diluar tanggung jawab
manusia, adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan
terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.
14
Dalam hal ini terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga,
pihak ketiga wajib membayar ganti rugi.
Tenggang daluwarsa hak untuk mengajukan gugatan ke
pengadilan mengikuti tenggang waktu sebagiamana diatur dalam
ketentuan hukum acara perdata yang berlaku dan dihitung sejak saat
korban mengetahui adanya pencemaran dan atau peruskan
lingkungan hidup. Ketentuan mengenai tenggang waktu daluwarsa
tidak berlaku terhadap pencemaran dan atau perusakan lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh usaha dan atau kegiatan yang
menggunakan bahan berbahaya dan beracun.
Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke
pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai
berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan
masyarakat.Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena
akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok
masyarakat, maka instansi pemerintah yang bertanggung jawab di
bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan
masyarakat.
Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan pola kemitraan, organisasi
lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan
pelestarian fungsi lingkungan hidup. Hak mengajukan gugatan
tersebut terbatas pada tuntutan untuk hak melakukan tindakan
tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau
pengeluaran riil. Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan
gugatan apabila memenuhi persyaratan: berbentuk badan hukum
atau yayasan; dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup
yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan
didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan
pelestarian fungsi lingkungan hidup; telah melaksanakan kegiatan
sesuai dengan anggaran dasarnya.
15
Tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup
oleh orang, masyarakat, dan/atau organisasi lingkungan hidup
mengacu pada Hukum Acara Perdata yang berlaku.

3. Penegakan Hukum Lingkungan Dalam Hukum Pidana


Penegakan hukum dari sisi hukum pidana mempunyai 2 fungsi,
yaitu:14
a. Fungsi Umum
Oleh karena hukum pidana merupakan sebagaian dari
keseluruhan lapangan hukum,maka fungsi hukum pidana
juga sama dengan fungsi hukum pada umumnya, ialah
mengatur kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata
dalam masyarakat.
b. Fungsi Khusus
Fungsi khusus ialah melindungi kepentingan hukum
terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya,dengan
sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika
dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada cabang
hukum lainnya. Sanksi yang tajam dalam hukum pidana ini
membedakannya dari lapangan hukum lainnya.Hukum pidana
sengaja mengenakan penderitaan dalam mempertahankan
norma-norma yang diakui dalam hukum.Inilah sebabnya
mengapa hukum pidana harus dianggpa sebagai ultimatum
remedium yakni obat terakhir apabila sanksi atau upaya–
upaya pada cabang hukum lainnya tidak mempan atau
dianggap tidak mempan.
Sedangkan dalam rancangan KUHP, tujuan
pemidanaan bertujuan :15
1) Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan
menegakkan norma hukum demi pengayoman
masyarakat;

14 Sudharto, Hukum Pidana I, (Yayasan Sudarto: Semarang), halaman 13.


15
Teguh, Prasetyo, Hukum Pidana,(PT Raja Grafindo Persada : Jakarta),halaman14.
16
2) Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan
pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan
berguna;
3) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oelh tindak
pidana,memelihka keseimbangan dan mendatangkan
rasa damai dalam masyarakat;dan
4) Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Penegakan hukum lingkungan dari sisi hukum pidana
berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 diatur dalam
Bab XIV Tentang Penyidikan dan Pembuktian yang masing-masing
dijelaskan pada Bagian Kesatu dan Bagian Kedua. Selain itu diatur
dalam Bab XV Tentang Ketentuan Pidana
a. Penyidikan
Ketentuan mengenai penyidikan diatur dalam Pasal 94
sampai dengan pasal 95 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009. Dalam Pasal 94 ayat (1) disebutkan selain penyidik
pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai
negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup diberi wewenang sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup.
Dalam rangka menjalankan tugasnya tersebut, sesuai
pasal Pasal 94 ayat (2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tersebut berwenang:
1) melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
2) melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang
diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup;
3) meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang
berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
17
4) melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;
5) melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga
terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan
dokumen lain;
6) melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil
pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara
tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
7) meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
8) menghentikan penyidikan;
9) memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau
membuat rekaman audio visual;
10) melakukan penggeledahan terhadap badan, pakaian,
ruangan, dan/atau tempat lain yang diduga merupakan
tempat dilakukannya tindak pidana; dan/atau
11) menangkap dan menahan pelaku tindak pidana.
Kerjasama antara Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil dan penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia
juga dapat dilakukan dengan sesuai dengan pasal 94 ayat
(3),(4),(5) dan (6) yaitu dengan cara:
1) Dalam melakukan penangkapan dan penahanan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 94 ayat (2) huruf
k, penyidik pejabat pegawai negeri sipil berkoordinasi
dengan penyidik pejabat polisi Negara Republik
Indonesia.
2) Dalam hal penyidik pejabat pegawai negeri sipil
melakukan penyidikan, penyidik pejabat pegawai negeri
sipil memberitahukan kepada penyidik pejabat polisi
Negara Republik Indonesia dan penyidik pejabat polisi
18
Negara Republik Indonesia memberikan bantuan guna
kelancaran penyidikan.
3) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil memberitahukan
dimulainya penyidikan kepada penuntut umum dengan
tembusan kepada penyidik pejabat polisi Negara
Republik Indonesia.
4) Hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik
pegawai negeri sipil disampaikan kepada penuntut
umum.
b. Pembuktian
Dalam pasal 96 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009,disebutkan bahwa alat bukti yang sah dalam tuntutan
tindak pidana lingkungan hidup terdiri atas:
1) keterangan saksi;
2) keterangan ahli;
3) surat;
4) petunjuk;
5) keterangan terdakwa; dan/atau
6) alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
c. Ketentuan pidana
Berikut ini adalah tindak pidana yang merupakan kejahatan di
dalam hukum lingkungan sebagaimana diatur dalam pasal 98
sampai dengan pasal 115 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009.
Dalam pasal 116 ayat (1) dan (2) Undang-undang
Nomor 32 tahun 2009 disebutkan bahwa apabila tindak pidana
lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama
badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan
kepada badan usaha; dan/atau orang yang memberi perintah
untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang
bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana
tersebut. Apabila tindak pidana lingkungan hidup tersebut
dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau
19
berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup
kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap
pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana
tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut
dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.
Kemudian dalam pasal 117 Undang-undang Nomor 32
tahun 2009 disebutkan bahwa jika tuntutan pidana diajukan
kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf b
undang-undang ini, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa
pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.
Terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh
badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha
yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di
dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan selaku pelaku fungsional (Pasal 118
Undang-undang Nomor 32 tahun 2009)
Dalam pasal 119 Undang-undang Nomor 32 tahun
2009 selain sanksi pidana yang terdapat dalam undang-
undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana
tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
1) perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak
pidana;
2) penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha
dan/atau kegiatan;
3) perbaikan akibat tindak pidana;
4) pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak;
dan/atau
5) penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling
lama 3 (tiga) tahun.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Terdapat 6 (enam) Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam


penegakan hukum lingkungan yaitu faktor sosial, ekonomi, dan
politik; Faktor undang-undang yang berlaku; Faktor antar
kelembagaan; Faktor internal kelembagaan; Faktor kasus terkait;
Faktor terkait dengan lembaga individual. Semua faktor tersebut
mempunyai kaitan satu sama lain oleh karena itu pengaruh satu
faktor tidak dapat diabaikan terhadap faktor lainnya karena
menimbulkan efek yang berantai terhadap penegakan hukum
lingkungan hidup.
2. Selain terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
lingkungan di Indonesia, terdapat berbagai kendala dan hambatan
yang bersifat alamiah berupa jumlah penduduk Indonesia yang besar
dan tersebar di beberapa pulau sehingga berpotensi mempunyai
persepsi hukum yang berbeda, kemudian kesadaran hukum
masyarakat yang masih rendah, Para penegak hukum yang belum
mantap dalam menguasai seluk belum hukum lingkungan, serta
adanya masalah pembiayaan. Berbagai kendala tersebut akan dapat
diatasi apabila ada kerja sama yang baik antara pemerintah,
penegak hokum, masyarakat dan pengusaha dalam menghormati
hak dan melaksanakan kewajiban sesuai dengan Undang-undang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam mendukung
pembangunan nasional berwawasan lingkungan.
3. Dalam rangka mengoptimalkan penegakan hukum tindak pidana
Perusakan Lingkungan Hidup guna mendukung pembangunan
nasional berwawasan lingkungan mengacuh kepada Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang mengatur tiga macam aspek penegakan
hukum lingkungan yaitu penegakan dari aspek hukum administrasi,

20
21
aspek hukum perdata dan aspek hukum pidana. Penegakan hukum
dari aspek hukum administrasi adalah garda terdepan dalam
penegakan hukum lingkungan (sebagai premum meridium) namun
apabila masih tidak dapat menghentikan pelanggaran dan kejahatan
yang terjadi maka berlaku hukum pidana (sebagai ultimatum
meridium).

3.2 Saran
1. Perlunya membangun kominten bersama antara Pemerintah, dan
lembaga penegak hukum dalam mengoptimalkan penegakan hukum
tindak pidana Perusakan Lingkungan Hidup guna mendukung
pembangunan nasional berwawasan lingkungan dengan mengacuh
kepada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penegakan
hukum dari aspek hukum administrasi adalah garda terdepan dalam
penegakan hukum lingkungan (sebagai premum meridium) namun
apabila masih tidak dapat menghentikan pelanggaran dan kejahatan
yang terjadi maka berlaku hukum pidana (sebagai ultimatum
meridium) yang harus ditegakkan oleh lembaga penegak hukum.
2. Perlu adanya upaya-upaya strategis untuk menumbuhkan kesadaran
hukum, baik dari sisi mental manusianya maupun dari segi kebijakan.
Sinergitas keduanya penting, karena kesadaran hukum itu ada yang
tumbuh karena memang sesuai dengan nilai yang dianutnya. Selain
itu kesadaran hukum juga dapat tumbuh karena takut dengan sanksi
yang dijatuhkan. Kesadaran yang semu inilah yang banyak dimiliki
oleh masyarakat kita. Terlepas dari penyebab kesadaran hukum itu
muncul, yang lebih berbahaya adalah apabila kesadaran hukum itu
telah ada namun kemudian menurun bahkan hilang karena faktor
eksternal, seperti penegakan hukum yan tidak tegas dan tebang pilih.
Hal ini akan menurunkan kesadaran hukum masyarakat dan
menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum. Jadi,
upaya menumbuhkan kesadaran hukum tidak cukup dengan
menuntut masyarakat, tetapi juga harus disertai dengan tauladan dan
penegakan hukum yang profesional dan proforsional.
DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Arief , Barda Nawawi, Perkembangan Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia,


(Semarang: Badan Penerbit Undip,2010).
Asshiddiqie,Jimmly,2006,“Pembangunan Hukum Dan Penegakan Hukum Di
Indonesia”, Seminar Menyoal Moral Penegak Hukum dalam rangka
Lustrum XI Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 17 Februari
2006.
Edorita,Widia,Peranan Amdal dalam Penegakan Hukum Lingkungan Di
Indonesia dan Perbandingannya dengan Beberapa Negara Asia
Tenggara, Tesis Sarjana Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Andalas (Padang,2006).
Kartono, Penegakan Hukum Lingkungan Administratif Dalam Undang-
Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jurnal
Dinamika Hukum Vol,9, 3 September 1999,Halaman 250.
Kim, Soo Woong, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penegakan Lingkungan
Hidup, Tesis Sarjana Program Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro (Semarang:2009).
Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2011).
Ratnawati ,Rosa Vivien, Penegakan Hukum Administrasi di Bidang
Lingkungan
Hidup, (Jakarta:Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009).
Satjipto, Rahardjo, Ilmu Hukum, (Semarang:PT Citra Aditya Bakti,
2006). Siahaan,N.H.T.,Hukum Lingkungan dan Ekologi Lingkungan,
(Jakarta:Erlangga,2004).
Sudharto, Hukum Pidana I, (Semarang:Yayasan Sudarto,1990).

i
ii
B. Internet
Hidayat, Ferli, 2010, “Penerapan UU nomor 32 Tahun 2009 Dalam
Penyelesaian Sengketa Hukum”, dikutip dari wordpress
http://ferli1982.wordpress.com/2010/12/21/113/, terakhir dikunjungi 18
Februari 2018.
Reza,C.N.C., “Penegakan Hukum Lingkungan ditinjau Dari Sisi Hukum
Perdata dan Pidana Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2009”, dikutip dari blogspot
http://rezacnc.blogspot.com/2011/04/penegakan-hukum-lingkungan-
ditinjau.html, terakhir dikunjungi pada 18 Februari 2018.
Saputra,Wira, 2012, “Penegakan Hukum Lingkungan”, dikutip dari wordpress
http://wirasaputra.wordpress.com/2012/01/06/penegakan-hukum-
lingkungan, terakhir diakses pada tanggal 18 Februari 2018.
Siahaan, Sartika 2012,”Upaya dan Strategi Pengelolaan lingkungan Hidup”,
dikutip dari blogspot http://sartika-
siahaan.blogspot.com/2012_02_01_archive.html, terakhir dikunjungi 18
Februari 2018.

C. Undang-Undang
Kementerian Lingkungan Hidup, 2009,Undang-Undang nomor 23 tahun 1997
Tentang Perlindungan Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan
Hidup,Jakarta.

Kementerian Lingkungan Hidup, 2009,Undang-Undang nomor 32 tahun 2009


Tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup,
KementerianLingkungan Hidup,Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai