Anda di halaman 1dari 18

SKENARIO KASUS

Narkotik boleh didistribusikan dari apotek ke apotek, dari apotek ke RS.Masa


sesama sejawat tidak saling percaya untuk nempil obat, percuma kuliah lama kata bu
Bondan.Yang penting ada SP nya aja (kesepakatan di Palembang pake SP khusus,
tapi berdasarkan undang-undang yang penting ada permintaan tertulis dari apoteker).
UU Narkotik tahun 70an memang tidak diperbolehkan, namun UU Narkotik sekarang
boleh yaitu UU Narkotika No. 35/2009

1
BAB I

KLARIFIKASI ISTILAH

1. Narkotik
Narkotik adalah obat yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

2. Apotek
Toko tempat meracik dan menjual obat berdasarkan resep dokter serta
memperdagangkan resep dokter serta memperdagangkan barang medis;
rumah obat.

3. Teman Sejawat
Sepekerjaan; sejabatan; teman; kawan; sahabat

4. Nempil
Nempil artinya membeli sebagian barang orang, tapi sesungguhnya orang yang
punya barang tersebut bukan pedagang dan barang tersebut tidak untuk dijual.

5. Surat Pemesanan
Surat pemesananadalah surat yang dibuat oleh pembeli yang ditujukan
kepada penjual untuk memesan barang-barang yang diinginkan.

6. surat pemesan khusus


surat yang menyatakan pemesanan khusus adalah surat pesanan yang dibuat
4 rangkap 1 lembar pesanan asli dan dua lembar salinan surat pesanan
diserahkan kepada pedagang besar farmasi yang bersangkutan sedangkan
satu lembar salinan surat pesanan sebagai arsip diapotek satu surat
pesanan hanya boleh memuat satu jenis obat

2
7. RS (Rumah Sakit)
gedung tempat menyediakan dan memberikan pelayanan kesehatan yang
meliputi berbagai masalah kesehatan (Yufidz, Kamus Besar Bahasa
Indonesia).

8. UU (Undang-Undang

adalah hukum yang telah disahkan oleh badan legislatif atau


unsur pemerintahan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang disebut
sebagai rancangan Undang-Undang. Undang-undang berfungsi untuk
digunakan sebagai otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan, untuk
menyediakan (dana), untuk menghukum, untuk memberikan, untuk
mendeklarasikan, atau untuk membatasi sesuatu. Suatu undang-undang
biasanya diusulkan oleh anggota badan legislatif (misalnya anggota DPR),
eksekutif (misalnya presiden), dan selanjutnya dibahas di antara anggota
legislatif. Undang-undang sering kali diamandemen (diubah) sebelum akhirnya
disahkan atau mungkin juga ditolak. (Wikipedia)

3
BAB II

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Narkotik boleh didstribusikan dari apotek ke apotek, dari apotek ke rumah sakit.

2. Menempil obat golongan narkotika boleh dilakukan dengan SP khusus narkotika .

4
BAB III

ANALISIS MASALAH

1. Narkotik boleh di distribusikan dari apotek ke apotek, dari apotek ke rumah


sakit.

a. bagaimana distribusi obat golongan narkotika ?

b. siapa saja yang diperbolehkan mendistribusikan obat golongan narkotika ?

c. siapa saja yang berhak menerima distribusi obat golongan narkotika dari apotik ?

2. Nempil obat golongan narkotika boleh dilakukan dengan SP khusus narkotika

a. apa tujuan dari nempil obat ?

b. bagaimana tata cara dalam menempil obat golongan narkotika ?

c. bagaimana system penggunaan SP dalam menempil obat ?

5
BAB IV

LEARNING ISSUE

a. Pengertian distribusi
Distribusi adalah salah satu aspek dari pemasaran.Distribusi juga dapat
diartikan sebagai kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan
mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada
konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan (jenis,
jumlah, harga, tempat, dan saat dibutuhkan).

b. Pengertian obat

Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk


merawat penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam
tubuh. Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan
untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau
kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk
memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk
obat tradisional.

c. pengertian narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 35 tahun 2009).

6
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG
NARKOTIKA

Bagian Kedua (Penyaluran)

Pasal 39

(1) Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi,
dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini.

(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin
khusus penyaluran Narkotika dari Menteri.

Pasal 40

(1) Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:


a. pedagang besar farmasi tertentu;
b. apotek;
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; dan
d. rumah sakit.

(2) Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya;
b. apotek;
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu;
d. rumah sakit; dan
e. lembaga ilmu pengetahuan;

(3) Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat


menyalurkan Narkotika kepada:
a. rumah sakit pemerintah;

7
b. pusat kesehatan masyarakat; dan
c. balai pengobatan pemerintah tertentu.

Pasal 41

Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi


tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 42

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyaluran Narkotika diatur
dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga

Penyerahan

Pasal 43

(1) Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh:


a. apotek;
b. rumah sakit;
c. pusat kesehatan masyarakat;
d. balai pengobatan; dan
e. dokter.

(2) Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada:


a. rumah sakit;
b. pusat kesehatan masyarakat;
c. apotek lainnya;
d. balai pengobatan;
e. dokter; dan
f. pasien.

8
(3) Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya
dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
(4) Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk:
a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan;
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika
melalui suntikan; atau
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh
dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat diperoleh di apotek.

Pasal 44

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyerahan Narkotika
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diatur dengan Peraturan Menteri.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 9 TAHUN 1976 TENTANG


NARKOTIKA

Pasal 5

(1) a. Menteri Kesehatan memberikan izin kepada apotik untuk membeli, meracik,
menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan, menguasai,
menjual, menyalurkan. menyerahkan, mengirimkan dan membawa atau
mengangkut narkotika untuk kepentingan pengobatan;
b. Menteri Kesehatan memberikan izin kepada dokter untuk membeli,
menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan, menguasai,
menyalurkan, menyerahkan, mengirim, membawa atau mengangkut dan
menggunakan narkotika untuk kepentingan pengobatan.

(2) a. Menteri Kesehatan memberikan izin khusus kepada pabrik farmasi tertentu
untuk membeli, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan,

9
menguasai, memproduksi, mengolah, merakit, menjual, menyalurkan,
menyerahkan, mengirim dan membawa atau mengangkut narkotika untuk
kepentingan pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan;
b. Menteri Kesehatan memberikan izin khusus kepada pedagang besar farmasi
tertentu untuk membeli, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk
persediaan, menguasai, menjual, menyalurkan, menyerahkan, mengirim dan
membawa atau mengangkut narkotika untuk kepentingan pengobatan dan
membawa atau mengangkut narkotika untuk kepentingan pengobatan dan
atau tujuan ilmu pengetahuan.
c. Menteri Kesehatan memberikan izin khusus kepada rumah sakit untuk
membeli, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan,
menguasai, menyerahkan, mengirim, membawa atau Mengangkut dan
menggunakan narkotika untuk kepentingan pengobatan;
d. Menteri Kesehatan memberikan izin khusus kepada lembaga ilmu
pengetahuan dan lembaga pendidikan untuk membeli dari pedagang besar
farmasi, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan,
menguasai dan menggunakan narkotika untuk tujuan ilmu pengetahuan;
e. lzin khusus selain yang tersebut dalam pasal ini diatur dalam peraturan
perundang-undangan tersendiri.

Pasal 6

(1) Apotik, pabrik farmasi, pedagang besar farmasi dapat membeli narkotika dari
importir pedagang besar farmasi tersebut dalam Pasal 9.
(2) Ketentuan-ketentuan tentang persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotik,
pabrik farmasi, lembaga ilmu pengetahuan dan lembaga pendidikan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 7

(1) Yang dapat menyalurkan narkotika kepada pihak-pihak yang dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) hanyalah apotik.

10
(2) Apotik dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar resep yang
sama dari seorang dokter atau atas dasar salinan resep dokter.

Pasal 8

(1) Narkotika dapat dipergunakan untuk pengobatan penyakit hanya berdasarkan


resep dokter.
(2) Ketentuan-ketentuan persyaratan yang harus dipenuhi oleh penderita penyakit
yang memerlukan narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 9

Untuk kepentingan pengobatan dan atau tujuan ilmu pengetahuan,


narkotika hanya dapat diimpor ke Indonesia oleh satu importir pedagang besar
farmasi setelah memperoleh keputusan Menteri Kesehatan dan mendapat izin
impor dari Menteri Perdagangan.

Pasal 10

(1) Mengimpor narkotika yang dimaksud dalam Pasal 9 atau mentransito narkotika
harus disertai sertifikat impor yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan.
(2) Sertifikat impor dapat diberikan, setelah diterima permohonan tertulis yang
dilengkapi dengan keterangan-keterangan yang diperlukan.
(3) Kepada instansi Bea dan Cukai yang bersangkutan dan kepada Pemerintah
negara yang mengekspor diserahkan masing-masing satu eksemplar tembusan
sertifikat impor.

Pasal 11
Impor atau transito yang dimaksud dalam Pasal 10 harus disertai
sertifikat ekspor atau salinannya yang sah yang dikeluarkan oleh atau atas
nama Pemerintah negara yang mengekspor.

Pasal 12
(1) Setelah narkotika tiba dan diterima, importir yang bersangkutan wajib
melaporkannya kepada Menteri Kesehatan.
(2) Menteri Kesehatan atau pejabat yang ditunjuknya memberikan catatan
sebagai tanda pengesahan di bagian belakang dari sertifikat ekspor atau

11
salinannya yang sah tentang nama, jenis atau sifat dan jumlah atau berat
narkotika yang benar-benar diimpor menurut kenyataan.

Pasal 13
(1) Setelah terlaksananya impor, maka sertifikat ekspor yang telah diberi
catatan seperti dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), oleh Menteri Kesehatan
dikirim kepada Pemerintah negara yang mengekspor.
(2) Menteri Kesehatan memberitahukan kepada Pemerintah negara yang
mengekspor, apabila sertifikat impor telah daluwarsa dengan dilampiri
dokumen-dokumen yang bersangkutan.

Pasal 14
Ekspor obat-obatan yang mengandung narkotika diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 15
Impor Narkotika dan ekspor obat-obatan yang mengandung narkotika
dilakukan melalui pelabuhan internasional atau melalui perlabuhan internasional
atau melalui pelabuhan lain dengan izin khusus dari Menteri Kesehatan.

Pasal 16
Narkotika yang ada pada apotik, pedagang besar farmasi, pabrik
farmasi, rumah sakit, persediaan para dokter, lembaga ilmu pengetahuan dan
lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, harus disimpan
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 17
Menteri Kesehatan berkewajiban tiap tahun takwim menyusun rencana
kebutuhan narkotika untuk tujuan pengobatan dan atau ilmu pengetahuan.

Pasal 18
(1) Importir yang dimaksud dalam Pasal 9 berkewajiban untuk menyusun dan
mengirimkan laporan bulanan kepada Menteri Kesehatan mengenai
pemasukan dan pengeluaran narkotika yang ada dalam penguasaannya,
dengan tembusan kepada Menteri Perdagangan.
(2) Pabrik farmasi, pedagang besar farmasi, apotik, rumah sakit, lembaga ilmu
pengetahuan dan lembaga pendidikan yang dimaksud dalam Pasal 5,
berkewajiban untuk menyusun dan mengirimkan laporan bulanan kepada
Menteri Kesehatan mengenai pemasukan dan pengeluaran narkotika yang
ada dalam penguasaannya.
(3) Jika dianggap perlu, dokter dapat diwajibkan untuk menyusun dan
mengirimkan laporan kepada Menteri Kesehatan mengenai pemasukan dan
penggunaan narkotika yang ada dalam penguasaannya.

12
BAB V

KETERKAITAN MASALAH

Nempil Obat

APOTIK APOTIK

SP

PBF

NARKOTIKA

MELAKUKAN PEMBAYARAN

ApotekRumah Sakit DokterBalai PengobatanPuskesmas

Menempil obat narkotika antar apotik diperbolehkan apabila memiliki SP,


Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada rumah sakit, pusat
kesehatan masyarakat ,apotek lainnya, balai pengobatan, dokter dan pasien.

13
BAB VI

SINTESIS

Menurt UU NO 35 tahun 2009 pasal 43 peredaran narkotik meliputi


setiap kegiatan dan serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan
narkotika. Baik dalam rangka perdagangan maupun pemindahtangananan,
untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Narkotik hanya dapat disalurkan oleh industri Farmasi, pedagang besar
farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang Industri Farmasi tertentu hanya dapat
menyalurkan Narkotika kepada :
1. pedagang besar farmasi tertentu
2. apotek.
3. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu
4. rumah sakit.

Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada :


1. pedagang besar farmasi tertentu
2. apotek.
3. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu
4. rumah sakit.

Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat


menyalurkan narkotika kepada :

1. rumah sakit pemerintah


2. pusat kesehatan masyarakat
3. balai pengobatan pemerintah tertentu

penyerahan narkotik hanya dapat dilakukan oleh :


1. apotek
2. rumah sakit
3. pusat kesehatan masyarakat
4. balai pengobatan
5. dokter

apotek hanya dapat menyerahkan narkotik kepada


1. rumah sakit
2. pusat kesehatan masyarakat
3. apotek lainya

14
4. balai pengobatan
5. dokter
6. pasien

(3) Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya
dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.

(4) Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk:


a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan;
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika
melalui suntikan; atau
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh
dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat diperoleh di apotek.

Cara pendistribusian obat narkotika

a. Pemesanan Obat Golongan Narkotika

Surat pemesanan adalah surat yang dikirim oleh seseorang ataupun


perwakilan organisasi tertentu kepada penjual suatu barang maupun jasa yang
berisi pesanan untuk membeli sejumlah barang atau memesan suatu jasa tertentu.

Pemesanan sediaan narkotik menggunakan Surat Pesaanan Narkotik yang


ditandatangani oleh pengelolah apoteker pengelola apotek.Surat Pesanan
narkotika harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas,
nomor SIK, SIA, stempel apotek.

Pemesanan dilakukan ke PT.Kimia Farma Trade and Distribution (satu-


satunya PBF Narkotika yang legal di Indonesia) dengan membuat surat pesanan
khusus narkotika rangkap 4 yang ditanda tangani oleh apoteker pengelola apotek
dan dilengkapi dengan nomor SIK/SP serta stempel apotek.

Memesan narkotik dalam satu lembar surat pesanan adalah satu item (satu
jenis obat ) dan dibuat rangkap 4 dengan warna yang berbeda – beda:

 Warna putih ( asli ) dikirim ke PBF


 Warna merah ( copy ) diserahkan ke Dinas Kesehatan Provinsi

15
 Warna kuning ( copy ) sebagai arsip apotek
 Warna biru ( copy ) untuk arsip apotek

Surat pesanan narkotik tersebut masing –masing untuk dinas kesehaan, badan
POM, General manager perdangan/penanggung jawab narkotika Kimia Farma dan
arsip apotek.

b. Penerimaan Obat Golongan Narkotika

Penerimaan narkotik dari PBF harus diterima oleh apoteker pengelola apotek
atau dilakukan dengan sepengetahuan apoteker pengelola apotek. Apoteker akan
menandatangani faktur tersebut setelah sebelumnya dilakukan pencocokan
dengan surat pemesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang
meliputi jenis dan jumlah narkotik yang dipesan.

Nempil obat boleh dilakukan antara sejawat apoteker yang memiliki surat pemesanan
khusus narkotika. Nempil obat dilakukan karena jumlah harga pesanan obat kurang dari
batas minimum yang telah ditentukan. Sehingga sebuah apotek misal Apotek A bisa nempil
obat ke Apotek B atau apotek A bisa mengajak apotek B untuk ikut bersamanya saat akan
memesan obat golongan narkotika ke PBF. Khusus untuk Apotek A bila dia menempil obat
ke Apotek B, mereka harus memberikan SP narkotika yang diinginkan ke Apotek B.
Sehingga Apotek B akan mengirimkan SP milik kedua apotek tersebut ke PBF atas nama
Apotek B. Jadi, surat pesanan Apotek A diperlukan oleh Apotek B sebagai bukti dan
dokumentasi dalam pendisitribusian dan penyerahan narkotika untuk menghindari
penyalahgunaan.

16
BAB VII

PENUTUP

Pada kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak diperbolehkan menempil


obat walaupun memiliki surat pesanan narkotika. Antara apotik B dan apotik C tidak
bisa melakukan pendistribusian obat antar apotik mereka walaupun dilengkapi dengan
surat pemesanan minimal dua rangkap dan maksimal empat rangkap karena surat
tersebut walaupun bukti dan dokumentasi dalam pendistribusian dan penyerahan
narkotika karena maksud dari UU No.39 tersebut menyerahkan bukan menempil.

17
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia No.03 tahun 2015 tentang


peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika, dan
prekursor farmasi

Undang-undang Republik Indonesia No.09 tahun 1976 tentang Narkotika

Undang-undang Republik Indonesia No.35 tahun 2009 tentang Narkotika

http://hadikurniawanapt.blogspot.co.id/2012/07/kasus-dan-kode-etik-
serta_18.html?m=1

18

Anda mungkin juga menyukai