1
BAB I
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Narkotik
Narkotik adalah obat yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
2. Apotek
Toko tempat meracik dan menjual obat berdasarkan resep dokter serta
memperdagangkan resep dokter serta memperdagangkan barang medis;
rumah obat.
3. Teman Sejawat
Sepekerjaan; sejabatan; teman; kawan; sahabat
4. Nempil
Nempil artinya membeli sebagian barang orang, tapi sesungguhnya orang yang
punya barang tersebut bukan pedagang dan barang tersebut tidak untuk dijual.
5. Surat Pemesanan
Surat pemesananadalah surat yang dibuat oleh pembeli yang ditujukan
kepada penjual untuk memesan barang-barang yang diinginkan.
2
7. RS (Rumah Sakit)
gedung tempat menyediakan dan memberikan pelayanan kesehatan yang
meliputi berbagai masalah kesehatan (Yufidz, Kamus Besar Bahasa
Indonesia).
8. UU (Undang-Undang
3
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Narkotik boleh didstribusikan dari apotek ke apotek, dari apotek ke rumah sakit.
4
BAB III
ANALISIS MASALAH
c. siapa saja yang berhak menerima distribusi obat golongan narkotika dari apotik ?
5
BAB IV
LEARNING ISSUE
a. Pengertian distribusi
Distribusi adalah salah satu aspek dari pemasaran.Distribusi juga dapat
diartikan sebagai kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan
mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada
konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan (jenis,
jumlah, harga, tempat, dan saat dibutuhkan).
b. Pengertian obat
c. pengertian narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 35 tahun 2009).
6
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG
NARKOTIKA
Pasal 39
(1) Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi,
dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini.
(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin
khusus penyaluran Narkotika dari Menteri.
Pasal 40
(2) Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya;
b. apotek;
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu;
d. rumah sakit; dan
e. lembaga ilmu pengetahuan;
7
b. pusat kesehatan masyarakat; dan
c. balai pengobatan pemerintah tertentu.
Pasal 41
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyaluran Narkotika diatur
dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Penyerahan
Pasal 43
8
(3) Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya
dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
(4) Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk:
a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan;
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika
melalui suntikan; atau
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh
dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat diperoleh di apotek.
Pasal 44
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyerahan Narkotika
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 5
(1) a. Menteri Kesehatan memberikan izin kepada apotik untuk membeli, meracik,
menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan, menguasai,
menjual, menyalurkan. menyerahkan, mengirimkan dan membawa atau
mengangkut narkotika untuk kepentingan pengobatan;
b. Menteri Kesehatan memberikan izin kepada dokter untuk membeli,
menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan, menguasai,
menyalurkan, menyerahkan, mengirim, membawa atau mengangkut dan
menggunakan narkotika untuk kepentingan pengobatan.
(2) a. Menteri Kesehatan memberikan izin khusus kepada pabrik farmasi tertentu
untuk membeli, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan,
9
menguasai, memproduksi, mengolah, merakit, menjual, menyalurkan,
menyerahkan, mengirim dan membawa atau mengangkut narkotika untuk
kepentingan pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan;
b. Menteri Kesehatan memberikan izin khusus kepada pedagang besar farmasi
tertentu untuk membeli, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk
persediaan, menguasai, menjual, menyalurkan, menyerahkan, mengirim dan
membawa atau mengangkut narkotika untuk kepentingan pengobatan dan
membawa atau mengangkut narkotika untuk kepentingan pengobatan dan
atau tujuan ilmu pengetahuan.
c. Menteri Kesehatan memberikan izin khusus kepada rumah sakit untuk
membeli, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan,
menguasai, menyerahkan, mengirim, membawa atau Mengangkut dan
menggunakan narkotika untuk kepentingan pengobatan;
d. Menteri Kesehatan memberikan izin khusus kepada lembaga ilmu
pengetahuan dan lembaga pendidikan untuk membeli dari pedagang besar
farmasi, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan,
menguasai dan menggunakan narkotika untuk tujuan ilmu pengetahuan;
e. lzin khusus selain yang tersebut dalam pasal ini diatur dalam peraturan
perundang-undangan tersendiri.
Pasal 6
(1) Apotik, pabrik farmasi, pedagang besar farmasi dapat membeli narkotika dari
importir pedagang besar farmasi tersebut dalam Pasal 9.
(2) Ketentuan-ketentuan tentang persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotik,
pabrik farmasi, lembaga ilmu pengetahuan dan lembaga pendidikan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1) Yang dapat menyalurkan narkotika kepada pihak-pihak yang dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) hanyalah apotik.
10
(2) Apotik dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar resep yang
sama dari seorang dokter atau atas dasar salinan resep dokter.
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
(1) Mengimpor narkotika yang dimaksud dalam Pasal 9 atau mentransito narkotika
harus disertai sertifikat impor yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan.
(2) Sertifikat impor dapat diberikan, setelah diterima permohonan tertulis yang
dilengkapi dengan keterangan-keterangan yang diperlukan.
(3) Kepada instansi Bea dan Cukai yang bersangkutan dan kepada Pemerintah
negara yang mengekspor diserahkan masing-masing satu eksemplar tembusan
sertifikat impor.
Pasal 11
Impor atau transito yang dimaksud dalam Pasal 10 harus disertai
sertifikat ekspor atau salinannya yang sah yang dikeluarkan oleh atau atas
nama Pemerintah negara yang mengekspor.
Pasal 12
(1) Setelah narkotika tiba dan diterima, importir yang bersangkutan wajib
melaporkannya kepada Menteri Kesehatan.
(2) Menteri Kesehatan atau pejabat yang ditunjuknya memberikan catatan
sebagai tanda pengesahan di bagian belakang dari sertifikat ekspor atau
11
salinannya yang sah tentang nama, jenis atau sifat dan jumlah atau berat
narkotika yang benar-benar diimpor menurut kenyataan.
Pasal 13
(1) Setelah terlaksananya impor, maka sertifikat ekspor yang telah diberi
catatan seperti dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), oleh Menteri Kesehatan
dikirim kepada Pemerintah negara yang mengekspor.
(2) Menteri Kesehatan memberitahukan kepada Pemerintah negara yang
mengekspor, apabila sertifikat impor telah daluwarsa dengan dilampiri
dokumen-dokumen yang bersangkutan.
Pasal 14
Ekspor obat-obatan yang mengandung narkotika diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
Impor Narkotika dan ekspor obat-obatan yang mengandung narkotika
dilakukan melalui pelabuhan internasional atau melalui perlabuhan internasional
atau melalui pelabuhan lain dengan izin khusus dari Menteri Kesehatan.
Pasal 16
Narkotika yang ada pada apotik, pedagang besar farmasi, pabrik
farmasi, rumah sakit, persediaan para dokter, lembaga ilmu pengetahuan dan
lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, harus disimpan
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Pasal 17
Menteri Kesehatan berkewajiban tiap tahun takwim menyusun rencana
kebutuhan narkotika untuk tujuan pengobatan dan atau ilmu pengetahuan.
Pasal 18
(1) Importir yang dimaksud dalam Pasal 9 berkewajiban untuk menyusun dan
mengirimkan laporan bulanan kepada Menteri Kesehatan mengenai
pemasukan dan pengeluaran narkotika yang ada dalam penguasaannya,
dengan tembusan kepada Menteri Perdagangan.
(2) Pabrik farmasi, pedagang besar farmasi, apotik, rumah sakit, lembaga ilmu
pengetahuan dan lembaga pendidikan yang dimaksud dalam Pasal 5,
berkewajiban untuk menyusun dan mengirimkan laporan bulanan kepada
Menteri Kesehatan mengenai pemasukan dan pengeluaran narkotika yang
ada dalam penguasaannya.
(3) Jika dianggap perlu, dokter dapat diwajibkan untuk menyusun dan
mengirimkan laporan kepada Menteri Kesehatan mengenai pemasukan dan
penggunaan narkotika yang ada dalam penguasaannya.
12
BAB V
KETERKAITAN MASALAH
Nempil Obat
APOTIK APOTIK
SP
PBF
NARKOTIKA
MELAKUKAN PEMBAYARAN
13
BAB VI
SINTESIS
14
4. balai pengobatan
5. dokter
6. pasien
(3) Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya
dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh
dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat diperoleh di apotek.
Memesan narkotik dalam satu lembar surat pesanan adalah satu item (satu
jenis obat ) dan dibuat rangkap 4 dengan warna yang berbeda – beda:
15
Warna kuning ( copy ) sebagai arsip apotek
Warna biru ( copy ) untuk arsip apotek
Surat pesanan narkotik tersebut masing –masing untuk dinas kesehaan, badan
POM, General manager perdangan/penanggung jawab narkotika Kimia Farma dan
arsip apotek.
Penerimaan narkotik dari PBF harus diterima oleh apoteker pengelola apotek
atau dilakukan dengan sepengetahuan apoteker pengelola apotek. Apoteker akan
menandatangani faktur tersebut setelah sebelumnya dilakukan pencocokan
dengan surat pemesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang
meliputi jenis dan jumlah narkotik yang dipesan.
Nempil obat boleh dilakukan antara sejawat apoteker yang memiliki surat pemesanan
khusus narkotika. Nempil obat dilakukan karena jumlah harga pesanan obat kurang dari
batas minimum yang telah ditentukan. Sehingga sebuah apotek misal Apotek A bisa nempil
obat ke Apotek B atau apotek A bisa mengajak apotek B untuk ikut bersamanya saat akan
memesan obat golongan narkotika ke PBF. Khusus untuk Apotek A bila dia menempil obat
ke Apotek B, mereka harus memberikan SP narkotika yang diinginkan ke Apotek B.
Sehingga Apotek B akan mengirimkan SP milik kedua apotek tersebut ke PBF atas nama
Apotek B. Jadi, surat pesanan Apotek A diperlukan oleh Apotek B sebagai bukti dan
dokumentasi dalam pendisitribusian dan penyerahan narkotika untuk menghindari
penyalahgunaan.
16
BAB VII
PENUTUP
17
DAFTAR PUSTAKA
http://hadikurniawanapt.blogspot.co.id/2012/07/kasus-dan-kode-etik-
serta_18.html?m=1
18