Anda di halaman 1dari 22

STATUS UJIAN

VERTIGO

Disusun oleh :
Nazza Rizky Ramdhagama
NPM 1102014190

Pembimbing :
Dr. Tri Wahyu Pamungkas, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU NEUROLOGI


RSUD ARJAWINANGUN
2018

1
BAB I
STATUS UJIAN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. K
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 72 tahun
Alamat : Rawagatel
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Status perkawinan : Sudah menikah
Tanggal masuk : 05 November 2018
Tanggal pemeriksaan : 06 November 2018

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan pada anak pasien dan autoanamnesis pada pasien tanggal 06
November 2018
Keluhan utama : Pusing berputar sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
Keluhan tambahan : Mual-muntah, pandangan sedikit kabur, telinga kanan berdenging

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke RSUD Arjawinangun diantar keluarganya pada tanggal 05
November 2018 jam 08.50 dengan keluhan pusing berputar sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Keluarga pasien mengatakan pasien mulai mengeluh pusing berputar sejak 1
minggu yang lalu disertai telinga kanan berdenging, terutama pada pagi dan malam hari
saat pasien bangun dari tempat tidur. Menurut pasien keluhan dirasakan hilang timbul,
setiap serangan hilang dengan sendiri sekitar 30 menit – 1 jam. Keluhan dirasakan lebih
parah dengan perubahan posisi terutama saat bangun dari tidur, tidur menyamping dan saat
membungkuk pada waktu shalat. Berkurang saat memejamkan mata dan istirahat.

2
Pasien tidak dapat mengingat secara pasti mulai kapan keluhan telinga kanan
berdenging ini muncul, menurutnnya sudah beberapa bulan ini namun hilang timbul dan
muncul secara tiba-tiba. Pasien juga tidak dapat mengingat faktor yang membuat dengung
pada telinga kanannya muncul.
Keluarga pasien mengatakan keluhan bertambah parah sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit, dimana pasien merasakan pusing berputar hingga berjam-jam disertai mual
muntah sebanyak 3-4 kali per hari dan adanya penurunan pendengaran. Pasien juga
mengatakan telinga kanannya semakin sering berdenging dan terasa penuh.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

Riwayat Sosial Ekonomi dan Pribadi :


Pasien berasal dari keluarga kurang mampu.

III. PEMERIKSAAN FISIK

(Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 06 November 2018)


Status Pasien
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran (GCS) : Composmentis (E4M6V5)
 Tanda vital :Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
SpO2 : 96 %
Suhu : 36,4 C

3
 Kepala
Simetris, normosefali, deformitas(-).
 Mata
Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Mata cekung (-/-), Injeksi konjungtiva
(-/-), pupil isokor dengan diameter 3mm / 3mm, reflex cahaya langsung dan tidak
langsung (+/+)
 Leher
Inspeksi : Trakea di tengah,
Palpasi: Pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening (KGB) (-)
 Jantung

Inspeksi Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi


suprasternal (-), retraksi interkostal (-), retraksi
epigastrium (-). Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi gerakan dinding dada teraba simetris saat inspirasi
dan ekspirasi, ictus cordis teraba di sela iga IV
linea midklavikularis sinistra.
Perkusi Sonor pada kedua lapangan paru
Batas jantung
 Batas atas ICS III linea parasternalis dextra
 Batas kanan ICS IV linea parasternalis dextra
 Batas kiri ICS IV linea midklavikula sinistra
Auskultasi
 Bunyi jantung bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

4
 Thorax (pulmo)
Inspeksi Gerak dada keadaan statis dan dinamis simetris

Palpasi Taktil fremitus simetris

Perkusi Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi Vesikular di kedua lapang paru, ronki (-),


wheezing (-)

 Abdomen

Inspeksi Datar
Palpasi supel, turgor baik, hepar dan lien tidak teraba
Hepatomegali (-) splenomegali (-)
Perkusi timpani pada keempat kuadran
Auskultasi bising usus (+)

 Ekstremitas
Superior : edema (-/-), refleks fisiologis (+2/+2), capillary refill time <2 detik,
sianosis (-)
Inferior : akral hangat, edema (-/-), refleks fisiologis (+2/+2), capillary refill time <2
detik, sianosis (-).
 Kulit
Tidak tampak erythema pada kulit tubuh pasien.

5
Status Neurologis
 Pupil
Kanan Kiri

Bentuk Bulat Bulat

Diameter 3 mm 3 mm

Refleks cahaya langsung + +

Refleks cahaya tak langsung + +

 Tanda Rangsang Meningeal


Kaku kuduk +

Kanan Kiri

Brudzinski I - -

Laseque >70° (+) >70°

Kernig >135° >135°

Brudzinski II - -

 Saraf Kranial
Kanan Kiri

N. I (olfactorius) + +

N. II(opticus)

 RCL + +

N. III (oculomotorius)
 Ptosis - -
 Refleks cahaya + +
tidak langsung

N. IV (troklearis) Baik Baik

6
N. V (trigeminus)
 Mengunyah Simetris
 Sensibilitas wajah Simetris
 Reflek kornea Baik

N. VI(abdusen) Baik Baik

N. VII (facialis)
 Mencucurkan bibir Simetris
 Kerut dahi Simetris
 Tersenyum Simetris
 Perasa lidah Simetris
 Angkat alis Simetris

N.VIII(vestibulococlearis) Kanan Kiri


 Tes Swabach Memendek Normal
 Tes Rinne + -
 Tes Weber + -
 Nistagmus + +

N. IX (glossofaringeus)
 Posisi uvula
 Pengecapan 1/3 Ditengah
posterior lidah +

N. X (vagus)
 Menelan + +

N. XI (asesorius)
 Menoleh Baik Baik
 Mengangkat bahu Baik Baik

N. XII (hipoglosus)
 Menjulurkan lidah Tidak ada kelainan
 Tremor Tidak ada
 Atrofi lidah Tidak ada

7
 Motorik

Kanan Kiri

Kekuatan
 Ekstremitas atas 5555 5555
 Ekstremitas bawah 5555 5555

Refleks fisiologis
 Biceps ++ ++
 Triceps ++ ++
 Patella ++ ++
 brachioradialis ++ ++

Refleks patologis
 Hoffman - -
 Tromner - -
 Babinski - -
 Chaddok - -
 Oppenheim - -
 Gordon - -
 Schifer - -
 Gorda - -

 Keseimbangan dan Koordinasi


Romberg + (Jatuh ke kanan)

Disdiadokokinesis

Tes finger to nose


-
Heel to knee

Rebound phenomen

8
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (Tanggal 05 November 2018. Pukul 08:34:14)

LAB RESULT UNIT NORMAL

DARAH LENGKAP

Hb 13.2 g/dl 11.5-16.5

Ht 44.4 % 35.0-49.0

Leukosit 9.8 10^3/uL 4000-11000

Eritrosit 6.13 (H) mm3 4,4-6,0

INDEKS ERITROSIT

MCV 72.4 (L) Fl 79-99

MCH 21.6 (L) Pg 27-31

MCHC 29.8 (L) g/dl 33-37

RDW 13.4 % 11.5-14.5

MPV 5.3 (L) fL 6.7-9.6

HITUNG JENIS

Eosinofil 1.4 % 0-3

Basofil 1.5 % 0-1

Limfosit 46.3 (H) % 20.0-40.0

Monosit 7.1 % 2.0-8.0

Neutrofil segmen 43.8 % 50-70

9
V. RESUME
Subyektif
 Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun diantar oleh keluarganya pada tanggal
05 Oktober 2018 dengan pusing berputar
 Pasien juga merasa mual muntah, tinitus, gangguan pendengaran

Obyektif
Pemeriksaan Fisik :

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang


- Kesadaran (GCS) : Composmentis (E4M6V5)
- Tanda vital :Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 24x/menit
SpO2 : 97 %
Suhu : 38,1 C

Status Neurologis

Kekuatan motorik
5555 5555
5555 5555

Reflek fisiologis ++ ++ Reflek patologis - -


++ ++ - -

10
Pmeriksaan N.VIII :

(vestibulococlearis)
 Tes Swabach : telinga kanan memendek, telinga kiri normal
 Tes Rinne : + , -
 Tes Weber : + , - (lateralisasi ke arah yang sakit)
 Nistagmus : + , + ( horizontal dan torsional)

Pemeriksaan Keseimbangan dan Koordinasi :


 Romberg : + (jatuh ke kanan ketika mata ditutup)
 Disdiadokinesis : -
 Tes finger to nose : -
 Heel to knee : -
 Rebound Phenomen : -

Pemeriksaan CT-Scan Kepala tanpa kontras :


 Cerebral, cerebellum dan pons tidak tampak kelainan
 Mastoiditis kronis kanan

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Vertigo + vomitus + tinitus


Diagnosis Topis : Sistem Vestibularis
Diagnosis Etiologis : Vertigo Vestibuler tipe perifer

VII. DIAGNOSA BANDING


Vertigo Vestibuler tipe Sentral

VIII. PENATALAKSANAAN
Rl 20 tpm
Ondansetron 3 x 1

11
Betahistine 3 x 1
Spironolakton + Prednison
KCL

Saran pemeriksaan
Audiometri
Rujuk THT

IX. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo
yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari “dizziness” yang secara definitif
merupakan ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh
yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita rasakan
berputar. Vertigo juga dirasakan sebagai suatu perpindahan linear ataupun miring, tetapi
gejala seperti ini lebih jarang dirasakan. Kondisi ini merupakan gejala kunci yang
menandakan adanya gangguan sistem vestibuler dan kadang merupakan gejala kelainan
labirin. Namun, tidak jarang vertigo merupakan gejala dari gangguan sistemik lain
(misalnya, obat, hipotensi, penyakit endokrin, dan sebagainya).1-3

2.2. EPIDEMIOLOGI
Dari keempat subtipe dizziness, vertigo terjadi pada sekitar 32% kasus, dan
sampai dengan 56,4% pada populasi orang tua.1 Sementara itu, angka kejadian vertigo
pada anak-anak tidak diketahui,tetapi dari studi yang lebih baru pada populasi anak
sekolah di Skotlandia, dilaporkan sekitar 15% anak paling tidak pernah merasakan
sekali serangan pusing dalam periode satu tahun. Sebagian besar (hampir 50%)
diketahui sebagai “paroxysmal vertigo” yang disertai dengan gejala-gejala migren
(pucat, mual, fonofobia, dan fotofobia).2

2.3. KLASIFIKASI
Klasifikasi vertigo berdasarkan letak lesinya :
a. Sentral

13
1. Infark batang otak
2. Tumor otak
3. Radang otak
4. Insufisiensi a.v. basiler
5. Epilepsy
b. Perifer
1. Labirin
 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
 Meniere
 Ototoksik
 Labirinitis
2. Saraf vestibuler
 Neuritis
 Neuroma akustikus

Tabel 1. Perbedaan vertigo vestibular perifer dan sentral

2.4. PATOFISIOLOGI1-7
Etiologi vertigo adalah abnormalitas dari organ-organ vestibuler, visual, ataupun
sistem propioseptif. Labirin (organ untuk ekuilibrium) terdiri atas 3 kanalis
semisirkularis, yang berhubungan dengan rangsangan akselerasi angular, serta utrikulus
dan sakulus, yang berkaitan dengan rangsangan gravitasi dan akselerasi vertikal.
Rangsangan berjalan melalui nervus vestibularis menuju nukleus vestibularis di batang
otak, lalu menuju fasikulus medialis (bagian kranial muskulus okulomotorius),
kemudian meninggalkan traktus vestibulospinalis (rangsangan eksitasi terhadap otot-
otot ekstensor kepala, ekstremitas, dan punggung untuk mempertahankan posisi tegak

14
tubuh). Selanjutnya, serebelum menerima impuls aferen dan berfungsi sebagai pusat
untuk integrasi antara respons okulovestibuler dan postur tubuh.
Fungsi vestibuler dinilai dengan mengevaluasi refleks okulovestibuler dan
intensitas nistagmus akibat rangsangan perputaran tubuh dan rangsangan kalori pada
daerah labirin. Refleks okulovestibuler bertanggung jawab atas fiksasi mata terhadap
objek diam sewaktu kepala dan badan sedang bergerak. Nistagmus merupakan gerakan
bola mata yang terlihat sebagai respons terhadap rangsangan labirin, serta jalur
vestibuler retrokoklear, ataupun jalur vestibulokoklear sentral. Vertigo sendiri mungkin
merupakan gangguan yang disebabkan oleh penyakit vestibuler perifer ataupun
disfungsi sentral oleh karenanya secara umum vertigo dibedakan menjadi vertio perifer
dan vertigo sentral. Penggunaan istilah perifer menunjukkan bahwa kelainan atau
gangguan ini dapat terjadi pada end-organ (utrikulus maupun kanalis semisirkularis)
maupun saraf perifer.
Lesi vertigo sentral dapat terjadi pada daerah pons, medulla, maupun serebelum.
Kasus vertigo jenis ini hanya sekitar 20% - 25% dari seluruh kasus vertigo, tetapi gejala
gangguan keseimbangan (disekulibrium) dapat terjadi pada 50% kasus vertigo.
Penyebab vertigo sentral ini pun cukup bervariasi, di antaranya iskemia atau infark
batang otak (penyebab terbanyak), proses demielinisasi (misalnya, pada sklerosis
multipel, demielinisasi pascainfeksi), tumor pada daerah serebelopontin, neuropati
kranial, tumor daerah batang otak, atau sebab-sebab lain.
Beberapa penyakit ataupun gangguan sistemik dapat juga menimbulkan gejala
vertigo. Begitu pula dengan penggunaan obat, seperti antikonvulsan, antihipertensi,
alkohol, analgesik, dan tranquilizer. Selain itu, vertigo juga dapat timbul pada gangguan
kardiovaskuler (hipotensi, presinkop kardiak maupun non-kardiak), penyakit infeksi,
penyakit endokrin (DM, hipotiroidisme), vaskulitis, serta penyakit sistemik lainnya,
seperti anemia, polisitemia, dan sarkoidosis.
Neurotransmiter yang turut berkontribusi dalam patofisiologi vertigo, baik
perifer maupun sentral, di antaranya adalah neurotransmiter kolinergik, monoaminergik,
glutaminergik, dan histamin. Beberapa obat antivertigo bekerja dengan memanipulasi
neurotransmiter-neurotransmiter ini, sehingga gejala-gejala vertigo dapat ditekan.
Glutamat merupakan neurotransmiter eksitatorik utama dalam serabut saraf vestibuler.
Gluta mat ini memengaruhi kompensasi vestibuler melalui reseptor NMDA (N-metil-D-

15
aspartat). Reseptor asetilkolin muskarinik banyak ditemukan di daerah pons dan
medulla, dan akan menimbulkan keluhan vertigo dengan memengaruhi reseptor
muskarinik tipe M2, sedangkan neurotransmiter histamin banyak ditemukan secara
merata di dalam struktur vestibuler bagian sentral, berlokasi di predan postsinaps pada
sel-sel vestibuler.

2.5. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan bentuk vertigonya (apakah melayang, goyang, berputar
tujuh keliling, rasa seperti naik perahu, dan sebagainya), keadaan yang memprovokasi
timbulnya vertigo (perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan dan ketegangan), profil
waktu (apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksismal, kronik,
progresif, atau membaik). Pada anamnesis juga ditanyakan apakah ada gangguan
pendengaran yang biasanya menyertai atau ditemukan pada lesi alat vestibuler atau N.
Vestibularis, penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat,
antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik atau vestibulotoksik, dan adanya
penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru
dan kemungkinan trauma akustik.9,13

Pemeriksaan Fisik
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik atau
neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan
keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum. Pendekatan klinis
terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab, apakah akibat kelainan
sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat (korteks serebrim
serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik, selain itu harus
dipertimbangkan pula faktor psiikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan
vertigo tersebut. 10,11
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi,
hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam menghadapi kasus
vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian

16
penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang
sesuai. 10,11

Pemeriksaan Fisik Umum


Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik, tekanan darah diukur
dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri, bising karotis, irama (denyut jantung) dan
pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.

Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada :
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka
kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan
bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik
cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata
terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita
akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem gait.
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki
kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler, perjalanannya akan menyimpang
dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di tempat dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi
penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke
arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
d. Uji Tunjuk Barany (past-ponting test), Penderita diinstruksikan mengangkat lengannya
ke atas dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, kemudian diturunkan
sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan

17
mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan
penderita ke arah lesi.
e. Uji Babinsky-Weil, Penderita berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke
belakang selama setengan menit dengan mata tertutup berulang kali. Jika ada gangguan
vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.

Pemeriksaan khusus oto-Neurologi dilakukan untuk menentukan apakah letak lesinya di


sentral atau perifer.8,11,14
Fungsi Vestibuler :
b. Uji Dix Hallpike
Penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat dari posisi duduk di atas tempat tidur
sehingga kepalanya menggantung 45° di bawah garis horizontal, kemudian kepalanya
dimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri. Lakukan uji ini ke kanan dan kiri. Perhatikan apakah
terdapat nistagmus pada penderita. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus. Uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Vertigo dan nistagmus
timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan
berkurang atau menghilang bila tes diulang beberapa kali (fatigue) menunjukan bahwa yang
terjadi pada penderita ialah vertigo perifer. Sedangkan jika tidak ada periode laten, nistagmus
dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula
(non-fatigue) menunjukan bahwa yang terjadi pada penderita ialah vertigo sentral.
c. Tes Kalori.
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam
posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat
(44°C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang
timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut
(normal 90-150 detik). Tes ini dapat menententukan adanya kanal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Kanal paresis adalah abnormalitas yang ditemukan di
satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional
preponderance ialah abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-
masing telinga. Kanal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n.VIII, sedangkan
directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
d. Elektronistagmogram.
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit dengan tujuan untuk merekam gerakan mata
pada nistagmus sehingga nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.

18
Tes Fungsi Pendengaran :
a. Tes Garpu Tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne,
Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli
dan schwabach memendek.

b. Audiometri.
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Ludness Balance Test, SISI, Bekesy
Audiometry, dan Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus,
kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran dan fungsi menelan.
Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan
serebelar (tremor, gangguan cara berjalan)

Pemeriksaan penunjang9,12
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory
Evoked Potential (BAEP).
4. Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI).

2.6. TERAPI
Tatalaksana vertigo terbagi menjadi tatalaksana non farmakologi, farmakologi,
dan operasi.16 Tatalaksana non farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian terapi
dengan manuver reposisi partikel / Particle Repositioning Maneuver (PRM) yang dapat
secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada
bervariasi mulai dari 70%-100%. Efek samping yang dapat terjadi dari melakukan
manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus. Hal ini terjadi karena adanya
debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya
saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver hendaknya
pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh.

19
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi
awalnya yaitu pada makula utrikulus.

Ada lima manuver yang dapat dilakukan, antara lain:


a. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien
diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45° lalu pasien berbaring
dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90°
ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan
dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya
dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.
b. Manuver Semont, manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan
posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala
dimiringkan 45° ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan
dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi.
Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali
ke posisi duduk lagi.
c. Manuver Lempert, manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal
lateral. Pasien berguling 360° yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien
menolehkan kepala 90° ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke
posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke
posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90° dan tubuh kembali ke
posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan
dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai
respon terhadap gravitasi.
d. Forced Prolonged Position, manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada
sisi telinga yang sakit dan dipertahankan selama 12 jam.
e. Brandt-Daroff exercise, manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah
dan dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang
tetap simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat
membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan.17

20
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk tidak secara rutin dilakukan.
Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo,
mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah
melakukan terapi PRM.
Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant vestibular
yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan
antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi
berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer.
Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi
mual dan muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine
dan antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular
sehingga penggunaannya diminimalkan.16
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan
sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan
manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk
melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis
penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa. 16
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu
singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior
semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi
mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi. 16

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Huang Kuo C., Phang L., Chang R. Vertigo. Part 1-Assesement in General Practice.
Australian Family Physician 2008; 37(5):341-7.
2. MacGregro DL. Vertigo. Pediatric in Review 2002:23(1):9-19.
3. Troost BT. Dizziness and Vertigo in Vertebrobasilar Disease. Part I: Pheripheral and
Systemic Causes Dizziness. Stroke 1980:11:301-03.
4. Troost BT. Dizziness and Vertigo in Vertebrobasilar Disease. Part II: Pheripheral and
Systemic Causes Dizziness. Stroke 1980:11:413-15.
5. Mehmet K. Central Vertigo and Dizziness: Epidemiology, Diff erential Diagnosis, and
Common Causes. The Neurologist: 2008;14(6):355-64.
6. Baloh RW. Vertigo. The Lancet 1998;352:1841-46.
7. Rascol O., Hain TC., Brefel C., et al. Antivertigo Medications and Drugs-Induced Vertigo. A
Pharmacological Review. Drugs 1995;50(5):777-91.
8. Joesoef AA, Kusmastuti K, editor. Neurootologi klinis vertigo. Jakarta: Airlangga University
Press; 2002.
9. Lumbantobing SM. Vertigo tujuh keliling. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2003.
10. Copeland BJ, Pillsbury III CH. Vertigo. Dalam: Runge MS, Greganti MA, editor. Netter
internal medicine. Edisi ke-1. New Jersey: Icon Learning System; 2005. hlm. 725–7.
11. Joesoef AA. Etiologi dan patofisiologi vertigo. Dalam: Leksmono P, Islam MS, Yudha H,
editor. Kumpulan makalah pertemuan ilmiah nasional ii nyeri kepala, nyeri dan vertigo.
Jakarta: Airlangga University Press; 2006. hlm. 209–14.

22

Anda mungkin juga menyukai