Anda di halaman 1dari 4

STOP BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN (BABS)

Pembimbing : Linda Christina Br Bangun, S.KM, M.Kes


Materi diberikan pada : 30 Oktober 2018

Geliat reformasi pembangunan sanitasi di Indonesia semakin menunjukan


perkembangan yang progresif. Melalui program Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) yang disinergikan dengan upaya kolaboratif seperti
terobosan pemimpin daerah, kemitraan lintas sektor dan partisipasi aktif
masyarakat, STBM sebagai strategi nasional pembangunan sanitasi perdesaan
telah berhasil meningkatkan akses sanitasi 47% penduduk perdesaan di tahun
2015 serta menurunkan jumlah penduduk perdesaan yang melakukan praktik
buang air besar sembarangan (BABS) tiga kali lipat dari rata-rata 0,6% per tahun
(2000-2008) menjadi 1,6% per tahun sepanjang 2008-2015.
Saat ini Indonesia masih menghadapi tantangan untuk menuntaskan target
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang
menetapkan tarcapainya akses universal 100% air minum, 0% pemukiman kumuh
dan 100% stop bebas buang air besar sembarangan (SBS). Berdasarkan data yang
dirilis oleh sekretariat STBM, hingga 2015 sebanyak 62 juta atau 53% penduduk
perdesaan masih belum memiliki akses terhadap sanitasi yang layak. 34 juta
diantaranya masih melakukan praktik buang air besar sembarangan. Diperlukan
percepatan 400% untuk mencapai target Indonesia stop buang air besar
sembarangan (SBS) pada tahun 2019.
Lambatnya peningkatan akses sanitasi di Indonesia melalui pendekatan
pembangunan sanitasi berbasis kontruksi dan subsidi serta rendahnya tingkat
pemahaman masyarakat untuk menjadikan sanitasi sebagai kebutuhan, memicu
reformasi pendekatan pembangunan sanitasi khususnya di perdesaan. Sejak
diadopsinya konsep Community-Led Total Sanitation (CLTS) yang telah
dijalankan sejak tahun 2005 oleh Kementerian Kesehatan, pendekatan
pembangunan sanitasi di Indonesia perlahan berubah dari pendekatan berbasis
subsidi dan kontruksi menjadi berbasis partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
Melalui keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) nomor
852/Menkes/SK/IX/2008 yang kemudian diperkuat menjadi Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) Nomor 3 tahun 2014, Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM) dikukuhkan sebagai strategi nasional pembangunan sanitasi di Indonesia.
STBM merupakan sebuah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan
sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Untuk dapat
mencapi tujuan tersebut, strategi penyelenggaraan STBM fokus pada penciptaan
lingkungan yang kondusif (enabling environment), peningkatan kebutuhan
sanitasi (demand creation) serta peningkatan penyediaan akses sanitasi (supply
improvement).
Perilaku buang air besar sembarangan (BABS/Open defecation) termasuk
salah satu contoh perilaku yang tidak sehat. BABS/Open defecation adalah suatu
tindakan membuang kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak – semak, sungai,
pantai atau area terbuka lainnya dan dibiarkan menyebar mengkontaminasi
lingkungan, tanah, udara dan air.
Berikut ini adalah permasalahan yang mungkin ditimbulkan akibat
buruknya penanganan buangan tinja:
a. Mikroba
Tinja manusia mengandung puluhan miliar mikroba, termasuk bakteri koli-
tinja. Sebagian diantaranya tergolong sebagai mikroba patogen, seperti
bakteri Salmonela typhi penyebab demam tifus, bakteri Vibrio cholerae penyebab
kolera, virus penyebab hepatitis A, dan virus penyebab polio. Tingkat penyakit
akibat kondisi sanitasi yang buruk di Indonesia sangat tinggi. BAPENNAS
menyebutkan, tifus mencapai 800 kasus per 100.000 penduduk. Sedangkan polio
masih dijumpai, walaupun dinegara lain sudah sangat jarang.
b. Materi Organik
Kotoran manusia (tinja) merupakan sisi dan ampas makanan yang tida k
tercerna. Ia dapat berbentuk karbohidrat, dapat pula protein, enzim, lemak,
mikroba dan sel-sel mati. Satu liter tinja mengandung materi organik yang setara
dengan 200-300 mg BODS (kandungan bahan organik).
c. Telur Cacing
Seseorang yang cacingan akan mengeluarkan tinja yang mengandung telu-
telur cacing. Beragam cacing dapat dijumpai di perut kita. Sebut saja, cacing
cambuk, cacing gelang, cacing tambang, dan keremi. Satu gram tinja berisi ribuan
telur cacing yang siap berkembang biak diperut orang lain. Anak cacingan adalah
kejadian yang biasa di Indonesia. Penyakit ini kebanyakan diakibatkan cacing
cambuk dan cacing gela ng. Prevalensinya bisa mencapai 70 persen dari balita.
d. Nutrien
Umumnya merupakan senyawa nitrogen (N) dan senyawa fosfor (P) yang
dibawa sisa-sisa protein dan sel-sel mati. Nitrogen keluar dalam bentuk senyawa
amonium, sedangkan fosfor dalam bentuk fosfat. Satu liter tinja manusia
mengandung amonium sekitar 25 gram dan fosfat seberat 30 mg. Senyawa nutrien
memacu pertumbuhan ganggang (algae). Akibatnya, warna air menjadi hijau.
Ganggang menghabiskan oksigen dalam air sehingga ikan dan hewan lainnya
mati.
Berbagai alasan digunakan oleh banyak orang untuk buang air besar
sembarangan, antara lain anggapan bahwa membangun jamban itu mahal, lebih
enak BAB di sungai, tinja dapat untuk pakan ikan, dan lain-lain yang akhirnya
dibungkus sebagai alasan karena kebiasaan sejak dulu, sejak anak-anak, sejak
nenek moyang, dan sampai saat ini tidak mengalami gangguan kesehatan.
Alasan dan kebiasaan tersebut harus diluruskan dan dirubah karena akibat
kebiasaan yang tidak mendukung pola hidup bersih dan sehat jelas-jelas akan
memperbesar masalah kesehatan. Dipihak lain bilamana masyarakat berperilaku
sehat, dengan membuang air besar pada temapt yang benar, sesuai dengan kaidah
kesehatan, hal tersebut akan dapat mencegah dan menurunkan kasus-kasus
penyakit menular. Dalam kejadian diare misalnya, dengan meningkatkan akses
masyarakat terhadap sanitasi dasar, dalam hal ini meningkatkan jamban keluarga,
akan dapat menurunkan kejadian diare. Apabila tinja tersebut dibuang di
sembarang tempat, misal kebun, kolam, sungai, dll maka bibit penyakit tersebut
akan menyebar luas ke lingkungan, dan akhirnya akan masuk dalam tubuh
manusia, dan berisiko menimbulkan penyakit pada seseorang dan bahkan bahkan
menjadi wabah penyakit pada masyarakat yang lebih luas.
Stop buang air besar sembarangan (STOP BABS) akan memberikan
manfaat dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, nyaman dan tidak berbau.
2. Tidak mencemari sumber air yang dapat dijadikan sebagai air baku air
minum atau air untuk kegiatan sehari-hari lainya seperti mandi, cuci, dll
3. Tidak mengundang serangga dan binatang yang dapat menyebar luaskan
bibit penyakit, sehingga dapat mencegah penyakit menular.
Agar usaha tersebut berhasil, akses masyarakat pada jamban (sehat) harus
mencapai 100% pada seluruh komunitas.

Anda mungkin juga menyukai