PENDAHULUAN
Pada bagian pembahasan ini kita akan menelaah konsep dan proses
pembentukan dalam pendapatan nasional ekuilibrium (dalam kondisi
keseimbangan) dan Faktor penggandaan.“ dalam sebuah perekonomian tertutup
(closed economy), yakni sebuah perekonomian yang berada dalam kondisi autarki
atau sama sekali tidak terlibat dalam hubungan dagang internasional. Konsep
konsep yang akan disajikan di sini pada dasarnya merupakan bagian penting dari
prinsip-pinsip dasar dalam ilmu ekonomi, yang selanjutnya akan dikembangkan
lebih jauh guna menelaah apa yang disebut sebagai tingkat pendapatan nasional
dan faktor penggandaannya untuk sebuh perekonomian terbuka yang berukuran
kecil (ini akan kita sajikan dalam subab 16.3).
Pertama, elemen konsumsi. Porsi GNP yang dibayarkan oleh sektor swasta
(temasuk rumah tangga atau individu) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya
dikenal dengan istilah konsumsi. Pembayaran untuk memperoleh karcis bioskop,
makanan, jasa dokter gigi, dan binatu, semuanya masuk ke dalam kategori ini.
Pengeluaran konsumsi merupakan komponen GNP paling besar di kebanyakan
perekonomian. Di Amerika Serikat, misalnya, sejak jaman berkecamuknya Perang
Korea, unsur konsumsi di dalam GNP-nya berkisar antara 62-66 persen
Berikutnya bagian output yang secara sengaja digunakan oleh perusahaan-
perusahan swasta guna menghasilkan output di masa mendatang, biasa disebut
sebagai investasi. Pengeluaran investasi bisa dianggap sebagai porsi GNP yang
dipakai untuk meningkatkan cadangan modal negara yang bersangkutan. Setiap
batangan baja dan batu-bata yang digunakan untuk membangun pabrik merupakan
bagian dari pengeluaran investasi, sama halnya dengan jasa-jasa teknisi yang
membantu komputerisasi dunia usaha. Pembayaran pihak perusahaan untuk
menimbun barang juga dihitung sebagai pengeluaran investasi karena penimbunan
barang merupakan cara lain yang ditempuh perusahaan guna mengalihkan output
dari penggunaan sekarang (current use) menjadi penggunaan untuk masa
mendatang (future use). Tingkat investas' biasanya lebih sering berubah daripada
tingkat konsumsi. Di Amerika Serikat, sebagai contoh,investasi (total)
berfluktuasi antara 12-19 persen GNP dalam beberapa tahun terakhir ini.
Sementara itu, kita secara awam terlanjur sering mengartikan kata ”investasi"
untuk menggambarkan pembayaran pihak rumah tangga secara individual guna
memperoleh saham, obligasi, atau real estat. ingat, kita harus membedakan
pengertian dalam konteks sehari-hari ini dengan definisi ekonomi atas kata
"investasi" sebagai salah satu komponen GNP. Pada saat Anda membeli saham
Genentech, misalnya, Anda tidak membeli suatu barang ataupun jasa, Sehingga
pembayaran Anda tersebut tidak terhitung dalam GNP.
Iika, atas dasar alasan apa pun, investasi mengalami kenaikan sebanyak
100 dari I = 150 men. jadi 1’ = 250, maka total fungsi pembelanjaan akan bergeser
ke atas sebanyak 100, yakni dari C(Y) + I menjadi C(Y) + I ‘ ini dilambangkan
sebagai garis pu‘tus-putus pada panel sebelah atas dalam Gambar 16-1 sehingga
terciptalah titik ekuilibrium baru E’ yang melambangkan Y; = 1.400. Atau,
kenaikan otonom investasi juga dapat menyebabkan fungsi investasi mengalami
pergeseran ke atas dari I = 150 menjadi l' = 250 (garis putus-putus pada panel
sebelah bawah) dan garis yang melambangkannya itu akan memotong fungsi
tabungan di titik E' yang juga melambangkan tingkat pendapatan nasional
ekuiljbrium yang baru, yalcni YE' =1..400.
Bermula dari titik ekuilibrium awal, yakni titik E,da1am panel sebelah
bawah, maka begitu investasi meningkat dari I: 150 menjadi 1': 250, maka 1‘
lebih besar dari 3 dan Y juga meningkat Peningkatan Y itu akan menyebabkan S
juga mengalami kenaikan. Hal tersebut akan terns berlangsung sampai pendapatan
nasional atau Y meningkat cukup besar guna mendorong tabungan atau S untuk
menyamai tingkat investasi baru yang lebih tinggi, yakni 1‘. Agar hal itu dapat
texjadi, maka Y harus bertambah sebanyak 400, yakni dari Y8 = 1.000 menjadi
Y5' = 1.400, sebagaimana diperlihatkan oleh titik ekuilibrium yang baru, yakni
titik E', dalam panel sebelah alas maupun bawah.
fungsi impor (import functian) dari suatu negara, atau yang biasa disimbolkan
dalam M(Y), adalah sebuah fungsi yang pada intinya memperlihatkan hubungan-
hubungan antara impor negara tersebut dengan pendapatan nasionalnya. Sebuah
fungsi hipotetis telah diperlihatkan ada Gambar 16-2. Perhatikanlah bahwa impor
atau M akan mmpai 150 apabila Y atau Pendapatan nasionalnya sama dengan nol
(artinya impor tetap akan terjadi walaupun pendapatan nasionalnya nol, ini bisa
saja dilakukan, misalnya dengan memakai dana pinjaman). Selanjutnya impor
atau M itu akan meningkat seiring dengan peningkatan Y, meskipun persentase
kenaikannya tidak harus sama besarnya. Pernyataan ini agaknya tidak terlalu
aneh, kalau kita analogkan bahwa setiap orang harus membeli sesuatu untuk
dimakan sekalipun ia tidak punya pendapatan. Apabila pendapatan sama dengan
0, negara tersebut masih mengadakan belanja impor sebesar 150 (misalnya saja
dengan menggunakan dana pinjaman dari luar negeri atau dengan menarik
cadangan internasionalnya). Begitu pendapatan bertambah, maka impor negara itu
pun akan bertambah.
Fungsi impor atau M( Y) adalah sebuah konsep yang pada dasarnya
memperlihatkan bahwa jika pendapatan =0 maka negara ini masih dapat
mengimpor sebanyak 150. Begitu pendapatannya meningkat, impornya pun ikut
bertambah. Besaran sudut dari garis yang melambangkan fungsi impor pada
intinya mengukur besar-kecilnya perubahan impor yang bersumber dari
perubahan pendapatan. Rasionya sendiri lazim disebut sebagai kecenderungan
marjinal impor (MPM). Untuk fungsi impor yang diperlihatkan di sini, nilai
kecenderungan marjinal impornya adalah MPM : ∆M/∆Y = 0,15 dan angka ini
senantiasa konstan di sini, karena pendapatan negara ini tidak mengalami
perubahan sedikit pun.
INJEKSI= KEBOCORAN
I+X= S+M
150+300=150+300
450=450
Berrmula dari titik ekuilibrium titik E dalam panel sebelah atas dan bawah
dalam Gambar 16-3 kita akan melihat bahwa setiap perubahan otonom dalam
ekspor atau investasi -sisi kiri Persamaan (16-6)-akan menimbulkan gangguan
atau perubahan terhadap tingkat pendapatan nasional ekuilibrium. Perubahan
dalam tingkat pendapatan nasional ekuilibrium itu selanjutnya akan menimbulkan
pergeseran atau perubahan tabungan dan impor sisi kanan persamaan (16-6)dan
hal itu akan terus berlangsung sampai jumlah perubahan dalam tabungan tersebut
sama dengan jumlah perubahan otonom dalam investasi dan ekspor yang jadi
sebelumnya. Itu berarti tingkat ekuilibrium yang baru dari pendapatan nasional
akan cipta apabila:
∆I +∆X =∆S + ∆M
∆S = (MPS)(∆Y)
AM = (MPM) (∆Y)
Dari Bab 15, kita telah mengetahui bahwa sebuah negara dapat
mengoreksi defisit neraca pembayarannya dengan membiarkan mata uang
nasionalnya mengalami depresiasi atau dengan memberlakukan devaluasi
terhadapnya (iika pasar-pasar valuta asing yang ada bersifat stabill). Karena
perbaikan saldo neraca perdagangan di suatu negara tergantung pada elastisitas
permintaan ekspor dan impomya terhadap harga, maka metode koreksi defisit ini
sering disebut sebagai pendekatan elastisitas (elasticity approach). Perbaikan
saldo neraca perdagangan di negara yang mengalami defisit dapat terjadi karena
depresiasi atau devaluasi tadi berpotensi merangsang ekspor negara tersebut dan
sekaligus meredam impomya (sehingga akan memacu produksi domestik,
termasuk berbagai produksi substitusi impor). Kenaikan yang terjadi dalam
produksi dan pendapatan rill di negara yang mengalami defisit itu lambat laun
akan memicu kenaikan impor sehingga menetralisasikan sebagian dampak
perbaikan terhadap neraca perdagangannya yang bersumber dari depresiasi atau
devaluasi atas mata uang domestik tadi.
Meskipun demikian, jika negara yang mengalami defisit itu sejak awal
sudah berada dalam kondisifull employment, maka produksinya tidak dapat lagi
ditingkatkan Iadi, hanya jika absorpsi domestik riil (real domestic absorption)
yakni tingkat pernbelanjaan domestik~ dapat dikurangi, maka barulah depresiasi
atau devaluasi itu bisa mengurangi atau menghilangkan defisit neraca pembayaran
di negara yang bersangkutan. Seandainya absorpsi/penyerapan domestik riil
dikurangi secara otomatis ataupun melalui pemaksaan oleh pemberlakuan
kebijakan fiskal dan moneter kontraksioner, maka adanya depresiasi atau
devaluasi tadi hanya akan memicu kenaikan harga-harga domestik atau inflasi
yang tentu saja akan memsak keunggulan betsaing tambahan yang diciptakan oleh
depresiasi atau devaluasi tadi, sehingga defisit negara tadi pun tidak mengalami
perbaikan yang berarti.
Pada bagian pembahasan ini kita akan menelaah bagaimana suatu negara
dapat secara serentak mencapai kondisi keseimbangan internal dan keseimbangan
eksternalnya dengan memberlakukan kebijakan-kebijakan pengubah tingkat dan
komposisi pembelanjaan. Demi menyederhanakan pembahasan ini kita akan
berasumsi bahwa tidak ada pergerakan modal internasional (sehingga neraca
pembayaran negara itu persis sama dengan neraca perdagangannya). Kita juga
akan mengasumsikan bahwa harga-harga senantiasa konstan sampai Asumsi
permintaan agregat mulai melampaui tingkat output dalam kondisi full
employment mengenai ketiadaan arus pergerakan itu akan kita kendurkan pada
subbab berikutnya, dan asumsi mengenai inflasi juga akan kita lepaskan pada
Subbab 2.8
Pada Gambar 2.6, sumbu vertikalnya mengukur kurs (R). Kenaikan mengacu
pada kukannya devaluasi, sedangkan sebaliknya penurunan R merupakan dampak
dari diterapkannya revaluasi. Sumbu horisontal mengukur tingkat pembelanjaan
domestik riil, atau tingkat absorpsi domestik (D). Di samping konsumsi dan
investasi domestik, juga mencakup pembelanjaan pemerintah (yang dapat
dimanipulasikan oleh kebijakan fiskal) Kurva EE berbagai kurs domestik riil, atau
absorpsi, yang secara keseluruhan akan menentukan tercapainya keseimbangan
eksternal. EE ini memiliki besaran sudut positif karena semakin tinggi kursnya
diberlakukannya devaluasi akan besar perbaikan yang terjadi pada neraca
perdagangan dar negara yang bersangkutan (asalkan kondisi Marshall Lerner
terpenuh) hal tersebut haru dipenuhi atau dengan kenaikan absorpsi domestik riil
(D) demi merangsang ken impor dalam jumlah yang cukup besar untuk
mempertahankan ekuilibrium dalam nerac perdagangan tanpa mengganggu
keseimbangan eksternal. Sebagai contoh, bertolak dari titik pada kurva EE
tersebut, suatu kenaikan R dari R2 menjadi Rs harus disertai dengan ken D, yakni
dari Da menjadi Dy agar negara tersebut dapat mempertahankan keseimbanga
eksternalnya (yang dilambangkan sebagai titik pada kurva EE).
GAMBAR 2.6 Keseimbangan dalam Pasar Barang, Pasar Uang, dan Neraca
Pembayaran
Kurva-kurva IS, LM, dan kurva FE masing-masing memperlihatkan berbagai
kombinasi bunga dan pendapatan nasional yang menentukan terciptanya
keseimbangan pada pasar pasar dan neraca pembayaran dan barang uang, negara
yang memiliki sudut negatif karena semakin rendah suku bunga yang beraku dan
semakin tinggi investasi yang ada) semakin tinggi tingkat pendapatan nasional di
negara yang bersangkutan. Selanjutnya, hal ini akan berimplikasi pada lebih
tingginya tabungan dan or, dan sementara itu kuantitas segenap barang dan jasa
yang diminta sama dengan kuantitas yang ditawarkan. Kurva Lu memiliki
kecondongan positif karena semakin tinggi pendapatan suatu negara (dan ser
permintaan uang untuk keperluan transaksi riil) akan dibarengi dengan suku
bunga yang lebih rendah (sehingga, konsekuensinya, tingkat permintaan uang
untuk keperluan-keperluan spekulatif pun relatif lebih rendah), dan sementara itu
total kuantitas uang diminta dengan uang yang itu memiliki positif karena
semakin tinggi pendapatan (dan impor dari suatu negara maka akan semakin
tinggi suku bunga (dan arus modal) yang diperlukan oleh negara yang
bersangkutan demi terpeliharanya keseimbangan neraca pembayarannya. Semua
pasar tersebut, yakni pasar barang, pasar uang, dan neraca pembayaran, akan
sama-sama berada dalam FE. keseimbangan hanya pada titik E, yang merupakan
posisi perpotongan antara kurva kurva LM, dan kurva Dalam gambar itu
diperlihatkan bahwa titik E tercapai ketika suku bunga (r sebesar 10 persen
sedangkan tingkat pendapatan nasional (Ye sebesar 1.000. Namun perlu Anda
perhatikan, bahwa YE lebih kecil dari Ye.
Gambar 2.7 berikut ini memperlihatkan bahwa negara yang dijadikan contoh
kasus pada Gambar 2.6 dapat mencapai tingkat pendapatan full employment atau
keseimbangan internal tanpa kehilangan keseimbangan eksternalnya jika ia dapat
memadukan kebijakan fiskal ekspansioner yang mampu menggeser kurva IS
kesebelah kanan menjadi kurva IS’ serta kebijakan moneter yang ketat yang akan
emnggeser kurva LM kesebelah kiri menjadi kurva LM’.
Defisit Eksternal dan Pengangguran Gambar 2.8 situasi awal di mana kurva s
dan kurva LM berpotongan pada E (seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.6
dan Gambar 2.7) namun kurva ikut berpotongan. Itu berarti perekonomian
domestik akan berada dalam ekuilibrium (meskipun diliputi oleh masalah jika
suku bunga yang berlaku adalah 10 dan YE titik E Namun yang bersangkutan
mengalami defisit pada neraca pembayarannya karena terletak di sebelah dari titik
yang terletak pada kurva keseimbangan eksternal mensyaratkan tingkat
pendapatan nasional atau Y 700, dengan suku bunga atau r 10 persen (titik B pada
kurva FE). Karena dalam kondisi awal bukannya 700 maka negara itu pun
mengalami defisit pada neraca pembayarannya, yang besarnya sama dengan
kekurangan pendapatan nasional dari jumlah yang dibutuhkan untuk menciptakan
ekuilibrium neraca pembayaran, yakni sebesar 300 dengan kecenderungan
marjinal impor (MP MPM 0,15 (seperti pada contoh kasus dalam Bab 16), maka
defisit neraca pembayaran negara itu mencapai (300)(0,15) 45. Pada suku bunga
yang berlaku haruslah r 13 persen (ini dilambangkan oleh titik B pada kurva FE)
demi memungkinkan adanya arus masuk modal yang lebih besar sebanyak 45
(atau arus keluar modal yang lebih kecil dari 45) demi terjaganya ekuilibrium
neraca pembayaran di negara itu Bertolak dari titik E, yakni tatkala perekonomian
domestik berada dalam kondisi ekuilibrium meskipun disertai dengan masalah
pengangguran dan defisit neraca pembayaran (besarnya 45 jika MPM 0,15),
negara itu masih bisa mencapai tingkat pendapatan nasionalfull employment atau
Yr 1.500 yang disertai dengan keseimbangan eksternal jika ia dapat menggunakan
kebijakan fiskal ekspansioner secara tepat sehingga dapat menggeser kurva IS ke
sebelah kanan menjadi IS' serta kebijakan moneter ketat yang akan menggeser
kurva LM ke sebelah kiri menjadi LM sehingga pada akhirnya kurva IS dan kurva
LM (keduanya disajikan dalam bentuk garis putus-putus) berpotongan pada kurva
FE yang kedudukannya tidak berubah pada r = 18 persen dan Yf = 1.500 (Titik F
dalam gambar). Perhatikanlah bahwa dalam kasus ini suku bunga haru dinaikkan
lebih tinggi lagi yakni dari r = 10 menjadi r = 18 persen, jadi bukan lagi r = 16
persen, agar negara ini dapat mencapai keseimbangan eksternalnya.
2.8.3 Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter yang Disertai Arus Modal
Elastis
Dalam Gambar 2.8.3 kita akan mengubah titik awal analisis, yakni di mana
ketiga pasar sudah berada dalam kondisi ekuilibrium secara serentak pada E
(seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 2.6 dan 2.7), hanya saja kita juga
memasukkan adanya arus permodalan yang elastis sempurna ke dalam
perhitungan sehingga kini kurva FE berbentuk horisontal pada 10 persen (ini
merupakan suku bunga yang berlaku di pasaran dunia). Itu berarti sebuah negara
kecil dapat meminjam atau meminjamkan uang dalam jumlah berapa pun pada
suku bunga sebesar 10 persen. Syarat ini terutama sangat relevan bagi negara-
negara kecil di Eropa Barat yang akibat revolusi komunikasi serta transportasi,
harus menghadapi pasar-pasar modal yang sangat integratif seluruh pasar
eurocurrency. Dalam kasus ini, sebuah negara berupaya mencapai tingkat
pendapatan nasional full employment tanpa menggang yang tanpa keseimbangan
neraca pembayarannya dengan menerapkan kebijakan fiskal tepat, arus
melibatkan kebijakan sekali. Bahkan sesungguhnya, dalam dunia di mana
permodalan internasional bersifat elastis sempurna dan kurs bersifat baku,
kebijakan moneter justru sama sekali tidak efektif. Hal ini dapat dijelaskan dalam
bagian pembahasan berikutnya.
GAMBAR 2.8 Kebijakan Fiskal dan Kbijakan Moneter dalam Arus Modal
yang Elastis
Puatu perekonomian tertutup tidak dapat membeli output dari luar negeri
atau menjual output mereka ke pihak asing, maka hanya ada tiga jenis
pengeluaran pokok yang menciptakan atau membentuk pendapatan nasional untuk
sebuah perekonomian tertump terhadap perdagangan internasional, yaitu:
konsumsi, investasi, serta belanja pemerintahh. Dengan kata lain, komponen
pengeluaran keempat yang biasa ditemui pada perekonomian terbuka, yakni
neraca transaksi berjalan, tidak memberikan kontribusi apa pun bagi
perekonomian tertutup karena transaksi ekspor dan impor dari perekonomian yang
tertutup itu boleh dikatakan nol. Perekonomian yang sepenuhnya tertutup total
terhadap perdagangan internasional memang tidak ada. Namun, pembahasan
hipotesis atas perekonomian tertutup berikut ini merupakan langkah awal yang
baik dan bermanfaat dalam mempelajari penghitungan pendapatan nasional,
mengingat hubungan-hubungan antarkomponen pengeluaran dalam GNP-nya
yang lebih sederhana daripada yang ada dalam perekonomian terbuka ini akan
Guna memperlihatkan bagaimana kebijakan fiskal dan kebijakan moneter dapat
dimanfaatkan untuk mencapai keseimbangan internal dan eksternal tanpa
mengganggu stabilitas kurs, kita perlu menggunakan beberapa perangkat analisis
yang sebagian di antaranya sudah diajarkan dalam kuliah makroekonomi.