Anda di halaman 1dari 5

1. Diagnosis banding hidung tersumbat?

Hidung tersumbat atau kongesti hidung terjadi karena adanya aliran udara yang
terhambat dikarenakan rongga hidung yang menyempit. Penyempitan rongga ini bisa
terjadi akibat proses inflamasi yang memberikan efek vasodilatasi atau sekresi mukus
yang berlebih, kelainan struktural anatomi yang mempersempit rongga, serta infeksi
( Bachert C, et al. 2010).
Faktor yang berpengaruh
a. Rinitis Alergi
Reaksi alergi terdiri atas dua fase yaitu fase sensitisasi dan fase aktivasi. Paparan
alergen terhadap mukosa menyebabkan alergen tersebut dipresentasikan oleh
Antigen Presenting Cell (APC) ke CD4+ limfosit T. Ikatan antara sel penyaji
antigen dan sel Th0 memicu deferensiasi Sel Th0 menjadi sel Th2. Hal ini
mengakibatkan sitokin-sitokin IL3, IL4, IL5, IL9, IL10, IL13 dan Granulocyte-
Macrophage Colony-Stimulating (GMCSF) dilepaskan (Hermelingmeier KE, et
al. 2012).
Pelepasan sitokin dan mediator lain adalah mukosa nasal menjadi terinfiltrasi
dengan sel inflamasi seperti eosinofil, neutrofil, basofil, sel mast dan limfosit. Hal
ini membuat reaksi inflamasi pada mukosa hidung semakin parah sehingga
menyebabkan hidung tersumbat.
b. Kelainan Anatomi
Kelainan anatomi yang dapat menyebabkan sumbatan hidung adalah septum
deviasi, konka hipertrofi, konka bulosa. Hipertrofi konka menimbulkan keluhan
hidung tersumbat dengan mekanisme proses inflamasi. Inflamasi ini menyebabkan
adanya vasodilatasi, dan produksi mukus yang meningkat sehingga aliran udara
terhambat dan timbul gejala hidung tersumbat. Sedangkan kelainan anatomi yang
bersifat kongenital adalah atresia koana dan celah palatum.(Howard L, et al, 2005)
c. Tumor hidung adalah pertumbuhan ke arah ganas yang mengenai hidung dan lesi
yang menyerupai tumor pada rongga hidung, termasuk kulit dari hidung luar dan
vestibulum nasi. Tumor hidung sering tidak diketahui sejak dini karena letaknya
yang terlindung dan sulit dideteksi. Gejala awalnya pun tidak spesifik seperti
hidung tersumbat, epistaksis, atau nyeri wajah (Steven TW. 2004). Klasifikasi
tumor hidung dibagi menjadi 2, yaitu tumor hidung ganas dan tumor hidung jinak.
Contoh tumor jinak adalah papilloma squamosa, displasia fibros dan
angiofibroma. Sedangkan contoh tumor ganas adalah melanoma, karsinoma
adenoid kistik, dan karsinoma sel squamosa.Tumor hidung mengakibatkan kavum
nasi semakin menyempit. Hal ini akan berakibat pada tahanan hidung yang
meningkat sehingga aliran udara terhambat dan semakin sempit yang akhirnya
menyebabkan sumbatan hidung.
d. Pemakaian obat
Obat-obatan seperti ACE inhibitor, Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs
(NSAIDs), pil KB dapat menyebabkan rinitis yang terinduksi obat (drug induced
rhinitis) yang menimbulkan gejala hidung tersumbat (Zahra SS, et al. 2016 ).

2. Definisi dari pilek?


Pilek adalah sakit (demam) dengan banyak mengeluarkan ingus (biasanya disertai
batuk-batuk kecil); selesma (KBBI)
Common Cold biasa juga dikenal sebagai nasofaringitis, rinofaringitis, koriza akut,
atau selesma, merupakan penyakit menular yang disebabkan virus pada sistem
pernapasan yang terutama menyerang hidung. (Arroll, B. 2011)

3. Indikasi dan kontraindikasi kortiko steroid topikal (fluticasone) ?


Indikasi:
Profilaksis dan pengobatan rinitis alergik musiman, termasuk hay fever dan rinitis
alergik tahunan, profilaksis dan terapi asma.
Peringatan:
Anak, kehamilan, pengobatan terdahulu dengan kortikosteroid per oral, pemberian
dengan ritonavir, infeksi lokal pada saluran napas, penghentian pengobatan sistemik
dan mulai pengobatan intranasal, pemberian dosis besar dalam jangka panjang,
pneumonia.
Kontraindikasi:
Hipersensitivitas.
Efek Samping:
Sangat umum: epistaksis, kandidiasis mulut dan kerongkongan. Umum: sakit kepala,
rasa tidak enak, bau tidak enak, hidung kering, iritasi hidung, tenggorokan kering,
iritasi tenggorokan, pneumonia, suara serak, luka memar. Tidak umum: reaksi
hipersensitif kutan. Sangat jarang: reaksi hipersensitivitas, reaksi anafilaksis,
bronkospasme, ruam kulit, udem pada wajah atau lidah, glaukoma, peningkatan
tekanan intraokular, katarak, perforasi dinding hidung, sesak napas, anafilaktik,
sindroma Cushing, keterlambatan pertumbuhan, penurunan densitas mineral tulang,
hiperglikemia, gelisah, gangguan tidur dan perubahan sikap termasuk hiperaktivitas
dan iritabilitas.
Dosis:
Inhalasi / Pernafasan
Asma profilaksis
Dewasa: Sebagai fluticasone propionate powder atau aerosol inhaler: 100 mcg pada
asma ringan, hingga 500-1.000 mcg pada kasus yang berat. Sebagai nebuliser soln:
Asma kronis berat: 500-2.000 mcg. Seperti fluticasone furoate inhaler powder kering:
100-200 mcg sekali sehari.
Anak: 4-16 th Sebagai fluticasone propionate powder atau aerosol inhaler: 50-100
mcg, naik menjadi 200 mcg jika perlu. Sebagai nebuliser soln: 1.000 mcg bid.
Nasal
Polip hidung
Dewasa: Sebagai tetes propionat fluticasone: 200 mcg ke setiap lubang hidung 1-2
kali setiap hari selama setidaknya 4-6 minggu.
Anak: ≥16 tahun Sama dengan dosis dewasa.
Nasal
Rinitis alergi
Dewasa: Sebagai semprotan propionat fluticasone: 100 mcg ke setiap lubang hidung
sekali sehari, meningkat sesuai kebutuhan. Sebagai fluticasone furoate spray: 55 mcg
ke setiap lubang hidung sekali sehari, dapat dikurangi hingga 27,5 mcg ke setiap
lubang hidung sekali sehari jika gejala dikontrol.
Anak: 4-11 th Sebagai semprotan propionat fluticasone: 50 mcg ke setiap lubang
hidung sekali sehari, meningkat menjadi tawaran jika perlu. 2-11 th Sebagai
semprotan fluticasone furoate: 27,5 mcg ke setiap lubang hidung sekali sehari, dapat
ditingkatkan menjadi 55 mcg ke setiap lubang hidung sekali sehari jika perlu. (PIO
Nas, 2015)

4. Obat-obatan yang menimbulkan efek samping pada hidung?


Obat-obatan seperti ACE inhibitor, Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs),
pil KB dapat menyebabkan rinitis yang terinduksi obat (drug induced rhinitis) yang
menimbulkan gejala hidung tersumbat.
A) NSAID
Obat-obatan NSAID (terutama aspirin) mempunyai mekanisme menghambat enzim
COX-1 sehingga menyebabkan pergeseran metabolisme asam arakidonat ke
lipooxigenase pathway. Hal ini mengakibatkan penurunan produksi tromboksan dan
prostaglandin. Penurunan PGI2 menghasilkan peningkatan produksi sisteinil
leukotrien oleh lipooxygenase yang melibatkan jalur enzim 5-lipooxygenase (5-LO).
Leukotrien C4, D4 dan E4 (LTC4, D4, E4) adalah semua produk dari jalur ini dan
secara kolektif dikenal sebagai cysteinyl leukotrien. LTC4 sintase adalah enzim yang
bertanggung jawab untuk produksi LTC4. Alel dari LTC4 gen synthase (alel C) telah
diidentifikasi pada individu dengan sensitivitas aspirin. Insiden ekspresi C alel lebih
tinggi pada individu yang memiliki sensitivitas terhadap aspirin. Pada individu
dengan sensitivitas aspirin terjadi overproduksi zat leukotrien yang bersifat pro-
inflamasi. (Varghese M, et al. 2010)

B) ACE inhibitor
Salah satu efek ACE inhibitor adalah vasodilatasi sistemik melalui produksi
bradikinin.( Carr P, et al. 2015)
Hal ini menyebabkan terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah hidung sehingga dapat
terjadi pembengkakan konka dan penyempitan rongga hidung dan hidung tersumbat.
Penggunaan ACE inhibitor dapat meningkatkan produksi leukotrien dan prostaglandin
E2. Mediator ini menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan peningkatan sekresi mukus
sehingga mengakibatkan hidung tersumbat (Pinargote P, et al. 2014)

C) Pil Kontrasepsi Kombinasi (PKK)


Hormon yang digunakan dalam pil KB adalah estrogen dan progesteron. Estrogen
mempunyai reseptor yang tersebar di seluruh tubuh, termasuk hidung. Diketahui
reseptor estrogen juga terdapat pada kelenjar seromukus yang berada di lamina
propria. Efek lain estrogen adalah memodulasi reaksi inflamasi. Hal ini
mengakibatkan kadar estrogen yang meninggi akan sebanding dengan sekresi mukus
yang dihasilkan. Apabila mukus yang disekresi jumlahnya berlebih dapat
mengganggu aliran udara sehingga menyebabkan hidung tersumbat. Hasil penelitian
Philpott et al menyebutkan bahwa perempuan yang menggunakan kontrasepsi
mengalami peningkatan sumbatan hidung dibandingkan dengan perempuan tanpa alat
kontrasepsi. (Millas I, et al. 2010)
REFERENSI
Arroll, B. 2011. Common colds are defined as upper respiratory tract infections that affect the
predominantly nasal part of the respiratory mucosa. (3): 1510)
Bachert C, Naclerio R, Baraniuk JN. Pathophysiology of nasal congestion. Int J Gen Med.
2010;3:47

Carr P. Cardiovascular drugs. Home Health Nurse. 2015;6(5):37–8.


Hermelingmeier KE, Weber RK, Hellmich M, Heubach CP, Mösges R. Nasal irrigation as an
adjunctive treatment in allergic rhinitis: A systematic review and meta-analysis. Am J
Rhinol Allergy. 2012;26(5):119–25
Howard L, M Pais. Sinus Surgery : Endoscopic and Microscopic Approaches. New York :
Thieme, 2005. p 16-19
Millas I, Liquidato BM, Meceles LR, Inmunohistochemical LR. Inmunohistochemical
Evaluation of Estrogen Receptors Alpha and Beta in Normal Inferior Turbinate
Mucosa. 2010;28(1):143–50
Pinargote P, Guillen D, Guarderas JC. ACE inhibitors: upper respiratory symptoms.
2014;2014:1–3
(PIO Nas. 2015. Badan Pengawas Obat dan Makanan
(http://pionas.pom.go.id/monografi/flutikason-propionat, akses 5 september 2018)
Steven TW. Neoplasms of the Nose and Paranasal Sinuses: Grand Rounds Presentation,
UTMB, Dept. of Otolaryngology. 2004;(5):1–10
Varghese M, Glaum MC, Lockey RF. Drug-induced rhinitis. Clin Exp Allergy.
2010;40(3):381–4
Zahra SS, Mailasari A, Marliyawati D. Pengaruh irigasi hidung terhadap derajat sumbatan
hidung pada perokok. Jurnal kedokteran diponegoro. 2016 ; 5 (4) : 1784-1793

Anda mungkin juga menyukai