Anda di halaman 1dari 15

430

KEBIJAKAN PENGELOLAAN PAJAK DAERAH DALAM KERANGKA


PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH
(Analisa Terhadap Implementasi Wewenang Pengelolaan Pajak Daerah
Oleh Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah)Ω

Kadar Pamuji
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
E-mail: kadarpamuji@yahoo.co.id

Abstract

Regional autonomy is the right, authority, and duty to regulate autonomous regions and manage their
own affairs and interests of local communities in accordance with the legislation. One of which is
owned by the local authority is the authority to impose taxes. Supporting local autonomy, the local
tax management policies cannot be separated from the regional autonomy policy direction outlined
by the Central Government. Local Government as implementing regional autonomy in the management
of local taxes tends to be subject to the rules specified by the Central Government. Changes of local
tax management policies show that the government has no found raw format in the management of
local taxes management yet. Management of local taxes does not show the direction to the actual
implementation of regional autonomy due to dominant intervention by the central government.

Key words : policy, local taxes, local autonomy

Abstrak

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Salah satu wewenang yang dimiliki oleh daerah adalah wewenang untuk
memungut pajak. Sebagai pendukung otonomi daerah, maka kebijakan pengelolaan pajak daerah tidak
terlepas dari arah kebijakan otonomi daerah yang digariskan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah
Daerah sebagai pelaksana otonomi daerah dalam pengelolaan pajak daerah cenderung tunduk pada
aturan yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Pusat. Berubah-ubahnya kebijakan pengelolaan pajak
daerah menunjukan bahwa Pemerintah Pusat belum menemukan format baku di dalam pengelolaan
pajak daerah. Pengelolaan pajak daerah tidak menunjukan arah kepada pelaksanaan otonomi daerah
yang sebenarnya, karena masih banyak campur tangan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

Kata kunci : kebijakan, pajak daerah, otonomi daerah

Pendahuluan daerah otonom juga diberi keleluasaan untuk


Pemberian otonomi kepada daerah di sam- melaksanakan kewenangannya secara mendiri,
ping dalam rangka memperhatikan adanya ke- luas, nyata, dan bertanggung jawab.
anekaragaman daerah di Indonesia, juga dimak- Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik
sudkan untuk memberikan ruang demokrasi, dan Indonesia Tahun 1945 menyebutkan Pemerintah-
partisipasi masyarakat. Peluang dan kesempatan an Daerah menjalankan otonomi seluas-luas-
dibuka sangat luas kepada daerah dalam rangka nya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh UU
mendukung tujuan pemberian otonomi tersebut, ditentukan sebagai urusan Pemerintah. Dengan

adanya kebijakan desentralisasi, maka daerah
Tulisan ini merupakan hasil penelitian Hibah Disertasi
Doktor dengan sumber dana dari DIPA Unsoed Tahun 2013 mempunyai kebebasan (vrijheid) untuk meng-
Berdasarkan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Di- atur dan mengurus sendiri urusan rumah tang-
sertasi Doktor Nomor: 2538.14/UN23.10/PN/2013 Tang-
gal 6 Mei 2013. ganya.
Kebijakan Pengelolaan Pajak Daerah dalam Kerangka Penyelenggaraan Otonomi Daerah... 431

Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
Pusat adalah dengan memberikan wewenang tingkat daerah.2 Menurut Nurmayani bahwa kon-
yang luas untuk mengurus rumah tangganya sen- sekuensi logis dari pemberian otonomi kepada
diri, termasuk di dalamnya wewenang untuk daerah adalah juga diikuti dengan memformu-
menggali potensi pemasukan keuangan daerah lasikan model perimbangan keuangan anatara
salah satunya adalah pajak daerah. Pajak adalah pusat dan daerah secara berimbang agar daerah
iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Un- mampu membiayai pelaksanaan urusan peme-
dang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan ti- rintahan yang menjadi kewenangannya.3
ada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang Mendasarkan pada amanat Pasal 23A UUD
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan tersebut di atas maka Pemerintah mengeluarkan
untuk membayar pengeluaran umum.1 UU tentang pajak daerah. Beberapa UU pajak
Pasal 23A UUD Negara Republik Indonesia daerah yang pernah diberlakukan semenjak ma-
Tahun 1945 mengamanatkan bawa pajak dan pu- sa Orde Baru adalah UU No. 18 Tahun 1997 ten-
ngutan lain yang bersifat memaksa untuk keper- tang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang di-
luan Negara diatur dengan Undang-undang (UU). undangkan pada tanggal 23 Mei 1997 yang kemu-
Pelaksanaan amanat Pasal 23A UUD dimuat di dian diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000 yaitu
dalam Pasal 157 UU Nomor 32 Tahun 2004 ten- UU tentang Perubahan Atas UU Republik Indone-
tang Pemerintahan Daerah jo Pasal 5 ayat 2 UU sia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Ke- Dan Retribusi Daerah yang kemudian dicabut de-
uangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerin- ngan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Dae-
tahan Daerah menyatakan bahwa sumber pen- rah dan Retribusi Daerah.
dapatan Daerah terdiri dari: Pendapatan Asli Pemerintah Pusat, pada masa berlaku ke-
Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain tiga Undang-undang Pajak Daerah tersebut di
pendapatan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ada- atas ternyata telah menerapkan kebijakan yang
lah pendapatan yang diperoleh daerah yang di- berbeda-beda. Pemberlakuan UU No. 18 Tahun
pungut berdasarkan peraturan daerah sesuai de- 1997 sepertinya merupakan langkah dalam rang-
ngan peraturan perundang-undangan, yaitu hasil ka merespon arah kebijakan Tax Reform yang
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelola- dilakukan Pemerintah pada tahun 1983. Undang-
an kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain- undang ini merupakan suatu bentuk reformasi
lain PAD yang sah. Jelas tersurat bahwa dalam format pajak serta retribusi yang dapat dipungut
rangka pelaksanaan otonomi daerah, maka dae- di daerah. UU No. 18 Tahun 1997 Jika dicermati
rah diberi keleluasaan untuk menggali potensi ternyata mengamanatkan bahwa dalam hal ada
yang dimilikinya dan salah satu potensi tersebut tingkatan daerah atau daerah tertentu ingin
adalah pajak daerah, atau dengan kata lain pa- membuat suatu jenis pajak daerah, maka pajak
jak daerah adalah salah satu sumber pemasukan daerah yang baru tersebut harus diatur dalam
daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi dae- suatu peraturan pemerintah.
rah. Memasuki era reformasi pemerintahan pa-
Menurut pendapat Sri Hartini bahwa de- da tahun 1998 yang ditandai dengan tumbangnya
ngan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 Rezim Orde Baru, maka ketentuan tentang pajak
tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 daerah juga mengalami perubahan yaitu dengan
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan diubahnya UU Nomor 18 Tahun 1997 menjadi UU
Pusat dan Daerah, telah menciptakan paradigma Nomor 34 Tahun 2000. Peraturan perundang-
yang ber-dampak pada pelimpahan kewenangan undangan ini menerapkan konsep desentralisasi

1 3
Mardiasmo, 2000, Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta: Nurmayani, “Implikasi Hukum Peralihan Kewenangan Pe-
Penerbit Andi, hlm. 1 mungutan PBB P2 Dari Pemerintah Pusat Kepada Peme-
2
Sri Hartini dan Setiadjeng Kadarsih, “Analisis Terhadap rintah Kabupaten/Kota (Studi di Kota Bandar Lam-
Implementasi Kebijakan Pengelolaan Jalan di Kabupaten pung)”, Praevia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 6 No. 2, Juli-
Banyumas”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 12, No. 2, Mei Desember 2012, Lampung: FH Unila, hlm. 149
2012, Purwokerto: Fakultas Hukum Unsoed, hlm. 285
432 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 3 September 2014

fiskal dalam bidang perpajakan daerah. Kepada tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang
daerah (Pemerintahan Propinsi, Pemerintah Ka- mencabut UU No. 34 Tahun 2000. Dalam UU Pa-
bupaten/Kota), diberi keleluasaan untuk ber- jak daerah yang baru ini ternyata pemerintah
kreasi dan memungut jenis pajak daerah baru pusat menerapkan kebijakan yang berbeda ter-
sepanjang belum dipungut oleh tingkatan peme- hadap pajak sebagaimana tertuang di dalam Pa-
rintahan lainnya. sal 2 ayat (2) tentang jenis pajak kabupaten/
Kebijakan desentralisasi membawa konse- kota dan ayat (3), yang mencantumkan secara
kuensi daerah mempunyai kebebasan untuk me- tegas kepada kabupaten/kota untuk tidak me-
ngatur dan mengurus sendiri dengan pengawas- mungut jenis pajak diluar yang sudah ditentukan
an dari Pemerintah Pusat atau satuan pemerin- di dalam ayat (2). Senada dengan materi pasal
tahan yang lebih tinggi tingkatannya dari daerah tersebut diatas tercantum di dalam Pasal 158
yang bersangkutan. Adanya pengawasan dari Pu- ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerin-
sat, maka kebebasan yang dimiliki oleh daerah tahan Daerah yang menyebutkan bahwa Peme-
tidak mengandung arti adanya kemerdekaan, rintahan daerah dilarang melakukan pungutan
apalagi jika dikaitkan bahwa Indonesia adalah atau dengan sebutan lain diluar yang telah
negara hukum, maka segala kebijakan harus ditetapkan UU.
mendasarkan pada aturan hukum yang berlaku.4 Dominasi kebijakan tersebut tentunya se-
Victor Imanuel berpendapat bahwa setiap cara teoritis menjadi sebuah bahan diskusi apa-
negara yang menyatakan dirinya sebagai negara lagi jika dikaitkan dengan makna otonomi dae-
hukum, tidak dapat lepas dari peraturan perun- rah. Kebijakan pelaksanaan otonomi daerah da-
dangan, karena negara hukum menempatkan pe- pat membawa harapan yang menjanjikan bagi
raturan perundangan sebagai panduan dalam keberhasilan mewujudkan pembangunan berke-
menyusun strutur kenegaraan dan menjalankan- lanjutan. Dengan otonomi daerah, pemerintah
nya dalam pemerintahan sehari-hari. Pemerin- daerah memiliki kewenangan untuk membuat
tahan harus dijalankan dengan hukum, maka sejumlah kebijakan yang sesuai dengan karakte-
secara logis pemerintah tidak dapat melakukan ristik wilayah dan aspirasi masyarakatnya.7
tindakan yang menyimpang atau bahkan berten-
tangan dengan hukum.5 Permasalahan
Penyerahan urusan-urusan tertentu kepa- Berdasarkan latar belakang pemikiran ter-
da Daerah untuk diurus dan di atur atas dasar sebut diatas, maka permasalaha yang dibahas
prakarsa dan kepentingan masyarakat daerah, pada artikel ini adalah sebagai berikut. Perta-
tidak menjadikan daerah tersebut seperti nega- ma, bagaimanakah Implementasi Kebijakan we-
ra dalam negara. Daerah tidak mempunyai kebe- wenang Pengelolaan Pajak Daerah dalam Ke-
basan yang absolut, walaupun sistem otonomi rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah?; dan ke-
yang diamanatkan oleh Pasal 18 ayat (8) UUD dua, bagaimanakah Implementasi wewenang Pe-
1945 adalah otonomi yang seluas-luasnya, na- merintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam
mun demikian Pemerintah Pusat masih tetap pengelolaan pajak daerah ?
mempunyai peran dan fungsi untuk mengawasi
jalannya penyelenggaraan pemerintahan dae- Metode Penelitian
rah.6 Penelitian ini berfokus pada studi pustaka
Tahun 2009 pemerintah pusat melakukan (library research), dengan mengutakan pengam-
amandemen peraturan perpajakan daerah yaitu bilan data sekunder. Menurut Soerjono Soekanto
dengan dikeluarkannya UU No. 28 Tahun 2009 dan Sri Mamudji, dalam penelitian hukum yang

4 6
Philipus, M. Hadjon, 1997, Pengantar Hukum Adminis- Loc.cit
7
trasi Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Slamet Rosyadi dan Anwaruddin,”Otonomi Daerah Dan
Press, hlm. 79 Upaya Mewujudkan Paradigma Pembangunan Berkelan-
5
Victor Emanuel, “Kewenangan Judikatif Dalam jutan”, Jurnal Sosial Ekonomi Humaniora, Vol. 2 No. 1
Pengujian Peraturan Kebijakan”, Jurnal Yudisial, Vol. 6, Mei-Oktober 2008, Purwokerto: Lembaga Penelitian Un-
No. 1 Ap-ril 2013, Jakarta: Komisi Yudisial, hlm. 34 soed, hlm. 89
Kebijakan Pengelolaan Pajak Daerah dalam Kerangka Penyelenggaraan Otonomi Daerah... 433

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka pada daerahdan lain-lain sebagai salah satu sum-
atau data sekunder maka disebut penelitian hu- ber penerimaan asli daerah, pada masa ini be-
kum normatif.8 lum ada peraturan perundangan yang secara
Untuk melengkapi data, maka dalam pe- spesifik mengatur pemungutan pajak daerah.
nelitian ini akan dilengkapi dengan data lapa- Sejarah pengaturan pajak daerah ditandai
ngan dengan melakukan wawancara. Penelitian dengan beragamnya peraturan perundang-unda-
hukum normatif, data pustaka saja tidak cukup ngan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
sehingga harus dilengkapi dengan studi lapangan Sejak masa kemerdekaan, peraturan perundang-
(fied research). Wawancara akan dilakukan di an yang mendasari pemungutan Pajak Daerah
lo-kasi penelitian. Sejalan dengan karakter data ada-lah sebagai berikut. Pertama, UU Darurat
tersebut maka data yang diperoleh selanjutnya Nomor 11 Tahun 1957 tentang Peraturan Umum
dilakukan analisis secara kualitatif. Dalam hal Pajak Daerah; kedua, UU Nomor 18 Tahun 1997
bahan hukum dokumenter, khususnya yang di- tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; ke-
peroleh dari peraturan perundang-undangan, tiga, UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Peru-
analisis dilakukan sesuai ajaran interpretasi yak- bahan atas UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang
ni dengan metode hermeneutik. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; dan keem-
Lokasi penelitian dilakukan di Kementeri- pat, UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
an Dalam Negeri dan di Direktorat Jenderal Pa- Daerah dan Retribusi Daerah.
jak Jakarta, dan ditambah dengan 4 (empat) Ka- UU Darurat Nomor 11 Tahun 1957 tentang
bupaten yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Peraturan Umum Pajak Daerah merupakan Un-
Banyumas, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Si- dang-undang yang pertama dalam sejarah pe-
doarjo, sebagai 4 dari 26 kabupaten di Indonesia nyelenggaraan pemerintahan daerah di Indone-
yang dijadikan sebagai kabupaten percontohan sia. Pasal 14 menyebutkan Daerah Tingkat II (se-
pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Pera- karang disebut Daerah Kabupaten/Kota), diberi
turan Pemerintah No. 8 Tahun 1995 tentang Pe- wewenang memungut sejumlah jenis pajak dae-
nyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Kepada rah yaitu: Pajak atas pertunjukkan dan keramai-
26 (Dua Puluh Enam) Daerah Tingkat II Percon- an umum; Pajak atas reklame sepanjang tidak
tohan. diadakan dengan memuatnya dalam majalah
atau warta harian; Pajak anjing; Pajak atas izin
Pembahasan penjualan atau pembikinan petasan dan kem-
Perkembangan Pengaturan Kebijakan Pajak bang api; Pajak atas izin penjualan minuman
Daerah yang mengandung alkohol; Pajak atas kendaraan
Penarikan Pajak Daerah di Indonesia telah tidak bemotor; Pajak atas izin mengadakan per-
mulai diterapkan sejak jaman kolonial. Peratur- judian; Pajak atas tanda kemewahan mengenai
an perundang-undangan yang mengatur Peme- luas dan penghiasan kubur; Pajak karena ber-
rintahan Daerah setelah Indonesia merdeka ter- diam di suatu daerah lebih dari 120 hari dalam
tuang di dalam UU Nomor 22 Tahun 1948 tentang satu tahun pajak, kecuali untuk perawatan di
Peraturan tentang penetapan aturan-aturan po- dalam rumah sakit, dan juga atas penyediaan ru-
kok mengenai Pemerintahan sendiri di daerah- mah lengkap dengan perabotnya untuk diri sen-
daerah yang berhak mengatur dan mengurus ru- diri atau keluarganya selama lebih dari 120 hari
mah tangganya sendiri. Dalam UU ini pungutan dari suatu tahun pajak, semua itu tanpa berting-
sudah secara jelas tercantum dalam Pasal 37 gal tetap di daerah itu, dengan ketentuan, bah-
bahwa Pendapatan Daerah bersumber daripajak wa mereka yang berdiam di luar daerahnya guna
daerah, termasuk juga retribusi; hasil perusaha- menjalankan tugas yang diberikan oleh negara
an daerah; pajak Negara yang diserahkan ke- atau daerah, tidak boleh dikenakan pajak di-

8
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1994, Penelitian Hu-
kum Normatif Suatu Tinjuan Singkat, Jakarta: Rajagra-
findo Pers, hlm. 14
434 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 3 September 2014

maksud; Pajak atas milik berupa bangunan serta Timur No. 16 tahun 1949"; dan pajak pembangu-
ha-lamannya yang berbatasan dengan jalan nan (Undang-undang pajak pembangunan, Un-
umum di darat atau di air, atau yang terletak di dang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun
sekitar-nya, dan juga atas milik berupa tanah 1947");
kosong yang berbatasan atau yang mempunyai Pada tahun 1983 Pemerintah melakukan
jalan ke luar pada jalan-jalan tersebut; Pajak pembaharuan pajak (tax reform). Reformasi me-
atas milik berupa bangunan serta keturutannya rupakan suatu hal yang penting. Menurut Deden
atau tanah kosong yang terletak dalam bagian Sumantry reformasi perpajakan sebagai perlin-
tertentu dari daerah, pajak mana dipungut tiap- dungan hukum yang seimbang antara wajib pa-
tiap tahun untuk paling lama 30 tahun atas dasar jak dengan fiscus, namun kebijakan reformasi
sumbangan yang layak guna pembiayaan peker- pajak yang dilakukan tidak menyentuh kebijakan
jaan yang diselenggarakan oleh atau dengan pajak daerah, dengan demikian ketentuan ten-
bantuan daerah dan yang menguntungkan milik- tang pajak daerah masih menggunakan aturan
milik tersebut; Pajak atas milik berupa bangun- produk orde lama.9
an serta hala-mannya yang berbatasan dengan Menurut Fuad Bawazier bahwa Pajak ada-
jalan umum di darat atau di air atau dengan la- lah sumber terpenting penerimaan negara dan
pangan, atau pajak atas tanah yang menurut oleh karena itu reformasi pajak harus dilaksana-
rencana bangunan daerah yang telah disahkan kan secara obyektif dengan target dan sasaran
akan dipergunakan sebagai tanah bangunan dan yang jelas. Reformasi pajak juga harus memper-
terletak dalam lingkungan yang ditentukan oleh hatikan aspek keadilan, daya saing ekonomi,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Pajak sekolah kemudahan dan kelancaran dalam pelaksanaan,
yang semata-mata diperuntukkan membiayai serta dengan biaya yang efisien.10
pembangunan rumah sekolah rendah untuk pela- Reformasi terhadap ketentuan pajak dae-
jaran umum dan pembelian perlengkapan perta- rah baru dilakukan oleh Pemerintah pada tahun
ma; dan Opsen atas pokok pajak daerah tingkat 1997. Pemerintah menerbitkan dan melaksana-
atasannya sepanjang memungkinkan pemungut- kan serangkaian UU perpajakan yang telah dilak-
an opsen itu diberikan dalam peraturan pajak sanakan pada tahun-tahun sebelumnya, dan un-
daerah tingkat ini. tuk pajak daerah ditetapkan UU No. 18 tahun
Pada tahun 1956 Pemerintah mengeluarkan 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Pem-
UU No. 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Ke- berlakuan UU ini dengan pertimbangan bahwa
uangan antara Negara dengan Daerah-daerah pajak daerah dan retribusi daerah merupakan
yang Berhak Mengurus Rumah Tangganya Sendiri sumber pendapatan daerah yang penting guna
yang selanjutnya disebut dengan UU Perimbang- membiayai penyelenggaraan pemerintahan dae-
an Keuangan 1957. Dalam Pasal 3 ayat (1) Pajak rah dan pembangunan daerah untuk memantap-
Negara yang ada, tersebut di bawah ini, dinyata- kan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi,
kan sebagai pajak-daerah: Pajak verponding dan bertanggung jawab dengan titik berat pada
(Ordonansiverponding 1928); pajak verponding Daerah Tingkat II.
Indonesia (Ordonansi verponding Indonesia); pa- Pertimbangan lain diberlakukannya UU ta-
jak rumah tangga (Ordonansi pajak rumah tang- hun 1997 termuat di dalam Penjelasan umum ya-
ga 1908); pajak kendaraan bermotor (Ordonansi itu bahwa UU Nomor 11 Drt. Tahun 1957 tentang
PKB 1934); pajak jalan (Ordonansi pajak jalan Peraturan Umum Pajak Daerah yang selama ini
1942); pajak potong (Ordonansi pajak potong berlaku telah menyebabkan Daerah berpeluang
1936); pajak kopra (Undang-undang Indonesia untuk memungut banyak jenis pajak, beberapa

9 10
Deden Sumantry, “Reformasi Perpajakan sebagai Perlin- Fuad Bawazier, “Reformasi Pajak di Indonesia”, Jurnal
dungan Hukum yang Seimbang Antara Wajib Pajak de- Legislasi Indonesia, Vol. 8 No. 1 April 2011, Jakarta: Ke-
ngan Fiscus Sebagai Pelaksanaan Terhadap Undang-un- menkumham RI, hlm. 2
dang Perpajakan”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 8 No.
1 April 2011, Jakarta: Kemenkumham RI, hlm. 13
Kebijakan Pengelolaan Pajak Daerah dalam Kerangka Penyelenggaraan Otonomi Daerah... 435

diantaranya mempunyai biaya administrasi yang bahwa perubahan yang terjadi lebih dilatarbela-
lebih tinggi dibandingkan dengan hasilnya dan kangi oleh motif politik atau sekedar cara untuk
atau hasilnya tidak memadai. Terdapat bebe- memperpanjang jabatan. Salah satu contoh yai-
rapa jenis pajak yang tidak memadai untuk di tu dengan adanya ambisi menambah jumlah
pungut Daerah karena tumpang tindih dengan NPWP dari di bawah 1 juta menjadi minimal 10
pajak lain dalam arti terdapat pajak lain untuk juta padahal penambahan NPWP tidak otomatis
jenis objek yang sama, menghambat efisiensi menambah WP.11
alokasi sumber ekonomi, bersifat tidak adil, Kebijakan tersebut diatas tentunya tidak
atau tidak benar-benar bersifat pajak, tetapi akan lepas dari kebijakan penyelenggaraan pe-
bersifat retribusi. merintahan di daerahyang berlaku pada saat itu
Pasal 2 ayat (2) UU Pajak daerah dan Re- yaitu pada masa berlakunya UU N0. 5 Tahun
tribusi daerah tahun 1997 menyebutkan bahwa 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di
Jenis Pajak Daerah Tingkat II terdiri dari; Pajak Daerah. Penjelasan Umum UU No. 5 Tahun 1974
Hotel dan Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Rekla- menyebutkan bahwa prinsip otonomi yang di-
me; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Pengambilan pakai bukan lagi “Otonomi yang riil dan seluas-
dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C; Pajak luasnya” tetapi “Otonomi yang nyata dan ber-
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permuka- tanggungjawab”. Istilah “seluas-luasnya” tidak
an. UU masih membuka kemungkinan untuk di- lagi dipergunakan karena berdasarkan pengalam-
adakannya jenis pajak daerah baru hal itu ter- an selama ini istilah tersebut ternyata dapat
muat di dalam Pasal 3 mengamanatkan bahwa menimbulkan kecenderungan pemikiran yang da-
dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan pat membahayakan keutuhan Negara Kesatuan
jenis pajak selain yang ditetapkan pada ayat (1) dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan pem-
dan ayat (2) yang memenuhi kriteria bersifat se- berian otonomi kepada Daerah. Hakekatnya Oto-
bagai pajak dan bukan retribusi; objek dan dasar nomi Daerah itu lebih merupakan kewajiban da-
pengenaan pajak tidak bertentangan dengan ke- ripada hak,yaitu kewajiban Daerah untuk ikut
pentingan umum; potensinya memadai; tidak melancarkan jalannya pembangunan sebagai sa-
memberikan dampak ekonomi yang negatif; rana untuk mencapai kesejahteraan Rakyat yang
memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan harus diterima dan dilaksanakan dengan penuh
masyarakat; menjaga kelestarian lingkungan. tanggungjawab.
Ketentuan tersebut sepertinya membuka Kesimpulan yang dapat diambil dalam pe-
untuk adanya jenis pajak daerah baru, namun nyelenggaraan pemerintahan daerah pada masa
sejatinya jelas terlihat bahwa keharusan kebe- ini adalah bahwa Pemerintah Daerah (Daerah
radaan peraturan pemerintah sebagai wadah ba- Tingkat II) adalah merupakan kepanjangan ta-
gi jenis pajak daerah baru yang akan diterapkan ngan dari Pemerintah Pusat. Hal itu dapat terli-
mengindikasikan adanya suatu upaya pemerin- hat dari bunyi Pasal 79 yang menegaskan bahwa
tah pusat untuk mempersulit daerah untuk ber- Kepala Daerah Tingkat II karenajabatannya ada-
kreasi memungut jenis pajak daerah yang baru. lah Kepala Wilayah Kabupaten atau Kotamadya,
Tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa UU kemudian dalam Pasal 80 bahwa Kepala Wilayah
Pajak daerah 1997 telah menutup kemungkinan sebagai Wakil Pemerintah adalah Penguasa
bagi daerah untuk dengan inisiatif sendiri mem- Tunggal dibidang pemerintahan dalam wilayah-
berlakukan jenis pajak daerah baru. nya dalam arti memimpin pemerintahan meng-
Menurut Fuad Bawazier kebijakan perpa- koordinasikan pembangunan dan membina kehi-
jakan tahun 1997 telah kehilangan arah dan sa- dupan masyarakat di segala bidang.
lah sasaran yang ingin dicapai dan bersifat asal- Ketentuan Pasal tersebut sama dengan
asalan dan sekedar mengikuti trend politik da- materi Pasal 44 UU No. 18 Tahun 1965 yang me-
lam era reformasi. Banyak yang berpendapat nyebutkan bahwa kedudukan Kepala daerah

11
Ibid, hlm. 16
436 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 3 September 2014

adalah sebagai alat Pemerintah Pusat. Sebagai Dominasi legislatif yang notabene adalah
alat Pemerintah Pusat Kepala Daerah memegang merupakan lembaga politik, maka jelas bahwa
pimpinan kebijaksanaan politik di daerahnya, norma sebagai dasar pelaksanaan otonomi dae-
menyelenggarakan koordinasi antara jawatan- rah banyak dipengaruhi oleh kepentingan poli-
jawatan Pemerintah Pusat di Daerah, melakukan tik. Menurut Edy Kastro, dalam hubungan tolak
pengawasan atas jalannya Pemerintah Daerah; tarik antara politik dan hukum maka hukumlah
dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserah- yang terpengaruh oleh politik, karena sub sistem
kan kepadanya oleh Pemerintah Pusat. Menda- politik memiliki konsentrasi energi yang lebih
sarkan pada bunyi pasal tersebut praktis sebe- besar daripada hukum. Karena lebih kuatnya
tulnya pada masa ini tidak ada otonomi daerah konsentrasi energi dari politik maka menjadi
dalam arti yang sesungguhnya. beralasan adanya konstatasi bahwa kerapkali
Krishna D. Durumurti berpendapat bahwa otonomi hukum di Indonesia dintervensi oleh po-
pada masa pemerintahan orde baru kekuasan litik, bukan hanya dalam proses pembuatannya
politiknya menjadi totaliter pada diri suharto tetapi juga dalam implementasinya.13
dan DPR dibawah pengaruh suharto. Daerah oto- Dominasi legislatif yang terjadi sejalan de-
nom yang ditentukan oleh DPR dalam UU bukan- ngan prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah
lah daerah yang otonom karena daerah tidak yang dijadikan pedoman dalam UU sebagaimana
memiliki otonominya.12 termuat di dalam Penjelasan Umum UU No. 22
Seiring dengan gerakan reformasi yang tahun 1999 diantaranya adalah bahwa pelaksa-
menentang pemerintahan Suharto, maka para- naan Otonomi Daerah yang luas dan utuh dile-
digma tentang penyelenggaraan pemerintahan takkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Ko-
daerah juga mengalami perubahan yang sangat ta, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan
mendasar. UU No. 5 tahun 1974 sebagai norma oto-nomi yang terbatas dan pelaksanaan Otono-
pelaksanaan otonomi daerah dicabut dan diganti mi Daerah harus lebih meningkatkan peranan
dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerin- dan fungsi badan legislatif Daerah, baik sebagai
tahan Daerah. fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi
Dikatakan terjadi perubahan paradigma anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan
dalam penyelenggaran pemerintahan di daerah Daerah.
dikarenakan semangat yang dibawa di dalam pe- Pengaturan di bidang keuangan daerah Pa-
nyelenggaraan otonomi daerah adalah otonomi sal 79 UU 22/1999 memuat ketentuan bahwa pa-
yang seluas-luasnya. Otonomi bukan lagi sekedar jak daerah adalah salah satu sumber PAD. Ke-
merupakan kewajiban pemerintah daerah seba- tentuan Pasal 82 menegaskan bahwa Pajak dan
gaimana digariskan di dalam UU No 5 Tahun 1974 retribusi daerah ditetapkan dengan UU, penen-
namun merupakan hak untuk mengatur dan me- tuan tarif dan tata cara pemungutan pajak dan
ngurus sendiri urusan pemerintahan dan kepen- retribusi daerah ditetapkan dengan Peraturan
tingan masyarakat. Daerah sesuai dengan peraturan perUUan. Ber-
Pasal 32 UU No 22 Tahun 1999 menegaskan beda dengan UU 5/1974 yang memberikan ke-
bahwa dalam menjalankan tugas dan kewenang- tentuan tambahan di dalam Pasal 58 yang secara
an selaku Kepala Daerah, Bupati/Walikota ber- garis besar menegaskan bahwa Perda pajak dae-
tanggung jawab kepada DPRD Kabupaten/Kota. rah berlaku sesudah ada pengesahan pejabat
Norma pertanggung jawaban ini lah yang pada yang berwenang, maka di dalam ketentuan UU
akhirnya memunculkan dominasi legislatif di 22 tahun 1999 batasan seperti itu tidak ditemu-
daerah yang pada akhirnya memunculkan suasa- kan. Ketentuan Pasal 82 menegaskan bahwa Pa-
na yang kurang harmonis antara eksekutif dan jak dan retribusi Daerah ditetapkan dengan UU
legislatif. dan penentuan tarif dan tata cara pemungutan

12 13
Krishna D. Durumurti, “Hukum Pajak atau Hukum dan Edy Kastro, “Hubungan Kausalitas Antara Politik dan Hu-
Pajak, Refleksi Hukum”, Jurnal Ilmu, Edisi Oktober kum”, Jurnal Hukum, Vol. VII. No. 1, Edisi Januari 2009,
2010, Salatiga:Fakultas Hukum UKSW, hlm. 148 Palembang: PPS Universitas Sriwijaya, hlm. 34
Kebijakan Pengelolaan Pajak Daerah dalam Kerangka Penyelenggaraan Otonomi Daerah... 437

pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan Kebebasan daerah untuk menggali potensi
Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan per- pendapatan daerah melalui pajak daerah dalam
undangan. Bunyi pasal tersebut terkesan bahwa banyak hal telah menimbulkan permasalahan di
secara normatif ada keleluasaan bagi daerah un- antranya adalah adanya pemungutan ganda,
tuk melakukan pemungutan pajak daerah. ekonomi buaya tingga dan disinvestasi di dae-
Pemerintah mengeluarkan UU No. 34 Ta- rah. Tim Investasi, Direktorat Perencanaan Mak-
hun 2000 Tentang Perubahan Atas UU Republik ro, Kementerian Perencanaan Pembangunan Na-
Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak sional (Bappenas), pada bulan Agustus 2005
Daerah Dan Retribusi Daerah. Perubahan kebija- mem-berikan informasi tentang perda bermasa-
kan yang mendasar tercantum di dalam Pasal 2 lah sebagaimana tampak pada tabel di bawah
ayat (2) yang menyebutkan bahwa dengan Per- ini.
aturan Daerah dapat ditetapkan jenis pajak Ka- Tabel 1. Perda Bermasalah di Indonesia
bupaten/Kota selain yang ditetapkan dalam ayat No Jenis Peraturan Daerah Jumlah Persentase
(2). Perubahan mendasar dapat diketahui de-
1 Pajak Daerah 652 19,2
ngan adanya amanat untuk adanya jenis perda
2 Retribusi Daerah 2573 75,8
baru pada masa UU 18 Tahun 1997 harus dalam
bentuk Peraturan Pemerintah, namun dalam pe- 3 Sumbangan Pihak Ketiga 21 0,6
rubahannya perda baru dapat dikeluarkan cukup 4 Badan Usaha Milik Daerah 25 0,7
dengan perda. Kebijakan perpajakan daerah 5 PAD lain-lain 7 0,2
pada tahun 2000 ini dapat dikatakan searah dan 6 Pencabutan Perda 15 0,4
sejalan dengan arah kebijakan penyelenggaraan
7 Lain-lain 100 3,0
pemerintahan di bidang keuangan daerah seba-
Jumlah Perda Diterima 3393 100,0
gaimana tertuang dalam UU No. 22 Tahun 1999.
Kehadiran UU No. 34 Tahun 2000 telah me- Jumlah Perda yang 293 8,6
Direkomendasikan Menkeu
nimbulkan angin segar bagi daerah dan memun- kepada Mendagri untuk
culkan harapan untuk adanya kesempatan bagi Dibatalkan
daerah menggali sumber pendapatan secara op-
timal. Namun dalam kenyataannya keleluasaan Jumlah Perda yang Dibatalkan 255 7,5
Mendagri atas dasar
otonomi dalam penyelenggaran pemerintahan
rekomendasi Menkeu,dan
daerah yang digariskan dalam UU 22 Tahun 1999 lainnya
dan keleuasaan menggali sumber pajak daerah Sumber: Direktorat Pendapatan Daerah, Juni 2004
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-un-
dang pajak daerah 34 Tahun 2000 telah memun- Pengujian peraturan daerah adalah men-
culkan efek yang tidak diharapkan. jadi kewenangan Pusat namun demikian hendak-
Saat ini yang terjadi adalah adanya eufo- nya kewenangan tersebut tidak menjadi jalan
ria otonomi, namun euforia itu tidak dibarengi bagi Pusat untuk superioritas kekuasaan atas Pe-
de-ngan dibangunnya etos kerja dan peningkat- merintah Daerah dan hukum-hukum lokal yang di
an kualitas sumber daya manusia. Pengambil ke- agregasi kedalam Peraturan daerah.14 Pemba-
bijakan yang sebelumnya berada dalam suasana talan Perda dan Peraturan Kepala Daerah mau
dan pola pikir yang sentralistik dalam suasa se- pun bentuk yang lain merupakan keniscayaan
perti ini menjabaran pelaksanaan otonomi cen- da-lam mewujudkan peran dan fungsi hukum
derung diartikan menurut kepentingannya sendi- dalam menopang proses pembangunan.15
ri. Melalui serangkaian kontroversi, maka di-
lakukan revisi terhadap UU No.22 tahun 1999

14 15
Fatkhurohman, “Implikasi Pembanlan Perda Terhadap Jazim Hamidi, “Paradigma Baru Pembentukan dan
Ketepatan Proporsi Teori Penegakan Hukum Dalam Sis- Analisis Peraturan Daerah (Studi Atas Perda Peloyanan
tem Peradilan di Indonesia”, Jumal Dinamika Hukum, Publik dan Perda Keterbukaan lnformasi Publik)”, Jurnal
Vol.13 No. 1 Januari 2013, Purwokerto: Fakultas Hukum Hukum, Vol. 18, No. 3, Juli 2011, Malang: Fakultas Hu-
Unsoed, hlm.17 kum Unibraw, hlm. 336
438 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 3 September 2014

tentang Pemerintahan Daerah, dengan ditetap- erah dapat mengeliminir terjadinya ekonomi bi-
kannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerin- aya tinggi akibat banyaknya pungutan yang dila-
tahan Daerah sebagaimana telah diubah bebera- kukan di daerah.
pa kali terakhir dengan UU No. 12 Tahun 2008, Diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004
namun UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerin- tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana te-
tahan Daerah sebagai penggantinya ternyata lah diubah beberapa kali terakhir dengan UU No-
masih juga menuai pro-kontra. mor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Daerah dalam penyelenggaraan otonomi, atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerin-
mempunyai beberapa hak dan salah satunya tahan Daerah, sebagaimana telah diuraikan di
adalah hak untuk memungut pajak daerah dan muka dapat diketahui bahwa penyelenggaraan
retribusi daerah (Pasal 21.e), pajak daerah ada- pemerintahan daerah dilakukan dengan membe-
lah salah satu sumber pendapatan asli daerah rikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai
(Pasal 157.a), namun begitu, meski daerah ber- dengan pemberian hak dan kewajiban menye-
hak memungut pajak daerah di dalam Pasal 158 lenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan
terdapat suatu ketentuan bahwa pemerintahan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
daerah dilarang melakukan pungutan atau de- Tanggal 18 Agustus 2009, Dewan Perwakil-
ngan sebutan lain diluar yang telah ditetapkan an Rakyat Republik Indonesia telah menyetujui
Undang-undang. Ketentuan tentang pajak dae- dan mengesahkan Rancangan UU Pajak Daerah
rah diatur lebih lanjut di dalam pasal 185 bahwa dan Retribusi Daerah (RUU PDRD) menjadi UU,
rancangan Perda pajak daerah yang telah disetu- sebagai pengganti UU Nomor 34 Tahun 2000.
jui bersama sebelum ditetapkan oleh Gubernur Perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuai-
paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada kan dengan arah kebijakan tentang pemungutan
Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. Selain pajak daerah juga mengalami perubahan.
itu menurut ketentuan Pasal 189 proses pene- Beberapa pertimbangan ditetapkannya UU
tapan rancangan Perda yang berkaitan dengan 28 Tahun 2009 adalah bahwa dalam rangka me-
pajak daerah, harus dikoordinasikan terlebih da- ningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan
hulu dengan Menteri Keuangan. kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan
Ketentuan tersebut di atas, menunjukan objek pajak daerah dan retribusi daerah dan
bahwa UU No. 32 Tahun 2004 berupaya menge- pemberian diskresi dalam penetapan tarif, se-
liminir permasalahan yang terjadi terkait de- lain itu UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
ngan banyaknya pungutan di daerah sebagai aki- Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah
bat adanya keleluasaan daerah dalam memu- diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang
ngut pajak daerah. Dengan diberlakukannya UU Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 1997 ten-
No. 32 Tahun 2004 meski secara normatif tidak tang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu
menghapus wewenang daerah untuk memungut disesuaikan dengan kebijakan otonomi daerah.
pajak sebagaimana digariskan di dalam UU No. Pemberlakuan Undang-undang PDRD ber-
34 Tahun 2000, akan tetapi dengan diberlaku- tujuan memberikan kewenangan yang lebih be-
kannya ketentuan tentang mekanisme evaluasi sar kepada daerah dalam perpajakan dan retri-
terhadap peraturan daerah, maka semua perda busi, meningkatkan akuntabilitas daerah dalam
yang berkaitan dengan pungutan harus mengiku- penyediaan layanan dan penyelenggaraan peme-
ti aturan yang telah digariskan dalam UU 32 Ta- rintahan. Jangkauan lain yang akan dicapai ada-
hun 2004. Pemberlakuan UU No. 32 Tahun 2004 lah dalam rangka memperkuat otonomi daerah,
disamping dapat meredam disharmoni yang ter- memberikan kepastian bagi dunia usaha menge-
jadi antara eksekutif dan legislatif juga telah nai jenis-jenis pungutan daerah.
menyambung lagi jalur koordinasi antara Peme- Penjelasan Umum Undang-undang PDRD
rintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Ko- menyebutkan bahwa pengaturan kewenangan
ta. Selain itu amanat yang dicantumkan terkait perpajakan dan retribusi yang ada saat ini ku-
dengan mekanisme pemberlakuan pungutan da- rang mendukung pelaksanaan otonomi Daerah.
Kebijakan Pengelolaan Pajak Daerah dalam Kerangka Penyelenggaraan Otonomi Daerah... 439

Pemberian kewenangan yang semakin besar ke- rahkan dengan masa peralihan yang cukup, na-
pada Daerah dalam penyelenggaraan pemerin- mun didalam implementasinya banyak menemui
tahan dan pelayanan kepada masyarakat seha- kendala dan kendala utama yang dihadapi oleh
rusnya diikuti dengan pemberian kewenangan daerah (kabupaten/kota) adalah yang berkena-
yang besar pula dalam perpajakan dan retribusi. an dengan perbedaan tatacara penghitungan
Basis pajak kabupaten dan kota yang sangat PBB P2.
terbatas dan tidak adanya kewenangan dalam Mekanisme penghitungan PBB yang ter-
penetapan tarif pajak mengakibatkan Daerah se- dapat di dalam Pasal 6 (UU Nomor 12 Tahun 1994
lalu mengalami kesulitan untuk memenuhi kebu- tentang PBB) berbeda dengan mekanisme yang
tuhan pengeluarannya. terdapat di dalam pasal 79, 80 dan 81 UU No. 28
Kebijakan baru yang tertuang di dalam UU Tahun 2009 dan jika dibandingkan maka hasil
PDRD Tahun 2009 yaitu adanya penambahan 4 akhir penghitungan akan menunjukan bahwa
jenis pajak daerah yaitu 1 jenis pajak provinsi jumlah PBB yang harus dibayar jika mengguna-
dan 3 jenis pajak kabupaten/kota. Secara kese- kan norma UU 28 Tahun 2009 cenderung lebih
luruhan dengan adanya penambahan tersebut besar. Hal ini yang memunculkan keengganan
maka terdapat 16 jenis pajak daerah, yaitu 5 wajib pajak daerah untuk membayar pajak.
jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupa- Kebijakan perpajakan yang baik pada da-
ten/kota. Jenis pajak provinsi yang baru ada- sarnya akan berpengaruh terhadap kepatuhan
lah Pajak Rokok, sedangkan 3 jenis pajak kabu- wajib pajak. Dalam satu sistem yang menekan-
paten/kota yang baru adalah PBB Perdesaan dan kan keaktifan wajib pajak, maka kepatuhan per-
Perkotaan, BPHTB, dan Pajak Sarang Burung Wa- pajakan sangat diperlukan. Kepatuhan pajak
let. Untuk kabupaten/kota ada penambahan 1 (Tax compliance) dalam kaitannya dengan Wajib
jenis pajak yaitu Pajak Air Tanah yang sebelum- Pajak, dapat didefinisikan sebagai perilaku Wa-
nya merupakan pajak provinsi. jib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajak-
UU No. 28 Tahun 2009 di dalamnya me- annya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
ngandung materi muatan yang sifatnya korektif Perilaku tersebut sangat dipengaruhi oleh moti-
terhadap Undang-undang pajak daerah sebelum- vasi. Menurut Budiatmanto, biasanya motivasi
nya. Jika UU No. 18 Tahun 1997 dan UU no. 32 akan berpengaruh terhadap intensitas perilaku
Tahun 2000 memberi keluasaan untuk adanya (termotivasi, tanpa motivasi, dan apatis), dan
jenis pajak daerah baru, maka UU no. 28 Tahun kesesuaian dengan tujuan perilaku (efektif,
2009 secara tegas telah menutup peluang terse- tidak efektif).16
but. Dalam UU pajak daerah lama, tidak ada ke-
tegasan sanksi bagi daerah yang berspekulasi te- Implementasi Wewenang Pengelolaan Pajak
tap menerapkan pajak daerah meski perda telah Daerah
dibatalkan, maka di dalam UU No. 28 Tahun 2009 Sebagai daerah otonom, maka setiap kabu-
terhadap pelanggaran ketentuan Undang-un- paten mempunyai kewenangan untuk mengurus
dang pajak, maka akan terkena sanksi. Penjelas- rumah tangganya sendiri. Merujuk pada ketentu-
an Umum Undang-undang menyebutkan sanksi an UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
berupa penundaan dan/ataupemotongan dana Pasal 18 ayat (2) bahwa Pemerintahan daerah
alokasi umum dan/atau dana bagi hasil atau propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur
restitusi. dan mengurus sendiri urusan pemerintahan me-
Permasalahan yang muncul di daerah de- nurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
ngan pembelakuan UU no. 28 Tahun 2009 adalah Meski sebagai daerah yang sudah dinyata-
yang terkait dengan “pendaerahan” PBB P2 dan kan sebagai daerah otonom namun di dalam pe-
BPHTB. Meski kedua jenis pajak tersebut di dae- laksanaannya tetap mengacu pada ketentuan

16
Banu Witono, “Peranan Pengetahuan Pajak Pada Kepatu- 7, No.2, September 2008, Surabaya: Fakultas Ekonomi
han Wajib Pajak”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. Universitas Muhammadiyah, hlm. 196-208.
440 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 3 September 2014

yang digariskan oleh Pemerintah Pusat. Penyu- turan perundangan tersebut. Ketentuan yang
sunan instrumen penyelenggara pemerintahan termuat di dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang
daerah diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 yang Pemerintahan Daerah pajak daerah hanya dise-
dilaksanakan lebih lanjut dengan PP No. 41 butkan sebagai salah satu sumber PAD. Jika di-
Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat dae- cermati maka di dalam PP No. 41 Tahun 2007
rah. Menurut ketentuan PP No. 41 tahun 2007, pajak daerah juga tidak jelas masuk dalam ling-
yang dimaksud dengan Perangkat daerah kabu- kup kewenangan lembaga yang mana dan di da-
paten adalah unsur pembantu kepala daerah da- lam PP No. 38 Tahun 2007 urusan pajak daerah
lam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang tidak jelas masuk dalam urusan tingkatan yang
terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DP- mana. Jika dicermati lebih mendalam maka
RD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, keca- mestinya urusan pajak daerah merupakan urus-
matan, dan kelurahan. an wajib Pemerintah daerah sebagai konsekuen-
Ketentuan Pasal 11 ayat (3) UU No. 32 Ta- si dari urusan otonomi daerah.
hun 2004 mengamanatkan bahwa dalam penye- Urusan pajak daerah meskipun menjadi
lenggaraan pemerintahan daerah, maka daerah urusan daerah, namun semua peraturan perun-
memiliki urusan yang terdiri dari urusan wajib dangan pemerintahan daerah dan pajak derah
dan urusan pilihan. Ketentuan Pasal 14 ayat (2) yang pernah ada selalu mengamanatkan bahwa
menyebutkan bahwa urusan pemerintahan kabu- pengaturan pajak daerah wajib mendapat pe-
paten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan ngesahan dari Pemerintah Pusat, dan sebelum
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpo- diberlakukan wajib melalui proses evaluasi dari
tensi untuk meningkatkan kesejahteraan masya- Pusat atau pemerintahan yang lebih tinggi, se-
rakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan po- lain itu mekanisme pengawasannya mengguna-
tensi unggulan daerah yang bersangkutan. kan pengawasan preventif dan represif.
Sebagai tindak lanjut dari ketentuan UU Akibat dari mekanisme pengawasan pre-
No 32 tahun 2004 tersebut maka Pemerintah me- ventif dan represif tersebut, maka campur ta-
ngeluarkan peraturan pelaksana dalam bentuk ngan pemerintah pusat dalam penyusunan dan
PP yaitu PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pemba- implementasi peraturan derah tentang pajak
gian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah daerah menjadi tidak dapat dihindari. Untuk
Pusat dan Pemerintah daerah. Mengingat bahwa campur tangan pemerintah di dalam proses pe-
PP No. 38 Tahun 2008 adalah sebagai pelaksana nyusunan perda sudah jelas termuat di dalam
dari Undang-undang maka materi muatan PP peraturan perundangan, sedangkan campur ta-
hanya bersifat penjabaran dari Undang-undang ngan Pemerintah Pusat yang terkait dengan pe-
khususnya Pasal 14. laksaan perda pajak daerah adalah sebagai be-
Urusan pilihan adalah urusan pemerintah- rikut. Pertama, Keputusan Menteri Dalam Negeri
an yang secara nyata ada dan berpotensi untuk Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Sistem dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai Prose-dur Administrasi Pajak Daerah, Retribusi
dengan kondisi, kekhasan,dan potensi unggulan Daerah Dan Penerimaan Pendapatan Lain-Lain;
daerah yang bersangkutan yang meliputi: urusan kedua, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 53
kelautan dan perikanan; pertanian; kehutanan; Tahun 2007 Tentang Pengawasan Peraturan Dae-
energi dan sumber daya mineral; pariwisata; in- rah dan Peraturan Kepala Daerah; ketiga, Kepu-
dustri; perdagangan; dan ketransmigrasian. tusan Menteri Dalam Negeri No. 41 Tahun 2001
Prinsip dasar dalam penyelenggaraan pe- Tentang Pengawasan Represif Kebijakan Daerah;
merintahan, bahwa pemerintah daerah wajib keempat, Keputusan Menteri Dalam Negeri No-
memperhatikan ketiga peraturan perundangan mor 27 Tahun 2002 Tentang Pedoman Alokasi Bi-
sebagaimana tersebut di atas, disamping pera- aya Pemungutan Pajak Daerah; kelima, Keputus-
turan perundangan yang lain. Jika dicermati ma- an Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2002
ka urusan yang terkait dengan pajak daerah ti- Tentang Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah
dak diatur secara khusus di dalam ketiga pera- Bagi Tim Pembina Pusat; dan keenam, Peraturan
Kebijakan Pengelolaan Pajak Daerah dalam Kerangka Penyelenggaraan Otonomi Daerah... 441

Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2010 Ten- pun peraturan menteri atau keputusan setingkat
tang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam menteri yang terkait dengan wewenang pengelo-
Negeri Nomor 57 Tahun 2007 Tentang Petunjuk laan pajak daerah, maka daerah hanya melaku-
Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah kan pensikapan berupa penyesuaian kebijakan.
Ada penambahan fungsi pada Satuan Kerja Memasuki masa pembaharuan pajak daerah ta-
Perangkat Daerah Kabupaten/Kota yang mena- hun 1997 yang ditandai dengan diundangkannya
ngani fungsi pendapatan, pengelolaan keuang- UU No. 18 tahun 1997, maka daerah juga ikut
an dan aset daerah sebagaimana disebutkan da- menyesuaikan dengan melakukan perubahan/
lam lampiran Permendagri, yaitu: pertama, Pe- penggantian perda pajak daerah. Jenis pajak
nyusunan kebijakan pelaksanaan pemungutan daerah yang sebelumnya bermacam-macam dan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan masih menggunakan produk hindia belanda se-
(BPHTB) dan PBB perkotaan/pedesaan; kedua, bagai bahan acuan, maka diganti dengan menga-
pendataan, penilaian dan penetapan PBB per- cu pada pada produk hukum nasional dan jenis
kotaan/pedesaan; ketiga, pengolahan data pajak daerah yang diterapkan adalah Pajak Ho-
dan informasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah tel dan Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame;
dan Bangunan (BPHTB) dan PBB perkotaan/pe- Pajak Penerangan Jalan; Pajak Pengambilan dan
desaan; keempat, pelayanan Bea Perolehan Pengolahan Bahan Galian Golongan C; dan Pajak
Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan PBB Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permu-
perkotaan/pedesaan; kelima, penagihan Bea kaan.
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPH- Keadaan tidak berbeda dengan, dengan
TB) dan PBB perkotaan/pedesaan; dan keenam, berlakunya UU No 34 tahun 2000 maka daerah
pengawasan dan penyelesaian sengketa pe- juga cenderung mengikuti arahan dari Pusat.
mungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Informasi di lokasi penelitian menunjukan tidak
Bangunan (BPHTB) dan PBB perkotaan/pedesa- ada satupun kabupaten yang menerapkan jenis
an; dan pelaporan dan pertanggungjawaban pe- perda pajak daerah diluar yang ditentukan da-
laksana-an tugas dan fungsi. lam Pasal 2 ayat (2) yang menentukan adanya 7
Data tersebut diatas menunjukan bahwa (tujuh) jenis pajak kabupaten yang dapat dipu-
dalam rangka pelaksanaan perda tentang pajak ngut, meski ayat (3) membuka kemungkina bagi
daerah ternyata Pemerintah Pusat masih mela- daerah untuk meungut jenis pajak daerah yang
kukan campur tangan dalam penentuan kebijak- lain.
an pengelolaan pajak daerah. Mengacu pada ke- Pensikapan oleh daerah terhadap kebijakan
tentuan UU No. 32 Tahun 2004, dimana di dalam Pusat menjadi berbeda ketika Pusat dengan UU
ketentuan umumnya menyebutkan bahwa Oto- No. 28 Tahun 2009 mengeluarkan kebijakan yang
nomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewa- mengalihkan pengelolaan PBB P2 dan BPHTB ke-
jiban daerah otonom untuk mengatur dan meng- pada daerah. Permasalahan yang muncul di dae-
urus sendiri urusan pemerintahan dan kepenti- rah dengan pembelakuan UU No.28 Tahun 2009
ngan masyarakat setempat sesuai dengan pera- adalah yang terkait dengan “pendaerahan” PBB
turan perundang-undangan.17 Mendasarkan pada P2 dan BPHTB. Kedua jenis pajak tersebut di
norma tersebut, maka Pemerintah Daerah tidak daerahkan dengan masa peralihan yang cukup,
mempunyai kewenangan untuk menolak apalagi namun didalam implementasinya banyak mene-
tidak menjalankan amanat yang telah digariskan mui kendala dan kendala utama yang dihadapi
semua demi keutuhan negara kesatuan Republik oleh daerah (kabupaten/kota) adalah yang ber-
Indonesia. kenaan dengan perbedaan tatacara penghitung-
Menyikapi kebijakan yang telah digariskan an PBB P2.
oleh Pemerintah Pusat baik dalam bentuk un- Mekanisme menghitungan PBB yang terda-
dang-undang atau peraturan pemerintah mau pat di dalam Pasal 6 (UU Nomor 12 Tahun 1994

17
Pasal 1 No. 32 Tahun 2004
442 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 3 September 2014

tentang PBB) berbeda dengan mekanisme yang la dalam rangka mengoptimalkan penerimaan
terdapat di dalam pasal 79, 80 dan 81 UU No. 28 PBB. Keempat, di Kabupaten Bandung penangan
Tahun 2009 dan jika dibandingkan maka hasil pajak daerah dilakukan oleh Dinas Pendapatan
akhir penghitungan akan menunjukan bahwa dan Pengelolaan Kekayaan. Terkait dengan kebi-
jumlah PBB yang harus dibayar cenderung lebih jakan pendaerahan PBB maka Pemerintah Kabu-
besar. Hal ini yang memunculkan keengganan paten Bandung dengan mendasarkan pada Perda
wajib pajak daerah untuk membayar pajak. No. 23 Tahun 2012 tentang Perubahan Ketiga
Daerah yang akan menerima pelimpahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No-
pemungutan harus sudah melakukan langkah mor 20 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Orga-
pensikapan. Langkah pensikapan yang penting nisasi Dinas Daerah Kabupaten Bandung mem-
yang harus dilakukan adalah yang terkait dengan bentuk UPTD
penyiapan sumber daya manusia pelaksana, ke- Kebijakan pendaerahan PBB P2 dan BPHTB
lembagaan, teknologi, instrumen yuridis (Perda) ternyata sangat membantu meningkatkan PAD.
serta sarana dan prasarana pendukung lainnya.18 Hal ini wajar mengingat potensi yang diperoleh
Kebijakan pengalihan PBB dan BPHTB ini di dari PBB dab BPHTB adslah sangat besar. Sebe-
beberapa daerah telah dilakukan beberapa per- lum adanya kebijakan tersebut, uang yang ma-
siapan baik melalui pembekalan SDM, penyesuai- suk ke kas daerah sebagai bagi hasil pajak se-
an produk hukum daerah (merevisi) maupun pe- kitar 64 % maka setelah didaerahkan seluruh
nataan kelembagaan daerah, di antaranya ada- pendapatan menjadi pemasukan daerah.
lah sebagai berikut. Pertama, di Kabupaten Ba- Mendasarkan pada uraian tersebut diatas
nyumas dengan mendasarkan pada Peraturan maka dapat diketahui bahwa wewenang penge-
Daerah Kabupaten Banyumas No. 10 Tahun 2011 lolaan pajak daerah yang dimiliki oleh pemerin-
Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah No. tah daerah berasal dari pelimpahan wewenang
26 Tahun 2009 Tentang Organisasi Dan Tata Ker- yang dimiliki oleh pusat. Amanat yang tertuang
ja Dinas Daerah dilakukan pemecahan bidang di dalam Undang-undang pajak daerah yang ber-
pendapatan menjadi 2 (dua) bidang yaitu bidang laku menjadi kewajiban bagi daerah untuk me-
pendaftaran, pendataan dan penetapan yang laksanakan secara bulat, namun demikian secara
menangani pendaftaran wajib pajak baru dan tegas di dalam Undang-undang diamanatkan
bidang pelayanan dan penagihan. Kedua, di Ka- bahwa daerah mempunyai wewenang untuk
bupaten Sleman dilakukan dengan memecah DP- membuat perda tentang pajak daerah, namun
PKAD dengan Dipenda. Sebelumnya fungsi ketika daerah akan mengimplentasikan wewe-
Dipen-da menjadi satu dengan DPPKAD, maka nang yang udah secara tegas diberikan oleh UU
mulai tahun 2012 berdasarkan Peraturan Daerah tetap saja daerah mempunyai kewajiban untuk
Kabu-paten Sleman No. 12 Tahun 2011 Tentang memperoleh pengesahan terlebih dahulu dari
Peru-bahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Pemerintah Pusat.
Sleman Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Organisasi Kebijakan seperti tersebut di atas yang
Perang-kat Daerah Pemerintah Kabupaten berlangsung secara terus menerus, memuncul-
Sleman. kan keengganan bagi daerah untuk menggali po-
Ketiga, di Kabupaten Sidoarjo penanganan tensi pajak daerah diluar yang sudah ditentukan
masalah pajak daerah dilakukan oleh Dinas Pen- meski kemungkinan untuk menggali pajak dae-
dapatan Pengelolaan Kekayaan dan Aset (DPP- rah diluar yang sudah ditentukan dalam Undang-
KA). Dalam menghadapi pelimpahan PBB P2 dan undang pernah dilakukan (Pasal 2 ayat (3) UU
BPHTB pemda melakukan pemberdayaan UPT No. 34 Tahun 2000). Di lain pihak apabila dicer-
yang ada di beberapa wilayah, selain itu DPPKA mati pengaturan tentang pajak daerah di dalam
melakukan Oprasi Sisir yaitu gerakan jemput bo- Undang-undang tentang Pemerintahan daerah,

18
Kadar Pamuji, “Implikasi Kebijakan Pendaerahan Penge- Januari 2011, Purwokerto: Fakultas Hukum Unsoed, hlm.
lolaan PBB Setelah Berlakunya UU No. 28 Tahun 2009 125
Tentang PDRD”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 11, No. 1,
Kebijakan Pengelolaan Pajak Daerah dalam Kerangka Penyelenggaraan Otonomi Daerah... 443

maka semakin erlihat bahwa ada keengganan tukan oleh Pemerintah Pusat. Kedua, kurangnya
dari pemerintah untuk melepas wewenang pe- kewenangan daerah dalam mengelola pajak dae-
ngelolaan pajak daerah kepada pemerintah dae- rah terlihat dengan adanya kewajiban evaluasi
rah. terhadap perda pajak daerah yang akan dibuat
Kewajiban adanya evaluasi bagi perda pa- oleh pemerintah daerah.
jak daerah oleh pemerintah pusat sampai de-
ngan dikeluarkannya Peraturan/Keputusan Men-  UU PAJAK PUSAT
Ps. 33A UUD
 UU PDRD
teri Dalam Negeri yang mengatur tentang peng-
awasan perda maupun pembentukan Tim yang
terkait dengan mekanisme pemungutan pajak Kemenkeu (Ditjend Pajak) Kemendagri
Kemenkeu (Ditjen Pajak)
daerah menunjukan bahwa Pemerintah Pusat UU PDRD
UU Pajak Pusat
enggan untuk menyerahkan sepenuhnya penge- UU Pajak Pusat

lolaan pajak daerah kepada daerah. Pengawasan Preventif Disahkan/Tdk disahkan


Ketentuan undang-undang pemerintah
daerah menegaskan bahwa pajak daerah adalah Pemda
salah satu sumber PAD yang akan digunakan un-
Ps. 157 UU 32/2004
tuk penyelenggaraan pemerintahan daerah da-
Pengawasan Represif
Pengawasan Represif
lam rangka pelaksanaan otonomi daerah,namun (Pembatalan)
(Pembatalan) Perda Pajak daerah
sekali lagi jika kebijakan pemerintah pusat tetap
seperti yang tercantum di dalam Undang-undang
Pemerintahan daerah, maka pajak daerah tidak Bagan 1. Alur Pemikiran Kebijakan Pajak Daerah
akan dapat diandalkan untuk digunakan sebagai
penopang ekonomi daerah dalam rangka oto- Ketiga, kebijakan Pengelolaan pajak dae-
nomi daerah. rah yang diterapkan oleh Pemerintah Pusat di-
Keengganan pusat untuk memperluas we- implementasikan dalam bentuk kebijakan peng-
wenang pengelolaan pajak daerah kepada dae- awasan preventif dan represif dan adanya keha-
rah semakin terlihat dengan dikeluarkannya UU rusan bagi daerah untuk mengimplementasikan
No. 28 Tahun 2009. Didaerahkannya PBB dan wewenang pengelolaan pajak daerah sesuai de-
BPHTB adalah dalam rangka pemberdayaan dae- ngan arahan dari Pemerintah Pusat mengindi-
rah namun kebijakan clossed list yang diterap- kasikan kebijakan pengelolaan pajak daerah be-
kan disertai dengan ancaman mengindikasikan lum menunjukan arah kepada pelaksanaan oto-
bahwa daerah betul-betul dokondisikan untuk nomi daerah yang sebenarnya.
mengikuti arahan pusat di dalam pengelolaan
pajak daerah. Alur pemikiran Kebijakan Penge- Daftar Pustaka
lolaan Pajak daerah dalam rangka otonomi dae-
Bawazier, Fuad. “Reformasi Pajak di Indonesia”.
rah sebagaimana diuraikan tersebut di atas apa- Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 8, No. 1
bila dibuat dalam bagan alir dapat dilihat pada April 2011. Jakarta: Kemenkumham RI;
bagan 1. Durumurti, Krishna D. “Hukum Pajak atau Hu-
kum dan Pajak, Refleksi Hukum”, Jurnal
Penutup Ilmu Hukum, Edisi Oktober 2010. Salatiga:
Simpulan Fakultas Hukum UKSW;
Ada beberapa simpulan berdasar pada Emanuel, Victor. “Kewenangan Judikatif Dalam
Pengujian Peraturan Kebijakan”. Jurnal
pembahasan permasalahan di atas. Pertama,
Yudisial, Vol.6 No. 1 April 2013. Jakarta:
Pe-merintah Daerah sebagai pelaksana otonomi Komisi Yudisial;
daerah memiliki keterbatasan wewenang dalam
Fatkhurohman. “Implikasi Pembatalan Perda
mengimpementasikan pengelolaan pajak daerah terhadap Ketepan Proporsi Teori Penega-
sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) kan Hukum dalam Sistem Peradilan di In-
dan harus tunduk pada aturan yang sudah diten- donesia”, Jumal Dinamika Hukum, Vol.13
444 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 3 September 2014

No. 1 Januari 2013. Purwokerto: Fakultas


Hukum Unsoed;
Hadjon, Philipus M. 1997. Pengantar Hukum Ad-
ministrasi Negara. Yogyakarta: UGM
Press;
Hamidi, Jazim. “Paradigma Baru Pembentukan
dan Analisis Peraturan Daerah (Studi Atas
Perda Peloyanan Publik dan Perda Keter-
bukaan lnformasi Publik”). Jurnal Hukum,
Vol. 18 No. 3 Juli 2011. Malang: Fakultas
Hukum Unibraw;
Hartini, Sri dan Setiadjeng Kadarsih. “Analisis
Terhadap Implementasi Kebijakan Penge-
lolaan Jalan di Kabupaten Banyumas”.
Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 12, No. 2,
Mei 2012. Purwokerto: FH Unsoed;
Kastro, Edy. “Hubungan Kausalitas Antara Politik
dan Hukum”. Jurnal Hukum, Vol. VII. No.
1, Edisi Januari 2009. Palembang: PPS Uni-
versitas Sriwijaya;
Mardiasmo. 2002. Perpajakan. Edisi Revisi. Yog-
yakarta: Penerbit Andi;
Nurmayani. “Implikasi Hukum Peralihan Kewe-
nangan Pemungutan PBB P2 Dari Pusat Ke-
pada Pemerintah Kabupaten/Kota”. Prae-
via Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 6 No. 2, Juli-
Desember 2012. Lampung: FH Unila;
Pamuji, Kadar. “Implikasi Kebijakan Pendaerah-
an Pengelolaan PBB Setelah Berlakunya UU
No. 28 Tahun 2009 Tentang PDRD”. Jurnal
Dinamika Hukum, Vol. 11 No. 1, Januari
2011. Purwokerto: FH Unsoed;
Rosyadi, Slamet dan Anwaruddin. “Otonomi
Dae-rah & Upaya Mewujudkan Paradigma
Pem-bangunan Berkelanjutan”. Jurnal
Sosial Ekonomi Humaniora, Vol. 2, No. 1,
Mei-Oktober 2008. Purwokerto: Lembaga
Penelitian Unsoed;
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 1994. Pe-
nelitian Hukum Normatif Suatu Tinjuan
Singkat. Jakarta: Rajagrafindo Persada;
Sumantry, Deden. “Reformasi Perpajakan seba-
gai Perlindungan Hukum yang Seimbang
antara Wajib Pajak dengan Fiscus sebagai
Pelaksanaan terhadap UU Perpajakan”,
Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 8 No. 1
April 2011. Jakarta: Kemenkumham RI;
Witono, Banu. “Peranan Pengetahuan Pajak pa-
da Kepatuhan Wajib Pajak”. Jurnal Akun-
tansi dan Keuangan, Vol. 7, No. 2, Sep-
tember 2008. Surabaya: Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah.

Anda mungkin juga menyukai