Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Neo Teknika Vol 3. No. 1, Juni 2017, hal.

29-34

BIOETANOL DARI LIMBAH BIJI ALPOKAT DI KABUPATEN SEMARANG

Sukaryo1 dan Sri Subekti2


1
Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Pandanaran
Jl. Banjarsari Barat No. 1 Semarang
2
Program Studi D3 Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Pandanaran
Jl. Banjarsari Barat No. 1 Semarang
Email: sukaryo.iyok@yahoo.com

ABSTRAK
Alpukat merupakan tanaman tropis yang buahnhya sangat bergizi. Tumbuhan ini sangat cocok
tumbuh di Indonesia. Namun demikian bijinya banyak di kesampingkan sehingga dianggap sebagai
limbah. Padahal kandungan biji alpokat banyak bermanfaat bagi manusia, salah satu kandungan biji
alpokat adalah karbohidrat. Salah satu bahan baku pembuatan bioetanol adalah bahan yang mengandung
karbohidrat. Dalam hal ini biji alpokat merupakan salah satu bahan alternatif yang cocok di gunakan
sebagai pembuatan bioetanol. Bioetanol merupakan senyawa alkohol yang di peroleh melalui proses
fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Bioetanol merupakan salah satu sumber energi
terbarukan yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai energi alternatif. Dalam proses
pembuatan bioetanol dari bahan baku biji alpokat diproses dengan fermentasi. Sebagai yest menggunakan
ragi (Saccharomyces cerevisia), sebagai nutrientnya adalah urea dan NPK. Variabel yang digunakan
waktu fermentasi (5 hari, 7 hari, 9 hari, 11 hari dan 13 hari) dan menggunakan bahan baku basah dan
kering untuk membandingkan hasil bioetanol yang di peroleh. Pada bahan basah diperoleh hasil bioetanol
sebesar 3 % selama fermentasi 7 hari. Sedangkan pada bahan yang kering bioetanol yang di peroleh
sebesar 4 % selama fermentasi 9 hari. Dapat disimpulkan bahwa bahan antara baku biji alpokat yang
basah dan kering, bioetanol lebih banyak diperoleh dari biji alpokat kering yaitu sebesar 4 %. Dari hasil
studi, biji buah alpokat dapat di gunakan sebagai bahan baku bioetanol sebagai sumber energi alternatif
dan terbarukan.

Kata kunci : bioetanol, biji alpokat, fermentasi

PENDAHULUAN diversifikasi dan intensifikasi masalah energi


secara terus menerus. Namun penggunaan bahan
Negara Indonesia adalah salah satu bakar fosil yang berlebihan akan menimbulkan
negara yang jumlah penduduknya sangat besar pencemaran lingkungan. Permasalahan ini perlu
di dunia. Sehingga akan memberikan dampak dilakukan pencarian sumber daya alam lain yang
yang sangat signifikan dalam penggunaan berkelanjutan untuk mencukupi kebutuhan
energi. Energi yang digunakan oleh rakyat energi tersebut sebagai solusinya. Sumber bahan
Indonesia kebanyakan diperoleh dari sumber energi alternatif yang dapat diperbaharuhi antara
yang tidak dapat di perbaharui. Dalam lain sumber energi alternatif terbaharukan yang
penggunaan yang tak terkendali ketersediaannya berbasis sumber energi hayati seperti bioetanol.
semakin lama semakin habis. Energi tersebut Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif
adalah energi yang berbasis fosil. Bila negara yang potensial dan cocok untuk dikembangkan
Indonesia pembangunannya berhasil maka khususnya di negara Indonesia. Energi dari
energinya harus terpenuhi, sebab energi bioetanol ini bahan bakunya sangat mudah di
merupakan syarat mutlak untuk tercapai peroleh di wilayah Indonesia, sebab negara kita
pembangunan di massa sekarang maupun pada adalah negara agraris. Bahan dasar bioethanol
massa mendatang. Untuk menanggulangi adalah tumbuhan-tumbuhan yang menghasilkan
masalah energi fosil ini yang semakin lama karbohidrat terutama tanaman yang
semakin habis haruslah dilakukan upaya-upaya menghasilkan umbi-umbian (Sukaryo dkk.,

29
Jurnal Neo Teknika Vol 3. No. 1, Juni 2017, hal. 29-34

2013 dan Mursyidin, 2007). Selain tanaman tidak menimbulkan efek dari rumah kaca karena
umbi-umbian, biji-bijian juga mengandung kadar Karbondioksidanya kurang dari 22 %
karbohidrat, misalnya biji buah rambutan, biji kalau dibandingkan dengan bahan bakar
buah nangka, biji buah durian dan masih banyak berbasis fosil yang menghasilkan gas-gas
lagi. Biji – biji tersebut biasanya dibuang begitu pencemar sangat berbahaya (Milan, 2005).
saja, sehingga akan menjadi sampah. Ada yang
dikonsumsi sebagai makanan cemilan, misalnya Bioetanol dapat diproduksi dengan
biji nangka dan biji durian. Alternatif yang bahan baku yang berpati. Produksi bioethanol
digunakan agar tidak mengurangi bahan dilakukan dengan 2 tahap proses yaitu proses
makanan adalah biji alpukat yang seringkali hidrolisa pati dan proses fermentasi. Teknologi
dijumpai keberadaannya hanya sebagai sampai yang di pakai pada proses hidrolisis adalah
sampah. Biji alpukat mempunyai kandungan menggunakan enzim, sebab enzim lebih spesifik
karbohidratnya tinggi sekitar 29,6 % yang sangat terhadap substrat yang ada di bandingkan
cocok digunakan sebagai sumber bahan baku hidrolisis asam. Pada proses hidrolisa
energi yaitu bioetanol. dibutuhkan waktu yang lama. Dengan waktu
hidrolisa semakin lama maka konsentrasi
Alpukat (Perseaamericana mill) glukosa yang terbentuk akan semakin besar pula
merupakan tanaman yang tumbuh subur di konsentrasi glukosa yang di peroleh.
daerah tropis seperti di Indonesia dan
merupakan salah satu jenis buah yang digemari Bioetanol diproses dengan
masyarakat karena selain rasanya yang enak menggunakan proses fermentasi yang sering di
juga memiliki kandungan antioksidan yang pakai, dimana glukosa yang digunakan sebagai
tinggi (Afrianti, 2010). Alpukat merupakan buah substrat untuk pertumbuhan bakteri pada proses
yang sangat bergizi, mengandung 3-30% minyak fermentasi pertama kali. Dalam pembuatan tape,
dengan komposisi yang sama dengan minyak brem, anggur minuman lain-lain sering
zaitun dan banyak mengandung vitamin B menggunakan reaksi :
(Samson, 1980). Namun demikian, biji alpukat
yang merupakan salah satu hasil produk C6H12O6yest C2H5OH + 2CO
pertanian masih belum dimanfaatkan dengan Glokosa Etanol
maksimal dan hanya dibuang sebagai limbah. Sacharomyces cereviseae akan menghasilkan
Kebanyakan orang hanya memakan daging enzyme zimase invertase yang akan memproses
buahnya saja, sedangkan biji alpukat dibuang glukosa dengan cara fermentasi ( Fessenden and
dan menjadi limbah begitu saja. Menurut Fessenden, 1982). Alkohol yang diperoleh untuk
Sunarjono (1998), alpukat termasuk tanaman minuman kadarnya antara 3 % - 18 % (Sintha,
hutan yang tingginya mencapai 20 meter. 2008 ).
Alpukat secara umum terbagi atas tiga tipe: tipe
West Indian, tipe Guatemalan, dan tipe Mexican. Proses fermentasi bertujuan untuk
Daging buah berwarna hijau di bagian bawah mengaktifkan kegiatan mikroba dengan tujuan
kulit dan menguning ke arah biji. Warna kulit mengubah sifat bahan baku agar menjadi hasil.
buah bervariasi, warna hijau karena kandungan Supaya mikroba hidup dengan baik pada proses
klorofil atau hitam karena pigmen antosiasin fermentasi, maka perlu dilakukan pada suhu
(Lopez, 2002). antara kamar dan juga pHnya, sehingga alkohol
dapat diperoleh lebih besar. Ragi melakukan
Bioetanol merupakan bahan bakar fermentasi melalui sel-selnya yang akan
alternatif yang dapat mengurangi dampak mengubah gula menjadi alkohol dalam kondisi
negatif pada pemakaian bahan bakar fosil anaerob. Apabila ada udara yang masuk proses
(Cardona dan Sanchez, 2007). Di Brazil pada fermentasi akan terganggu dalam pembentukan
tahun 1990-an, etanol telah menggantikan 50% alkohol. Gas CO2 yang terbentuk dialirkan
kebutuhan bensin untuk keperluan transportasi. melalui selang kecil dan tidak terjadi
Dari angka ini, bioetanol telah mampu peningkatan suhu. Dalam fermentasi,
menurunkan emisi CO₂ hingga 18%. Bioetanol

30
Jurnal Neo Teknika Vol 3. No. 1, Juni 2017, hal. 29-34

mikroorganisme mempunyai peranan yang amilase dan glukoamilase, Ragi, HCl 0,1 N,
sangat penting. Mikroorganisme yang sering NaOH 0,1 N, NPK dan Urea.
digunakan Sacharomyces Cerevisiae.
Mikroorganisme ini tahan terhadap kadar Alat yang digunakan adalah panci
alkohol yang tinggi bahkanmelakukan ompreng, pengaduk, drigen, selang, kompor,
aktivitasnya pada suhu 4–32o C. Waktu kertas PH, Alkoholimeter, thermometer,
fermentasi yang yang sering digunakan 3 – 14 penyaring, gelas ukur, erlemeyer dan beaker
hari. Waktu terlalu cepat alkohol yang terbentuk glass. Optimasi yang dilakukan pada tahap
baru sedikit karena masa pertumbuhan dan jika proses waktu fermentasi, enzim α-amilase yang
terlelu lama alkohol yang terbentuk tidak ditambahkan, glukoamilase yang ditambahkan
maksimal karena pada konsentrasi alkohol 15 % dalam proses pengolahan biji alpokat
mikroba sudah tidak dapat tumbuh (Bulawayo,
1996 ). Dalam proses fermentasi variabel yang Prosedur Penelitian
mempengaruhi antara lain waktu fermentasi, Liquifikasi dan Sakarifikasi.
enzim yang yang digunakan, jumlah nutrien dan Kandungan tepung atau pati pada bahan baku
sebagainya. Pada proses untuk memproduksi dikonversi menjadi gula sederhana (glukosa)
bioetanol secara umum menggunakan dua proses menggunakan Enzim α-amilase dan gluko-
pertama proses hidrolisa. Proses ini adalah untuk amilase melalui proses pemanasan (pemasakan)
memecah senyawa-senyawa yang ada pada pada suhu 90 derajat celcius. Pada kondisi ini
biomassa atau pati yang digunakan sebagai tepung akan mengalami gelatinasi (mengental
bahan baku dengan menggunakan air. Untuk seperti Jelly). Pada kondisi optimum Enzim
mempercepat proses pemecahan senyawa bekerja memecahkan struktur tepung secara
menggunakan enzim. Enzim merupunyai sifat kimia menjadi gula komplex (dextrin).Proses
katalis yang dapat mengaktifkan senyawa lain Liquefaction selesai ditandai dengan parameter
yang dapat mempercepat reaksi yang akan dimana bubur yang diproses berubah menjadi
berlangsung. Enzim yang digunakan untuk lebih cair seperti sup. Tahap sakarifikasi
menghidrolisa ikatan α-1,4-glukosida adalah (pemecahan gula kompleks menjadi gula
enzim α-amilase dalam proses liquifikasi. Proses sederhana) melibatkan proses sebagai berikut :
hidrolisa dengan menggunakan enzim α-amilase, -Pendinginan bubur sampai mencapai suhu
amilosa terurai menjadi saltosa dan maltotriosa. optimum enzim sakarifikasi bekerja.
Pada tahap berikutnya maltose dan glukosa - Pengaturan pH optimum enzim.
terbentuk kembali dengan terurainya maltotriosa - Penambahan enzim gluko-amilase secara tepat
Untuk menghasilkan glukosa lebih banyak dan mempertahankan pH serta temperatur pada
ditambahkan enzim glukoamilase.Ikatan yang suhu 60 oC hingga proses sakarifikasi selesai
terdapat pada pati dapat di putus oleh enzim (dilakukan dengan melakukan pengetesan kadar
glukoamilase dari sisa pemutusan enzim α- gula sederhana yang dihasilkan).
amilase yang belum sempurna (Sutikno dkk.,
2016) Proses fermentasi. Fermentasi adalah
suatu proses perubahan-perubahan kimia dalam
METODOLOGI suatu substrat organik yang dapat berlangsung
karena aksi katalisator biokimia, yaitu enzim
Bahan dan Alat
yang dihasilkan oleh mikroba tertentu
Penelitian pembuatan alkohol ini (Tjokroadikoesoemo,1986). Fermentasi biasanya
dilaksanakan di Laboratorium Teknik Kimia dilakukan dengan menggunakan kultur murni
Universitas Pandanaran Semarang. Bahan-bahan yang dihasilkan di laboratorium. Kultur ini dapat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan.
alpokat yang diperoleh dari pasar tradisional Berbagai macam jasad renik dapat digunakan
dan pasar buah maupun di tempat orang untuk proses fermentasi antara lain yeast. Yeast
berjualan jus di Kab. Semarang, Enzim α- tersebut dapat berbentuk bahan murni pada

31
Jurnal Neo Teknika Vol 3. No. 1, Juni 2017, hal. 29-34

media agar-agar atau dalam bentuk dry yeast Analisa Kadar Abu. Kurs porselin
yang diawetkan (Winarno,1984). dikeringkan selama 2 jam dalam oven pada suhu
± 40oC didinginkan dan ditimbang, sampel
Fermentasi gula oleh ragi, misalnya sebanyak 40 gr dimasukan kedalam kurs lalu
Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan ditimbang dan dipanaskan diatas api langsung
etil alkohol (etanol) dan CO₂. Reaksi ini sampai berpijar . Pengabuan dilanjutkan dalam
merupakan dasar dari pembuatan tape, brem, furnice pada suhu ± 600 oC selama 4 jam
tuak, anggur minuman, bir, roti dan lain-lain sampai sampel berubah warna putih, krus
(Winarno, 1984). Faktor-faktor yang dikeluarkan dan didinginkan kemudian di
mempengaruhi proses fermentasi: Keasaman timbang
(pH), Mikroba, Suhu, Oksigen dan makanan
untuk pertumbuhan mikroorganisme (Gaman, 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar abu = ×100 %
1992 ). Berat sampel

Proses Pemurnian. Distilasi adalah Analisa Kadar Pati. Sepuluh gr pati


suatu proses penguapan dan pengembunan dilarutkan dalam 100 ml HCl 1N. Larutan
kembali, yang dimaksudkan untuk memisahkan dipanaskan pada suhu ± 100 0C selama 1 jam.
campuran dan atau lebih zat cair ke dalam Setelah itu didinginkan, diencerkan dengan
fraksi-fraksinya berdasarkan perbedaan titik aquades sampai 500 ml, dan dinetralkan.
didihnya. Pada umumnya pemisahan hasil Diambil 5 ml, diencerkan sampai 100 ml,
fermentasi glukosa/dektrosa menggunakan diambil 5 ml. Kemudian dititrasi : 5 ml sampel +
sistem uap-cairan, yang terdiri dari komponen- 5 ml fehling A + 5 ml fehling B + 5 ml glukosa
komponen tertentu yang mudah tercampur. standar, dipanaskan sampai mendidih
Umumnya distilasi berlangsung pada tekanan ditambahkan 3 tetes indikator MB. 2 menit dari
atmosfer, contoh dalam hal ini adalah sistem mendidih, larutan dititrasi dengan glukosa
alkohol-air, yang pada tekanan atmosfer standar hingga warna berubah menjadi merah.
memiliki titik didih sebesar 78,6°C Catat kebutuhan titran (M ml). Hitung kadar
(Tjokroadikoesoemo,1986). Dalam rangka pati. Yang diperhatikan, proses titrasi dilakukan
menghasilkan bioetanol yang mempunyai kadar dalam keadaan mendidih, titrasi efektif
yang lebih besar, hasil fermentasi ini dilakukan maksimal 1 menit.
dimurnikan dengan cara destilasi.
Analisa Kadar Alkohol. Ambil 100 ml
Analisa Kadar Air. Cawan kosong dan larutan hasil fermentasi dari masing-masing
tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 wadah untuk setiap kalinya di analisa kadar
menit dan dinginkan dalam desikator, kemudian etanol yang terbentuk dengan cara, Masukkan
ditimbang (cawan porselen didinginkan selama alkoholmeter ke dalam gelas ukur 100 ml, amati
20 menit). Ditimbang dengan cepat ± 5 gr yang kadar etanol yang terbentuk dengan membaca
sudah dihomogenkan dalam cawan. Tutup skala pada alkoholmeter.
cawan diangkat dan cawan ditempatkan beserta
isi dan tutupnya selama 6 jam. Hindarkan kontak HASIL DAN PEMBAHASAN
antara cawan dengan dinding oven. Produk yang
tidak mengalami dekomposisi dengan Pengaruh waktu fermentasi dan bahan
pengeringan yang lama, dikeringkan selama 1 basah terhadap alkohol yang terbentuk
malam (16 jam). Cawan dipindahkan ke dalam
desikator, tutup dengan penutup cawan, lalu Pada proses fermentasi waktu adalah
dinginkan. Timbang kembali setelah dingin. sangat berpengaruh sekali terhadap terbentuknya
Keringkan kembali ke dalam oven sampai alkohol. Dalam mengkaji pengaruh waktu dalam
diperoleh berat yang tetap. Hitung kadar air dari pembentukan alkohol tersebut dengan
sampel. memvariasikan waktu fermentasi 5,7, 9, 11, dan
13 hari. Penelitian ini dilakukan dengan
Kd air =
Bearat basah−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
×100 % menggunakan enzim α-amilase 0,05 % untuk
Bearat basah

32
Jurnal Neo Teknika Vol 3. No. 1, Juni 2017, hal. 29-34

proses liquifikasi dan glukoamilase 0,05 %


dengan menggunakan sampel basah. 5

Kadar alkohol ( % )
4
3
4
2
Kadar Alkohol ( % )

3 1
2 0
1 0 5 10 15
0 Waktu fermentasi ( hari )
0 5 10 15
Waktu fermentasi ( hari ) Gambar 2. Hubungan Antara Waktu Fermentasi
dengan Alkohol pada sampel kering
Gambar 1. Hubungan Antara Waktu Fermentasi
Berdasarkan gambar 1 dan 2, dapat
dengan Alkohol pada sampel basah
dijelaskan bahwa semakin banyak kadar pati
Akohol hasil fermentasi disajikan dalam bentuk yang di gunakan semakin banyak alkohol yang
gambar 1. Waktu fermentasi sangat berpengaruh diperoleh sebab bahan kering kandungan patinya
terhadap pembentukan alkohol. Berdasarkan lebih besar di bandingkan berat basah, sehigga
gambar 1 di atas terlihat dapat dijelaskan bahwa bila dihidrolisis menghasilkan gula pereduksi
semakin lama waktu fermentasi semakin naik semakin banyak gulanya. Dalam gambar 2,
alkohol yang terbentuk. Hal ini dikarenakan ditunjukan bahwa alkohol yang dihasilkan 4 %
semakin lama waktu fermentasi gula yang pada waktu fermentasi 9 hari. Waktu yang
tereduksi semakin banyak membentuk alkohol digunakan lebih lama di bandingkan yang bahan
seperti yang dikemukakan oleh Edi dkk. (2009). basah sebab bahan baku kering kalau dihidrolisa
Pada hari ke-7 diperoleh alkohol sebesar 3 %. luas permukaannya masih kecil dibanding
Setelah waktu fermentasi mencapai 7 hari dengan bahan yang masih basah, sehingga
terlihat dalam gambar 1 bahwa alkohol yang pembentukan yeast akan semakin lama.
terbentuk semakin menurun, disebabkan penurunan yield ini disebabkan tumbuhnya
tumbuhnya Acetobacter aceti yang merubah Acetobacter aceti yang tumbuh akan merubah
alkohol menjadi asam acetat dan gula yang alkohol menjadi asam acetat Juga dikarenakan
tereduksi menjadi alkohol semakin habis. konsentrasi glukosa terlalu tinggi akan
menghambat pertumbuhan yeast sehingga
Pengaruh waktu fermentasi dan bahan produksi etanol akan menurun. Menurut
kering terhadap alkohol yang terbentuk Fessenden dan Fessenden (1997), tinggi
rendahnya kadar etanol tergantung pada aktivitas
Pada proses fermentasi waktu adalah yeast.
sangat berpengaruh sekali terhadap terbentuknya
alkohol. Dalam mengkaji pengaruh waktu dalam
pembentukan alkohol tersebut dengan KESIMPULAN
memvariasikan waktu fermentasi 5,7, 9, 11, dan Dalam pembuatan bioetanol yang
13 hari. Penelitian ini dilakukan dengan berbahan baku biji alpukat dengan menggunakan
menggunakan enzim α-amilase 0,05 % untuk proses fermentasi, memvariasikan waktu dan
proses liquifikasi dan glukoamilase 0,05 % perbedaan bahan baku yaitu bahan yang basah
dengan menggunakan sampel kering. dan kering disimpulkan bahwa yield tertinggi
pada waktu fermentasi 9 hari dimana alkohol
yang diperoleh 4 % pada bahan dasar kering.
Sedangkan pada bahan dasar basah diperoleh
alkohol 3 % tapi waktu fermentasi lebih pendek
yaitu 7 dibandingkan dengan berbahan baku
yang kering.

33
Jurnal Neo Teknika Vol 3. No. 1, Juni 2017, hal. 29-34

DAFTAR PUSTAKA. Tesis,Universitas Wahid Hasyim Semarang.


Momentum, 9(2):41-45.
Afrianti, 2010. Macam Buah-buahan untuk
Kesehatan, Alfabeta, Bandung. Sunarjono, 1998. Budidaya untuk Menghasilkan
Buah Prima. Penebar Swadaya, Jakarta.
Bulawayo. B., 1996, Ethanol Production by
Fermentation of Sweet-Stem Shorgum Juice Sutikno, Marniza, Selviana, Nanti Musita, 2016.
Using Various Yeast Strains. Would Journal Pengaruh Konsentrasi Enzim Selulase, α-
Microbiology & Biotechnology .12: 357 – amilase dan Glukoamilase Terhadap Kadar
360. Gula Reduksi Dari Ongguk, Jurnal
Teknologi Industri dan Hasil Pertanian,
Cardona A. and Sanchez, O.J., 2007 Feul
21(1) :1 – 12, Maret 2016
ethanol production. Process design trends
and integration opportunities. Bioresour Tjokroadikoesomo, 1986. HFS dan Industri Ubi
Technol 2007.sep,98(12):2415-57 Epub Kayu lainnya. Gramedia, Jakarta.
2007 Mar 1
Winarno, 1984, Pengantar Teknologi Pangan,
Edi, M., Mu’tasim, B. dan Novel, K., 2009, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Proses Produksi Bioetanol Berbasis
Singkong, Seminar Nasional UPN Veteran
Jawa Timur, Surabaya.

Fessenden & Fessenden, 1997, Dasar-dasar


Kimia Organik, Binarupa Aksara, Jakarta.

Gaman, 1992, Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu


Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi Edisi II.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Lopez, 2002. Fruit Charaterization of High Oil


Content Avocado Varieties , Scientia
Agricola v.59, n.2, p. 403 – 406,
abr/jun.2002

Milan JM. 2005, Bioethanol production status


and prospects. J. Sci. Food Agric. 10;42-56.

Mursyidin, HD,2007, Ubi kayu dan bahan bakar


terbarukan. Banjarmasin Post Online.
Hhtp//www.banjarmasinpost.co.id.

Samson,1980, Tropical Fruits, Longman Inc.,


New York.

Sintha S., Santi, 2008. Pembuatan Alkohol


Dengan Proses Fermentasi Buah Jambu
Mete Oleh Khami Sacharomices Cerevisiae.
Jurnal Penelitian Ilmu Teknik,8(2): 104 -
111

Sukaryo, S., Jos, B., Hargono, H., 2013,


Pembuatan Bioetanol dari Pati Umbi
Kimpul (Xanthasoma Sagittifolium),

34

Anda mungkin juga menyukai