BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
2
1. Identifikasi
Nama : By. Ny. YM
Umur : 9 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan Lahir : 1500 gram
Panjang Badan Lahir : 42 cm
Agama : Islam
Alamat : Jl. Mutiara I No. 1226, Seberang Ulu I Kota
Palembang
Suku Bangsa : Sumatera
No. Med Reg : 1053312
MRS : 24 Maret 2018
2. Anamnesis (dengan ibu pasien tanggal 2 April 2018 pukul 9.15 WIB)
Keluhan Utama : Bayi berat lahir rendah
Keluhan Tambahan : Kuning
Riwayat Kehamilan
GPA : G3P2A0
HPHT : 27 Juli 2017
Periksa Hamil : 3 kali (di bidan dan Puskesmas)
Kebiasaan ibu sebelum/selama kehamilan
Minum alkohol : tidak pernah
Merokok : tidak pernah
Makan obat-obatan tertentu : tidak pernah
4
Riwayat Persalinan
Presentasi : Kepala
Cara persalinan : SC
KPSW : Ada, 2 hari sebelum persalinan
Riwayat demam saat persalinan : tidak ada
Riwayat ketuban kental, hijau, bau : tidak ada
Suhu : 36,7oC
Keadaan Spesifik
Kepala : Normosefali (LK: 31 cm), UUB datar,
Cephalhematom (-)
Mata : pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), mata
cekung
(-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Telinga : bentuk normal, mikrotia (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-), epistaksis (-), sekret (-)
Mulut : labioskisis (-), hipersalivasi (-)
Trauma lahir : tidak ada
Toraks : bentuk simetris, retraksi (-)
Paru-paru : bunyi nafas vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : HR: 148x/menit, BJ I-II normal, murmur (-), gallop
(-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT <3”
Genitalia
Jenis kelamin : Perempuan
Labia minor :+
Hernia :-
Refleks Primitif
Oral :+
Moro :+
Tonic neck :+
Withdrawal :+
Plantar graps :+
Palmar graps :+
6
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
(Tanggal 24/03/2018, pukul 13.22 WIB) NICU
Golongan Darah : A Rh+
Hemoglobin (Hb) : 10.7 g/dL
Eritrosit (RBC) : 3.20 x 106/mm3
Leukosit (WBC) : 14.4 x 103/mm3
Hematokrit : 33%
Trombosit : 183 x 103/µL
RDW-CV : 15,10%
LED : 2 mm/jam
Diff. Count : 0/0/55/28/17
IT Rasio : 0.05
CRP Kuantitatif : < 5 mg/L
Rongten Thorax AP
5. Diagnosis Kerja
Neonatus : Neonatus kurang bulan, sesuai masa kehamilan
Lahir : Lahir SC atas indikasi Oligohidramnion
Ibu : G3P2A0 hamil 32 minggu + PPI
Anak : BBLR + HMD grade II + Hiperbilirubinemia
6. Penatalaksanaan
1. IVFD D10 1/5 NS kec. 5 cc/jam
2. Ceftazidim 2 x 85 mg IV
3. Aminofilin 3 x 3 mg IV
9
7. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsional : dubia ad bonam
8. Follow Up
Tanggal 03 April 2018
S : Bayi berat lahir rendah, Kuning (+)
O: KU= Sens: CM
Aktivitas: aktif HR : 147 x/m Anemis (-) U : 10 hari
Tangis: kuat RR : 42 x/m Ikterik (+) kramer III R : 10 hari
R. Hisap: kuat
Suhu : 36,8oC Sianosis (-) B : 1465 gram
Dyspnea (-) C : 249.05 ml
KS : Kepala : NCH (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Cor : BJ I/II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. BBLR
3.1.1. Definisi
BBLR (bayi berat lahir rendah) adalah bayi yang lahir dengan berat
lahir kurang dari 2500 gram.3 Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang
pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir.
BBLR dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu:4
a. Berat bayi lahir rendah, dengan berat kurang dari 2500 gram
b. Berat bayi lahir sangat rendah, dengan berat 1000-1500 gram
c. Berat bayi lahir amat sangat rendah, dengan berat kurang dari 1000
gram.
Sejak tahun 1961, WHO mengganti istilah Premature dengan Low
Birth Weights Infants (bayi dengan berat badan lahir rendah).2 Hal ini
karena tidak semua bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500
gram merupakan bayi prematur.Untuk mendapatkan keseragaman, pada
Kongres European Perinatal Medicine ke II di London (1970) telah
diusulkan definisi sebagai berikut:3
a. Bayi kurang bulan atau preterm ialah bayi dengan kehamilan kurang
dari 37 minggu (< 259 hari)
b. Bayi cukup bulan atau aterm ialah bayi dengan masa kehamilan mulai
37 minggu sampai 42 minggu (259 sampai 293 hari)
c. Bayi lebih bulan atau postterm ialah bayi dengan masa kehamilan
mulai 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih)
Berdasarkan alasan di atas, maka bayi dengan BBLR dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu prematuritas murni dan
dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan (KMK).
1. Prematuritas Murni
Prematuritas murni yaitu neonatus dengan usia kehamilan kurang
dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai untuk masa
14
3.1.3. Diagnosis
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan melakukan
anamnesis untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya BBLR, melakukan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
17
1. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk
menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya BBLR:3
Umur ibu
Riwayat hari pertama haid terakir
Riwayat persalinan sebelumnya
Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
Kenaikan berat badan selama hamil
Aktivitas
Penyakit yang diderita selama hamil
Obat-obatan yang diminum selama hamil
2. Pemeriksaan Fisik5
Melakukan pemeriksaan APGAR untuk menilai kondisi umum
bayi sesaat setelah kelahiran yang dilakukan pada menit pertama dan
kelima pasca kelahiran dan untuk mengetahui apakah bayi menderita
asfiksia atau tidak. Hal yang dinilai pada skor APGAR adalah usaha
napas, warna kulit, denyut jantung, tonus otot dan reaksi terhadap
rangsang. Setiap penilaian diberi angka 0,1,2.
18
Pada pemeriksaan fisik, diketahui dari berat badan bayi < 2500
gram. Serta dijumpai tanda-tanda prematuritas seperti tulang rawan
telinga belum terbentuk, refleks lemah, jaringan lemak bawah kulit
sedikit, kulit tipis, merah dan transparan atau terdapatnya tanda-tanda
bayi KMK seperti tengkorak kepala keras, gerakan cukup aktif dan
tangisan cukup kuat, daya mengisap cukup kuat, kulit keriput, lemak
bawah kulit tipis.
3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan skor ballard untuk menentukan usia gestasi bayi baru
lahir melalui penilaian neuromuskular dan fisik
- Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan untuk
melihat ada tidaknya sindrom gawat napas
- Foto toraks/baby gram pada bayi baru lahir dengan kehamilan
kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan
terjadi sindrom gawat napas
19
2. Pengaturan makanan/nutrisi1,2
Pemberian makanan terbaik bagi bayi adalah ASI (Air Susu Ibu).
Pemberian makanan secara dini akan mengurangi risiko hipoglikemia,
dehidrasi dan hiperbilirubinemia. Pada bayi dengan masa gestasi 32
minggu atau kurang atau berat badan kurang dari 1500 gram terlalu
lemah untuk bisa mengisap secara efektif atau tidak mempunyai
refleks menelan yang memadai, ASI dapat diberikan dengan
menggunakan sonde lambung.
3. Mencegah infeksi1,2
Bayi BBLR mempunyai daya tahan tubuh yang rendah dan sistem
imun yang belum matang menyebabkan bayi BBLR sangat rentan
dengan infeksi.Hal ini dapat dicegah dengan memperhatikan prinsip-
prinsip pencegahan infeksi pada bayi seperti mencuci tangan sebelum
memegang bayi, membersihkan tempat tidur bayi, membersihkan kulit
dan tali pusat bayi.
Ikterus Patologik
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologi
atau kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
Adapun tanda-tandanya sebagai berikut:1,2,9
Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.
Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
27
3.2.3. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus
neonatorum dapat dibagi:2
Produksi yang berlebihan, yang melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkan bilirubin, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD,
piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini
dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia
dan infeksi atau defisiensi glukoronyl transferase (Sindrom Criggler-
Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang
berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
Gangguan transportasi. Bilirubin dalam darah terikat pada albumin
kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole.Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang
bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
Gangguan dalam eksresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi
dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya
diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya
akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
3.2.4. Patofisiologi10
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-
90%) terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari
senyawa lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks
haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah
28
Anamnesis
a) Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat
janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
b) Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
c) Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
d) Riwayat inkompatibilitas darah
e) Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan
limpa.
Pemeriksaan fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir
atau setelah beberapa hari.Amati ikterus pada siang hari dengan lampu
sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan
30
tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk
menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi tukar.
3.2.8. Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan
tidak jelas antara lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-
putar, gerakan tidak menentu, kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan
akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa
33
3.3.2. Etiologi
Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan
surfaktan, suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. RDS
seringkali terjadi pada bayi prematur, karena produksi surfaktan yang
dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup
menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula
kemungkinan terjadinya RDS.4
3.3.3. Patofisiologi
Perkembangan paru norma
Paru berasal dari pengembangan “embryonic foregut” dimulai
dengan perkembangan bronkhi utama pada usia 3 minggu kehamilan.
Pertumbuhan paru kearah kaudal ke mesenkhim sekitar dan pembuluh
darah, otot halus, tulang rawan dan komponen fibroblast berasal dari
jaringan ini. Secara endodermal epitelium mulai membentuk alveoli dan
saluran pernapasan. Di luar periode embrionik ini, ada 4 stadium
perkembangan paru yang telah dikenal. Pada seluruh stadium ini,
perkembangan saluran pernapasan, pembuluh darah dan proses
diferensiasi berlangsung secara bersamaan.1
Pseudoglandular (5-17 minggu)
Terjadi perkembangan percabangan bronkhius dan tubulus asiner
34
3.3.5. Klasifikasi1
TANPA
ATAU > 90 TANPA Tarikan dinding dada atau
kali/menit merintih saat ekspirasi atau
sianosis sentral
Gangguan napas 60 – 90 TANPA Tarikan dinding dada atau
ringan kali/menit merintih saat ekspirasi atau
sianosis sentral
Kelainan 60 – 90 DENGAN Sianosis sentral
jantung kali/menit Tetapi
kongenital TANPA Tarikan dinding dada atau
merintih
Evaluasi
Total Diagnosis
1-3 Sesak nafas ringan
4-5 Sesak nafas sedang
≥6 Sesak nafas berat
3.3.7. Diagnosis
Anamnesis7
o Riwayat kelahiran kurang bulan. Riwayat ibu dengan diabetes melitus.
o Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia perinatal (gawat janin),
atau partus tindakan dengan bedah sesar.
o Riwayat kelahiran saudara kandung dengan penyakit RDS.
Pemeriksaan Fisik7
o Gejala biasanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan.
o Dijumpai sindroma klinis yang terdiri dari kumpulan gejala
- Sesak napas, dengan frekuensi napas >60 kali/menit atau <30
kali/menit
- Grunting atau merintih
- Retraksi dinding dada
- Kadang dijumpai sianosis pada suhu kamar
o Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan
APGAR score (derajat asfiksia) dan Silverman Score. Bila nilai
Silverman score > 7 berarti ada distress nafas, namun ada juga yang
menyatakan bila nilainya > 2selama > 24 jam.
o Perhatikan tanda prematuritas.
o Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru-
paru.
o Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya
bayi,adanya infeksi dan derajat dari pirau PDA.
Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks8
Posisi AP dan lateral, bila diperlukan serial. Gambaran radiologi dapat
memberi gambaran penyakit membran hialin yang menunjukkan gambaran
retikulogranular yangdifus bilateral atau gambaran bronkhogram udara (air
bronchogram) dan paru yang tidak berkembang.
Terdapat 4 Derajat :
Derajat 1 (ringan): kadang normal atau gambaran retikulogranuler,
homogen,tidak ada air bronchogram.
Derajat 2 (ringan-sedang): 1 + air bronchogram. Gambaran air bronchogram
(gambaran bronko yang seharusnya terisi udara) yang menonjol menunjukkan
bronkiolus yang menutup latar belakang alveoli yang kolaps.
Derajat 3 (sedang-berat) : 2 + batas jantung-paru kabur
Derajat 4 (berat): 3 + white lung
Laboratorium 1
Darah : Hb, Ht, dan gambaran darah tepi tidak menunjukkan tanda infeksi.
Menunjukkan pada kecurigaan pneumonia. Kultur streptokokus (-).
Analisis gas biasanya memberikan hasil : hipoksemia, asidemia yang berupa
metabolik, respiratorik atau kombinasi, dan saturasi oksigen yang tidak
normal (PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg, saturasi
oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45)
Rasio lesitin/sfingomielin (L/S ratio <2:1).
41
Shake test (tes kocok), jika tidak ada gelembung, resiko tinggi untuk
terjadinya PMH 60%.
3.3.8. Tatalaksana
Manajemen Spesifik Untuk Gangguan Nafas11
Gangguan Napas Sedang
1. Memberian O2 2-3 liter/menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan O2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2. Bayi jangan diberikan minum (di puasakan).
3. Berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis
3.3.8. Terapi 10
1. Ventilasi
Manajemen ventilator mekanik
Pemberian continuous positive airway pressure (CPAP) akan
meningkatkan oksigenasi dan survival. CPAP mulai dipasang pada
42
Ventilasi Mekanik
Bayi dengan RDS berat atau disertai komplikasi, yang berakibat
timbulnya apnea persisten membutuhkan ventilasi mekanik buatan.
Indikasi penggunaannya antara lain:
1. Analisa gas darah menunjukan hasil buruk
pH darah arteri <>
pCO2 arteri > 60 mmHg
pO2 arteri < 50 mmHg pada konsentrasi oksigen 70 – 100 %
2. Kolaps kardiorespirasi
3. Apnea persisten dan bradikardi
43
Ventilator konvensional
Hipoksemia pada RDS biasanya terjadi karena ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi(V/Q) atau pirau dari kanan ke kiri, abnormalitas
difusi dan hipoventilasi merupakan factor tambahan. Oksigenasi terkait
44
10,11
a. Peak Inspiratory Pressure (PIP)
Perubahan pada PIP mempengaruhi oksigenasi (dengan mengubah
MAP) dan CO2dengan efek pada volume tidal dan ventilasi alveolar.
Peningkatan PIP menurunkan PaCO2 dan memperbaiki oksigenasi (PaO2
meningkat). Pemakainan PIP ditentukan oleh compliance system
pernafasan dan bukan oleh ukuran atau berat bayi. Gunakan PIP terendah
yang menghasilkan ventilasi adekuat berdasarkan pemeriksaan klinik
(gerakan dada dan suaranafas) dan analisa gas darah. PIP berlebih dapat
menyebabkan paru mengalami distensi berlebihan dan meningkatkan
resiko baro/volutrauma dan menimbulkan kebocoran udara.
c. Frekuensi 11,12
Terdapat 2 metode dasar, frekuensi rendah dan frekuensi tinggi
Frekuensi rendah dimulai pada kecepatan 30 - 40 nafas / menit (bpm).
Metode cepat sekitar 60 bpm dan dapatditingkatkan hingga 120 bpm bila
bayi bernafas lebih cepat dari ventilator. Waktu ekspirasiharus lebih
panjang dari inspirasi untuk mencegah alveoli mengalami distensi
berlebihan,waktu inspirasi harus dibatasi maksimum 0,5 detik selama
ventilasi mekanik kecuali dalamkeadaan khusus. Pada frekuensi tinggi
terjadi penurunan insidensi pneumotoraks , mungkin karena frekuensi ini
sesuai dengan usaha nafas bayi. Waktu inspirasi memanjang akan
meningkatkan MAP dan memperbaiki oksigenasi, dan merupakan
alternative dari peningkatan PIP. Namun hal ini merupakan predisposisi
dari distensi berlebihan pada paru serta air trapping karena waktu ekspirasi
berkurang.
d. Kecepatan Aliran 12
Aliran minimum setidaknya 2 kali minute ventilation bayi
(normal : 0.2 – 1 L / menit) cukup adekuat, tapi dalam prakteknya
digunakan 4 – 10 L / menit. Bila digunakan frekuensi nafas lebih tinggi
dengan waktu inspirasi lebih pendek, kecepatan aliran di atas kisaran harus
diberikan untuk menjamin penghantaran volume tidal. Kecepatan aliran
yang tinggi memperbaiki oksigenasi karena efeknya pada MAP. Beberapa
ventilator memiliki kecepatan aliran yang tetap, yaitu sebesar 5 L / menit.
Sirkulasi
Auskultasi suara jantung, ukur tekanan darah, palpasi denyut nadi dan
periksa hematokrit10
46
Bila tidak tersedia fasilitas NICU segera rujuk ke rumah sakit yang tersedia
NICU Pemantauan
Dipantau efektivitas terapi dengan memperhatikan perubahan gejala
klinis yang terjadi. Setelah BKB/BBLR melewati masa kritis yaitu
kebutuhan oksigen sudah terpenuhi dengan oksigen ruangan atau atmosfer,
suhu tubuh bayi sudah stabil diluar inkubator, bayi dapat menetek, ibu bisa
merawat dan mengenali tanda-tanda sakit pada bayi dan tidak ada
komplikasi atau penyulit maka bayi dapat berobat jalan.
3.3.9. Komplikasi
Patent Ductus Arteriosus 10,11
Insidensi PDA pada bayi prematur dengan RDS sekitar 90%.
Dengan meningkatnya angka bertahan hidup bayi sangat kecil disertai
penggunaan surfaktan eksogen, PDA sebagai komplikasi RDS merupakan
masalah dari penanganan RDS pada awal kehidupan.
PDA diasosiasikan dengan pirau dari kanan ke kiri dan peningkatan
aliran darah paru dantekanan arteri pulmonal. Peningkatan aliran darah
paru menyebabkan berkurangnyacompliance paru yang akan membaik
setelah ligasi PDA. Peningkatan aliran darah paru akan menimbulkan
kegagalan ventrikel kiri dan edema paru serta mempengaruhi
keseimbangancairan paru. Kebocoran protein plasma ke rongga alveoli
menghambat fungsi surfaktan. Halini akan meningkatkan kebutuhan
oksigen serta ventilasi mekanik.
48
Infeksi11
Infeksi dapat manifes sebagai kegagalan untuk membaik,
perburukan mendadak, perubahan jumlah leukosit, trombositopenia.
Terdapat peningkatan insidensi septicemia sekunder terhadap staphylococcal
epidermidis dan atau Candida. Bila curiga akan adanya septikemia, lakukan
kultur darah dari 2 tempat berbeda dan berikan antibiotik
3.3.10. Prognosis
Sangat bergantung pada berat badan lahir dan usia gestasi (berbanding
terbalik dengan kemungkinan timbulnya penyulit). Prognosis baik bila
gangguan napas akut dan tidak berhubungan dengan keadaan hipoksemi
yang lama.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Metabolisme, sirkulasi dan ekskresi bilirubin juga lebih lambat dibanding dewasa.
Oleh karena itulah kejadian hiperbilirubin pada bayi baru lahir tinggi ditambah
lagi siklus enterohepatik yang meningkat. Terdapat juga kemungkinan
hiperbilirubinemia disebabkan infeksi karena adanya dari riwayat ketuban pecah
sebelum waktu selama 2 hari. Tidak adanya BAK berwarna teh tua dan BAB yang
tidak mengalami perubahan warna menyingkirkan kemungkinan penyebab
obstruktif seperti kolestasis, atresia bilier, atau kista koledokus.
Berat badan yang berkurang lebih dari 10% saat lahir tidak ada sehingga
kemungkinan breast feeding jaundice dapat disingkirkan mengingat pasien
mendapatkan ASI sejak lahir.
Keadaan umum tampak baik dengan aktivitas yang sedang, refleks hisap
sedang dan tangisan yang sedang menandakan paru-paru belum mengembang
sempurna, tidak ada distres pernapasan, dan aspirasi. Bayi mengalami ikterus
hingga setinggi pusat dapat diinterpretasi sebagai Kramer III, dengan estimasi
bilirubin 9–18 mg/dL pada bayi prematur. Pemeriksaan neurologi menunjukkan
tidak adanya defisit. Penyebab lainnya seperti inkompatibilitas golongan darah
(ABO) dan rhesus dapat disingkirkan sebab hasil pemeriksaan laboratorium
terbukti tidak ada. Untuk kemungkinan penyebab hemolisis pada pasien juga
dapat disingkirkan dengan adanya hasil negatif pada uji Coombs Direk pada
pasien ini. Untuk mencari etiologi masih diperlukan pemeriksaan penunjang
tambahan seperti enzim G6PD, retikulosit, serta TSH dan screening TORCH
untuk menyingkirkan penyebabnya. Kompetensi dokter umum adalah mampu
mengenali ikterik fisiologis dan patologis kemudian merujuk pasien.
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 28 Maret 2018, pukul 11.41 WIB
adalah bilirubin total 15.58 mg/dL, serta bilirubin direk 0.74 mg/dL dan bilirubin
indirek 14.84 mg/dL. Bilirubin direk yang tidak lebih dari 1 mg/dL
menyingkirkan kemungkinan penyebab kolestasis. Dilakukan pemeriksaan CRP
kuantitatif untuk menyingkirkan penyebab infeksi, didapatkan hasil CRP
kuantitatif <5 mg/L menandakan tidak adanya infeksi pada pasien. Temuan
laboratorium ini sejalan dengan ikterus neonatorum fisiologis, karena ikterus
fisiologis terjadi pada 2 minggu pertama kehidupan ekstrauterin, dan lebih sering
terjadi pada BBLR dan kurang bulan. Pada BBLR kurang bulan, cenderung lebih
51
DAFTAR PUSTAKA
10. Kosim MS. 2012. Gangguan Napas Pada Bayi Baru Lahir. Dalam : Kosain
MS, Yunanto Ari, Dewi Rizalya,penyunting. Buku Ajar Neonatologi IDAI
2012 Edisi Pertama. Jakarta : IDAI,.h.126-145
11. Nataprawira HM. Garna Herry Ed. 2005. Penyakit Membran Hialin
(PMH) (Hyalin Membran Disease). Dalam : Pedoman Diagnosis dan
Terapi. Bandung : IKA Universitas Padjajaran Dr. Hasan Sadikin.h.91-93
12. Pusponegoro HD, Hadinegoro SR, Firmanda D, 2004. Penyakit Membran
Hialin. penyunting. Dalam Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak
Edisi I. Badan Penerbit IDAI.
13. Etika, R. et al. 2006. Hiperbilirubinemia pada Neonatus
(hyperbilirubinemia in neonate). http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-
js9khg-pkb.pdf.
1
Laporan Kasus
Oleh:
Dosen Pembimbing:
2018
2
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Judul
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode 26
Maret –4 Juni 2018.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat, rahmat, dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus ini.
Berat bayi lahir rendah merupakan masalah neonatologi yang sering
ditemui di klinik sehari-hari, dengan prevalensi mencapai 9%. Di samping itu,
bayi dengan berat lahir rendah juga cenderung berisiko mengalami
hiperbilirubinemia, biasanya akibat ikterus fisiologik. Penulis mencoba
memaparkan sebuah kasus BBLR dengan hiperbilirubinemia yang ditemukan di
RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Penulis sangat berharap tulisan ini dapat menambah wawasan pembaca.
Penulis menginginkan agar pembaca dapat memberikan kritik membangun serta
saran agar penulis dapat membuat tulisan yang lebih baik lagi.
Penulis
4
DAFTAR ISI
Halaman Judul.............................................................................................. i
Lembar Pengesahan...................................................................................... ii
Daftar Isi......................................................................................................... iv
BAB I. Pendahuluan........................................................................................ 1
Daftar Pustaka............................................................................................... 53