Anda di halaman 1dari 9

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)...............................

Ayu Sofiani

PENGARUH PENAMBAHAN NITROGEN DAN SULFUR PADA ENSILASE


JERAMI UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) TERHADAP KECERNAAN BAHAN
KERING DAN BAHAN ORGANIK (IN VITRO)

THE EFFECT OF NITROGEN AND SULPHUR ADDITION ON ENSILAGE OF


SWEET POTATOES (Ipomoea batatas L.) ROUGHAGE TO DRY MATTER AND
ORGANIC MATTER DIGESTIBILITY (IN VITRO)

Ayu Sofiani*, Tidi Dhalika**, Atun Budiman**


Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Jalan Raya Bandung - Sumedang Km 21 Jatinangor Sumedang 40600
*Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015
**Staf Pengajar Fakultas Peternakan Unpad
e-mail: ayu.sofiani@yahoo.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecernaan bahan kering dan bahan organik
(in vitro) produk ensilase jerami ubi jalar (Ipomoea batatas L.) dengan penambahan sumber
nitrogen dan sulfur sebagai pakan ternak ruminansia. Penelitian dilakukan dengan metode
eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), perlakuan yang diuji adalah
taraf penambahan nitrogen dan sulfur yang terdiri dari 4 (empat) perlakuan dengan 5 (lima)
kali ulangan. Adapun susunan percobaan yang dilakukan adalah P0 = Ensilase jerami ubi
jalar dengan aditif 3% molases, 0% nitrogen dan 0% sulfur; P1 = Ensilase jerami ubi jalar
dengan aditif 3% molases, 1% nitrogen dan 0,075% sulfur; P2 = Ensilase jerami ubi jalar
dengan aditif 3% molases, 2% nitrogen dan 0,15% sulfur; P3 = Ensilase jerami ubi jalar
dengan aditif 3% molases, 3% nitrogen dan 0,225% sulfur. Peubah yang diamati adalah
kecernaan bahan kering dan bahan organik yang dilakukan secara in vitro. Data dianalisis
menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan analisis lanjut jarak berganda Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan sumber nitrogen dan sulfur dalam proses
ensilase jerami ubi jalar memberikan pengaruh nyata terhadap kecernaan bahan kering dan
bahan organik (P≤0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa penambahan 3% nitrogen
dan 0,225% sulfur dalam proses ensilase jerami ubi jalar menghasilkan kecernaan bahan
kering (63,19%) dan bahan organik (53,02%) paling tinggi.

Kata kunci : jerami ubi jalar, ensilase, nitrogen, sulfur, kecernaan

ABSTRACT
This research aims to find out dry matter and organic matter digestibility (in vitro) of
sweet potatoes roughage ensilaged with the addition of nitrogen and sulphur as ruminants
feeds. The research is conducted by using experimental method with experimental design of
Complete Randomized Design. In order to give absolute results, the research arranges 4
treatments with 5 replication of the addition of nitrogen and sulphur. Below are the
experimental treatments which have been done. P0 = ensilage of sweet potatoes roughage
with 3% of molasses, 0% of nitrogen and 0% of sulphur; P1 = ensilage of sweet potatoes
roughage with 3% of molasses, 1% of nitrogen and 0,075% of sulphur; P2 = ensilage of
sweet potatoes roughage with 3% of molasses, 2% of nitrogen and 0,15% of sulphur; P3 =
ensilage of sweet potatoes roughage with 3% of molasses, 3% of nitrogen and 0,225% of
sulphur. The variable which is observed is the digestibility of dry matter and organic matter
in in vitro way. The data which has been collected will be analyzed using analysis of variance
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)............................... Ayu Sofiani

and is continued with Duncan’s Multiple Range Test. The results show that the addition of
nitrogen and sulphur sources in ensilage process of sweet potatoes roughage gives significant
effect on dry matter and organic matter digestibility (P≤0,05%). In addition, the conclusion of
this research is that the addition of 3% of nitrogen and 0,225% of sulphur in the ensilage
process of sweet potatoes roughage produces the highest concentration of digestibility of dry
matter (63,19%) and organic matter (53,02%).

Keywords: sweet potatoes roughage, ensilage, nitrogen, sulphur, digestibility

PENDAHULUAN

Jerami ubi jalar merupakan salah satu limbah pertanian tanaman pangan yang dapat

dimanfaatkan sebagai hijauan pakan untuk ternak ruminansia. Berdasarkan hasil analisis

proksimat di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak (2014),

kandungan air dari jerami ubi jalar sebesar 86,12% dan komposisi zat makanan berdasarkan

bahan kering mengandung protein kasar 17,16%, abu 10,36%, serat kasar 20,08%, lemak

0,96%, dan energi 4058 kkal/kg.

Jerami ubi jalar memiliki potensi untuk dijadikan hijauan pakan ternak, namun kendala

yang dihadapi dalam pemanfaatan jerami ubi jalar ini adalah masa panen yang serentak dan

kondisi yang mudah rusak. Jerami ubi jalar memiliki kadar air yang tinggi sehingga akan

mudah rusak jika disimpan lebih dari satu minggu. Ketersediaan jerami ubi jalar tinggi ketika

musim panen, karena sistem panen yang serentak sehingga banyak jerami ubi jalar yang

diberikan secara terus menerus dan melebihi kebutuhan ternak itu sendiri, oleh karena itu

diperlukan upaya pengawetan melalui teknik ensilase agar ketersediaan hijauan pakan yang

berkualitas baik dapat terpenuhi sepanjang tahun.

Silase merupakan makanan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi dengan
kandungan air yang tinggi. Ensilase adalah proses pembuatannya, sedangkan tempat

pembuatan dinamakan silo. Silase adalah pakan produk fermentasi hijauan, hasil samping

pertanian dan agroindustri dengan kadar air tinggi yang diawetkan dengan menggunakan

asam baik yang sengaja ditambahkan maupun secara alami dihasilkan bahan selama

penyimpanan dalam kondisi anaerob (McDonald, dkk., 1991).

Proses ensilase membutuhkan aditif berupa bahan yang mengandung karbohidrat mudah

larut. Karbohidrat mudah larut sangat diperlukan oleh mikroba pada fase awal fermentasi.
Molases banyak mengandung karbohidrat mudah larut dan merupakan aditif yang umum
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)............................... Ayu Sofiani

ditambahkan sebanyak 3-5% dari bahan yang difermentasi (Mcllroy, 1976). Molases

berfungsi sebagai substrat atau makanan bagi pertumbuhan bakteri anaerob sebagai penghasil
energi untuk melaksanakan aktivitasnya, sehingga pH silase semakin cepat turun (Susetyo,

dkk., 1969).

Aditif lain yang digunakan adalah bahan yang merupakan sumber nitrogen dan sulfur.

Nitrogen dan sulfur sangat diperlukan mikroba untuk proses pertumbuhannya, sehingga dapat

memaksimalkan kerja mikroba tersebut selama proses fermentasi. Aditif sumber nitrogen

yang biasa digunakan adalah nitrogen anorganik yaitu berupa urea. Urea, yaitu senyawa yang

mengandung unsur nitrogen yang cukup tinggi sekitar 46% sehingga dapat menyokong

perkembangbiakan bakteri dan dapat digunakan pada sintesa protein mikrobial. Penambahan

urea dan ammonia dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik dan

komponen dinding sel dari bahan pakan yang difermentasi secara anaerob (Bolsen, dkk

1993). Aditif sumber sulfur yang dapat digunakan yaitu natrium sulfat. Mineral sulfur

merupakan mineral esensial bagi mikroba pencerna serat. Kebutuhan mineral sulfur yaitu

berkisar antara 0,14 - 0,26 % (rata-rata 0,2%) dari bahan kering (NRC, 1976). Menurut

Maynard dan Loosli (1984), sulfur dibutuhkan oleh mikroba untuk sintesis metionin.

Penambahan nitrogen dan sulfur pada ensilase jerami ubi jalar diharapkan dapat

meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Selama proses fermentasi, mikroba

berkembang dengan baik karena mendapatkan pasokan energi dari molases, nitrogen dari

urea, dan sulfur dari natrium sulfat. Perkembangan yang baik dari mikroba tersebut akan

berdampak pada perombakan struktur jaringan yang bersifat komplek menjadi lebih

sederhana. Hal ini sejalan dengan pendapat Puls dan Pountanen (1989) bahwa mikroba

mampu mencerna jaringan kimia dinding sel, pemutusan ikatan ligninselulosa, dan penurunan

kadar lignin sehingga pakan serat akan meningkat palatabilitas dan kecernaan zat

makanannya.

Kandungan nitrogen dan sulfur sebagai komponen protein berdasarkan yang dipaparkan

oleh Anggrodi yaitu nitrogen berkisar antara 15,5-18,0%, sedangkan sulfur berkisar antara

0,5-2,0%. Berdasarkan rata-rata dari kandungan tersebut, maka imbangan antara nitrogen dan
sulfur dapat menjadi dasar perhitungan terhadap proporsi penggunaan nitrogen dan sulfur
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)............................... Ayu Sofiani

untuk pembuatan ensilase. Perbandingan yang diambil berdasarkan imbangan tersebut adalah

N:S = 15:1, dan menjadi dasar dalam penentuan dosis penambahan nitrogen dan sulfur dalam
pembuatan silase.

Nilai kecernaan bahan organik sejalan dengan nilai kecernaan bahan kering, hal ini

disebabkan karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering. Tingginya kecernaan

bahan organik juga diakibatkan karena adanya kandungan protein kasar tinggi, yang

mengakibatkan peningkatan perkembangan mikroorganisme yang mencerna bahan pakan

tersebut (Andayani, 2010).

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Jerami ubi jalar yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 100 kg yang

diperoleh dari Desa Sukamaju, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

Bahan yang dipergunakan sebagai sumber nitrogen, yaitu urea dengan kandungan nitrogen

sebesar 46%. Urea tersebut produksi PT. Pupuk Kujang, Cikampek. Bahan yang

dipergunakan sebagai sumber sulfur, yaitu natrium sulfat (Na 2SO4), yang diperoleh dari PT.

Brata Chem, Bandung. Molases diperoleh dari Kurnia Feed, Desa Sayang, Kecamatan

Jatinangor, Kabupaten Sumedang.

Percobaan dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang diuji adalah taraf
penambahan nitrogen (N) dan sulfur (S) pada proses ensilase jerami ubi jalar. Adapun

susunan perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu :

P0 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 0% nitrogen dan 0% sulfur

P1 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 1% nitrogen dan 0,075% sulfur

P2 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 2% nitrogen dan 0,15% sulfur

P3 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 3% nitrogen dan 0,225% sulfur

Data hasil percobaan diuji dengan analisis ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan

terhadap respon percobaan. Selanjutnya untuk menguji perbedaan diantara perlakuan

digunakan analisis jarak berganda Duncan.

Prosedur kerja yang telah dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)............................... Ayu Sofiani

1. Pembuatan silase jerami ubi jalar (jerami ubi jalar + molases + nitrogen + sulfur).

2. Pengambilan sampel (setiap perlakuan diambil sebanyak 1 gram untuk di analisis in vitro).
3. Analisis in vitro (penyediaan cairan rumen, penyediaan larutan saliva buatan dan proses in

vitro).

4. Perhitungan hasil penelitian sebagai berikut :

Peubah yang diamati untuk mengetahui respon terhadap perlakuan yang diberikan

adalah :

a. Kecernaan Bahan Kering (KcBK)

Nilai kecernaan bahan kering dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut :

Kecernaan BK (%) = x 100%

Keterangan
BK awal : Berat bahan kering sampel sebelum inkubasi (g)
BK akhir : Berat bahan kering sampel sesudah inkubasi (g)
Blanko : Berat cairan rumen + saliva buatan (g)

b. Kecernaan Bahan Organik (KcBO)

Nilai kecernaan bahan organik dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut:
Kecernaan BO (%) = x 100%

Keterangan
BO awal : Berat bahan organik sampel sebelum inkubasi (g)
BO akhir : Berat bahan organik sampel sesudah inkubasi (g)
Blanko : Berat cairan rumen + saliva buatan (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecernaan Bahan Kering

Kecernaan bahan kering suatu bahan pakan adalah kecernaan bahan organik dan

anorganik dari bahan pakan tersebut. Kecernaan bahan kering yang tinggi menunjukkan

tingginya zat makanan yang dicerna. Semakin tinggi nilai kecernaan suatu bahan pakan,

berarti semakin tinggi kualitas pakan tersebut. Hasil penelitian mengenai pengaruh

penambahan sumber nitrogen dan sulfur dalam proses ensilase jerami ubi jalar terhadap

kecernaan bahan kering disajikan pada Tabel 1.


Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)............................... Ayu Sofiani

Tabel 1. Kecernaan Bahan Kering Silase


Perlakuan
Ulangan
P0 P1 P2 P3
...............................................%...................................................
1 53,87 56,39 58,72 63,20
2 54,10 56,05 58,61 63,21
3 53,91 56,26 59,35 63,52
4 53,92 55,76 58,87 63,10
5 53,83 56,07 58,33 62,91
Rata-rata 53,93 56,11 58,78 63,19
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai kecernaan bahan kering hasil penelitian

berkisar antara 53,93% sampai dengan 63,19%. Selanjutnya untuk mengetahui seberapa jauh

pengaruh penambahan sumber nitrogen dan sulfur pada ensilase jerami ubi jalar terhadap

kecernaan bahan kering, dilakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa

perlakuan memberikan pengaruh berbeda nyata (P ≤ 0,05) terhadap kecernaan bahan kering

ensilase jerami ubi jalar. P0 menghasilkan rataan kecernaan bahan kering terendah yaitu

53,93%, diikuti oleh P1 = 56,11%, P2 = 58,78%, dan rataan kecernaan bahan kering tertinggi

diperoleh pada perlakuan P3 = 63,19%. Hal ini memperlihatkan bahwa terjadi kenaikan

kecernaan bahan kering ketika perlakuan ditambahkan dengan sumber nitrogen dan sulfur.

Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan analisis jarak berganda Duncan dapat dilihat

bahwa antar perlakuan P0, P1, P2, dan P3 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata.

Penambahan sumber nitrogen dan sulfur yang semakin meningkat akan mengakibatkan

kenaikan terhadap kecernaan bahan kering, terlihat pada perlakuan P0 sampai dengan P3.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi taraf sumber nitrogen

dan sulfur yang ditambahkan akan semakin baik untuk meningkatkan kecernaan bahan kering.

Perlakuan yang menghasilkan nilai kecernaan bahan kering paling tinggi adalah P3 dengan

taraf penambahan nitrogen 3% dan sulfur 0,225% yaitu sebesar 63,19%.

Nilai kecernaan bahan kering yang dihasilkan dari penelitian ini masih dalam kisaran

normal yaitu 53,93 - 63,19%. Hal ini sesuai dengan pendapat Schneider dan Flatt (1975)

bahwa kisaran normal kecernaan bahan kering suatu bahan pakan yaitu 50,7 - 59,7%.

Sejalan pula dengan penelitian Nurhaita dkk. (2010) kecernaan bahan kering daun sawit

terfermentasi yang disuplementasi nitrogen, sulfur, fosfor, dan daun ubi kayu berkisar 51,51 -
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)............................... Ayu Sofiani

61,59%. Kecernaan bahan kering yang berkisar antar 55 - 65% merupakan kecernaan bahan

kering yang tinggi dan diperkirakan dapat meningkatkan pertumbuhan (Preston dan Leng,
1987).

Kecernaan Bahan Organik

Kecernaan bahan organik terdiri atas kecernaan karbohidrat, protein, lemak dan vitamin

serta erat kaitannya dengan bahan anorganik (abu). Kecernaan bahan organik dapat

dipengaruhi oleh kandungan abu. Jika kandungan abu tinggi maka akan mengakibatkan

kandungan bahan organik menjadi lebih rendah. Hasil penelitian pengaruh penambahan

sumber nitrogen dan sulfur dalam proses ensilase jerami ubi jalar terhadap kecernaan bahan

organik disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kecernaan Bahan Organik Silase


Perlakuan
Ulangan
Po P1 P2 P3
................................................%...................................................
1 38,59 41,39 43,84 53,33
2 38,69 40,65 43,56 52,74
3 39,38 40,91 44,99 52,55
4 38,63 41,40 44,38 53,15
5 38,68 40,76 44,18 53,32
Rata-rata 38,79 41,02 44,19 53,02

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai kecernaan bahan organik hasil penelitian

berkisar antara 38,79% sampai dengan 53,02%. Selanjutnya untuk mengetahui seberapa jauh

pengaruh penambahan sumber nitrogen dan sulfur pada ensilase jerami ubi jalar terhadap

kecernaan bahan organik, dilakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam menunjukkan

bahwa perlakuan memberikan pengaruh berbeda nyata (P ≤ 0,05) terhadap kecernaan bahan

organik ensilase jerami ubi jalar. P0 menghasilkan rataan kecernaan bahan organik terendah

yaitu 38,79%, diikuti oleh P1 = 41,02%, P2 = 44,19%, dan rataan kecernaan bahan organik

tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 = 53,02%. Hal ini memperlihatkan bahwa terjadi

kenaikan kecernaan bahan organik ketika perlakuan ditambahkan dengan sumber nitrogen dan

sulfur.
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)............................... Ayu Sofiani

Berdasarkan hasil analisis lanjut menggunakan analisis jarak berganda Duncan dapat

dilihat bahwa antar perlakuan P0, P1, P2, dan P3 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata.
Penambahan sumber nitrogen dan sulfur yang semakin meningkat akan mengakibatkan

kenaikan terhadap kecernaan bahan organik terlihat pada perlakuan P0 sampai dengan P3.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi taraf penambahan

sumber nitrogen dan sulfur yang ditambahkan akan semakin baik untuk meningkatkan

kecernaan bahan organik. Perlakuan yang menghasilkan nilai kecernaan bahan organik paling

tinggi adalah P3 dengan taraf penambahan nitrogen 3% dan sulfur 0,225% yaitu sebesar

53,02%.

Nilai kecernaan bahan organik yang dihasilkan dari penelitian ini masih dalam kisaran

normal yaitu 38,79 – 53,02%. Hal ini sejalan dengan pendapat Firsoni dkk. (2008) bahwa

kisaran normal nilai kecernaan bahan organik suatu bahan pakan adalah berkisar antara 48,26

- 53,75%. Demikian pula hasil penelitian Nurhaita dkk. (2008) bahwa nilai kecernaan bahan

organik daun sawit terfermentasi yang disuplementasi mineral sulfur dan fosfor berkisar

antara 49,15% - 52,68%.

KESIMPULAN

Penambahan sumber nitrogen dan sulfur sampai 3% dan 0,225% dalam proses ensilase

jerami ubi jalar memberikan pengaruh terhadap peningkatan nilai kecernaan bahan kering dan
bahan organik. Penambahan 3% nitrogen dan 0,225% sulfur dalam proses ensilase jerami ubi

jalar menghasilkan kecernaan bahan kering (63,19%) dan bahan organik (53,02%) paling

tinggi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Tidi Dhalika, M.S. dan Ir. Atun Budiman,

M.Si. yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan bimbingan

kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terimakasih yang sama penulis

sampaikan kepada tim pembahas yang telah memberikan arahan serta masukan kepada

penulis, yaitu Prof. Dr. Ir. H. Ana Rochana, M.S., Dr. Ir. Diding Latipudin M.Si., Dr Iin

Susilawati S.Pt. M.P. Tidak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr.
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)............................... Ayu Sofiani

Ir. Husmy Yumiati M.S. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Dr. H. Denny

Rusmana, S.Pt., M.Si. Wakil Dekan I Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dan Prof.
Dr. Ir. Ujang Hidayat Tanuwiria M.Si. kepala Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan

Kimia Makanan Ternak, dan Dr. Ir. Didin Supriat T. M. Si. dosen wali yang telah

memberikan dukungannya kepada penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, J. 2010. Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Kering, Bahan Organik, Protein
Kasar Penggunaan Kulit Buah Jagung Amoniasi dalam Ransum Ternak Sapi. Laporan
Penelitian. Universitas Jambi. Jambi.
Firsoni, J., Sulistyo, A. S. Tjakradiraja, dan Suharyono. 2008. Uji Fermentasi in Vitro
terhadap Pengaruh Suplemen Pakan dalam Pakan Komplit. Pusat Aplikasi Teknologi
Isotop dan Radiasi BATAN. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Hal : 233-
240.
Maynard, L. A. and J. K. Loosli. 1973. Animal Nutrition. 6th ed. McGraw-Hill, Inc., New
York. Maynard, L. A. and J. K. Loosli. 1973. Animal Nutrition. 6th ed. McGraw-Hill,
Inc., New York.
McDonald, P., A. N. Henderson, and S. J. Heron. 1991. The Biochemistry of Silage. 2nd ed.
Chalcombe Publication, Madison.
Mcllroy, J. R. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Diterjemahkan oleh Tim
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nurhaita, N. L. Jamarun, Warly, Z. Mardiati, dan R. Saladin. 2008. Efek Suplementasi
Mineral Sulfur dan Phospor pada Daun Sawit Amoniasi terhadap Kecernaan Zat
Makanan Secara In vitro dan Karakteristik Cairan Rumen. J. Pengembangan
Peternakan Tropis 33: 51-58.
Preston, T. R. and J. A. Leng. 1987. Drought Feeding Strategies Theory and Practice. Feel
Valley Printery, New South Wales. Hal 15.
Puls, J. and K. Pountanen. 1989. Mechanism of Enzymic Hidrolisys of Hemecelluloses (Xylan)
and Producers for Determinantion of the Enzyme Activities Involved BFH. Institute of
Wood Chemistry Leuschnestr, Hamburg.

Sapienza, D. A. dan K. K. Bolsen. 1993. Teknologi Silase. Diterjemahkan oleh R. Budiastiti.


Pioneer–Hi–Bred International Inc.

Susetyo, S., I. Kismono, dan B. Soewardi. 1969. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat
Peternakan Rakyat Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta.

Schneider, B. H. and W. P. Flatt. 1975. Evaluation of Feed through Digestibility. The


University of Georgia, Athens, G. A.

Anda mungkin juga menyukai