Ayu Sofiani
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecernaan bahan kering dan bahan organik
(in vitro) produk ensilase jerami ubi jalar (Ipomoea batatas L.) dengan penambahan sumber
nitrogen dan sulfur sebagai pakan ternak ruminansia. Penelitian dilakukan dengan metode
eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), perlakuan yang diuji adalah
taraf penambahan nitrogen dan sulfur yang terdiri dari 4 (empat) perlakuan dengan 5 (lima)
kali ulangan. Adapun susunan percobaan yang dilakukan adalah P0 = Ensilase jerami ubi
jalar dengan aditif 3% molases, 0% nitrogen dan 0% sulfur; P1 = Ensilase jerami ubi jalar
dengan aditif 3% molases, 1% nitrogen dan 0,075% sulfur; P2 = Ensilase jerami ubi jalar
dengan aditif 3% molases, 2% nitrogen dan 0,15% sulfur; P3 = Ensilase jerami ubi jalar
dengan aditif 3% molases, 3% nitrogen dan 0,225% sulfur. Peubah yang diamati adalah
kecernaan bahan kering dan bahan organik yang dilakukan secara in vitro. Data dianalisis
menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan analisis lanjut jarak berganda Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan sumber nitrogen dan sulfur dalam proses
ensilase jerami ubi jalar memberikan pengaruh nyata terhadap kecernaan bahan kering dan
bahan organik (P≤0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa penambahan 3% nitrogen
dan 0,225% sulfur dalam proses ensilase jerami ubi jalar menghasilkan kecernaan bahan
kering (63,19%) dan bahan organik (53,02%) paling tinggi.
ABSTRACT
This research aims to find out dry matter and organic matter digestibility (in vitro) of
sweet potatoes roughage ensilaged with the addition of nitrogen and sulphur as ruminants
feeds. The research is conducted by using experimental method with experimental design of
Complete Randomized Design. In order to give absolute results, the research arranges 4
treatments with 5 replication of the addition of nitrogen and sulphur. Below are the
experimental treatments which have been done. P0 = ensilage of sweet potatoes roughage
with 3% of molasses, 0% of nitrogen and 0% of sulphur; P1 = ensilage of sweet potatoes
roughage with 3% of molasses, 1% of nitrogen and 0,075% of sulphur; P2 = ensilage of
sweet potatoes roughage with 3% of molasses, 2% of nitrogen and 0,15% of sulphur; P3 =
ensilage of sweet potatoes roughage with 3% of molasses, 3% of nitrogen and 0,225% of
sulphur. The variable which is observed is the digestibility of dry matter and organic matter
in in vitro way. The data which has been collected will be analyzed using analysis of variance
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)............................... Ayu Sofiani
and is continued with Duncan’s Multiple Range Test. The results show that the addition of
nitrogen and sulphur sources in ensilage process of sweet potatoes roughage gives significant
effect on dry matter and organic matter digestibility (P≤0,05%). In addition, the conclusion of
this research is that the addition of 3% of nitrogen and 0,225% of sulphur in the ensilage
process of sweet potatoes roughage produces the highest concentration of digestibility of dry
matter (63,19%) and organic matter (53,02%).
PENDAHULUAN
Jerami ubi jalar merupakan salah satu limbah pertanian tanaman pangan yang dapat
dimanfaatkan sebagai hijauan pakan untuk ternak ruminansia. Berdasarkan hasil analisis
proksimat di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak (2014),
kandungan air dari jerami ubi jalar sebesar 86,12% dan komposisi zat makanan berdasarkan
bahan kering mengandung protein kasar 17,16%, abu 10,36%, serat kasar 20,08%, lemak
Jerami ubi jalar memiliki potensi untuk dijadikan hijauan pakan ternak, namun kendala
yang dihadapi dalam pemanfaatan jerami ubi jalar ini adalah masa panen yang serentak dan
kondisi yang mudah rusak. Jerami ubi jalar memiliki kadar air yang tinggi sehingga akan
mudah rusak jika disimpan lebih dari satu minggu. Ketersediaan jerami ubi jalar tinggi ketika
musim panen, karena sistem panen yang serentak sehingga banyak jerami ubi jalar yang
diberikan secara terus menerus dan melebihi kebutuhan ternak itu sendiri, oleh karena itu
diperlukan upaya pengawetan melalui teknik ensilase agar ketersediaan hijauan pakan yang
Silase merupakan makanan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi dengan
kandungan air yang tinggi. Ensilase adalah proses pembuatannya, sedangkan tempat
pembuatan dinamakan silo. Silase adalah pakan produk fermentasi hijauan, hasil samping
pertanian dan agroindustri dengan kadar air tinggi yang diawetkan dengan menggunakan
asam baik yang sengaja ditambahkan maupun secara alami dihasilkan bahan selama
Proses ensilase membutuhkan aditif berupa bahan yang mengandung karbohidrat mudah
larut. Karbohidrat mudah larut sangat diperlukan oleh mikroba pada fase awal fermentasi.
Molases banyak mengandung karbohidrat mudah larut dan merupakan aditif yang umum
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)............................... Ayu Sofiani
ditambahkan sebanyak 3-5% dari bahan yang difermentasi (Mcllroy, 1976). Molases
berfungsi sebagai substrat atau makanan bagi pertumbuhan bakteri anaerob sebagai penghasil
energi untuk melaksanakan aktivitasnya, sehingga pH silase semakin cepat turun (Susetyo,
dkk., 1969).
Aditif lain yang digunakan adalah bahan yang merupakan sumber nitrogen dan sulfur.
Nitrogen dan sulfur sangat diperlukan mikroba untuk proses pertumbuhannya, sehingga dapat
memaksimalkan kerja mikroba tersebut selama proses fermentasi. Aditif sumber nitrogen
yang biasa digunakan adalah nitrogen anorganik yaitu berupa urea. Urea, yaitu senyawa yang
mengandung unsur nitrogen yang cukup tinggi sekitar 46% sehingga dapat menyokong
perkembangbiakan bakteri dan dapat digunakan pada sintesa protein mikrobial. Penambahan
urea dan ammonia dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik dan
komponen dinding sel dari bahan pakan yang difermentasi secara anaerob (Bolsen, dkk
1993). Aditif sumber sulfur yang dapat digunakan yaitu natrium sulfat. Mineral sulfur
merupakan mineral esensial bagi mikroba pencerna serat. Kebutuhan mineral sulfur yaitu
berkisar antara 0,14 - 0,26 % (rata-rata 0,2%) dari bahan kering (NRC, 1976). Menurut
Maynard dan Loosli (1984), sulfur dibutuhkan oleh mikroba untuk sintesis metionin.
Penambahan nitrogen dan sulfur pada ensilase jerami ubi jalar diharapkan dapat
berkembang dengan baik karena mendapatkan pasokan energi dari molases, nitrogen dari
urea, dan sulfur dari natrium sulfat. Perkembangan yang baik dari mikroba tersebut akan
berdampak pada perombakan struktur jaringan yang bersifat komplek menjadi lebih
sederhana. Hal ini sejalan dengan pendapat Puls dan Pountanen (1989) bahwa mikroba
mampu mencerna jaringan kimia dinding sel, pemutusan ikatan ligninselulosa, dan penurunan
kadar lignin sehingga pakan serat akan meningkat palatabilitas dan kecernaan zat
makanannya.
Kandungan nitrogen dan sulfur sebagai komponen protein berdasarkan yang dipaparkan
oleh Anggrodi yaitu nitrogen berkisar antara 15,5-18,0%, sedangkan sulfur berkisar antara
0,5-2,0%. Berdasarkan rata-rata dari kandungan tersebut, maka imbangan antara nitrogen dan
sulfur dapat menjadi dasar perhitungan terhadap proporsi penggunaan nitrogen dan sulfur
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)............................... Ayu Sofiani
untuk pembuatan ensilase. Perbandingan yang diambil berdasarkan imbangan tersebut adalah
N:S = 15:1, dan menjadi dasar dalam penentuan dosis penambahan nitrogen dan sulfur dalam
pembuatan silase.
Nilai kecernaan bahan organik sejalan dengan nilai kecernaan bahan kering, hal ini
disebabkan karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering. Tingginya kecernaan
bahan organik juga diakibatkan karena adanya kandungan protein kasar tinggi, yang
Jerami ubi jalar yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 100 kg yang
diperoleh dari Desa Sukamaju, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Bahan yang dipergunakan sebagai sumber nitrogen, yaitu urea dengan kandungan nitrogen
sebesar 46%. Urea tersebut produksi PT. Pupuk Kujang, Cikampek. Bahan yang
dipergunakan sebagai sumber sulfur, yaitu natrium sulfat (Na 2SO4), yang diperoleh dari PT.
Brata Chem, Bandung. Molases diperoleh dari Kurnia Feed, Desa Sayang, Kecamatan
Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang diuji adalah taraf
penambahan nitrogen (N) dan sulfur (S) pada proses ensilase jerami ubi jalar. Adapun
P0 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 0% nitrogen dan 0% sulfur
P1 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 1% nitrogen dan 0,075% sulfur
P2 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 2% nitrogen dan 0,15% sulfur
P3 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 3% nitrogen dan 0,225% sulfur
Data hasil percobaan diuji dengan analisis ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan
Prosedur kerja yang telah dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)............................... Ayu Sofiani
1. Pembuatan silase jerami ubi jalar (jerami ubi jalar + molases + nitrogen + sulfur).
2. Pengambilan sampel (setiap perlakuan diambil sebanyak 1 gram untuk di analisis in vitro).
3. Analisis in vitro (penyediaan cairan rumen, penyediaan larutan saliva buatan dan proses in
vitro).
Peubah yang diamati untuk mengetahui respon terhadap perlakuan yang diberikan
adalah :
Nilai kecernaan bahan kering dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan
BK awal : Berat bahan kering sampel sebelum inkubasi (g)
BK akhir : Berat bahan kering sampel sesudah inkubasi (g)
Blanko : Berat cairan rumen + saliva buatan (g)
Nilai kecernaan bahan organik dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut:
Kecernaan BO (%) = x 100%
Keterangan
BO awal : Berat bahan organik sampel sebelum inkubasi (g)
BO akhir : Berat bahan organik sampel sesudah inkubasi (g)
Blanko : Berat cairan rumen + saliva buatan (g)
Kecernaan bahan kering suatu bahan pakan adalah kecernaan bahan organik dan
anorganik dari bahan pakan tersebut. Kecernaan bahan kering yang tinggi menunjukkan
tingginya zat makanan yang dicerna. Semakin tinggi nilai kecernaan suatu bahan pakan,
berarti semakin tinggi kualitas pakan tersebut. Hasil penelitian mengenai pengaruh
penambahan sumber nitrogen dan sulfur dalam proses ensilase jerami ubi jalar terhadap
berkisar antara 53,93% sampai dengan 63,19%. Selanjutnya untuk mengetahui seberapa jauh
pengaruh penambahan sumber nitrogen dan sulfur pada ensilase jerami ubi jalar terhadap
kecernaan bahan kering, dilakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
perlakuan memberikan pengaruh berbeda nyata (P ≤ 0,05) terhadap kecernaan bahan kering
ensilase jerami ubi jalar. P0 menghasilkan rataan kecernaan bahan kering terendah yaitu
53,93%, diikuti oleh P1 = 56,11%, P2 = 58,78%, dan rataan kecernaan bahan kering tertinggi
diperoleh pada perlakuan P3 = 63,19%. Hal ini memperlihatkan bahwa terjadi kenaikan
kecernaan bahan kering ketika perlakuan ditambahkan dengan sumber nitrogen dan sulfur.
Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan analisis jarak berganda Duncan dapat dilihat
bahwa antar perlakuan P0, P1, P2, dan P3 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata.
Penambahan sumber nitrogen dan sulfur yang semakin meningkat akan mengakibatkan
kenaikan terhadap kecernaan bahan kering, terlihat pada perlakuan P0 sampai dengan P3.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi taraf sumber nitrogen
dan sulfur yang ditambahkan akan semakin baik untuk meningkatkan kecernaan bahan kering.
Perlakuan yang menghasilkan nilai kecernaan bahan kering paling tinggi adalah P3 dengan
Nilai kecernaan bahan kering yang dihasilkan dari penelitian ini masih dalam kisaran
normal yaitu 53,93 - 63,19%. Hal ini sesuai dengan pendapat Schneider dan Flatt (1975)
bahwa kisaran normal kecernaan bahan kering suatu bahan pakan yaitu 50,7 - 59,7%.
Sejalan pula dengan penelitian Nurhaita dkk. (2010) kecernaan bahan kering daun sawit
terfermentasi yang disuplementasi nitrogen, sulfur, fosfor, dan daun ubi kayu berkisar 51,51 -
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)............................... Ayu Sofiani
61,59%. Kecernaan bahan kering yang berkisar antar 55 - 65% merupakan kecernaan bahan
kering yang tinggi dan diperkirakan dapat meningkatkan pertumbuhan (Preston dan Leng,
1987).
Kecernaan bahan organik terdiri atas kecernaan karbohidrat, protein, lemak dan vitamin
serta erat kaitannya dengan bahan anorganik (abu). Kecernaan bahan organik dapat
dipengaruhi oleh kandungan abu. Jika kandungan abu tinggi maka akan mengakibatkan
kandungan bahan organik menjadi lebih rendah. Hasil penelitian pengaruh penambahan
sumber nitrogen dan sulfur dalam proses ensilase jerami ubi jalar terhadap kecernaan bahan
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai kecernaan bahan organik hasil penelitian
berkisar antara 38,79% sampai dengan 53,02%. Selanjutnya untuk mengetahui seberapa jauh
pengaruh penambahan sumber nitrogen dan sulfur pada ensilase jerami ubi jalar terhadap
kecernaan bahan organik, dilakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa perlakuan memberikan pengaruh berbeda nyata (P ≤ 0,05) terhadap kecernaan bahan
organik ensilase jerami ubi jalar. P0 menghasilkan rataan kecernaan bahan organik terendah
yaitu 38,79%, diikuti oleh P1 = 41,02%, P2 = 44,19%, dan rataan kecernaan bahan organik
tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 = 53,02%. Hal ini memperlihatkan bahwa terjadi
kenaikan kecernaan bahan organik ketika perlakuan ditambahkan dengan sumber nitrogen dan
sulfur.
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)............................... Ayu Sofiani
Berdasarkan hasil analisis lanjut menggunakan analisis jarak berganda Duncan dapat
dilihat bahwa antar perlakuan P0, P1, P2, dan P3 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata.
Penambahan sumber nitrogen dan sulfur yang semakin meningkat akan mengakibatkan
kenaikan terhadap kecernaan bahan organik terlihat pada perlakuan P0 sampai dengan P3.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi taraf penambahan
sumber nitrogen dan sulfur yang ditambahkan akan semakin baik untuk meningkatkan
kecernaan bahan organik. Perlakuan yang menghasilkan nilai kecernaan bahan organik paling
tinggi adalah P3 dengan taraf penambahan nitrogen 3% dan sulfur 0,225% yaitu sebesar
53,02%.
Nilai kecernaan bahan organik yang dihasilkan dari penelitian ini masih dalam kisaran
normal yaitu 38,79 – 53,02%. Hal ini sejalan dengan pendapat Firsoni dkk. (2008) bahwa
kisaran normal nilai kecernaan bahan organik suatu bahan pakan adalah berkisar antara 48,26
- 53,75%. Demikian pula hasil penelitian Nurhaita dkk. (2008) bahwa nilai kecernaan bahan
organik daun sawit terfermentasi yang disuplementasi mineral sulfur dan fosfor berkisar
KESIMPULAN
Penambahan sumber nitrogen dan sulfur sampai 3% dan 0,225% dalam proses ensilase
jerami ubi jalar memberikan pengaruh terhadap peningkatan nilai kecernaan bahan kering dan
bahan organik. Penambahan 3% nitrogen dan 0,225% sulfur dalam proses ensilase jerami ubi
jalar menghasilkan kecernaan bahan kering (63,19%) dan bahan organik (53,02%) paling
tinggi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Tidi Dhalika, M.S. dan Ir. Atun Budiman,
M.Si. yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan bimbingan
kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terimakasih yang sama penulis
sampaikan kepada tim pembahas yang telah memberikan arahan serta masukan kepada
penulis, yaitu Prof. Dr. Ir. H. Ana Rochana, M.S., Dr. Ir. Diding Latipudin M.Si., Dr Iin
Susilawati S.Pt. M.P. Tidak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr.
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Silase (In Vitro)............................... Ayu Sofiani
Ir. Husmy Yumiati M.S. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Dr. H. Denny
Rusmana, S.Pt., M.Si. Wakil Dekan I Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dan Prof.
Dr. Ir. Ujang Hidayat Tanuwiria M.Si. kepala Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan
Kimia Makanan Ternak, dan Dr. Ir. Didin Supriat T. M. Si. dosen wali yang telah
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, J. 2010. Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Kering, Bahan Organik, Protein
Kasar Penggunaan Kulit Buah Jagung Amoniasi dalam Ransum Ternak Sapi. Laporan
Penelitian. Universitas Jambi. Jambi.
Firsoni, J., Sulistyo, A. S. Tjakradiraja, dan Suharyono. 2008. Uji Fermentasi in Vitro
terhadap Pengaruh Suplemen Pakan dalam Pakan Komplit. Pusat Aplikasi Teknologi
Isotop dan Radiasi BATAN. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Hal : 233-
240.
Maynard, L. A. and J. K. Loosli. 1973. Animal Nutrition. 6th ed. McGraw-Hill, Inc., New
York. Maynard, L. A. and J. K. Loosli. 1973. Animal Nutrition. 6th ed. McGraw-Hill,
Inc., New York.
McDonald, P., A. N. Henderson, and S. J. Heron. 1991. The Biochemistry of Silage. 2nd ed.
Chalcombe Publication, Madison.
Mcllroy, J. R. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Diterjemahkan oleh Tim
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nurhaita, N. L. Jamarun, Warly, Z. Mardiati, dan R. Saladin. 2008. Efek Suplementasi
Mineral Sulfur dan Phospor pada Daun Sawit Amoniasi terhadap Kecernaan Zat
Makanan Secara In vitro dan Karakteristik Cairan Rumen. J. Pengembangan
Peternakan Tropis 33: 51-58.
Preston, T. R. and J. A. Leng. 1987. Drought Feeding Strategies Theory and Practice. Feel
Valley Printery, New South Wales. Hal 15.
Puls, J. and K. Pountanen. 1989. Mechanism of Enzymic Hidrolisys of Hemecelluloses (Xylan)
and Producers for Determinantion of the Enzyme Activities Involved BFH. Institute of
Wood Chemistry Leuschnestr, Hamburg.
Susetyo, S., I. Kismono, dan B. Soewardi. 1969. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat
Peternakan Rakyat Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta.