Anda di halaman 1dari 28

PRESENTASI KASUS

RETINOBLASTOMA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik Bagian


Ophtalmology Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :
MOHAMMAD ADITYA RACHMAN 20110310132

Diajukan kepada :
dr. M. Faisal Lutfi Sp.M

BAGIAN OPHTALMOLOGY
RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
RETINOBLASTOMA

Telah dipresentasikan pada tanggal :

Maret 2017

Oleh :
MOHAMMAD ADITYA RACHMAN 20110310132

Disetujui oleh :

Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik

Bagian Ophtalmology

RSUD KRT Setjonegoro, Wonosobo

dr. M. Faisal Lutfi Sp.M

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus
(presus) dengan tema “Retinoblastoma”. Presus ini disusun untuk memenuhi
sebagian persyaratan Kepaniteraan Klinik bagian Ophtalmology di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Dalam penulisan presus ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu,
khususnya kepada:
1. dr. M. Faisal Lutfi Sp.M., selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik bagian
Ophtalmology sekaligus pembimbing presus di RSUD KRT Setjonegoro,
Wonosobo yang telah berkenan memberikan bantuan, pengarahan, dan
bimbingan dari awal sampai selesainya penulisan presus ini.
2. Anak I.M, selaku pasien di Poli Mata beserta kedua orang tuanya yang
sudah bersedia meluangkan waktunya untuk dilakukan alloanamnesis dan
pemeriksaan fisik secara menyeluruh.
3. Seluruh perawat, tenaga medis lainnya dan staf di Poli Mata, Bangsal
Bugenvile & Flamboyan, dan IBS yang telah berkenan membantu
berjalannya Kepaniteraan Klinik bagian Ophtalmology dari awal hingga
akhir.
4. Ayah dan Ibu yang telah mencurahkan kasih sayang yang tiada henti dan
telah memberikan dukungan financial dalam penyelesaian presus ini.
5. Keluarga dan teman-teman yang selalu mendukung dan membantu dalam
selesainya penulisan presus ini.
Semoga pengalaman dalam membuat presus ini dapat memberikan hikmah
bagi semua pihak. Mengingat penyusunan presus ini masih jauh dari kata
sempurna, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menjadi masukan
berharga sehingga menjadi acuan untuk penulisan presus selanjutnya.

Wonosobo, Maret 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... 2
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 3
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 4
BAB I
LAPORAN KASUS ................................................................................................ 5
A. IDENTITAS PASIEN .............................................................................. 5
B. ALLOANAMNESIS (S) .......................................................................... 5
C. PEMERIKSAAN FISIK (O) .................................................................... 6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG ............................................................. 9
E. DIAGNOSIS UTAMA (A) .................................................................... 10
F. PENATALAKSANAAN (P) ................................................................. 10
G. PROGNOSIS .......................................................................................... 11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 12
A. PENDAHULUAN .................................................................................. 12
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA ............................................... 13
1. ANATOMI ...................................................................................... 13
2. FISIOLOGI ..................................................................................... 15
C. RETINOBLASTOMA ........................................................................... 17
1. DEFINISI ........................................................................................ 17
2. ETIOLOGI ...................................................................................... 17
3. PATOFISIOLOGI ........................................................................... 18
4. TANDA DAN GEJALA ................................................................. 18
5. STADIUM DAN KLASIFIKASI ................................................... 21
6. METODE DIAGNOSIS ................................................................. 22
7. PENATALAKSANAAN ................................................................ 23
8. PROGNOSIS .................................................................................. 26
BAB III
KESIMPULAN ..................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28

4
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Isti Marifa
No. CM : 691480
TTL/Usia : 2 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jagungan, Sapuran
Tgl ke Poli : 27 Februari 2017

B. ALLOANAMNESIS (S)
Keluhan Utama : bagian dalam mata kiri terlihat bening
RPS : Tanggal 27 Februari 2017 ± pukul 10.00 datang ke Poli
Mata dirujuk dari Puskesmas Sapuran dengan keluhan mata kiri terlihat
bening. Ibu pasien mengaku khawatir karena bagian tengah mata kiri anaknya
(pasien) terlihat bening dan seperti tidak terdapat lensanya, hanya tampak
seperti ruang kosong yang bening. Ibu pasien mengaku sudah menyadari hal
tersebut sekitar 4 bulan yang lalu, saat itu hanya setitik kecil dari bagian
tengah mata kiri pasien saja sehingga ibu pasien tidak memeriksakan keadaan
tersebut ke dokter, namun 3 hari yang lalu ibu pasien mulai khawatir karena
keadaan tersebut sudah semakin meluas, akhirnya pasien dibawa ke Poli Mata
RSUD KRT Setjonegoro. Ibu pasien juga mengaku bahwa saat malam mata
kiri anaknya tampak menyala dalam gelap atau saat terkena sinar seperti mata
kucing. Ibu pasien menyampaikan bahwa pasien tidak pernah mengeluhkan
apapun dari matanya seperti nyeri, gatal, nyrocos, blobok, silau ataupun
pusing.
RPD : riwayat trauma mata (-), riwayat operasi mata (-), alergi (-
), riwayat keluhan serupa (+) ± 4bulan yang lalu.
RPK : penyakit mata (-).

5
KESIMPULAN ALLOANAMNESIS :
OD OS
Lokasi - Occuli Sinistra
Sebab - Massa pada occuli sin
Perjalanan - Kronis
Komplikasi - Belum ditemukan

C. PEMERIKSAAN FISIK (O)


1. KEADAAN UMUM & TANDA VITAL
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah :-
Nadi : 119 kpm
Respirasi : 18 kpm
Temperatur : Afebris
2. STATUS GENERALISATA
 KEPALA :
Inspeksi : mesocephal, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik
-/-
Palpasi : nyeri (-)
 LEHER :
Inspeksi : JVP ≠↑, PKGB (-)
Palpasi : nyeri (-), px tiroid dbn, PKGB (-)
 THORAX :
Inspeksi : simetris, tanda trauma/inflamasi (-)
Palpasi : simetris, nyeri (-)
Pulmo :
Inspeksi : pergerakan paru simetris, retraksi (-)
Pal pasi : vocal fremitus (+) simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara dasar (+) vesikuler, suara tambahan -/-

6
Cor :
Perkusi : batas jantung tidak membesar
Auskultasi : SI > SII, suara tambahan (-)
 ABDOMEN :
Inspeksi : flat
Auskultasi : peristaltik (+) dbn
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
 EKSTREMITAS :
Inspeksi : edema (-/-)
Palpasi : nyeri (-), akral dbn, CRT <2detik, pitting (-/-)

3. STATUS OFTALMOLOGI
a) Pemeriksaan Subjektif
OD OS
Visus sentralis jauh Sulit dinilai (tdk kooperatif) Sulit dinilai (tdk kooperatif)

Pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Visus perifer
Tes Konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi Sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Persepsi Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

b) Pemeriksaan Objektif
Sekitar Mata :
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Luka Tidak ada Tidak ada
Parut Tidak ada Tidak ada
Kelainan warna Tidak ada Tidak ada
Kelainan bentuk Tidak ada Tidak ada
Supercilium :

7
Warna Hitam Hitam
Tumbuhnya Normal Normal
Kulit Sawo matang Sawo matang
Geraknya Normal Normal
Palpebra
Lesi Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tidak ada Tidak ada
Tepi palpebra Normal Normal
Celah palpebra Normal Normal
Gerak Normal Normal
Aparatus Lakrimalis
Glandula Normal Normal
Punctum & Kanalikuli Normal Normal
Sakus Normal Normal
Duktus nasolakrimalis Normal Normal
Bola Mata
Ukuran Normal Normal
Posisi Sentral Sentral
Gerakan Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Konjungtiva
Bulbi Normal Normal
Palpebra Normal Normal
Forniks inferior Normal Normal
Plika semilunaris &curuncula Normal Normal
Kornea
Ukuran 12 mm 12 mm
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Limbus Normal Normal
Tes Placido/keratometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Uji Flourescin Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8
Uji Schimer Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sklera
Warna Putih Putih
Iris/pupil
Diameter 3 mm 3 mm
Warna Coklat Coklat
Bentuk Bulat - reguler Bulat - reguler
Refleks cahaya direct (+) (-), leukoria (+)
Refleks cahaya indirect (+) (-)
Kondisi Isokor Isokor
Sinekia anterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sinekia posterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lensa
Ada/tidak Ada Ada
Letak Sentral Sentral
Warna Jernih Jernih
Shadow test (+) (+)
TIO
Palpasi Sulit dilakukan Sulit dilakukan
Refleks fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi Sulit dilakukan (tdk kooperatif) Sulit dilakukan (tdk kooperatif)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan USG Mata :

9
Kesan : terdapat heterogenitas dan kalsifikasi pada vitreus, suspek massa didalam
vitreus

KESIMPULAN HASIL PEMERIKSAAN :


PEMERIKSAAN FISIK :
Iris/pupil OD OS
Diameter 3 mm 3 mm
Warna Coklat Coklat
Bentuk Bulat - reguler Bulat - reguler
Refleks cahaya direct (+) (-), leukoria (+)
Refleks cahaya indirect (+) (-)
Kondisi Isokor Isokor
Sinekia anterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sinekia posterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
USG OD OS
- Terdapat heterogenitas
dan kalsifikasi pada
vitreus, suspek massa
didalam vitreus

E. DIAGNOSIS UTAMA (A)


OS Retinoblastoma Intraocculi,
ddx : OS Katarak, OS Membran pupilaris persisten, OS ablatio retina, OS
fibroplasi retrolentis.

F. PENATALAKSANAAN (P)
Rujuk
CT-Scan Orbita
Plan : OS Enukleasi Bulbi

10
G. PROGNOSIS
OD OS
Ad vitam Bonam Malam
Ad sanam Bonam Malam
Ad fungsionam Bonam Malam
Ad kosmetikum Bonam Malam

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Retinoblastoma adalah kanker okular primer (kanker mata) yang
paling umum pada masa kanak-kanak. Peter Pawius Amsterdam
memberikan gambaran pertama dari tumor retinoblastoma ini. Dia menulis
sebuah keganasan invasif daerah orbital, temporal, dan tengkorak, yang
sangat mirip dari gambar retinoblastoma sekarang jika tidak diobati.
Tumor itu digambarkan sebagai "substansi mirip jaringan otak yang
bercampur darah tebal dan seperti batu pecah”.
Pada tahun 1809, ahli bedah Skotlandia James Wardrop
menyatukan fakta terisolasi acak dari pengamatan penulis sebelumnya.
Meski tidak memiliki mikroskop, ia meneliti, menyeleksi dan
mengintepretasi secara cerdas dari beberapa mata yang ditemukannya dan
membuatnya berhasil menyimpulkan bahwa dari banyak kasus, tumor
muncul dari retina. Wardrop mendokumentasikan perluasan tumor ke
saraf optik dan otak. Kemudian, ia menggambarkan metastasis ke bagian
tubuh yang berbeda. Pada 1836, Langenbech, Robin, dan Nystin Paris
mengkonfirmasi dari penelitian mikroskopis bahwa tumor ini pasti muncul
dari retina. Pada tahun 1891, Johns Hopkins Flexner pertama kali melihat
bentuk menyerupai mawar dalam tumor (yang ditunjukkan pada gambar di
bawah). Pada tahun 1897, Wintersteiner sependapat dengan Flexner, lalu
mengusulkan nama neuroepithelioma. Saat ini, nama mereka melekat pada
bentuk yang menyerupai mawar tersebut.
Retinoblastoma merupakan suatu neoplasma yang berasal dari
neuroretina (sel batang dan kerucut) atau sel glia, yang bersifat ganas.
Kelainan ini bersifat kongenital yang timbul pada anak-anak dan bayi
sampai umur 5 tahun.
Umumnya penderita datang pada stadium lanjut dari tumor, karena
pada stadium awal biasanya tidak memberikan keluhan. Dan 95% kasus

12
dapat didiagnosa sebelum umur 5 tahun. Tumor dapat terjadi secara
bilateral (25%) dan unilateral (75%).
Pengobatan retinoblastoma tergantung terjadi pada satu mata
maupun luasnya tumor. Dengan deteksi dini dan kemajuan pengobatan,
penglihatan, dan hidup pasien dengan retinoblastoma telah maju dengan
signifikan pada 20 tahun terakhir.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA


1. ANATOMI
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas
penyebaran dari serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca
dan koroid. Bagian anterior berakhir pada ora serata.
Di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan
terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 – 2 mm
yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Di tengah makula
lutea terdapat bercak mengkilap yang merupakan reflek fovea. Kira-kira 3
mm ke arah nasal, kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih
kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang di tengahnya agak
melekuk dinamakan eksvakasi foali. Arteri retina sentral bersama
venanya masuk ke dalam bola mata di tengah papil saraf optik.

Retina meluas ke depan hampir mencapai badan siliaris. Struktur ini


tersusun dalam 10 lapisan dan mengandung sel batang (rods) dan sel
kerucut (cones), yang merupakan reseptor penglihatan, ditambah 4 jenis
neuron:

13
1) Sel bipolar
2) Sel ganglion
3) Sel horizontal
4) Sel amakrin

1. Retinal pigment epithelium (RPE)


2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar.(Rods/Cones)
3. Membran limitans eksterna - Lapisan yang membatasi bagian dalam
fotoreseptor dari inti selnya
4. Lapisan luar inti sel fotoreseptor

14
5. Lapisan luar plexiformis - Pada bagian makular, ini dikenal sebagi
"Lapisan serat Henle" (Fiber layer of Henle).
6. Lapisan dalam badan inti
7. Lapisan dalam plexiformis
8. Lapisan sel ganglion - Lapisan yang terdiri dari inti sel ganglion dan
merupakan asal dari serat syaraf optik.
9. Lapisan serat syaraf - Yang mengandung akson - okson sel ganglion yang
berjalan menuju ke nervus opticus.
10. Membran limitans interna - Tempat sel-sel Műller berpijak.

2. FISIOLOGI
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk dapat melihat,
mata harus berfungsi sebagai alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks,
dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di
lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu
impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf
optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Fotoreseptor kerucut dan
batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan
merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses
penglihatan.
Sel batang berfungsi dalam proses penglihatan redup dan gerakan
sementara sel kerucut berperan dalam fungsi penglihatan terang,
penglihatan warna, dan ketajaman penglihatan. Sel batang memiliki
sensitivitas cahaya yang lebih tinggi daripada sel kerucut dan berfungsi
pada penglihatan perifer. Sel Kerucut mampu membedakan warna dan
memiliki fungsi penglihatan sentral.
Fotokimiawi Penglihatan
Baik sel batang ataupun kerucut mengandung bahan kimia rodopsin
dan pigmen kerucut yang akan terurai bila terpapar cahaya. Bila rodopsin
sudah mengabsorbsi energi cahaya, rodopsin akan segera terurai akibat
fotoaktivasi elektron pada bagian retinal yang mengubah bentuk cis dari
retinal menjadi bentuk all-trans. Bentuk all-trans memiliki struktur

15
kimiawi yang sama dengan bentuk cis namun struktur fisiknya berbeda,
yaitu lebih merupakan molekul lurus daripada bentuk molekul yang
melengkung. Oleh karena orientasi tiga dimensi dari tempat reaksi retinal
all-trans tidak lagi cocok dengan tempat reaksi protein skotopsin, maka
terjadi pelepasan dengan skotoopsin. Produk yang segera terbentuk adalah
batorodopsin, yang merupakan kombinasi terpisah sebagian dari retianal
all-trans dan opsin. Batorodopsin sendiri merupakan senyawa yang sangat
tidak stabil dan dalam waktu singkat akan rusak menjadi lumirodopsin
yang lalu berubah lagi menjadi metarodopsin I. Metarodopsin I ini
selanjutnya akan menjadi produk pecahan akhir yaitu metarodopsin II
yang disebut juga rodopsin teraktivasi, yang menstimulasi perubahan
elektrik dalam sel batang yang selanjutnya diteruskan sebagai sinyal ke
otak.
Rodopsin selanjutnya akan dibentuk kembali dengan mengubah all-
trans retinal menjadi 11-cis retinal. Hal ini didapat dengan mula-mula
mengubah all-trans retinal menjadi menjadi all-trans retinol yang
merupakan salah satu bentuk vitamin A. Selanjutnya, di bawah pengaruh
enzim isomerase, all-trans retinol diubah menjadi 11-cis retinol lalu diubah
lagi menjadi 11-cis retinal yang lalu bergabung dengan skotopsin
membentuk rodopsin.
Adaptasi Terang dan Gelap
Bila seseorang berada di tempat yang sangat terang untuk waktu yang
lama, maka banyak sekali fotokimiawi yang yang terdapat di sel batang
dan kerucut menjadi berkurang karena diubah menjadi retinal dan opsin.
Selanjutnya, sebagian besar retinal dalam sel batang dan kerucut akan
diubah menjadi vitamin A. Oleh karena kedua efek ini, maka konsentrasi
bahan kimiawi fotosensitif yang menetap dalam sel batang dan kerucut
akan sangat banyak berkurang, akibatnya sensitivitas mata terhadap
cahaya juga turut berkurang. Keadaan ini disebut adaptasi terang.
Sebaliknya, bila orang tersebut terus berada di tempat gelap dalam
waktu yang lama, maka retinal dan opsin yang ada di sel batang dan
kerucut diubah kembali menjadi pigmen yang peka terhadap cahaya.

16
Selanjutnya, vitamin A diubah kembali menjadi retinal untuk terus
menyediakan pigmen peka cahaya tambahan, dimana batas akhirnya
ditentukan oleh jumlah opsin yang ada di dalam sel batang dan kerucut.
Keadaan ini disebut adaptasi gelap.

C. RETINOBLASTOMA
1. DEFINISI
Retinoblastoma adalah tumor retina yang terdiri atas sel neuroblastik
yang tidak berdiferensiasi dan merupakan tumor ganas retina pada anak.
40 % penderita retinoblastoma merupakan penyakit herediter.
Retinoblastoma merupakan tumor yang bersifat autosomal dominan dan
merupakan tumor embrional.
Sebagian besar penderita dengan retinoblastoma aktif ditemukan pada
usia 3 tahun, sedang bila terdapat binokuler biasanya terdapat pada usia
lebih muda atau 10 bulan. Retinoblastoma dapat ditemukan dalam bentuk
yang regresi terutama pada anak-anak.

2. ETIOLOGI
Suatu alel dalam pita kromosom 13q14 mengontrol tumor, baik
bentuk herediter maupun non-herediter. Gen retinoblastoma normal, yang
terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor atau anti onkogen.
Individu dengan bentuk penyakit yang herediter memiliki satu alel
terganggu disetiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina yg
sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada
bentuk yang non-herediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel
retina yang sedang tumbuh di nonaktifkan oleh mutasi spontan.
Sejumlah faktor termasuk virus, zat kimia, sinar ultraviolet, dan
radiasi akan meningkatkan laju mutasi. Mutasi kerapkali mengenai sel
somatic dan kemudian diteruskan kepada generasi sel berikutnya dalam
suatu generasi.

17
3. PATOFISIOLOGI
Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraokuler yang
ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia di bawah 5 tahun. Tumor
berasal dari jaringan retina embrional, dapat terjadi unilateral (70 %) dan
bilateral (30 %). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediter yang
diwariskan melalui kromosom.
Massa tumor dapat tumbuh ke dalam (endofilik) dan tumbuh
menembus keluar lapisan retina atau ke ruang sub retina (endofilik).
Kadang-kadang tumor berkembang difus. Pertumbuhan endofilik lebih
umum terjadi. Tumor endofilik timbul dari lapisan inti dalam lapisan
serabut saraf dan lapisan ganglion retina.
Tipe eksofilik timbul dari lapisan inti luar dan dapat terlihat seperti
ablasio retina yang solid.
Kedua jenis retinoblastoma, secara bertahap akan mengisi mata dan
meluas bersama nervus optikus ke otak dan lebih jarang disepanjang saraf
dan pembuluh-pembuluh emirasi di sklera ke jaringan orbita lainnya.
Secara mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma terdiri atas sel-sel
kecil, tersusun rapat, bundar atau poligonal dengan inti besar berwarna
gelap dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini kadang membentuk rosette
Flexner-Wintersteiner yang khas, menandakan adanya diferensiasi
fotoreseptik.

4. TANDA DAN GEJALA


Gejala klinis subjektif pada pasien retinoblastoma sukar karena anak
tidak memberikan keluhan. Tapi kita harus waspada terhadap
kemungkinan retinoblastoma. Ledih dari 75% anak-anak dengan
retinoblastoma yang pertama kali dicatat mempunyai “pupil putih” yang
mana dokter menyebutnya “Leukokoria” yang seolah bersinar bila kena
cahaya seperti mata kucing “Amaurotic cat’s eye”, atau strabismus, atau
kemerahan dan nyeri pada mata (biasanya disebabkan glaukoma). Jika
dalam perkembangan anak terjadi iritasi kemerahan yang menetap, hal ini
dapat menggambarkan inflamasi atau pseudo-inflamasi pada mata, 9%

18
pasien retinoblastoma dapat berkembang dengan symptom ini. Tanda lain
yang jarang diperlihatkan pada retinoblastoma termasuk anisokoria,
perbedaan warna pada iris (heterochromia), berair, penonjolan ke depan
pada mata (proptosis), katarak, dan pergerakan mata abnormal
(nistagmus).
Penyakit ini jarang sekali didaptkan dalam stadium dini. Hal ini
disebabkan massa tumor tidak terletak di daerah makula maka tidak akan
menimbulkan gejala gangguan penglihatan. Terlebih lagi bila massa tumor
hanya pada satu maa, sehingga mata yang normal dapat mengatasi fungsi
penglihatan. Disamping itu penyakit ini biasanya mengenai bayi dan anak
kecil yang belum mampu mengemukakan keluhan-keluhan apabila
terdapat gangguan fungsi mata, misalnya penglihatan menjadi kabur.
Orang tua tidak menyadari kelaianan yang terjadi pada anaknya. Stadium
dini biasanya didapatkan pada pemeriksaan funduskopi rutin secara
kebetulan atau apabila tumor terdapat di makula retina dan menyebabkan
mata juling karena binokuler vision penderita terganggu. Gejala juling
inilah membawa penderita atau orang tua penderita pergi ke dokter.
Sebagian besar penderita tumor ini datang pada keadaan stadium
lanjut. Salah satu gejala yang mendorong orang tua membawa penderita
berobat adalah refleks pupil yang berwarna putih atau kekuning-kuningan
(leukokoria), seperti mata kucing atau kelereng. Gambaran ini sebenarnya
sudah menunjukkan hampir seluruh retina terisi massa tumor.
Umunya terlihat pada usia 2 sampai dengan 3 tahun, sedangkan pada
kasus yang diturunkan melalui genetic gejala klinis dapat muncul lebih
awal.
Tanda dan gejala dari penderita retinoblastoma dapat berupa :
a) Leukokoria (pupil putih) merupakan keluhan dan gejala yang paling
sering ditemukan pada retinoblastoma intra ocular yang dapat
mengenai satu atau kedua mata. Gejala ini sering disebut seperti “mata
kucing”. Hal ini disebabkan refleksi cahaya dari tumor yang berwarna
putih disekitar retina. Warna putih mungkin terlihat pada saat anak

19
melirik atau dengan pencahayaan pada waktu pupil dalam keadaan
semi midriasis.

b) Tanda dini retinoblastoma adalah mata juling (strabismus), merupakan


gejala yang sering ditemukan setelah leukokoria. Strabismus ini
muncul bila lokasi tumor pada daerah macula sehingga mata tidak
dapat terfiksasi. Strabismus dapat juga terjadi apabila tumornya
berada diluar macula tetapi massa tumor sudah cukup besar.
c) Mata merah atau terdapatnya warna iris yang tidak normal. Mata
merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang terjadi
akibat retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat
diprediksi sudah terjadi invasi ke nervus optikus. Selain glaukoma,
penyebab mata merah ini dapat pula akibat gejala inflamasi okuler
atau periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal atau
endoftalmitis. Inflamasi ini disebabkan oleh adanya tumor yang
nekrosis.
d) Tumor dengan ukuran sedang akan memberikan gejala hipopion, di
dalam bilik mata depan, uveitis, endoftalmitis, ataupun suatu
panoftalmitis.
e) Bola mata menjadi besar (buftalmus), bila tumor sudah menyebar luas
di dalam bola mata.
f) Proptosis : Bola mata menonjol kea rah luar akibat pembesaran tumor
intra dan ekstra okular.
g) Pupil midriasis yang terjadi karena tumor telah mengganggu saraf
parasimpatik.
h) Bila terjadi nekrosis tumor, akan terjadi gejala pandangan berat.
i) Tajam penglihatan sangat menurun.

20
j) Nyeri.
k) Pada tumor yang besar, maka mengisi seluruh rongga badan kaca
sehingga badan kaca terlihat benjolan berwarna putih kekuning-
kuningan dengan pembuluh darah di atasnya.

5. STADIUM DAN KLASIFIKASI


1) STADIUM
Pada retinoblastoma didapatkan tiga stadium, yaitu :
(1) Stadium tenang
Pupil lebar, di pupil tampak refleks kuning yang disebut
“amaurotic cat’s eye”. Hal inilah yang menarik perhatian orang
tuanya untuk kemudian berobat. Pada funduskopi, tampak
bercak yang berwarna kuning mengkilat dapat menonjol ke
dalam badan kaca. Di permukaannya ada neovaskularisasi dan
perdarahan, dapat disertai dengan ablation retina.
(2) Stadium glaukoma
Tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokuler
meningkat (glaukoma sekunder) yang disertai rasa sakit yang
sangat. Media refrakta keruh, pada funduskopi sukar
menentukan besarnya tumor.
(3) Stadium ekstraokuler
Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar
menyebabkan eksoftalmus kemudian dapat pecah ke depan
sampai ke luar dari rongga orbita disertai nekrosis di atasnya.
Pertumbuhan dapat pula terjadi ke belakang sepanjang N. II
dan masuk ke ruang tengkorak. Penyebaran ke kelenjar getah
bening, dapat masuk ke pembuluh darah untuk kemudian
menyebar ke seluruh tubuh.

2) KLASIFIKASI
Berdasarkan tujuan dari pengobatan retinoblastoma
dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu intraokuler dan ekstraokuler.

21
Reese dan Ellsworth membagi retinoblastoma menjadi 5 golongan,
yaitu :
(1) Golongan I (prognosis sangat baik) :
a) Tumor soliter, berukuran < 4 diameter papil, terletak pada
atau di belakang equator.
b) Tumor multiple, berukuran tidak lebih besar dari 4 diameter
papil, terletak pada atau di belakang equator.
(2) Golongan II (prognosis baik) :
a) Tumor soliter, berukuran 4-10 diameter papil, terletak pada
atau dibelakang equator.
b) Tumor multiple, berukuran 4-10 diameter papil, terletak
dibelakang equator.
(3) Golongan III (prognosis meragukan) :
a) Beberapa lesi di depan equator.
b) Tumor soliter, berukuran > 10 diameter papil, terletak di
belakang equator.
(4) Golongan IV (prognosis tidak baik) :
a) Tumor multiple, berukuran > 10 diameter papil.
b) Beberapa lesi meluas sampai ke ora seratta.
(5) Golongan V (prognosis buruk) :
Tumor berkembang massive sampai separuh retina dengan
benih di badan kaca.

6. METODE DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dari retinoblastoma intraokuler
hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi, akan tetapi
karena tindakan biopsy merupakan kontraindikasi, maka untuk
menegakkan diagnosis digunakan beberapa sarana pemeriksaan sebagai
sarana penunjang :

22
(1) Pemeriksaan fundus okuli, ditemukan adanya massa yang
menonjol dari retina disertai pembuluh darah pada permukaan
maupun di dalam masaa tumor tersebut dan berbatas kabur.
(2) Pemeriksaan foto rontgen, pada hampIr 60-70% kasus penderita
retinoblastoma menunjukkan adanya klasifikasi. Bila tumor
mengadakan infiltrasi ke nervus optikus, maka foramen optikum
melebar
(3) Pemeriksaan USG, CTscan dan MRI untuk mendeteksi penyebaran
tumor sampai ke intracranial.
(4) Pemeriksaan onkologis opthalmik ultrasound dapat mendiagnosa
retinoblastoma intraokular lebih dari 95% kasus.
(5) Pemeriksaan Enzim Lactic Acid Dehydrogenase (LDH), yaitu
dengan membandingkan kadar LDH humor akuos dengan serum
darah. Bila rasio lebih besar dari 1,5 dicurigai kemungkinan
adanya retinoblastoma intraokuler (pada keadaan normal rasio
kurang dari 1).

7. PENATALAKSANAAN
Penanganan retinoblastoma sangat tergantung pada besarnya tumor,
bilateral, perluasan kejaringan ekstraokuler dan adanya tanda-tanda
metastasis jauh.
1) Fotokoagulasi laser
Fotokoagulasi laser sangat bermanfaat untuk retinoblastoma
stadium sangat dini. Dengan melakukan fotokoagulasi laser
diharapkan pembuluh darah yang menuju ke tumor tertutup, sehingga
sel tumor akan menjadi mati. Keberhasilan cara ini dapat dinilai
dengan adanya regresi tumor dan terbentuknya jaringan sikatrik
korioretina. Cara ini baik untuk tumor yang diameternya 4,5 mm dan
ketebalah 2,5 mm tanpa adanya vitreous seeding. Yang paling sering
dipakai adalah Argon atau Diode laser yang dilakukan sebanya 2
sampai 3 kali dengan interval masing-masingnya 1 bulan.

23
2) Krioterapi
Dapat dipergunakan untuk tumor yang diameternya 3,5 mm
dengan ketebalan 3 mm tanpa adanya vitreous seeding, dapat juga
digabungkan dengan fotokoagulasi laser. Keberhasilan cara ini akan
terlihat adanya tanda-tanda sikatrik korioretina. Cara ini akan berhasil
jika dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval masing-masing 1
bulan.
3) Thermoterapi
Dengan mempergunakan laser infra red untuk menghancurkan sel-
sel tumor terutama untuk tumor-tumor ukuran kecil.
4) Radioterapi
Dapat digunakan pada tumor-tumor yang timbul kerah korpus
vitreus dan tumor-tumor yang sudah berinervasi kea rah nervus
optikus yang terlihat setelah dilakukan enukleasi bulbi. Dosis yang
dianjurkan adalah dosis fraksi perhari 190-200 cGy dengan total dosis
4000-5000 cGy yang diberikan selama 4 sampai 6 minggu.
5) Kemoterapi
Indikasinya adalah pada tumor yang sudah dilakukan enukleasi
bulbi yang pada pemeriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada
koroid dan atau mengenai nervus optikus. Kemoterapi juga diberikan
pada pasien yang sudah dilakukan eksentrasi dan dengan metastase
regional atau metastase jauh. Kemoterapi juga diberikan pada tumor
ukuran kecil dan sedang untuk menganjurkan penggunaan
Carboplastin, Vincristine sulfat, dan Etopozide phosphate. Beberapa
peneliti juga menambahkan Cyclosporine atau dikombinasi dengan
regimen kemoterapi carboplastin, vincristine, etopozide phosphate.
Tehnik lain yang dapat digabungkan dengan metode kemoterapi ini
adalah :
o Kemoterapi, dimana setelah dilakukan kemoreduksi dilanjutkan
dengan termoterapi. Cara ini paling baik untuk tumor-tumor yang
berada pada fovea dan nervus optikus dimana jika dilakukan

24
radiasi atau fotokoagulasi laser dapat berakibat terjadinya
penurunan visus.
o Kemoradioterapi, adalah kombinasi antara kemoterapu dan
radioterapi yang dapat dipergunakan untuk tumor-tumor lokal dan
sistemik.
6) Enukleasi bulbi
Dilakukan apabila tumor sudah memenuhi segmen posterior bola
mata. Apabila tumor telah berinervasi ke jaringan sekitar bola mata
maka dilakukan eksenterasi.
Berdasarkan ukuran tumor, penatalaksanaan dapat dibagi :
1) Tumor kecil
Ukuran tumor kecil dari 2 diameter papil nervus optikus tanpa
infiltrasi ke korpus vitreous atau sub retinal. Dapat dilakukan
fotokoagulasi laser, termoterapi, korioterapi, dan kemoterapi.
2) Tumor medium
a. Brakiterapi untuk tumor ukuran kecil dari 8 diameter papil nervus
optikus, terutama yang tidak ada infiltrasi ke korpus vitreous, juga
dipergunakan untuk tumor-tumor yang sudah mengalami regresi.
b. Kemoterapi
c. Radioterapi, sebaiknya hal ini dihindarkan, karena kompikasinya
dapat menyebabkan katarak, radiasi retinopati.
3) Tumor besar
a. Kemoterapi : untuk mengecilkan tumor dan ditambah pengobatan
local seperti krioterapi dan fotokoagulasi laser yang bertujuan
untuk menghindarkan enukleasi atau radioterapi. Tindakan ini
juga memberikan keuntungan apabila terdapat tumor yang kecil
pada mata sebelahnya.
b. Enukleasi bulbi dilakukan apabila tumor diffuse pada segmen
posterior bola mata dan yang mempunyai risiko tinggi untuk
terjadi rekurensi.
4) Tumor yang sudah meluas kejaringan ekstraokuler maka dilakukan
eksenterasi dan diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.

25
5) Tumor yang sudah bermetastasis jauh, hanya diberikan kemoterapi
saja.

8. PROGNOSIS
Dimana pasien dengan penyakit unilateral prognosis visus untuk mata
normal umumnya baik, diantara pasien mata denan penyakit bilateral,
prognosis visus tergantung lokasi dan luasnya keterlibatan. Salah satu studi
dilaporkan bahwa diantara pasien dengan penyakit bilateral diobati dengan
konservatif 50% mencapai visus 20/40. Peningkatan taraf hidup lebih
besar diantara pasien yang didiagnosa sebelum umur 2 tahun atau sebelum
umur 7 tahun.
Harapan hidup sangat tergantung dari dininya diagnosis ditegakkan
dan metode pengobatan yang dilakukan.
1) Bila masih terbatas di retina, kemungkinan hidup 95%
2) Bila terjadi metastase ke orbita, kemungkinan hidup 5%
3) Bila metastase ke seluruh tubuh, kemungkinan hidup 0%

26
BAB III
KESIMPULAN

Pada pasien ini didiagnosis OS Retinoblastoma Intraocculi, berdasarkan :


1. Alloanamnesis
Menurut penuturan orangtua pasien, bagian tengah mata kiri pasien
tampak bening seperti tidak terdapat bagian dalamnya (lensa), bersinar
terutama dalam gelap dan saat terkena sinar seperti mata kucing, yang
sudah terjadi sejak 4 bulan yang lalu. Menurut ibu pasien tidak pernah
mengeluhkan kondisi matanya yang kemungkinan dapat ditemukan
beberapa keluhan seperti : nyeri, penglihatan buram atau rasa tidak
nyaman pada mata kirinya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dari inspeksi mata didapatkan warna pupil
mata kiri yang lebih terang dibanding pupil mata kanan. Dari tes cahaya
direct dan indirect pada mata kiri didapatkan negatif (-), dan pada refleks
cahaya direct ditemukan adanya leukoria (+).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan USG mata ditemukan adanya heterogenitas dan
kalsifikasi jaringan pada vitreus humor yang kemungkinan menandakan
adanya massa di vitreus humor.
Penatalaksanaan awal pada pasien ini berupa rencanakan untuk rujuk ke
rumah sakit yang lebih besar.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI.


2. Ilyas, S., Mailangkay, HHB., Taim, H., Saman, R., Simarwata, M., Widodo,
PS. (eds). 2010. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto.
3. Kiss S., Leiderman YI, Mukai S. 2008. Diagnosis, Classification and
treatment of Retinoblastoma. International Ophtalmoloy Clinics. 48 (2):
135-147.
4. Rahman, A. 2008. Deteksi dini dan Penatalaksanaan Retinoblastoma.
Majalah Kedokteran Andalas Medical Journal of The Andalas University.
57-63.
5. Al-Mesfer, S. 2006. International Classification and Management of
Retinoblastoma. Saudi Journal of Ophthalmology 20 (3): 161-162.
6. Deegan, WF. 2008. Retinoblastoma: A Review of Current Treatment
Strategies.Journal of Ophthalmic Prosthetics: 1-5

28

Anda mungkin juga menyukai