Anda di halaman 1dari 7

KETENTUAN PERPAJAKAN UNTUK YAYASAN (1)

Saat ini di Indonesia bermunculan berbagai macam yayasan, baik yang tujuannya utamanya benar-benar
untuk kepentingan sosial (nirlaba) seperti yayasan keagamaan maupun tujuannya untuk memperoleh
profit (walaupun tidak dinyatakan secara jelas) seperti yayasan pendidikan.

Jika ditinjau dari sisi perpajakan maka yayasan memiliki kekhasan tersendiri. Pada kesempatan ini akan
dibahas Yayasan ditinjau dari aspek pajak, yang diatur dalam UU PPh, KMK 604/94, KEP – 87/PJ./1995,
SE-34/95 dan SE – 39/PJ.4/1995.

PAJAK PENGHASILAN

Yayasan termasuk di dalam definisi badan sehingga merupakan Subjek Pajak Penghasilan, hal ini diatur
dalam Pasal 2 ayat 1 (b) UU PPh. Dimana badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga,
bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.

Penghasilan yayasan atau organisasi yang sejenis yang bukan merupakan Objek Pajak.Penerimaan
yayasan atau organisasi yang sejenis dapat dibedakan antara penerimaan yang bukan Objek Pajak dan
penerimaan yang merupakan Objek Pajak

Penerimaan atau penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak

1. Bantuan atau sumbangan;

2. Harta hibahan yang diterima oleh yayasan atau organisasi yang sejenis sebagai badan keagamaan
atau badan pendidikan atau badan sosial sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994;

Sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak
yang memberi dengan pihak yang menerima. Apabila bantuan, sumbangan atau hibah tersebut berupa
harta yang dapat disusutkan atau diamortisasi, harta tersebut harus dibukukan oleh pihak yang
menerima sesuai dengan nilai sisa buku pihak yang memberikan.

3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
4. Bantuan atau sumbangan dari Pemerintah.

Penghasilan yayasan atau organisasi yang sejenis yang merupakan Objek Pajak Penghasilan

1. Penghasilan yang merupakan Objek Pajak adalah semua penghasilan yang diterima atau diperoleh
yayasan atau organisasi yang sejenis sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang PPh
antara lain adalah

a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan, atau jasa;

b. Bunga deposito, bunga obligasi, diskonto SBI dan bunga lainnya;

c. Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

d. Keuntungan dari pengalihan harta, termasuk keuntungan pengalihan harta yang semula berasal dari
bantuan, sumbangan atau hibah;

e. Pembagian keuntungan dari kerja sama usaha.

2. Bagi yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak di bidang pendidikan, termasuk
penghasilan pada butir 1. huruf a adalah :

a. Uang pendaftaran dan uang pangkal;

b. Uang seleksi penerimaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan;

c. Uang pembangunan gedung/pengadaan prasarana atau pembayaran lainnya dengan nama apapun
yang berkaitan dengan keberadaan siswa mahasiswa/peserta pendidikan

d. Uang SPP, uang SKS, uang ujian, uang kursus, uang seminar/lokakarya, dan sebagainya;

e. Penghasilan dari kontrak kerja dalam bidang penelitian dan sebagainya;

f. Penghasilan lainnya yang dikaitkan dengan jasa penyelenggaraan pengajaran/pendidikan/pelatihan


dengan nama dan dalam bentuk apapun.

3. Bagi yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan, termasuk
penghasilan pada butir 3.1. huruf a adalah :

a. Uang pendaftaran untuk pelayanan kesehatan;

b. Sewa kamar/ruangan di rumah sakit, poliklinik, pusat pelayanan kesehatan;


c. Penghasilan dari perawatan kesehatan seperti uang pemeriksaan dokter, operasi, rontgent,
scaning, pemeriksaan laboratorium, dan sebagainya;

d. Uang pemeriksaan kesehatan termasuk "general check up".

e. Penghasilan dari penyewaan alat-alat kesehatan, mobil ambulance dan sebagainya.

f. Penghasilan dari penjualan obat;

g. Penghasilan lainnya sehubungan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dengan nama dan
dalam bentuk apapun.

Pengurangan penghasilan bruto

Untuk memperoleh penghasilan neto, yayasan atau organisasi yang sejenis diperkenankan
mengurangkan :

1. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan usaha, pekerjaan, kegiatan atau pemberian jasa
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau biaya yang berhubungan langsung
dengan operasional penyelenggaraan yayasan atau organisasi yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) dan dengan memperhatikan Pasal 9 ayat (1) Undang-undang PPh;

2. Penyusutan atau amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A Undang-undang
PPh

3. Subsidi/bea siswa yang diberikan kepada siswa yang kurang mampu ataupun biaya pendidikan
siswa yang kurang mampu yang dipikul oleh yayasan atau organisasi yang sejenis yang tidak bergerak di
bidang pendidikan, biaya pelayanan kesehatan pasien yang kurang mampu yang dipikul oleh yayasan
atau organisasi yang sejenis yang tidak bergerak di bidang pelayanan kesehatan.

Contoh Pengurang Penghasilan Bruto

Biaya-biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto , antara lain berupa :

1. Bagi Yayasan Pendidikan :

a. Gaji/tunjangan/honorarium pimpinan/dosen/pengajar/karyawan;

b. Biaya umum/administrasi/alat tulis menulis kantor;

c. Biaya publikasi/iklan;

d. Biaya kendaraan;
e. Biaya kemahasiswaan;

f. Biaya ujian semester;

g. Biaya sewa gedung & utilities (listrik, telepon, air);

h. Biaya laboratorium;

i. Biaya penyelenggaraan asrama;

j. Bunga bank dan biaya-biaya bank lainnya

k. Biaya pemeliharaan kampus;

l. Biaya penyusutan;

m. Kerugian karena penjualan/pengalihan harta;

n. Biaya penelitian dan pengembangan;

o. Biaya bea siswa dan pelatihan dosen/pengajar/karyawan;

p. Biaya pembelian buku perpustakaan dan alat-alat olah raga & peraga;

q. Subsidi/bea siswa bagi siswa yang kurang mampu;

r. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi yang terkena.

2. Bagi Yayasan Rumah Sakit :

a. Gaji/tunjangan/honorarium perawat/tenaga medis/karyawan;

b. Biaya umum;

c. Obat-obatan;

d. Konsumsi karyawan;

e. Biaya bunga;

f. Pemeliharaan kendaraan, inventaris, gedung;

g. Perlengkapan rumah sakit;

h. Transportasi;

i. Biaya penyusutan;
j. Kerugian karena penjualan/pengalihan harta;

k. Biaya penelitian dan pengembangan;

l. Biaya bea siswa dan pelatihan karyawan;

m. Subsidi/biaya pelayanan kesehatan pasien yang kurang mampu

Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, pasal 1 ayat (3), bahwa yayasan adalah termasuk dalam pengertian sebagai Subjek Pajak
Badan yaitu merupakan sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang
melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha, yang meliputi di antaranya adalah yayasan (bersifat
non profit) yang bergerak di bidang usaha apapun.

Karena itu, jelaslah bahwa karena Yayasan merupakan subjek pajak sesuai ketentuan perpajakan yang
berlaku maka wajib memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Adanya NPWP tersebut akan membawa
konsekwensi ke pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku, baik PPh, PPN & PPnBM, maupun PBB.

Jika Yayasan yang Anda bentuk adalah bergerak di bidang kesehatan seperti klinik/rumah sakit dan
sejenisnya, bahwa yang menjadi objek pajak dari PPh antara lain: uang pendaftaran untuk pelayanan
kesehatan, sewa kamar/ruangan di rumah sakit, poliklinik, (pusat pelayanan kesehatan), penghasilan dari
perawatan kesehatan seperti : uang pemeriksaan dokter, operasi, rontgen, scanning, pemeriksaan,
laboratorium, uang pemeriksaan kesehatan (general check up) penghasilan dari penyewaan alat-alat
kesehatan, mobil ambulan, penghasilan dari penjualan obat, penghasilan lainnya sehubungan dengan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Adapun yang bisa menjadi pengurang (deductible) dari penghasilan bruto adalah:
gaji/tunjangan/honorarium dokter, perawat, tenaga medis, karyawan administrasi, biaya umum &
administrasi, obat-obatan konsumsi pasien rawat inap, biaya bunga, pemeliharaan kendaraan, inventaris,
gedung, perlengkapan rumah sakit, transportasi, biaya penyusutan harta, karena penjualan/pengalihan
harta, biaya penelitian & pengembangan di dalam negeri, biaya beasiswa dan pelatihan karyawan,
subsidi biaya pelayanan kesehatan pasien yang kurang mampu.

Sedangkan kewajiban perpajakan untuk yayasan Anda adalah melakukan penyetoran SPT Masa PPh
Pasal 21 yang paling lambat harus disetorkan 10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir dan
dilaporkan paling lambat 20 hari sejak Masa Pajak berakhir (Pasal 2, 10, 11 PMK-242/PMK.03/2014),
untuk kewajiban penyetoran dan pelaporan SPT Tahunan dapat dilakukan paling lambat 4 (empat bulan)
setelah Tahun Pajak berakhir, dalam hal Tahun Pajak mengikuti Tahun Kalender, penyetoran dan
pelaporan dilakukan paling lambat bulan April setelah Tahun Pajak berakhir.

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai
Tetap, baik berupa Penghasilan yang Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur; penghasilan Pegawai Tidak
Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau
upah yang dibayarkan secara bulanan; imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium,
komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan
sehubungan jasa yang dilakukan; serta imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku,
uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun; serta penghasilan berupa jasa produksi, tantiem,
gratifikasi, bonus, atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan
pegawai.

Apabila Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan,
dapat dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat
Pemberitahuan Masa (PPh Pasal 21) dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak. (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan).

Anda mungkin juga menyukai