Anda di halaman 1dari 3

MARHABAN YA RAMADHAN

Oleh :Drs H.Syariful Mahya


Bandar. MAP

TIDAK terasa , hari berganti minggu , minggu berganti bulan, kini pada tahun
l43l H kita kembali menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan Marhaban Ya
Ramadhan.
Membalik lembaran sejarah, suatu ketika seorang sahabat bernama Abu Usamah
RA bertanya kepada Rasulullah SAW,wahai Rasulullah tunjukkanlah kepadaku suatu
amalan yang dapat memasukkan aku ke dalam surga. Rasulullah SAW menjawab :
“Alaika bishshiami. la mitsla lahu”. Berpuasalah engkau, tak ada ibadah seumpamanya.
(HR Annasai,Ibnu Hibban dan Al Hakim dengan sanad yang shahih}. Itu puasa dihari-
hari biasa, apalagi berpuasa di bulan Ramadhan. Merugilah orang yang tak mau
memanfaatkan bulan Ramadhan yang penuh dengan rahmat dan maghfirah Allah SWT
ini.
Jika diperhatikan bunyi ayat Al-Quran Surah Al-Baqarah 183 terdapat
keistimewaan perintah berpuasa ini. Penyerunya tersembunyi. ” Ya ayyuhalladzina amanu
kutiba ‘alaikumushshiyamu kama kutiba ‘alal ladzina min qablikum la’allakum tattaqun
“.
Seruan puasa itu ditujukan kepada orang-orang yang beriman, percaya, yakin
terhadap keberadaan Allah yang ghaib. Sadar bahwa ia dijadikan Allah adalah untuk
mengabdi kepadaNya. Tapi dalam ayat ini tidak nyata disebut Allah disana. “ Kutiba
‘alaikum “, diwajibkan atas kamu. Redaksi ini tidak menunjukkan siapa pelaku yang
mewajibkan. Agaknya kata Prof Dr Quraish Shihab dalam Al—Mishbah hal ini untuk
mengisyaratkan bahwa puasa itu sedemikian penting dan bermanfaat bagi setiap orang
dan kelompok sehingga seandainya bukan Allah yang mewajibkannya, niscaya manusia
itu sendiri yang akan mewajibkannya atas dirinya
Muslim meriwayatkan sebuah hadis berasal dari Abu Hurairah, suatu ketika
tatkala naik ke mimbar untuk berkhutbah,Nabi mengatakan : Amin, amin… Abu
Hurairah heran, lalu bertanya kenapa Nabi bercakap sendirian mengatakan Amin.
Rupanya Nabi SAW sedang didatangi Malaikat Jibril yang mengatakan : Barangsiapa
yang mendapati bulan Ramadhan, sedangkan dia tidak mendapat ampunan Allah SWT,
maka kemungkinan dia akan masuk ke neraka, semakin jauh dari ( rahmat ) Allah SWT.

Selalu Terdorong Berbuat


Kebajikan
Dalam terminologi Islam, melaksanakan puasa ditinjau dari aspek akidah
menunjukkan keimanan yang kuat, dari segi ibadah melaksanakan puasa merupakan
bentuk ketaatan kepada Allah, mencari ridhaNya. Dipandang dari sudut akhlak puasa
menghaluskan budi pekerti , menanamkan disiplin waktu, kejujuran, kesabaran, dsb. Dari
aspek muamalah menumbuhkan dan meningkatkan kepedulian sosial dengan berinfak,
bersedekah, mengeluarkan zakat yang lebih besar pahalanya di bulan Ramadhan.
Begitu beragamnya manfaat puasa itu, tidak habis untuk dibahas, sebagai siraman
rohani bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah puasa.
Suatu kenyataan di tengah-tengah masyarakat, bila bulan Ramahan tiba, selalu
oramg terdorong berbuat berbagai kebajikan.. Siangnya berpuasa serta menjaga diri dari
memperturutkan hawa nafsu, menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Lalu
pada malam harinya beribadah, qiyamullail, mengerjakan sholat Tarawih ,tadarus Al-
Quran, dsb.
Ulama Qatar jebolan Al Azhar, DR Yusuf Qardhawi dalam Fiqhushshiyam. Fikih
Puasa menggambarkan puasa sebagai madrasah mutamayyizah , suatu lembaga
pendidikan favorit yang dibuka oleh Islam setiap tahun untuk menerima pendaftaran
peserta baru dengan kurikulum Ilahi. Oleh karena itu siapa saja yang mendaftarkan
dirinya ke madrasah mutamayyizah ini yaitu berpuasa dengan baik sebagaimana
digariskan Allah, maka ia akan sukses menempuh ujian dan memperoleh
keberuntungan. Adakah keuntungan yang lebih besar daripada menerima maghfirah dan
diselamatkan dari api neraka. Jawabnya tentu tidak ada, sebab rahmat yang diberikan
Allah dalam menerima amal ikhlas kita, dengan balasan surga, justru merupakan
dambaan setiap muslim dan mukmin di mana saja ia berada. Nabi SAW
bersabda :”Man shoma Ramadhana imanan wahtisaban ghufira lahu ma taqaddama min
zambihi. Barangsiapa yang melaksanakan puasa karena iman dan ikhlas, niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu Dalam hadis lainnya disebutkan “ Wa man qoma
Ramadhana imanan wahtisaban ghufira lahu ma taqaddama min zanbihi”. Dan
barangsiapa yang mengerjalan puasa dan sholat Tarawih pada bulan Ramadhan karena
iman dan ikhlas, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. ( HR Bukhari-Muslim ).
Dalam hubungan melaksanakan sholat Tarawih hendaknya dihidupkan semangat
toleransi dalam melaksanakannya. Tak perlu dipertentangkan antara 11 rakaat disertai
witir sebagaimana dikerjakan Nabi SAW sesuai hadis Aisyah yang diriwayatkan Bukhari
Muslim, dengan 23 rakaat sejak zaman khalifah Umar bin Khattab. Bahkan 39 rakaat
dizaman khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Ulama kontemporer Saudi Arabia yang dikenal keras terhadap bid’ah, seperti
Muhammad bin Shaleh Ibnu Utsaimin dalam Al Jawahir Fi Khutabil Manabir
menandaskan khilafiah itu tak perlu diperuncing. Maksudnya sikapi sajalah dengan
toleransi. Katanya yang perlu diperhatikan jika jumlah rokaatnya banyak jangan
sholatnya dilaksanakan terburu-buru, sehingga tak tentu lagi thomakninahnya. Dan hilang
pula makna kesempurnaan shalat itu. Karena itu muliakanlah Allah ketika membacanya
serta aplikasikan maknanya dengan amal kebajikan.

Merupakan ibadah sirri.

Berbeda dengan ibadah lainnya seperti sholat, zakat dan haji yang pelaksaannnya
zahirnya dapat dilihat oleh manusia, puasa merupakan ibadah “ sirri “, sehingga terjauh
dari sifat “riya”. Hanya ia sendiri yang paling tahu benarnya ia berpuasa karena taat
kepada Allah SWT. Dalam sebuah hadis Qudsi disebutkan “ Tiap-tiap amal Bani Adam
(manusia) untuknya kecuali puasa. Sebab ia puasa untukKu dan Aku akan memberi
pahalanya. Dia tidak makan dan tidak berhubungan dengan isterinya karena menuruti
perintahKu. (Hadis diriwayatkan Bukhari-Muslim). Itulah keistimewaan ibadah puasa,
seruan bagi orang mukmin guna meraih ketaqwaan kepada Allah, karena berhasil
memerangi hawa nafsu. Meraih ketaqwaan inilah faktor penting yang membedakan puasa
seorang mukmin dari puasa umat-umat terdahulu dan penganut non muslim.
Ada yang berpuasa bukan karena Allah, tapi karena pengabdian buat berhalanya, karena
takut terhadap kemarahan patung-patung sembahannya, menghormati bulan , bintang,
atau berpuasa dengan cara yang berbeda dengan umat Islam. Tak ada kewajiban puasa
untuk orang yang sakit, uzur, ketika musafir, perintah puasa itu luwes penuh kemudahan,
sesuai dengan aturan Al-Quran dan tuntunan Nabi Muhammad SAW Ramadhan jangan
diartikan sebagai bulan penebus dosa, atau suatu ketaatan penuh yang hanya bersifat
musiman. Sebab ketaqwaan, ketataan kepada Allah yang diperoleh pada bulan suci ini
harus membias sepanjang kehidupan kaum muslimin guna memperoleh kebahagiaan di
dunia dan di akhirat.

Di sisi lain, mari kita manfaatkan bulan Ramadhan ini sebagai momentum
meningkatkan jalinan silaturahmi antara sesama muslim, misalnya dengan mengadakan
kegiatan berbuka puasa bersama, kunjungan dakwah ke pelosok-pelosok daerah sambil
mmberikan bantuan kepada kaum dhuafa ,dsb. Sekali lagi Marhaban Ya Ramadhan.
Semoga dengan melaksanakan ibadah puasa keimanan dan ketaqwaan kita meningkat.
Amin.***(Penulis adalah Kepala Kanwil Kemenag Provsu).

-----ooo=== -

Anda mungkin juga menyukai