ABSES SUBMANDIBULA
Disusun Oleh:
Pembimbing:
KRH. Dr. H. Djoko Shindusakti Widyodiningrat, Sp. THT-KL, MBA., MARS., M. Si.,
Audiologist
DR. Dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT-KL
Dr. Dimas Adi Nugroho, Sp. THT-KL
ABSES SUBMANDIBULA
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Program Profesi Dokter Stase Ilmu THT Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Diajukan Oleh :
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing:
KRH. Dr. H. Djoko Shindusakti Widyodiningrat, Sp. THT-KL, MBA., MARS., M. Si.,
Audiologist (............................)
Dipresentasikan dihadapan
KRH. Dr. H. Djoko Shindusakti Widyodiningrat, Sp. THT-KL, MBA., MARS., M. Si.,
Audiologist (............................)
Nama : Ny. D
Umur : 37 Tahun
Alamat : Nglarangan 6/1 Kebakramat, Karanganyar
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 29 Agustus 2018
Ruang : Cempaka 2
1. ANAMNESA
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri menelan
B. RiwayatPenyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan nyeri menelan sejak 1
minggu SMRS. Keluhan dirasakan terus menerus. Pasien juga mengeluh nyeri ketika
membuka mulut dan terlihat bengkak pada pipi sebelah kiri, bengkak ini dirasakan
sudah 3 hari sempat mengempes 2 hari lalu bengkak lagi sekarang. Sebelumnya pasien
sempat dipriksakan ke dokter umum dan dikatakan radang tenggorokan. Pasien
mengaku juga sempat demam sebelumnya. Pasien juga mengeluh sulit membuka mulut
karena nyeri tetapi pasien masih dapat makan dan minum seperti biasa. Keluhan mual (-),
muntah (-), pusing (-), nyeri telinga (-), batuk pilek (-), gigi berlubang (+).
2. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis
- Vital Sign
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 77 kali/ menit
Suhu : 37oC
Frekuensi Pernafasan: 20 kali/menit
1. Kepala/Leher : nafas cuping hidung (-), sianosis (-), peningkatan JVP (-)
2. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
3. Thoraks
a. Paru
Inspeksi: gerakan nafas simetris (+), retraksi interkosta (-/-), jejas (-)
Palpasi : fremitus normal (+/+), ketertinggalan gerak (-/-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru (+/+)
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat (+)
Palpasi : Iktus cordis teraba di SIC V linea midklavikularis sinistra (+)
Perkusi : Batas jantung tidak membesar,
Batas kanan jantung
o Atas : SIC II dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra
o Bawah: SIC IV dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung
o Atas : SIC II sinistra di sisi lateral linea parasternalis sinistra
o Bawah: SIC V sinistra 1 jari di sisi medial linea midklavikularis
sinistra
Auskultasi: Suara Jantung I-II reguler (+), murmur (-), gallop (-)
4. Abdomen
Inspeksi : Jejas (-), distensi (-), massa (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), bising usus normal
Perkusi : Timpani pada semua regio (+), pekak pada hepar(+)
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), defans muscular (-), hepar dan lien tak
teraba
5. Ekstremitas
Atas : edema (-/-), luka terbuka (-/-), akral dingin (-/-), CRT < 2 detik (+/+)
Bawah: edema (-/-), luka terbuka (-/-), akral dingin (-/-), CRT < 2 detik (+/+)
B. Status Lokalis
1. Telinga
Bagian Telinga
Pemeriksaan
Telinga Kanan Telinga Kiri
Bentuk telinga normal, Bentuk telinga normal,
deformitas (-), bekas luka deformitas (-),bekas
Inspeksi
(-), bengkak (-), luka (-), bengkak (-),
hiperemis (-),sekret (-) hiperemis (-),sekret (-)
Palpasi Tragus pain (-) Tragus pain (-)
Hiperemis (-), serumen Hiperemis (-), serumen
Otoskopi
(-), membrana timpani (-), membrana timpani
utuh, cone of light (+) utuh, cone of light (+)
2. Hidung
- Inspeksi : deformitas (-), bekas luka (-), sekret (-), edema (-)
- Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-)
- Rinoskopi Anterior:
C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
A. Resume Pemeriksaan
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Rongga Mulut:
B. Diagnosis Banding
1. Abses Submandibula
2. Tumor Leher
C. Diagnosis
Abses Submandibula
D. Terapi
Medikamentosa:
Inj. Cefotaxime 1gr/12jam
Inf. Metronidazole 500mg/8jam
Inj. Santagesik/8jam
Inj. Dexametason/8jam
Non medikamentosa:
Menginformasikan kepada pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan gigi dan
mulut dengan menggosok gigi dua kali sehari serta kumur dengan obat kumur 3 kali
sehari dan sering merawat gigi ke dokter gigi untuk mencabut gigi yang berlubang yang
mungkin dapat memicu terjadinya infeksi.
E. Prognosis
Foto Pasien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Leher
Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potesial yang dibatasi oleh fasia
servikalis. Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus
organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa ruang
potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi dua bagian yaitu fasia servikalis superfisialis
dan fasia servikalis profunda.
Fasia servikalis superfisialis terletak tepat dibawah kulit leher berjalan dari
perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan ke bawah ke
arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara fasia
servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe superfisial,
saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna.
Fasia servikalis profunda terdiri dari tiga lapisan yaitu (gambar 1):
1. Lapisan superfisial
Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar tengkorak
sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebar ke daerah
wajah dan melekat pada klavikula serta membungkus musculus
sternokleidomastoideus, musculus trapezius, musculus masseter, kelenjar
parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing
layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior.
2. Lapisan media
Lapisan ini dibagi atas dua divisi yaitu divisi muskular dan viscera. Divisi
muskular terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda dan
membungkus musculus sternohioid, musculus sternotiroid, musculus
tirohioid dan musculus omohioid. Dibagian superior melekat pada os hioid
dan kartilago tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum, klavikula
dan skapula.
Divisi viscera membungkus organ-organ anterior leher yaitu kelenjar tiroid,
trakea dan esofagus. Di sebelah posterosuperior berawal dari dasar
tengkorak bagian posterior sampai ke esofagus sedangkan bagian
anterosuperior melekat pada kartilago tiroid dan os hioid. Lapisan ini
berjalan ke bawah sampai ke toraks, menutupi trakea dan esofagus serta
bersatu dengan perikardium. Fasia bukkofaringeal adalah bagian dari divisi
viscera yang berada pada bagian posterior faring dan menutupi musculus
konstriktor dan musculus buccinator.
3. Lapisan profunda
Lapisan ini dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi alar dan prevertebra.
Divisi alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan
divisi prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra
torakal II dan bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis
profunda. Divisi alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan
merupakan dinding anterior dari danger space. Divisi prevertebra berada
pada bagian anterior korpus vertebra dan ke lateral meluas ke prosesus
tranversus serta menutupi otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar
tengkorak sampai ke os koksigeus serta merupakan dinding posterior dari
danger space dan dinding anterior dari korpus vertebra. Ketiga lapisan fasia
servikalis profunda ini membentuk selubung karotis (carotid sheath) yang
berjalan dari dasar tengkorak melalui ruang faringomaksilaris sampai ke
toraks.
a. ruang retrofaring
c. ruang prevertebra.
a. ruang submandibula
b. ruang parafaring
c. ruang parotis
d. ruang mastikor
e. ruang peritonsil
f. ruang temporalis.
3. Ruang infrahioid
a. ruang pretrakeal.
Gambar 5. Potongan sagital leher10
Gambar 6. Potongan axial kepala11
B. Ruang Submandibula
Gambar 7. Ruang potensial leher dalam (A) Potongan aksial, (B) potongan sagital.
Keterangan:
SMS: submandibular space; SLS: sublingual space; PPS: parapharyngeal space; CS: carotid space;
MS: masticatory space. SMG: submandibular gland; GGM: genioglossus muscle; MHM: mylohyoid
muscle; MM: masseter muscle; MPM: medial pterygoid muscle; LPM: lateral pterygoid muscle;
TM: temporal muscle.13
C. Abses Submandibula
Definisi
A. Epidemiologi
B. Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe
submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.12
Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh infeksi gigi.6
Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari
mandibula, jika apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus
mylohyoid.14 infeksi dari gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui
beberapa jalan yaitu secara langsung melalui pinggir myolohioid, posterior dari
ruang sublingual, periostitis dan melalui ruang mastikor.16
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai
kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob
yang sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus
influenza, Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp,
Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam
adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun
Fusobacterium.9
C. Manifestasi Klinis
a. Nyeri
b. Bengkak
d. Trismus
e. Demam
a. Terasa nyeri
b. Panas
D. Diagnosis
Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus
akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan
jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di daerah submandibula
(gambar 5), fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang
bernanah atau purulent (merupakan tanda khas). Angulus mandibula dapat diraba.
Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.12,7,8
3. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
b. Rontgen panoramik
c. Rontgen thoraks
Gambar 9. CT-scan pasien dengan keluhan trismus, pembengkakan submandibula yang nyeri dan
berwarna kemerahan selama 12 hari. CT-scan axial menunjukkan pembesaran musculus
pterygoid medial (tanda panah), peningkatan intensitas ruang submandibular dan batas yang
jelas dari musculus platysmal (ujung panah). 13
Gambar 10. Axial CT-scan menunjukan infeksi pada ruang submandibula. Tampak abses
multifokal.16
A. Penatalaksanaan
Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan aerob harus diberikan
secara parenteral. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk
abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak
abses dalam dan luas.12
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab,
uji kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral
sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik
kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram
negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran
dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole
masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah didapat
pemberian antibiotik dapat disesuaikan. 9,12
Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas
tinggi terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone,
ceftriaxone, yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka
sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.
Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 9,12
Antibiotik ∑ S I R
Ampicillin 17 6(35%) 3(18%) 8(47%)
Ampicillin + sulbactam 16 6(37%) 5(31%) 5(31%)
Eritromicin 17 6(35%) 1(6%) 10(59%)
Cefixime 9 5(56%) 1(11%) 3(33%)
Chloramphenicol 16 9(56%) 3(19%) 4(25%)
Kotrimoxazole 8 1(12%) 2(25%) 5(63%)
Cefotaxime 16 11(69%) 3(18%) 2(13%)
Gentamycin 17 7(41%) 4(24%) 6(35%)
Ciprofloxacin 17 10(59%) 0 7(41%)
Ceftriaxone 17 12(70%) 1(6%) 4(24%)
Ceftazidime 18 11(61%) 4(22%) 3(17%)
Ceforazone 14 12(86%) 1(7%) 1(7%)
Ceforazone sulbactam + 10 9(90%) 0 1(10%)
Meropenem 16 10(63%) 3(18%) 3(19%)
Moxyfloxacine 12 9(75%) 0 3(25%)
S= sensitif I= intermediate R= resisiten
9
Tabel 3. Pola Kepekaan kuman anerob terhadap antibiotic
Antibiotik R I S ∑
Bacteroides Amoksilin 7 0 0 7
fragilis Metronidazole 0 0 7 7
Klindamisin 1 3 2 6
Ampisilin/sulbaktam 6 0 0 6
Provotella Amoksilin 11 1 37 49
Metronidazole 0 0 49 49
Klindamisin 2 3 32 37
Fusobacterium sp Ampisilin/sulbaktam 0 1 42 43
Amoksilin 1 3 11 15
Gram negatif lain Metronidazole 0 0 15 15
Klindamisin 1 0 13 14
Gram positif lain Ampisilin/sulbaktam 0 0 15 15
Amoksilin 2 0 5 7
Gram positif Metronidazole 2 1 5 8
non spora Klindamisin 0 0 7 7
Ampisilin/sulbaktam 0 0 5 5
Metronidazole 1 0 13 14
Klindamisin 0 1 11 12
Ampisilin/sulbaktam 0 0 14 14
Metronidazole 40 0 17 57
Klindamisin 3 2 48 53
Ampisilin/sulbaktam 0 0 56 56
B. Pencegahan
C. Komplikasi
D. Prognosis