Anda di halaman 1dari 25

CASE REPORT

SEORANG PEREMPUAN USIA 37 TAHUN DENGAN

ABSES SUBMANDIBULA

Disusun Oleh:

Septi Nurhidayati J510170020

Pembimbing:

KRH. Dr. H. Djoko Shindusakti Widyodiningrat, Sp. THT-KL, MBA., MARS., M. Si.,
Audiologist
DR. Dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT-KL
Dr. Dimas Adi Nugroho, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT


RSUD KABUPATEN KARANGANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
CASE REPORT

SEORANG PEREMPUAN USIA 37 TAHUN DENGAN

ABSES SUBMANDIBULA

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Program Profesi Dokter Stase Ilmu THT Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Diajukan Oleh :

Septi Nurhidayati J510170020

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari , tanggal

Pembimbing:
KRH. Dr. H. Djoko Shindusakti Widyodiningrat, Sp. THT-KL, MBA., MARS., M. Si.,
Audiologist (............................)

DR. Dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT-KL (............................)

Dr. Dimas Adi Nugroho, Sp. THT-KL (............................)

Dipresentasikan dihadapan
KRH. Dr. H. Djoko Shindusakti Widyodiningrat, Sp. THT-KL, MBA., MARS., M. Si.,
Audiologist (............................)

DR. Dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT-KL (............................)

Dr. Dimas Adi Nugroho, Sp. THT-KL (............................)


BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. D
Umur : 37 Tahun
Alamat : Nglarangan 6/1 Kebakramat, Karanganyar
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 29 Agustus 2018
Ruang : Cempaka 2

1. ANAMNESA
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri menelan
B. RiwayatPenyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan nyeri menelan sejak 1
minggu SMRS. Keluhan dirasakan terus menerus. Pasien juga mengeluh nyeri ketika
membuka mulut dan terlihat bengkak pada pipi sebelah kiri, bengkak ini dirasakan
sudah 3 hari sempat mengempes 2 hari lalu bengkak lagi sekarang. Sebelumnya pasien
sempat dipriksakan ke dokter umum dan dikatakan radang tenggorokan. Pasien
mengaku juga sempat demam sebelumnya. Pasien juga mengeluh sulit membuka mulut
karena nyeri tetapi pasien masih dapat makan dan minum seperti biasa. Keluhan mual (-),
muntah (-), pusing (-), nyeri telinga (-), batuk pilek (-), gigi berlubang (+).

C. Riwayat Penyakit Dahulu


 Sakit Serupa : disangkal
 Hipertensi : disangkal
 Diabetes Melitus : disangkal
 Alergi : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


 Keluhan serupa : disangkal
 Hipertensi : disangkal
 Diabetes Melitus : disangkal
 Asma : disangkal
 Alergi : disangkal

2. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis
- Vital Sign
 Tekanan darah : 120/90 mmHg
 Nadi : 77 kali/ menit
 Suhu : 37oC
 Frekuensi Pernafasan: 20 kali/menit

A. Pemeriksaan Fisik Generalis

1. Kepala/Leher : nafas cuping hidung (-), sianosis (-), peningkatan JVP (-)
2. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
3. Thoraks
a. Paru
 Inspeksi: gerakan nafas simetris (+), retraksi interkosta (-/-), jejas (-)
 Palpasi : fremitus normal (+/+), ketertinggalan gerak (-/-)
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru (+/+)
 Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
b. Jantung
 Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat (+)
 Palpasi : Iktus cordis teraba di SIC V linea midklavikularis sinistra (+)
 Perkusi : Batas jantung tidak membesar,
Batas kanan jantung
o Atas : SIC II dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra
o Bawah: SIC IV dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung
o Atas : SIC II sinistra di sisi lateral linea parasternalis sinistra
o Bawah: SIC V sinistra 1 jari di sisi medial linea midklavikularis
sinistra
 Auskultasi: Suara Jantung I-II reguler (+), murmur (-), gallop (-)
4. Abdomen
 Inspeksi : Jejas (-), distensi (-), massa (-)
 Auskultasi : Peristaltik (+), bising usus normal
 Perkusi : Timpani pada semua regio (+), pekak pada hepar(+)
 Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), defans muscular (-), hepar dan lien tak
teraba
5. Ekstremitas
 Atas : edema (-/-), luka terbuka (-/-), akral dingin (-/-), CRT < 2 detik (+/+)
 Bawah: edema (-/-), luka terbuka (-/-), akral dingin (-/-), CRT < 2 detik (+/+)
B. Status Lokalis
1. Telinga

Bagian Telinga
Pemeriksaan
Telinga Kanan Telinga Kiri
Bentuk telinga normal, Bentuk telinga normal,
deformitas (-), bekas luka deformitas (-),bekas
Inspeksi
(-), bengkak (-), luka (-), bengkak (-),
hiperemis (-),sekret (-) hiperemis (-),sekret (-)
Palpasi Tragus pain (-) Tragus pain (-)
Hiperemis (-), serumen Hiperemis (-), serumen
Otoskopi
(-), membrana timpani (-), membrana timpani
utuh, cone of light (+) utuh, cone of light (+)

2. Hidung
- Inspeksi : deformitas (-), bekas luka (-), sekret (-), edema (-)
- Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-)
- Rinoskopi Anterior:

Hidung kanan Hidung kiri


Mukosa hiperemis (-), concha Mukosa hiperemis (-), concha
media dan inferior hipertrofi (-), media dan inferior hipertrofi (-),
sekret (-), septum nasi deviasi sekret (-), septum nasi deviasi
(-), udem (-), massa dirongga (-), udem (-), massa dirongga
hidung (-) hidung (-)

3. Pemeriksaan Rongga Mulut:

Inspeksi : sulit dievaluasi e.c trismus


Palpasi : bengkak (-/+), nyeri tekan (-), PKGB (-/-)

C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah

Darah Rutin Nilai Nilai Normal Satuan


Hematologi
Hemoglobin 13.7 12.0-16.0 g/Dl
Hematocrit 37.2 37.0-47.0 Vol%
Leukosit 17.63 5-10 10^6/uL
Trombosit 276 150-300 Mm3
Eritrosit 5.57 4.0-5.0 10^6/uL
MCV 80.8 82.0-92.0 Fl
MCH 27.0 27.0-31.0 Pg
MCHC 31.7 32.0-37.0 g/dL
Hitung Jenis
Gran 57.1 50.0-70.0 %
Limfosit 22.9 25.0-40.0 %
Monosit 4.0 3.0-9.0 %
Eosinofil 2.0 0.5-5.0 %
Basofil 0.8 0.0-1.0 %
GDS 86 70-150

A. Resume Pemeriksaan
1. Anamnesis

Keluhan sulit menelan


Terdapat demam
Nyeri pada leher disertai pembengkakan pada pipi sebelah kiri
Didapatkan trismus

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Rongga Mulut:

Inspeksi : sulit dievaluasi e.c trismus


Palpasi : bengkak (-/+), nyeri tekan (-), PKGB (-/-)

B. Diagnosis Banding
1. Abses Submandibula
2. Tumor Leher

C. Diagnosis

Abses Submandibula

D. Terapi
 Medikamentosa:
Inj. Cefotaxime 1gr/12jam
Inf. Metronidazole 500mg/8jam
Inj. Santagesik/8jam
Inj. Dexametason/8jam
 Non medikamentosa:
Menginformasikan kepada pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan gigi dan
mulut dengan menggosok gigi dua kali sehari serta kumur dengan obat kumur 3 kali
sehari dan sering merawat gigi ke dokter gigi untuk mencabut gigi yang berlubang yang
mungkin dapat memicu terjadinya infeksi.

E. Prognosis

Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam


Quo Ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad bonam

Foto Pasien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Leher

Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potesial yang dibatasi oleh fasia
servikalis. Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus
organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa ruang
potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi dua bagian yaitu fasia servikalis superfisialis
dan fasia servikalis profunda.
Fasia servikalis superfisialis terletak tepat dibawah kulit leher berjalan dari
perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan ke bawah ke
arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara fasia
servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe superfisial,
saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna.
Fasia servikalis profunda terdiri dari tiga lapisan yaitu (gambar 1):

1. Lapisan superfisial

Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar tengkorak
sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebar ke daerah
wajah dan melekat pada klavikula serta membungkus musculus
sternokleidomastoideus, musculus trapezius, musculus masseter, kelenjar
parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing
layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior.
2. Lapisan media
Lapisan ini dibagi atas dua divisi yaitu divisi muskular dan viscera. Divisi
muskular terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda dan
membungkus musculus sternohioid, musculus sternotiroid, musculus
tirohioid dan musculus omohioid. Dibagian superior melekat pada os hioid
dan kartilago tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum, klavikula
dan skapula.
Divisi viscera membungkus organ-organ anterior leher yaitu kelenjar tiroid,
trakea dan esofagus. Di sebelah posterosuperior berawal dari dasar
tengkorak bagian posterior sampai ke esofagus sedangkan bagian
anterosuperior melekat pada kartilago tiroid dan os hioid. Lapisan ini
berjalan ke bawah sampai ke toraks, menutupi trakea dan esofagus serta
bersatu dengan perikardium. Fasia bukkofaringeal adalah bagian dari divisi
viscera yang berada pada bagian posterior faring dan menutupi musculus
konstriktor dan musculus buccinator.
3. Lapisan profunda

Lapisan ini dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi alar dan prevertebra.
Divisi alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan
divisi prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra
torakal II dan bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis
profunda. Divisi alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan
merupakan dinding anterior dari danger space. Divisi prevertebra berada
pada bagian anterior korpus vertebra dan ke lateral meluas ke prosesus
tranversus serta menutupi otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar
tengkorak sampai ke os koksigeus serta merupakan dinding posterior dari
danger space dan dinding anterior dari korpus vertebra. Ketiga lapisan fasia
servikalis profunda ini membentuk selubung karotis (carotid sheath) yang
berjalan dari dasar tengkorak melalui ruang faringomaksilaris sampai ke
toraks.

Gambar 4. Potongan obliq leher


Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah
sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid (gambar 2 dan gambar 3).
1. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:

a. ruang retrofaring

b. ruang bahaya (danger space)

c. ruang prevertebra.

2. Ruang suprahioid terdiri dari:

a. ruang submandibula

b. ruang parafaring

c. ruang parotis

d. ruang mastikor

e. ruang peritonsil

f. ruang temporalis.

3. Ruang infrahioid

a. ruang pretrakeal.
Gambar 5. Potongan sagital leher10
Gambar 6. Potongan axial kepala11

B. Ruang Submandibula

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila.


Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot miohioid. Ruang
submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila
(lateral) oleh otot digastrikus anterior.2 Ruang mandibular dibatasi pada bagian
lateral oleh garis inferior dari badan mandibula, medial oleh perut anterior
musculus digastricus, posterior oleh ligament stylohyoid dan perut posterior dari
musculus digastricus, superior oleh musculus mylohyoid dan hyoglossus, dan
inferior oleh lapisan superficial dari deep servikal fascia. Ruang ini mengandung
glandula saliva sub mandibular dan sub mandibular lymphanodes.6
Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang submandibula
dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila
saja. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya
sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.12
Ruang submandibula berhubungan dengan beberapa struktur didekatnya
(gambar 4), oleh karena itu abses submandibula dapat menyebar ke struktur
didekatnya.13

Gambar 7. Ruang potensial leher dalam (A) Potongan aksial, (B) potongan sagital.

Keterangan:

SMS: submandibular space; SLS: sublingual space; PPS: parapharyngeal space; CS: carotid space;
MS: masticatory space. SMG: submandibular gland; GGM: genioglossus muscle; MHM: mylohyoid
muscle; MM: masseter muscle; MPM: medial pterygoid muscle; LPM: lateral pterygoid muscle;
TM: temporal muscle.13
C. Abses Submandibula

Definisi

Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan


pus pada daerah submandibula. Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual
dan submaksila yang dipisahkan oleh otot milohioid. Ruang submaksila dibagi
lagi menjadi ruang submental dan submaksila (lateral) oleh otot digastrikus
anterior. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam (deep
neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal
dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula.
Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.2

A. Epidemiologi

Penelitian Huang14 pada tahun 1997 sampai 2002, menemukan kasus


infeksi leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%) merupakan
kasus terbanyak kedua setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh Ludwig’s
angina (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%).
Penelitian Yang15 pada 100 kasus abses leher dalam yang diteliti April
2001 sampai Oktober 2006 mendapatkan perbandingan antara laki-laki dan
perempuan 3:2. Abses submandibula merupakan kasus terbanyak (35%), diikuti
oleh abses parafaring (20%), mastikator (13%), peritonsil (9%), sublingual (7%),
parotis (3%), infra hyoid (26%), retrofaring (13%), ruang karotis (11%).

B. Etiologi

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe
submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.12
Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh infeksi gigi.6
Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari
mandibula, jika apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus
mylohyoid.14 infeksi dari gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui
beberapa jalan yaitu secara langsung melalui pinggir myolohioid, posterior dari
ruang sublingual, periostitis dan melalui ruang mastikor.16
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai
kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob
yang sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus
influenza, Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp,
Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam
adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun

Fusobacterium.9

C. Manifestasi Klinis

Secara umum, gejala abses adalah :

a. Nyeri

b. Bengkak

c. Eritema pada jaringan

d. Trismus

e. Demam

Pembengkakan pada abses biasanya :

a. Terasa nyeri

b. Panas

c. Kurang dari 2 minggu

d. Berkembang sangat cepat

e. Disertai sakit gigi atau terlihat karies gigi (9)

Gejala klinis abses submandibula meliputi demam tinggi, nyeri leher


disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah lidah, mungkin
berfluktuasi. Dapat juga terjadi sakit pada dasar mulut, trismus, indurasi
submandibula dan kulit di bawah dagu eritema dan oedem. (1,9)

D. Diagnosis

a. Anamnesa dan gejala klinis

Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus
akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan
jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di daerah submandibula
(gambar 5), fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang
bernanah atau purulent (merupakan tanda khas). Angulus mandibula dapat diraba.
Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.12,7,8

3. Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium

Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material


yang bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi
antibiotik
2. Radiologis

a. Rontgen jaringan lunak kepala AP

b. Rontgen panoramik

Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi.

c. Rontgen thoraks

Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,


pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.
d. Tomografi komputer (CT-scan)

CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses


leher dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan
pemeriksaan klinis tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi terhadap
luasnya abses yang terlalu rendah pada 70% pasien (dikutip dari
Pulungan). Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens
(intensitas rendah), batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid level
(gambar 6 dan gambar 7). 9, 17

Gambar 9. CT-scan pasien dengan keluhan trismus, pembengkakan submandibula yang nyeri dan
berwarna kemerahan selama 12 hari. CT-scan axial menunjukkan pembesaran musculus
pterygoid medial (tanda panah), peningkatan intensitas ruang submandibular dan batas yang
jelas dari musculus platysmal (ujung panah). 13
Gambar 10. Axial CT-scan menunjukan infeksi pada ruang submandibula. Tampak abses
multifokal.16

A. Penatalaksanaan

Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan aerob harus diberikan
secara parenteral. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk
abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak
abses dalam dan luas.12
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab,
uji kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral
sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik
kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram
negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran
dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole
masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah didapat
pemberian antibiotik dapat disesuaikan. 9,12
Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas
tinggi terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone,
ceftriaxone, yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka
sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.
Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 9,12

Tabel 2. Antibiotik yang dianjurkan oleh beberapa penulis secara empiris 9

Antibiotik ∑ S I R
Ampicillin 17 6(35%) 3(18%) 8(47%)
Ampicillin + sulbactam 16 6(37%) 5(31%) 5(31%)
Eritromicin 17 6(35%) 1(6%) 10(59%)
Cefixime 9 5(56%) 1(11%) 3(33%)
Chloramphenicol 16 9(56%) 3(19%) 4(25%)
Kotrimoxazole 8 1(12%) 2(25%) 5(63%)
Cefotaxime 16 11(69%) 3(18%) 2(13%)
Gentamycin 17 7(41%) 4(24%) 6(35%)
Ciprofloxacin 17 10(59%) 0 7(41%)
Ceftriaxone 17 12(70%) 1(6%) 4(24%)
Ceftazidime 18 11(61%) 4(22%) 3(17%)
Ceforazone 14 12(86%) 1(7%) 1(7%)
Ceforazone sulbactam + 10 9(90%) 0 1(10%)
Meropenem 16 10(63%) 3(18%) 3(19%)
Moxyfloxacine 12 9(75%) 0 3(25%)
S= sensitif I= intermediate R= resisiten
9
Tabel 3. Pola Kepekaan kuman anerob terhadap antibiotic

Antibiotik R I S ∑
Bacteroides Amoksilin 7 0 0 7
fragilis Metronidazole 0 0 7 7
Klindamisin 1 3 2 6
Ampisilin/sulbaktam 6 0 0 6
Provotella Amoksilin 11 1 37 49
Metronidazole 0 0 49 49
Klindamisin 2 3 32 37
Fusobacterium sp Ampisilin/sulbaktam 0 1 42 43
Amoksilin 1 3 11 15
Gram negatif lain Metronidazole 0 0 15 15
Klindamisin 1 0 13 14
Gram positif lain Ampisilin/sulbaktam 0 0 15 15
Amoksilin 2 0 5 7
Gram positif Metronidazole 2 1 5 8
non spora Klindamisin 0 0 7 7
Ampisilin/sulbaktam 0 0 5 5
Metronidazole 1 0 13 14
Klindamisin 0 1 11 12
Ampisilin/sulbaktam 0 0 14 14
Metronidazole 40 0 17 57
Klindamisin 3 2 48 53
Ampisilin/sulbaktam 0 0 56 56

S= sensitif I= intermediate R= resisiten


Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid,
tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan
tanda infeksi reda.12

Gambar 11. Insisi dan Drainase Abses 10

B. Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter secara


rutin dan teratur, penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat mencegah
kondisi yang akan meningkatkan terjadinya penyakit ini.

C. Komplikasi

Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau


langsung (perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula
paling sering meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini
cukup tipis.10 Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor
melewati musculus pterygoid medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi
dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.9
Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah
menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan mediastinitis.
Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila
pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi
perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul
tromboflebitis dan septikemia.16
Gambar 12. Komplikasi Abses Submandibula

D. Prognosis

Pada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat


didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak
terjadi. Pada fase awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan
pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang
sempurna.Apabila telah terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-50%
walaupun dengan pemberian antibiotik. Ruptur arteri karotis mempunyai angka
mortalitas 20-40% sedangkan trombosis vena jugularis mempunyai angka
mortalitas 60%. 1,18,19
DAFTAR PUSTAKA

1. Fachruddin D. Abses Leher Dalam. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,


Bashiruddin J eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2007.
2. Ardehali MM, Jafari M, Haqh AB. Submandibular space abscess: a
clinical trial for testing a new technique. Cited 2012 Oct 7. Available
from: www.ncbi.nml.nih.gov/pubmed/22267495#.
3. A Mazita, MBBCh BaO, MYS Hazim, MS ORL-HNS, MAR Megant
Shiraz MS ORL-HNS, S H A Primuharsa Putra, MS ORL-HNS. Neck
Abscess: Five Year Retrospective Review of Hospital University
Kebangsaan Malaysia Experience. Med J Malaysia. 2006;61(2).
4. Abshirini H, Alavi SM, Rekabi H, Hosseinnejad F, Ghazipur A, Shabab

M. Predisposing factors for the complications of deep neck infection. The


journal of otorhinolaryngology 2010;22(60):97-102
5. Larawin V, Naipao J, Dubey SP. Head and neck space infections.
Otolaryngology-head and neck surgery 2006;135:889-93
6. Calhoun KH, Head and neck surgery-otolaryngology Volume two. 3nd
Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 705,712-3
7. Ballenger JJ. Penyakit telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Jilid 1.
Edisi ke-13. Jakarta: Bina Rupa Aksara,1994.295-304
8. Deep Neck Space Infections. Diunduh dari
http://www.entnyc.com/coclia_deep.pdf. [Diakses tanggal 31 Juli 2017]
9. Pulungan MR. Pola Kuman abses leher dalam. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/48074146/POLA-KUMAN-ABSES-LEHER-
DALAM-Revisi. [Diakses tanggal 31 Juli 2017]
10. Pictures of submandibular neck. Otolaryngology Houston. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/837048-overview. [Diakses tanggal
31 Juli 2017]
11. Micheau A, Hoa D. ENT anatomy: MRI of the face and neck - interactive
atlas of human anatomy using cross-sectional imaging. Diunduh dari
http://www.imaios.com/en/e-Anatomy/Head-and-Neck/Face-and-neck-
MRI. [Diakses tanggal 31 Juli 2017].
12. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta
: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 145-48

13. Yonetsu K, Izumi M, Nakamura T. Deep facial infections of odontogenic


origin: CT assessment of pathways of space involvement. AJNR Am J
Neuroradiol 1998;19:123
14. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C. Deep neck infection:
analysis of 18 cases. Head and neck. Ockt 2004.860-4
15. Yang S.W, Lee M.H, See L.C, Huang S.H, Chen T.M, Chen T.A. Deep
neck abscess: an analysis of microbial etiology and effectiveness of
antibiotics. Infection and Drug Resistance. 2008;1:1-8
16. Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh K, Kurita K, Natsume N, et all.
Odontogenic infection pathway to the submandibular space: imaging
assessment. Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2002; 31: 165–9
17. Rambe AYM. Abses Retrofaring. Fakultas kedokteran Bagian Ilmu
Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatra Utara.
18. Gómez CM, Iglesia V, Palleiro O, López CB. Phlegmon in the
submandibular region secondary to odontogenic infection. Emergencias
2007;19:52-53
19. Brook I, Microbiology of polymicrobial abscess and implication for
therapy. J antimicrob chemother 2002;50:805-10.

Anda mungkin juga menyukai