Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS MAKANAN DAN

KONTAMINAN
SEMESTER GANJIL 2018 – 2019

PENETAPAN BORAKS DENGAN KURKUMIN

Hari / Jam Praktikum : Kamis / 07.00-10.00


Tanggal Praktikum : 11 Oktober 2018
Kelompok :4
Asisten : Ayu Shalihat, S.Farm, Apt.

Kelompok :
Aurizal Risandy Irawan 260110160131 Tujuan, Prinsip, Reaksi,
Simpulan Editor
Nicholas Sugianto 260110160140 Prosedur, Data pengamatan
Izzatul Khoirunissa 260110160144 Pembahasan
Nida Istianzah 260110160145 Pembahasan
Astiningsih D 260110160147 Pembahasan
Nurike Susendi 260110160148 Teori Dasar

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2018
I. Tujuan

- Mampu mengidentifikasi adanya kandungan boraks dengan kurkumin


dalam sampel
II. Prinsip

2.1 Pembentukan kompleks warna


Kurkumin dapat berikatan dengan asam borat yang kemudian akan
membentuk komponen rososianin berwarna merah sehingga dapat
digunakan sebagai uji deteksi boraks (Halim dan Azhar, 2012).
2.2 Uji Nyala
Pada reaksi nyala dan uji dengan kertas tumerik terjadi reaksi ekstasi
elektron. Eksitasi elektron adalah transfer elektron ke tingkat lebih tinggi,
namun tetap terikat (Colwell, 2017).

III. Mekanisme Reaksi

I. Reaksi

1. Reaksi asam borat, asam sulfat, dan methanol


2. Reaksi boraks dengan kurkumin
IV. Teori Dasar

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang


mempunyai sifat mudah rusak karena bahan tersebut dapat menghambat
pertumbuhan mikroba. Produsen tidak jarang menggunakannya pada pangan yang
relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki
tekstur, contohnya ialah boraks (Cahyadi, 2009).
Boraks adalah zat pengawet yang banyak digunakan dalam industri
pembuatan taksidermi, insektarium dan herbarium, tapi akhir-akhir ini orang
cenderung menggunakannya dalam industri rumah tangga sebagai bahan pengawet
makanan. Namun banyak masyarakat yang salah pengguanaan boraks sebagai
pengawet makanan, dan pemutih hanya karena kebutuhan pribadi misalanya
penjual makanan untuk makanan lebih awet penjual menambahkan boraks atau
industri makanan kemasan tertentu agar produk yang mereka hasilkan tahan lebih
lama dipasaran (Tumbel, 2010).
Boraks merupakan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dilarang
digunakan di dalam makanan. Sifat boraks sebagai desinfektan juga dapat berfungsi
sebagai bahan untuk menghilangkan bakteri yang mungkin tumbuh pada lontong.
Konsumsi jumlah boraks yang cukup tinggi dalam makanan akan diserap oleh
tubuh dan dapat menimbulkan nyeri kepala, diare, bahkan dapat menyebabkan
kematian (Amelia, dkk, 2014). Penelitian sering dilakukan karena boraks sering
disalah gunakan sebagai bahan tambahan pangan, boraks tidak diizinkan
penggunaannya dalam makanan yang disesuaikan dengan Permenkes RI
No.1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan pangan (Tubagus, dkk, 2013).
Organoleptis dari senyawa boraks adalah berbentuk kristal putih tidak
berbau dan stabil pada suhu ruangan, dengan nama senyawa kimia natrium
tetraborat (NaB4O7 10 H2O). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan
asam borat (H3BO3). Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan
pembuat deterjen dan antiseptik. Mengkonsumsi makanan yang mengandung
boraks tidak berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit
demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif yang berakibat
fatal dan sangat bahaya bagi tubuh. Larangan penggunaan boraks juga diperkuat
dengan adanya Permenkes RI No 235/Menkes/VI/1984 tentang bahan tambahan
makanan, bahwa Natrium Tetraborate yang lebih dikenal dengan nama Boraks
digolongkan dalam bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan,
tetapi pada kenyatannya masih banyak bentuk penyalahgunaan dari zat tersebut
(Subiyakto, 1991).
Penggunaan boraks dapat mengganggu daya kerja sel dalam tubuh manusia
sehingga menurunkan aktivitas organ, oleh karena itu penggunaan bahan pengawet
ini sangat dilarang oleh pemerintah khususnya Departemen Kesehatan karena
dampak negatif yang ditimbulkan sangat besar (Tumbel, 2010). Boraks dinyatakan
dapat mengganggu kesehatan bila digunakan dalam makanan, misalnya mie, bakso
kerupuk. Efek negatif yang ditimbulkan dapat berjalan lama meskipun yang
digunakan dalam jumlah sedikit. Jika tertelan boraks dapat mengakibatkan efek
pada susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Konsentrasi tertinggi dicapai selama
ekskresi. Ginjal merupakan organ paling mengalami kerusakan dibandingkan
dengan organ lain. Dosis fatal untuk dewasa 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g
(Simpus, 2005).
Efek boraks pada makanan dapat memperbaiki struktur dan tekstur
makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso akan membuat bakso
tersebut sangat kenyal dan tahan lama, tetapi makanan yang telah diberi boraks
dengan yang tidak atau masih alami, sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca
indera, namun harus dilakukan uji khusus boraks dilaboratorium (Depkes, 1993).
Penggunaan boraks menyebabkan makanan tersebut elastis dan lentur.
Boraks banyak digunakan oleh industri kecil atau industri rumah tangga, dalam
pembuatan mie, gendar, atau kerupuk gendar (kerupuk nasi), lontong (sebagai
pengeras), ketupat (sebagai pengeras), bakso (sebagai pengenyal dan pengawet),
kecap (sebagai pengawet), bahkan pembuatan bubur ayam (sebagai pengenyal dan
pengawet) (Winarno, 1994).
Contoh dan ciri makanan yang mengandung senyawa boraks ialah sebagai
berikut; Jika terdapat dalam mie basah teksturnya kenyal ,lebih mengkilat, tidak
lengket, dan tidak cepat putus, jika terdapat pada bakso teksturnya sangat kenyal,
warna tidak kecoklatan seperti penggunaan daging namun cenderung keputihan dan
jika terdapat pada kerupuk yang mengandung boraks teksturnya renyah dan bisa
menimbulkan rasa getir (Habsah, 2012).
Metode analisa boraks atau asam borat secara kualitatif dapat dilakukan
dengan cara uji menggunakan kurkumin cair. Supernatan dipipet sebanyak 1 mL
dari masing-masing sampel kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin dan
ditambah 1 mL larutan asam sulfat pekat. Cawan tersebut dipanaskan di atas
penangas air sampai kering, kemudian pemanasan dilanjutkan dengan oven pada
suhu 1000 ± 50C selama 5 menit, dan didinginkan (Kresnadipayana dan Lestari,
2017).
Kertas tumerik adalah sebuah metode sederhana untuk menguji kandungan
boraks dalam makanan menggukan indikator alami, yaitu kunyit. Kunyit yang
merupakan bahan alami ini bisa digunakan untuk menguji kandungan boraks dalam
makanan. Adanya kurkumin dalam kunyit membuat kunyit dapat digunakan
sebagai kit yang dapat digunakan untuk menganalisis kandungan boraks secara
sederhana. Oleh karena itu penelitian pembuatan kertas tumerik untuk uji
kandungan boraks dalam makanan ini sangat diperlukan (Falahuddin, dkk, 2016).
Kurkumin merupakan zat warna alam, selain digunakan untuk pewarna
makanan dan kosmetik, juga dapat digunakan sebagai penunjuk adanya boraks pada
makanan. Oleh asam kuat, boraks terurai dari ikatan-ikatannya menjadi asam borat
dan diikat oleh kurkumin membentuk kompleks warna rosa yang sering disebut
kelat rosasianin atau senyawa Boron Cyano Kurkumin Kompleks yaitu suatu zat
yang berwarna merah. Senyawa kompleks tersebut jika direaksikan dengan
ammonia akan membentuk anionnya yang berwarna hijau biru gelap. Reaksi warna
ini spesifik untuk boraks dan asam borat. Pada penelitian terdahulu telah diuji
kespesifikan tes warna kurkumin terhadap beberapa logam berat yang mungkin
terdapat juga dalam makanan. Hasilnya, warna yang diberikan oleh ion-ion logam
tidak sama dengan warna yang dihasilkan oleh boraks dan asam borat
(Kresnadipayana dan Lestari, 2017).

V. Alar dan Bahan


5.1 Alat

a. Alat gelas
b. Cawan penguap
c. Kawat nikrom
d. Mortir dan Stamper
e. Neraca analitik
f. Penangas air
g. Pipet
h. Sentrifugasi
i. Tanur
j. Tube sentrifugasi

5.2 Bahan

a. Asam Oksalat jenuh


b. H2SO4 pekat
c. HCl 5N
d. Kertas Saring
e. Kertas Tumerik
f. kapur Metanol
g. Sampel

VI. Prosedur

a. Reaksi Sentrifugasi dengan H2SO4 (p) dan Metanol

Dihancurkan 10 gram sampel, lalu meyentrifugasi 3000 rpm selama 2 menit


dan mengambil supernatannnya. Lalu, dikeringkan sebagian supernatant di atas
penangas air sampai kering dan di peroleh residunya. Kemudian, ditambahkan 1-2
tetes H2SO4 pekat dan 5-6 tetes metanol kesebagian residunyadan kemudian
dibakar. Diamati apakah terbentuk nyala berwarna hijau.
b. Reaksi Asam Oksalat dan Kurkumin 1% dalam Metanol

Diambil sebagian supernatan dan menambahkannya dengan HCl 5N hingga


larutan asam. Lalu disaring larutan ke dalam cawan penguap. Ditambahkan 4 tetes
larutan asam oksalat jenuh, uapkan di atas penangas air. Kemudian dicelupkan
residu dengan kertas turmeric. Diamati apakah warna merah cemerlang berubah
menjadi hijau tua kehitaman

c. Pengabuan dengan H2SO4 (p) dalam Methanol

Dicampurkan 10 gram sampel dengan 1 bagian kapur. Lalu dimasukkan


sampel ke dalam tanur 600℃ hingga terjadi pengabuan yang sempurna.
Ditambahkan abu sesepora H2SO4 dan Metanol kemudian dibakar. Diamati apakah
terbentuk nyala berwarna hijau.

d. Pengabuan Reaksi dengan Asam Oksalat dan Kurkumin 1% dalam Metanol

Sebagian abu yang lain ditambahkan air dan HCl 5N hingga asam dan saring
ke cawan penguap. Kemudian ditambahkan 4 tetes larutan asam oksalat jenuh,
uapkan diatas penangas air. Kemudian diperoleh residunya, lalu dicelup dengan
kertas turmeric. Diamati apakah warna merah cemerlang berubah menjadi hijau tua
kehitaman.

VII. Data Pengamatan

No. Perlakuan Hasil

1. Reaksi sentrifugasi dengan H2SO4(p)


dan methanol
a. Sampel ditimbang sebanyak 10 Didapat sampel lontong
gram dan digerus. sebanyak 10 gram.
b. Sampel ditambahkan aquadest Sampel ditambahkan 10 ml
(1:1) aquadest.
c. Sampel disentrifugasi dengan Sampel terpisah menjadi dua
kecepatan 3000 rpm selama 2 fase , bagian supernatan di
menit, diambil bagian supernatan. ambil
d. Sebagian supernatan dikeringkan
di atas penangas air sampai kering. Bagian supernatan dikeringkan
e. Residu ditambahkan 1 – 2 tetes hingga tersisa residunya.
H2SO4(p) dan 5 – 6 tetes methanol, Residu yang telah direaksikan
dibakar. dengan H2SO4(p) dan methanol
f. Nyala api diamati, jika positif dibakar.
mengandung boraks berwarna Nyala api berwarna jingga
hijau. terang (Negatif).
2. Reaksi asam oksalat dan HCl dengan
kertas tumerik
a. Bagian supernatan (1.c.) Bagian supernatan melarut
ditambahkan dengan HCl 5 N sempurna dengan HCl 5 N
hingga larutan asam. suasana larutan asam
b. Larutan disaring ke dalam cawan Didapat larutan dalam cawan
penguap. penguap.
c. Ditambahkan dengan 4 tetes Didapatkan residu.dalam cawan
larutan asam oksalat jenuh dan
diuapkan di atas pengangas air.
d. Ke dalam residu, dicelupkan Kertas turmeric tercelup dalam
kertas tumerik dan diamati residu.
perubahan warnanya.
e. Kertas tumerik diberikan uap Kertas menjadi warna jingga
ammonia, jika positif terang (Negatif).
mengandung boraks maka kertas
tumerik berubah warna menjadi
kehitaman.
3. Reaksi dengan kurkumin 1 %
a. Bagian supernantan (1.c.) Bagian supernatan melarut
ditambahkan dengan HCl 5 N sempurna dengan HCl 5 N
hingga larutan asam. suasana larutan asam
b. Larutan disaring ke dalam cawan Didapat larutan dalam cawan
penguap. penguap.
c. Ditambahkan dengan 4 tetes Didapatkan residu.
larutan asam oksalat jenuh dan
diuapkan di atas pengangas air.
d. Ke dalam residu, ditambahkan 4 Larutan menjadi warna jingga
tetes kurkumin 1 % dan diamati terang (Negatif).
perubahan warnanya. Jika positif
mengandung boraks, akan
berubah menjadi warna merah.
4. Pengabuan dengan H2SO4(p) dan
methanol
a. Sampel ditimbang sebanyak 10 Didapat sampel lontong
gram dan digerus. sebanyak 10 gram.
b. Sampel dimasukkan ke dalam kurs Sampel ditambahkan 10 gram
dan ditambahkan kapur (1:1). kapur.
c. Kurs diabukan dalam tanur Didapatkan abu dari pengabuan
dengan suhu 600oC selama 24 jam sampel
hingga pengabuan sempurna.
d. Abu sespora ditambahkan dengan Abu yang telah direaksikan
H2SO4(p) dan methanol, dibakar dengan H2SO4(p) dan methanol
. dibakar.
e. Nyala api diamati, jika positif Nyala api berwarna jingga
mengandung boraks berwarna terang (Negatif).
hijau.
5. Pengabuan dan reaksi dengan asam
oksalat dan HCl serta kertas tumerik
a. Sebagian abu (4.c.) ditambahkan Sebagian abu tercampur dengan
dengan aquadest dan HCl 5 N HCl 5 N hingga suasanya asam.
hingga larutan asam.
b. Larutan disaring ke dalam cawan Didapat larutan dalam cawan
penguap. penguap.
c. Ditambahkan dengan 4 tetes Didapatkan residu.
larutan asam oksalat jenuh dan
diuapkan di atas pengangas air.
d. Ke dalam residu, dicelupkan Kertas turmeric tercelup dalam
kertas tumerik dan diamati residu.
perubahan warnanya.
e. Kertas tumerik diberikan uap Kertas Menjadi warna jingga
ammonia, jika positif terang (Negatif).
mengandung boraks maka kertas
tumerik berubah warna menjadi
kehitaman.
6. Pengabuan dan reaksi denga kurkumin
1%
a. Sebagian abu (4.c.) ditambahkan Sebagian abu tercampur dengan
dengan HCl 5 N hingga larutan HCl 5 N hingga suasanya asam.
asam.
b. Larutan disaring ke dalam cawan Didapat larutan dalam cawan
penguap. penguap.
c. Ditambahkan dengan 4 tetes Didapatkan residu.
larutan asam oksalat jenuh dan
diuapkan di atas pengangas air.
d. Ke dalam residu, ditambahkan 4 Larutan menjadi warna jingga
tetes kurkumin 1 % dan diamati terang (Negatif).
perubahan warnanya. Jika positif
mengandung boraks, akan
berubah menjadi warna merah.
Perhitungan

a. Kurkumin 1 %
1 gram kurkumin dalam 100 ml etanol

b. HCl 5 N
V1N1 = V2N2
V1 x 12 N = 15 ml x 5 N
V1 = 6,25 ml

VIII. Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan pengujian boraks terhadap sampel lontong


sayur di kantin Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Boraks merupakan bukan bahan
tambahan makanan, sehingga makanan tidak boleh mengandung boraks. Tetapi boraks
sering disalahgunakan penggunaannya dengan ditambahkan kedalam makanan agar
pangan memiliki tekstur kompak (kenyal), serta digunakan juga sebagai pengawet,
menambah kerenyahan, dan memberikan rasa gurih.

Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri dalam Negeri Republik Indonesia


dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2013 Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengawasan Bahan Berbahaya yang
Disalahgunakan dalam Pangan Boraks termasuk kedalam pengawasan bahan
berbahaya yang disalahgunakan dalam pangan bersama dengan asam borat,
formalin, paraformaldehid, pewarna Rhodamin B, pewarna Amaranth, pewarna
Kuning Metani dan pewarna Aurami. Oleh karena itu, boraks tidak boleh ada di
dalam makanan, pengujian boraks dilakukan terhadap sampel makanan yang
dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.

Pengujian ini dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan H2SO4 pekat


dan metanol (uji nyala api) dan menggunakan kertas kunyit (tumerik). Pengujian
diawali dengan pembuatan kertas kunyit dengan menimbang kunyit sebanyak 0,5
gram kemudian kunyit digerus dan dilarutkan dalam etanol kemudian larutan
disaring dan letakkan kertas saring yang sudah dipotong-potong ke dalam larutan
dan rendam sampai terbasahi seluruh permukaannya. Setelah semua permukaan
basah kertas kunyit diletakkan di dalam oven, keringkan, kemudian kertas siap
digunakan. Digunakan kertas kunyit karena pada kunyit terdapat kurkumin yang
nanti akan berikatan dengan asam borat yang akan membentuk komponen
rosasianin berwarna merah, seperti reaksi berikut:

H2B4O7 + curcumin → rosocyanine (warna merah oranye).

Sampel di preparasi terlebih dahulu, dilakukan dua jenis preparasi. Pertama


sampel di ambil 10 gram yang dalam penimbangan didapatkan sampel sebanyak
10,02 gram kemudian digerus dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi
kemudian ditambah aquades hingga 14 ml, karena sampel masih terlalu kental maka
dikeluarkan setengah dan di tambahkan kembali aquades hingga 14 ml dan
disentrifugasi kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.

Kedua, 10 gram yang dalam penimbangan didapatkan sampel sebanyak


10,03 gram sampel dicampur dengan satu bagian kapur, dimasukkan ke dalam kurs
dan simpan pada tanur pada suhu sekitar 500-600oC hingga dapat mengabukan
senyawa organik selama 24 jam terbentuk abu berwarna putih. Penambahan kapur
pada metode ini bertujuan untuk membentuk massa sampel serta mencegah
menguapnya asam borat dalam sampel yang membentuk hasil negatif palsu.
Sedangkan tanur pada suhu tinggi dilakukan untuk mengoksidasi zat-zat organic.

Sampel supernatant ditambahkan asam sulfat dan methanol kemudian


dibakar nyala apinya. Apabila terdapat boraks pada sampel ketika diuji dengan
menggunakan reaksi nyala, ditunjukkan dengan reaksi nyala api berwarna hijau.
Nyala dengan pinggiran hijau pada reaksi nyala disebabkan oleh pembentukkan
metil borat B(OCH3)3 atau etil borat B(OC2H5)3 dengan reaksi seperti dibawah:

Na2B4O7 + H2SO4 → 4H3BO3 ↑ + 2Na+ + SO42-

(na. tetraborat) + (asam sulfat) (asam borat)

H3BO3 + 3CH3OH → B(OCH3)3 + 3H2O


(asam borat) (methanol) (metil borat)

(Svehla, 1979).

Tetapi sampel lontong sayur yang diuji ini memiliki warna nyala api merah.
Sehingga dapat dilihat bahwa hasilnya sampel negatif mengandung boraks.

Pada pengujian dengan menggunakan kertas kunyit, sebagian supernatan


dari preparasi sampel di teteskan kedalam pelat tetes lubang pelat 1 diisi sampel
dan lubang pelat 2 diisi dengan boraks sebagai pembanding, kemudian ditambah
HCl 5 N sampai larutan bersuasana asam, kemudian ditambahkan asam oksalat
jenuh dan kertas kunyit diletakkan dengan sebagian kertas kunyit terendam
sempurna.

Asam klorida merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk


menguraikan senyawa organik. Asam klorida pada uji boraks dalam praktikum ini
berfungsi untuk memisahkan senyawa boraks dan bahan-bahan organik di dalam
hasil sentrifugasi sampel lontong. Apabila sampel mengandung boraks, reaksi yang
terjadi antara boraks dalam sampel dengan HCl dalam reagen kunyit adalah:

Hasil positif dari pengujian ini adalah kertas akan berwarna (rosocyanine)
merah. Tetapi hasil pada pengujian sampel menggunakan metode kertas kunyit/
kertas tumerik, sampel menunjukkan hasil negatif yakni kertas berwarna jingga
dibandingkan dengan kontrol positif yaitu kertas kunyit yang direndam dalam
larutan standar boraks, memberikan hasil positif dengan warna merah.

Untuk memastikan pengujian terhadap sampel, kertas kunyit tersebut


kemudian diberikan uap ammonia. Apabila hasil positif, maka akan terbentuk
warna hijau kehitaman. Tetapi pada pengujian untuk sampel memberikan hasil
negatif yakni berwarna jingga kecoklatan sedangkan pada boraks memberikan hasil
positif berwarna hijau kehitaman.
Na2B4O7 + HCl + H2O → NaCl + H3BO3 + 5
H2O

(Na. tetraborat) (asam klorida) (air) (Na. klorida) (asam borat)

Baik sampel supernatant maupun sampel hasil tanur, dengan perlakuan yang
sama memiliki hasil yang sama pula. Sampel dapat disimpulkan negative
mengandung boraks.

Selain pengujian dengan metode tanur dan metode kertas turmerik,


analisis kualitatif boraks pada sampel lontong sayur juga dilakukan dengan metode
penambahan kurkumin cair. Prinsip yang mendasari metode ini sama dengan
metode kertas turmerik dimana akan terjadi reaksi yang sama antara asam borat
dengan kurkumin pada kertas turmerik.

IX. Simpulan

Berdasarkan hasil identifikasi kandungan boraks dengan kurkumin dan uji


nyala terhadap sampel lontong, dapat disimpulkan bahwa sampel lontong yang
digunakan tidak mengandung boraks dana man untuk dikonsumsi.
X. Daftar Pustaka

Amelia, R., Endrinaldi, dan Edward, Zulkarnain. 2014. Identifikasi dan Penentuan
Kadar Boraks dalam Lontong yang Dijual di Pasar Raya Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. Volume 3 No.3.

Cahyadi, W. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.


Jakarta: Bumi Aksara.

Colwell, C. H. 2017. Excitation. Tersedia online di


http://dev.physicslab.org/document.aspx?doctype=3&filename=AtomicNucl
ear_Excitation.xm [diakses pada 1 oktober 2018]

Depkes RI. 1993. Identifikasi Boraks dalam Makanan. Jakarta: Depkes RI.

Falahudin, Irham., Pane, Elfira Rosa, dan Kurniati Niar. Uji Kandungan Boraks
Pada Pempek Lenjer Yang Dijual Di Kelurahan Pahlawan. Jurnal Biota. Vol.
2 No. 2.

Habsah. 2012. Gambaran Pengetahuan Pedagang Mi Basah Terhadap Perilaku


Penambahan Boraks dan Formalin Pada Mi Basah di Kantin-kantin
Universitas X Depok Tahun 2012. Depok: Universita Indonesia.

Halim dan Azhar A. 2012. Boron Removal From Aquaous Solution Using
Curcumin-Aided Electrocoagulation. Middle-East Journal of Scietific
Research 11(5); 583-588

Kresnadipayana, Dian., dan Lestari, Dwi. 2017. Penentuan Kadar Boraks pada
Kurma (Phoenix Dactylifera) dengan Metode Spektrofotometri Uv-Vis.
Jurnal Wiyata. Vol. 4 No. 1.

Lawrence, K. et al. 2012. A Simple and Effective Colorimetric Technique for The
Detection of Boronic acids. Analytical Methods. Volume 4 ; 2215 –
2217

Simpus. 2005. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: Intisari Pustaka Utama.

Subiyakto, M.G. 1991. Bakso Boraks dan Bleng. Jakarta: PT . Gramedia.


Svehla, G. 1979. Vogel’s Textbook of Macro and Semimacro Qualitative Inorganic
Analysis. Edisi Ke 5. New York : Longman Inc.

Tubagus, Indra., Citraningtyas, Gayatri, dan Fatimawali. 2013. Identifikasi Dan


Penetapan Kadar Boraks Dalam Bakso Jajanan Di Kota Manado. Jurnal
Ilmiah Farmasi. Vol.2 No.04 ISSN 2302-2493

Tumbel, M. 2010. Analisis Kandungan Boraks Dalam Mie Basah yang Beredar di
Kota Makassar Dosen Jurusan Kimia FMIPA UNM Makassar. Jurnal
Chemica. Vo. 11 No. 1.

Winarno, F.G. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
LAMPIRAN

Gambar 1. Sampel diuji dengan kurkumin 1%

Gambar 2. Sampel diuji dengan kertas tumerik dan amonia

Gambar 3. Sampel diuji dengan asam oksalat dan metanol

Anda mungkin juga menyukai