Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Menurut Santosa (1990), “Respirasi adalah reaksi oksidasi senyawa organik untuk
menghasilkan energi yang digunakan untuk aktivitas sel dan dan kehidupan tumbuhan dalam
bentuk ATP atau senyawa berenergi tinggi lainnya. Selain itu respirasi juga menghasilkan
senyawa-senyawa antara yang berguna sebagai bahan sintesis berbagai senyawa lain. Hasil
akhir respirasi adalah CO2 yang berperan pada keseimbangan karbon dunia. Respirasi
berlangsung siang-malam karena cahaya bukan merupakan syarat”.

Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi


senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel
dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen
dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana
oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti
alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi (Lovelles, 1997).

Seperti yang diuraikan diatas, respirasi berlangsung baik ketika ada maupun tidak ada
oksigen. Ketika tidak ada oksigen terjadi fermentasi, yang merupakan penguraian gula yang
terjadi tanpa oksigen. Akan tetapi, jalur katabolik yang paling dominan dan efisient adalah
respirasi aerobik, yang menggunakan oksigen sebagai reaktan bersama dengan bahan-bahan
organik (aerobic berasal dari kata Yunani aer, udara dan bios, kehidupan). Beberapa
prokariota menggunakan zat selain oksigen sebagai reaktan dalam suatu proses yang serupa
yang memanen energi kimia tanpa menggunakan oksigen sama sekali. Proses ini disebut
respirasi anaerobik (awalan an- berarti ‘tanpa’). Secara teknis, istilah respirasi seluler
mencakup proses aerobik dan anaerobik. Akan tetapi, istilah tersebut berasal dari sinonim
untuk respirasi aerobik karena adanya hubungan antara proses tersebut dengan respirasi
organisme, dimana sebagian besar organisme menggunakan oksigen (Campbell, 2010).

Dalam reaksi respirasi, perbedaan antara O2 yang digunakan dan CO2 yang dilepaskan
biasa dikenal sebagai respiratory Quotient atau respiratory ratio atau juga dengan singkatan
RQ. Untuk respirasi, nilai RQ tersebut sangat tergantung pada substrat atau bahan. (Lambers,
2005).

PEMBAHASAN

Pada praktikum ini kita telah mengamati proses respirasi pada kecambah kacang
hijau. Pada dasarnya, proses respirasi bertujuan untuk mendapatkan energi yang digunakan
dalam metabolisme dan proses pertumbuhan serta perkembangan untuk menjadi sebuah
tanaman dewasa. Semakin besar suatu tanaman, maka makin besar pula kebutuhannya akan
energi sehingga dalam respirasinya memerlukan oksigen yang banyak pula.
Alasan mengapa bahan yang digunakan adalah kecambah kacang hijau, karena
tumbuhan ini merupakan suatu organisme yang walaupun ia masih belum berkembang
dengan sempurna tetapi sudah bisa melakukan pernapasan, hal ini terbukti dari hasil
percobaan yang telah diamati dimana kecambah kacang hijau sebagai bahan percobaan
mampu melakukan respirasi. Kecambah melakukan pernapasan untuk mendapatkan energi
yang dilakukan dengan melibatkan gas oksigen (O2) sebagai bahan yang diserap/diperlukan
dan menghasilkan gas karbondioksida (CO2), air (H2O) dan sejumlah energi.

Pada pengamatan ini digunakan alat yang disebut respirometer, alat ini berfungsi
untuk mengukur jumlah oksigen yang diperlukan dalam respirasi. Di dalam pipa kapiler
tabung respirometer diisi NaOH dan ada juga yang diisi dengan minyak goreng. NaOH ini
akan mengikat oksigen yang ada di dalam tabung respirometer, sehingga di dalam tabung
respirometer terjadi perebutan oksigen antara larutan NaOH dengan kecambah kacang hijau.
Kecambah kacang hijau tidak bisa mengikat oksigen yang dibebaskan oleh larutan NaOH
karena yang diperlukan kecambah kacang hijau adalah oksigen bebas, bukan oksigen yang
terikat sehingga lama-kelamaan oksigen yang ada di dalam tabung respirometer habis dan
akhirnya oksigen dari luar akan tertarik masuk ke dalam tabung respirometer melalui selang
karet. Masuknya oksigen dari luar ini ditandai dengan naiknya larutan NaOH yang
dimasukkan dalam pipa kaca.

Jika kecambah kacang hijau dalam tabung berespirasi maka kita akan menemukan
uap air yang menempel dalam tabung respirometer, tetapi jika tidak ada uap air itu artinya
kecambah kacang hijau tidak berespirasi. Adanya uap air dijadikan indikator respirasi karena
dalam proses respirasi akan dilepaskan karbon dioksida dan uap air. Dalam pengamatan ini
kita harus teliti dalam mengoleskan vaselin pada sumbat, jangan sampai ada rongga udara
yang masih terbuka karena hal ini bisa mengganggu pengamatan.

Dari keadaan tersebut kita dapat menghitung Kuosisen respirasi dari kecambah
kacang hijau yaitu perbandingan antara CO2 yang dikeluarkan dengan volume Oksigen yang
dihirup tumbuhan. dari pengamatan ini kami mendapatkan bahwa KR dari kecambah kacang
hijau adalah 0,83 yaitu lebih dari 0,7 dan kurang dari 1 maka zat yang disekresikan adalah
protein.

Larutan didalam botol merupakan larutan basa kuat yaitu NaOH, NaOH berfungsi
sebagai larutan yang dapat berikatan dengan karbondioksida hasil dari respirasi kecambah.
NaOH yang mengikat karbondioksida akan membentuk natrium bikarbonat yang merupakan
karbondioksida terlarut. NaOH berfungsi untuk mengikat CO2 sehingga dalam gelas piala
hanya ada hasil respirasi yaitu CO2 dan sedikit O2 (Atkin, 2007), maka kacang hijau
memberikan tekanan melalui pipa kapiler untuk mengambil O2 dari lingkungan luar sehingga
cairan methylen blue naik..

B. Kuosien Respirasi (RQ)


Respirasi dapat diukur secara kuantitatif dengan cara menangkap CO2 yang
dibebaskan dengan Ba(OH)2 dan BaCO3 yang terjadi ditimbang, ditangkap dengan NaOH
kemudian dititrasi atau dengan infra red gas analyzer. Pengukuran jumlah O2 yang
dikonsumsi juga dapat dilakukan dengan elektrode oksigen. Dengan cara mengukur konsumsi
oksigen dan produksi CO2 dapat diketahui jalur mana yang dilalui dalam respirasi, serta
substrat apa yang dipakai. Perbandingan antara produksi CO2 dengan O2 yang diperlukan
dinamakan kofisien respirasi (Santosa, 1990).

Jika karbohidrat seperti sukrosa, fruktan, atau pati yang digunakan sebagai substrat
pada proses respirasi dan jika senyawa tersebut teroksidasi secara sempurna, maka jumlah O2
yang digunakan akan persis sama dengan jumlah CO2 yang dihasilkan. Nisbah CO2/O2 ini
disebut Kuosien Respirasi, sering disingkat RQ (respiratory quoitient). Nilai RQ ini pada
kebanyakan kasus akan mendekati nilai 1. Sebagai contoh, nilai RQ rata-rata dari
daunberbagai spesies adalah sekitar 1,05. Biji dari tanaman serealia dan legum dimana pati
merupakan cadangan karbohidrat utama juga menunjukkan nilai RQ mendekati 1,0 (Lakitan,
2012).

Besarnya kosien respirasi tergantung pada substrat, jika bahan cadangan yang
dominan bukan pati, misalya lemak atau minyak menjadi lebih rendah. Untuk lemak,
misalnya tripalmitat

2 C51H98O6 + 145 O2  102 CO2 + 98 H2O

RQ yang dihasilkan sebesar,

Nilai RQ serendah 0,7 dapat terjadi pada lemak. RQ protein kira-kira 0,79 karena
sebagai penyusun molekul, oksigen sedikit dalam protein, tetapi oksidasinya memerlukan
banyak oksigen. RQ lebih dari 1 diperoleh bila substratnya asam organik, karena oksigen
dalam molekul cukup banyak sehingga kebutuhan oksigen dari luar sangat sedikit. Misalnya
asam tetrat (Santosa, 1990) :

2 C4H6O5 + 5 O2  6 CO2 + 6 H2O RQ = 1,6

Dengan mengetahui nilai RQ dari suatu organ atau jaringan, akan dapat diperkirakan
jenis senyawa yang dioksidasi (substrat dari proses respirasi) pada organ atau jaringan
tersebut. Tetapi perlu diingat bahwa senyawa yang dioksidasi mungkin terdiri beberapa jenis,
sehingga nilai RQ yang terukur merupakan rata-rata dari hasil oksidasi berbagai senyawa
tersebut. Secara umum nilai RQ ini dapat digunakan sebagai indikasi dari porsi karbohidrat
sebagai substrat respirasi. Jika nilai RQ semakin mendekati 1 maka semakin dominan porsi
karbohidrat sebagai substrat respirasi (Lakitan, 2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu (Ata,
2011) :

1. Faktor internal, merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh tumbuhan itu sendiri,
yaitu :
a. Jumlah plasma dalam sel. Jaringan-jaringan meristematis muda memiliki sel-sel yang
masih penuh dengan plasma dengan viabilitas tinggi biasanya mempunyai kecepatan respirasi
yang lebih besar daripada jaringan-jaringan yang lebih tua di mana jumlah plasmanya sudah
lebih sedikit.

b. Jumlah substrat respirasi dalam sel. Tersedianya substrat respirasi pada tumbuhan
merupakan hal yang penting dalam melakukan respirasi. Tumbuhan dengan kandungan
substrat yang sedikit akan melakukan respirasi dengan laju yang rendah pula. Sebaliknya,
tumbuhan dengan kandungan substrat yang banyak akan melakukan respirasi dengan laju
yang tinggi. Substrat utama respirasi adalah karbohidrat.

c. Umur dan tipe tumbuhan. Respirasi pada tumbuhan muda lebih tinggi dari tumbuhan
yang sudah dewasa atau lebih tua. Hal ini dikarenakan pada tumbuhan muda jaringannya juga
masih muda dan sedang berkembang dengan baik. Umur tumbuhan juga akan
memepengaruhi laju respirasi. Laju respirasi tinggi pada saat perkecambahan dan tetap tinggi
pada fase pertumbuhan vegetatif awal (di mana laju pertumbuhan juga tinggi) dan kemudian
akan menurun dengan bertambahnya umur tumbuhan.

2. Faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar sel atau lingkungan, terdiri atas:

a. Suhu. Pada umumnya dalam batas-batas tertentu kenaikan suhu menyebabkan pula
kenaikan laju respirasi. Kecepatan reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan
suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies tumbuhan. Perlu
diingat, kenaikan suhu yang melebihi batas minimum kerja wnzim, akan menurunkan laju
respirasi karena enzim respirasi tidak dapat bekerja dengan baik pada suhu tertalu tinggi.

b. Kadar O2 udara. Pengaruh kadar oksigen dalam atmosfer terhadap kecepatan respirasi
akan berbeda-beda tergantung pada jaringan dan jenis tumbuhan, tetapi meskipun demikian
makin tinggi kadar oksigen di atmosfer maka makin tinggi kecepatan respirasi tumbuhan.

c. Kadar CO2 udara. Semakin tinggi konsentrasi karbondioksida diperkirakan dapat


menghambat proses respirasi. Konsentrasi karbondioksida yang tinggi menyebabkan stomata
menutup sehingga tidak terjadi pertukaran gas atau oksigen tidak dapat diserap oleh
tumbuhan. Pengaruh hambatan yang telah diamati pada respirasi daun mungkin disebabkan
oleh hal ini.

d. Kadar air dalam jaringan. Pada umumnya dengan naiknya kadar air dalam jaringan
kecepatan respirasi juga akan meningkat. Ini nampak jelas pada biji yang sedang
berkecambah.

e. Cahaya. Cahaya dapat meningkatkan laju respirasi pada jaringan tumbuhan yang
berklorofil karena cahaya berpengaruh pada tersedianya substrat respirasi yang dihasilkan
dari proses fotosintesis.

f. Luka dan stimulus mekanik. Luka atau kerusakan jaringan (stimulus mekanik) pada
jaringan daun menyebabkan laju respirasi naik untuk sementara waktu, biasanya beberapa
menit hingga satu jam. Luka memicu respirasi tinggi karena tiga hal, yaitu: (1) oksidasi
senyawa fenol terjadi dengan cepat karena pemisahan antara substrat dan oksidasenya
dirusak; (2) proses glikolisis yang normal dan katabolisme oksidatif meningkat karena
hancurnya sel atau sel-sel sehingga menambah mudahnya substrat dicapai enzim respirasi;
(3) akibat luka biasanya sel-sel tertentu kembali ke keadaan meristematis diikuti
pembentukan kalus dan penyembuhan atau perbaikan luka.

g. Garam-garam mineral. Jika akar menyerap garam-garam mineral dari dalam tanah, laju
respirasi meningkat. Hal ini dikaitkan dengan energi yang diperlukan pada saat garam/ion
diserap dan diangkut. Keperluan energi itu dipenuhi dengan menaikkan laju respirasi.
Fenomena ini dikenal dengan respirasi garam.
Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka disimpulkan sebagai berikut :

1. Respirasi adalah reaksi oksidasi senyawa organik untuk menghasilkan energi yang
digunakan untuk aktivitas sel dan dan kehidupan tumbuhan dalam bentuk ATP atau senyawa
berenergi tinggi lainnya.

2. Kuosien Respirasi adalah cara mengukur konsumsi oksigen dan produksi CO2 melalui
perbandingan antara produksi CO2 dengan O2.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi terdiri dari faktor internal yaitu jumlah
plasma sel, jumlah substrat, umur dan tipe pertumbuhan. Faktor eksternal yaitu suhu, kadar
O2 di udara, kadar CO2 di udara, kadar air dalam jaringan, cahaya dan luka stimulus
mekanik.

DAFTAR PUSTAKA

Atkin, O. K., Scheurwater, I., & Pons, T. L. (2007). Respiration as a percentage of daily
photosynthesis in whole plants is homeostatic at moderate, but not high, growth
temperatures. New Phytologist, 174(2), 367-380.

Campbell, dkk. 2010. Biologi. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Lakitan, Benyamin. 2012. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Press, Jakarta.

Lambers, H. (Ed.). (2005). Plant respiration: from cell to ecosystem (Vol. 18). Springer
Science & Business Media.

Lovelles, A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropis. Gramedia,


Jakarta.

Santosa. 1990. Fisiologi Tumbuhan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai